• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DISERTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN DISERTASI"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM

BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

DISERTASI

Oleh JANTER NIM: 118106003

Program Doktor

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM

BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam

Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. MHum.

untuk dipertahankan dihadapan sidang Terbuka Senat

Universitas Sumatera Utara

Oleh JANTER NIM: 118106003 Program Doktor (S3)

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)
(4)

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal : 28 Mei 2018

PANITIA PENGUJI SIDANG TERBUKA Pemimpin Sidang :

Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. MHum.

(Rektor USU)

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang Anggota : Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai

Prof. Dr. Drs. Nasruddin M.N, MEng.Sc.

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS.

Dr. Delvian, SP. MP.

Prof. Dr. Ir. Yuwaldi Away, MSc.

(5)

PERNYATAAN

Judul Disertasi

MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM

BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 28 Mei 2018 Penulis,

Janter

(6)

MODEL PENGENDALIAN PERTUMBUHAN KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DALAM PELAYANAN PENERANGAN JALAN UMUM

BERSTATUS NASIONAL BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN

ABSTRAK

Penerangan jalan umum (PJU) adalah merupakan kebutuhan masyarakat untuk keamanan dan kenyamanan dalam melakukan aktifitas perjalanan pada malam hari. Energi surya sudah menjadi salah satu alternatif sebagai sumber energi listrik berbasis lingkungan digunakan untuk Penerangan Jalan Umum.

Karena energi surya merupakan sumber energi yang tak terbatas dan berkelimpahan yang dapat menghasilkan energi listrik pada saat puncak sebesar 1000 watt/m2. Potensi energi matahari di Indonesia adalah sebesar 4,8 kwh/m²/hari. serta rata-rata lama penyinaran matahari yang tinggi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 47,5 % atau ± 5,7 jam dengan rentang waktu dari jam 6.00 s/d jam 18.00 WIB. Pada efisiensi panel sel surya sebesar 15 % dengan luas panel 1 m2, sel surya dapat menghasilkan daya 150 wp. Kebutuhan modul sel surya untuk memenuhi daya listrik untuk penerangan penerangan jalan umum- light emitting diode (PJU-LED), 100 watt selama 12 jam sebesar 1,2 kwh adalah 2 set modul sel surya masing-masing dengan luas 1 m2 dan kapasitas 130 wp.

dengan rata-rata lama penyinaran matahari (LPM) selama 5,7 jam yang menghasilkan energi listrik sebesar 1,482 kwh. Efikasi cahaya lampu merupakan perbandingan keluaran lumen dengan pemakaian daya listrik yang dinyatakan dengan satuan lumen/watt. Efikasi cahaya lampu berpengaruh terhadap intensitas cahaya dalam satuan candela dan intensitas cahaya mempengaruhi illuminasi dalam satuan lux sebagai kekuatan penerangan yang menerangi jalan. Dengan memberi suatu perlakuan pada pemakaian daya listrik oleh lampu diperoleh konservasi energi listrik dari penerangan jalan umum semua ruas jalan nasional sepanjang 2632,22 km dan pertambahan panjang ruas jalan nasional 382,56 km pada tahun 2019. Perlakuan yang diberikan adalah dengan model pemanfaatan daya listrik, Tipe 1: Potensi pemanfaatan sel surya ke PJU-LED, diperoleh konservasi energi sebesar masing-masing 47,856 gwh dan 6,955 gwh, Tipe 2 : Pemanfaatan daya listrik saluran udara tegangan rendah (SUTR) melalui converter ke PJU-LED, diperoleh konservasi energi sebesar 45,880 GWh dan 6,669 gwh dan Tipe 3 : Pemanfaatan daya listrik SUTR ke penerangan jalan umum-dimmer (PJU-DIM), diperoleh konservasi energi sebesar masing-masing 18,771 gwh dan 2,747 gwh. Dari konservasi energi diperoleh reduksi emisi karbon dengan faktor emisi CO2 sebesar 1,14 kg/kwh, Tipe 1: Potensi pemanfaatan sel surya ke PJU-LED, diperoleh reduksi emisi karbon sebesar masing-masing 54,555 kton CO2 dan 7,929 kton CO2, Tipe 2 : Pemanfaatan daya listrik SUTR melalui converter ke PJU-LED, diperoleh reduksi emisi karbon sebesar masing-masing 52,303 kton CO2 dan 7,602 kton CO2 , dan Tipe 3 : Pemanfaatan daya listrik SUTR ke PJU-DIM, diperoleh reduksi emisi karbon sebesar masing-masing 21,398 kton CO2 dan 3,131 kton CO2.

Kata kunci: efikasi cahaya, illuminasi, konservasi energi, reduksi emisi karbon

(7)

MODEL OF CONTROLLING THE GROWTH OF THE NEED FOR ELECTRIC POWER IN ROADWAY LIGHTING SERVICE WITH

ENVIRONTMENT FRIENDLY BASED-NATIONAL STATUS

ABSTRACT

Street Lighting is a public need for security and comfort in doing night trip activities. Solar energy has become one of the alternatives as a source of electrical energy based on the environment used for Lighting Public Road.

Because solar energy is an infinite and abundant energy source that can generate electrical energy at peak times of 1000 Watt / m2. The potential of solar energy in Indonesia is 4.8 kwh / m² / day. as well as the average duration of high sun exposure in North Sumatra Province of 47.5% or ± 5.7 hours with a time span from 6:00 to 18:00 pm. In solar cell panel efficiency of 15% with a panel area of 1 m2, solar cells can produce 150 wp power. The need for solar cell modules to meet the public street light-light emitting diode (PJU-LED) electric power, 100 Watt for 12 hours of 1.2 kwh is 2 sets of solar cell modules each with an area of 1 m2 and a capacity of 130 wp. with an average of 5.7 hours of solar radiation that generates 1,482 kwh of electrical energy. Light lamp efficacy is the ratio of luminal output to electric power consumption expressed by lumen / watt unit. The efficacy of the lamplight affects the intensity of light in the candela unit and the intensity of light affects the illumination in lux units as the illuminating power that illuminates the path. By giving a treatment on the use of electric power by the lamps obtained electrical energy conservation from public road lighting all the national roads along the 2632.22 km and the increase in the length of national roads 382.56 km in 2019. The treatment provided is with the model of utilization of electric power , Type 1: Potential utilization of solar cell to PJU-LED, obtained energy conservation of 47.856 gwh and 6.955 gwh, Type 2: Utilization of low voltage network (SUTR) power through converter to PJU-LED, obtained energy conservation 45,880 gwh and 6,669 gwh and Type 3: Utilization of SUTR power to public street light-dim (PJU-DIM), obtained energy conservation of 18.771 gwh and 2.747 gwh respectively. From energy conservation, carbon emission reduction with CO2 emission factor of 1.14 kg / kwh, Type 1: Potential utilization of solar cell to PJU-LED, obtained carbon emission reduction of 54,555 kton CO2 and 7,929 kton CO2, Type 2: Utilization of SUTR power through converter to PJU-LED, obtained by carbon emission reduction of 52,303 kton CO2 and 7,602 kton CO2, and Type 3: Utilization of SUTR to PJU-DIM power, obtained carbon emission reduction of 21,398 kton each CO2 and 3,131 kton CO2.

Keywords: light efficacy, illumination, energy conservation, carbon emission reduction

(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Janter Napitupulu Tempat/Tanggal lahir : Balige, 24 April 1960

Nama Istri : Honni T. Simamora, SE, MM Nama Anak : 1. Ferry napitupulu, ST,MT 2. Philips Napitupulu, ST 3. Samuel Napitupulu, ST 4. Margaretha Napitupulu PENDIDIKAN

Tahun 1972 : Lulus SD Parulian I Medan Tahun 1975 : Lulus SMP Negeri III Medan Tahun 1979 : Lulus SMA Negeri V Medan

Tahun 1987 : Sarjana Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara (USU) Tahun 1993 : Magister Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) Tahun 2018 : Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU)

PEKERJAAN

Tahun 1988-sekarang : Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Universitas Darma Agung

Tahun 1994-1997 : Wakil Dekan I Fakultas teknik Universitas Darma Agung Tahun 1997-2000 : Dekan Fakultas Teknik Universitas Darma Agung

Tahun 2006-2008 : Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat

Tahun 2008-2010 : Representative Project Director PT. Musim Mas Holding Company

Tahun 2010-2012 : Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat

Tahun 2014-2015 : Wakil Rektor I Institut Sains dan Teknologi TD. Pardede Tahun 2015-2018 : Rektor Institut Sains dan Teknologi TD. Pardede

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Disertasi yang berjudul Model Pengendalian Kebutuhan Daya Listrik Dalam Pelayanan Penerangan Jalan Umum Berstatus Nasional Berbasis Ramah Lingkungan.

Penulisan disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selama melakukan penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang sebagai promotor, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan disertasi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai sebagai Co-Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian disertasi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Nasruddin M.N, MEng.Sc. sebagai Co-Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. MS. sebagai anggota komisi penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

5. Bapak Dr. Delvian SP. MP. sebagai anggota komisi penguji atas saran dan kritik yang diberikan.

(10)

6. Bapak Prof. Dr. Ir.Yuwaldi Away, MSc. sebagai anggota komisi penguji yang dalam kesibukannya memberikan waktu untuk datang dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

7. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera, atas dukungan yang diberikan selama masa studi program Doktor ini.

8. Ibu Sariaty P.R.Siregar Br Pardede, Bapak Palti Raja Siregar, SH., Bapak Gomgom Siregar, SSos. SH. MBA.MSi., Bapak Partahi Siregar, SH. atas dukungan moril dan dorongan semangat dalam penyelesaian studi program Doktor ini.

9. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Universitas Darma Agung dan Institut Sains dan Teknologi TD. Pardede atas dukungan doa dan dorongan semangat yang diberikan.

10. Pihak PT.PLN (Persero) atas dukungan dan bantuannya memberikan masukan, data dan informasi yang bermanfaat dalam penyelesaian disertasi ini.

11. Pihak Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga atas bantuannya memberikan data yang diperlukan dalam penyelesaian disertasi ini.

12. Pihak BMKG yang memberikan data lama penyinaran matahari dan iklim yang diperlukan dalam penyelesaian disertasi ini.

(11)

13. Honni T.Simamora, SE. MM. istri tercinta yang selalu memberikan dorongan, semangat, dan doa selama masa studi dan penulisan disertasi dalam penyelesaian studi program Doktor ini.

14. Ferry Napitupulu, ST. MT., Philips Napitupulu, ST., Samuel Napitupulu, ST. dan Margaretha Napitupulu, semua ananda tercinta yang rela menerima tersitanya waktu yang seharusnya bersama penulis dikala mereka membutuhkan.

Akhir kata penulis menyadari, penulisan disertasi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Medan, 28 Mei 2018 Penulis

Janter

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………. ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Formulasi Permasalahan ……….………... 12

1.3. Tujuan Penelitian ………..……….. 14

1.4. Manfaat Penelitian ………. 15

1.5. Hasil Keluaran (Novelty) ………. 15

1.6. Kerangka Berpikir ………. 15

1.7. Pengembangan Model ………. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 19

2.1. Perkembangan Pembangkitan Tenaga Listrik ………….. 19

2.1.1. Teknologi Gasifikasi ………... 21

2.1.2. Magneto Hidrodinamika ……… 22

2.1.3. Sel Bahan Bakar ……….. 22

2.1.4. Pembangkit Listrik Tenaga Surya ………. 23

2.2. Penyediaan Energi Listrik Konvensional ………. 24

2.3. Faktor Berpengaruh pada Penyediaan Energi Listrik ….. 25

2.3.1. Karakteristik Listrik ……… 26

2.3.1.1 Tegangan Listrik ……… 26

2.3.1.2 Arus Listrik ……… 27

2.3.1.3 Daya Listrik ……… 27

2.3.2. Penyusutan Energi pada Jaringan ………. 29

2.3.3. Faktor Kapasitas Pembangkitan………. 30

2.3.4. Faktor Emisi CO2 ..……… 31

2.4. Studi Terdahulu tentang Penyinaran Matahari Sel Surya .. 32

2.4.1. Cahaya Matahari ……… 33

2.4.2. Panel Sel Surya ……….. 35

2.4.2.1 Efeek Photovoltaic ……… 36

2.4.2.2 Efek Temperatur ……….. 37

2.4.2.3 Efek Intensitas Cahaya Matahari ……… 37

2.4.2.4 Karakteristik Photovoltaic ……….. 40

2.4.2.5 Jenis Sel Surya .. ……… 42

2.4.2.6 Rangkaian Seri dan Paralel Sel Surya … 44 2.4.3. Pengoperasian Sel Surya ………... 45

(13)

2.4.4. Skema Instalasi Sel Surya ………. 50

2.5. Kapasitas Sel Surya ………. 51

2.6. Pemanfaatan Energi Listrik ………. 52

2.6.1. Pemanfaatan Energi listrik Penerangan Jalan Umum ……….. 52

2.6.2. Model Ketersediaan Energi ……….. 53

2.7. Prakiraan Kebutuhan Energi Listrik ………. 54

2.8. Konservasi dan Efisiensi Energi ……….. 55

2.9. Penyediaan Energi ……….... 57

BAB III METODE PENELITIAN ………. 58

3.1. Sumber Data ... ………. 58

3.2. Tahapan Penelitian ………. 59

3.3. Asumsi Penelitian ……… 60

3.4. Program Linier ………….. ……….. 60

3.5. Model Pendekatan Pemakaian Tenaga Listrik .………… 63

3.5.1. Pendekatan Konservasi Energi ………. 63

3.5.1.1. Model Pendekatan Konservasi PPJUN-SS … 63 3.5.1.2. Model Pendekatan Konservasi PPJUN-KONV 64

3.5.1.3. Model Pendekatan Konservasi PPJUN-DIM .. 64

3.5.2. Kebutuhan Energi Listrik dan Beban Puncak ….. 65

3.5.3. Perbaikan Faktor Daya ………... 66

3.5.4. Jumlah Titik lampu yang Diperlukan ………….... 68

3.5.5. Efikasi Cahaya ……….. 68

3.5.6. Pengaruh Tinggi Tiang Lampu dan Lebar Jalan terhadap Pencahayaan ….………. 69

3.5.7. Energi Listrik yang Diserap oleh lampu ………... 70

3.5.8. Daya Listrik Sel Surya ……….. 71

3.5.9. Kapasitas Modul Sel Surya dan Baterai ………... 73

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………..………. 74

4.1. Hasil Penelitian ..……….. 74

4.1.1. Posisi Kabupaten/Kota Lintasan Jalan Nasional .. 74

4.1.2. Ruas Jalan Nasional ..……….. 76

4.1.3. Ketersediaan lampu PJU ..………. 86

4.1.3.1. Jenis Lampu PJU ….……….. 88

4.1.3.2. Jarak Tiang Lampu ..………. 90

4.1.3.3. Tipikal lampu ..………. 92

4.1.3.4. Karakteristik jalan dan Fungsi ..……… 91

4.1.4. Pertumbuhan Konsumsi Energi Listrik di Prov.Sumatera Utara ……… 92

4.1.5. Konsumsi Energi Listrik di Prov. Sumatera Utara ……… 92

4.1.6. Lama Penyinaran Matahari di Prov. Sumatera Utara ……….. 94

4.1.7. Konsep Dasar Model yang Digunakan …..…….. 95

4.1.7.1. Jalan Arteri Primer …..……….…. 97

4.1.7.2. Jalan Kolektor Primer …………...…….. 98

(14)

4.1.7.3. Jalan Tol ….……….. 98 4.1.7.4. Jalan Strategis Nasional ..……….. 98 4.2. Pembahasan ..……… 98

4.2.1. Tingkat Pencahayaan Penerangan Jalan Umum

Berstatus Nasional .……… 98 4.2.1.1. Variasi Ketinggian Lampu dan

Lebar Jalan terhadap Illuminasi lampu SON/MBF pada Jalan Arteri Primer ... 99 4.2.1.2. Variasi Ketinggian Lampu dan Lebar

Jalan terhadap Illuminasi lampu SON/

MBF pada Jalan Kolektor Primer …. 102 4.2.1.3. Variasi Ketinggian Lampu dan Lebar

Jala terhadap Illuminasi lampu LED Pada Jalan Arteri Primer dan

Kolektor Primer ……….……. 106 4.2.2. Pertumbuhan Daya Tersambung dengan

Regresi Linier ………..… 110 4.2.3. Pertumbuhan Konsumsi Energi Listrik PJU ..…. 111 4.2.4. Rata-rata Lama Penyinaran Matahari di

Prov. Sumatera Utara ..………. 112 4.2.5. Kebutuhan Energi Listrik Fosil untuk

PJU Ruas Jalan nasional ………... 113 4.2.6. Kebutuhan Energi Listrik untuk Pertambahan

Ruas jalan Nasional .……….. 115 4.2.7. Model Pemanfaatan Daya Listrik .………... 115

4.2.7.1. Model Pemanfaatan Daya Listrik Tipe 1 : Potensi Pemanfaatan

Sel Surya ke PJU-LED ……….….. 115 4.2.7.2. Model Pemanfaatan Daya Listrik

Tipe 2 : Pemanfaatan Daya Listri SUTR melalui Konverter ke PJU-LED .…….. 118

4.2.7.3. Model Pemanfaatan Daya Listrik Tipe 3 : Pemanfaatan Daya Listrik SUT ke PJU-DIM ………. 120

4.2.8. Konservasi Energi Listrik pada Semua Ruas jalan Nasional dan Pertambahan Ruas jalan nasional 121

4.2.8.1. Konservasi Energi Listrik Berdasarkan Pemanfaatan Daya Listrik Tipe1,

Tipe2, Tipe3 ………. 121 4.2.8.2. Konservasi Energi Listrik Berdasarkan Perbaikan Faktor Daya Lampu Mercuri 122

4.2.9. Reduksi Emisi CO2 .……… 123 4.2.10. Perdagangan Karbon ………... 124 4.2.11 Model Matematis pengendalian daya listrik …… 125 4.3. Model Kebijakan Energi .……… 126 4.3.1. Sistem Tenaga Listrik .………. 126 4.3.2. Pengaruh Beban Puncak pada PJU .…………... 129 4.3.3. Pemanfaatan daya Listrik untuk PJU .………….. 130

(15)

4.3.4. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan

Sistem Norma Kehidupan Masyarakat ,……….. 137

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..………..……… 144

5.1. Kesimpulan ……….………. 144

5.2. Saran ……… 145

DAFTAR PUSTAKA ..………... 147

LAMPIRAN .……… 156

(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 4.1. Letak Geografis menurut kabupaten/Kota ….………. 75 4.2. Ruas Jalan Nasional Sampai Tahun 2019 ………. 76 4.3. Jarak Antar Tiang Lampu Penerangan Berdasarkan Tipikal

distribusi Pencahayaan dan Klasifikasi Lampu untuk

Rumah Lampu (Lantern) Tipe A ……… 89 4.4. Jarak Antar Tiang Lampu Penerangan Berdasarkan Tipikal

Distribusi Pencahayaan dan Klasifikasi Lampu untuk

Rumah Lampu (Lantern) Tipe B ……….. 89 4.5. Pemakaian Energi Listrik dan Susut (gwh) 2009-2013

PT.PLN(Persero)Wilayah Sumatera Utara ………... 92 4.6. Jumlah Penjualan Energi Listrik (gwh) menurut Jenis Pelanggan .. 92 4.7. Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Tahun 2018-2025 ………. 93 4.8. Data Jumlah Daya Tersambung dan Jumlah Penjualan Energi

Listrik Tahun 2010 s/d 2013 Provinsi Sumatera Utara ………... 93 4.9. Rata-rata Lama Penyinaran Matahari Tahun 2014 …… ………… 94 4.10. Rata-rata Lama Penyinaran Matahari Tahun 2000 sd Tahun 2013 95 4.11. Kualitas Pencahayaan Norma……… 96 4.12. Jenis Lampu Penerangan Jalan Umum ………. 97 4.13. Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi

ON/MBF, 400 watt yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan ……. 101 4.14. Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi

SON/MBF, 400 watt yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan …… 102 4.15. Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi

SON/MBF, 100 watt yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan …… 104 4.16. Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi

SON/MBF, 180 watt yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan …… 104 4.17. Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi

SON/MBF, 100 watt yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan …….. 106

(17)

SON/MBF, 180 watt yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan ….… 106 4.19. PLED=100w ,Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap

Illuminasi yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan ……….. 107

4.20. PLED=120w ,Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan ……….. 108

4.21. PLED=150w ,Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi yang Dihasilkan di Titik Tengah Jalan ……… 108

4.22. PLED = 100w, Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan ………. 109

4.23. PLED=120w ,Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan ………. 110

4.24. PLED=150w ,Variasi Ketinggian Tiang Lampu terhadap Illuminasi yang Dihasilkan di Tepi Bahu Jalan ………. 110

4.25. Prakiraan Daya Tersambung dengan Regresi Linier Y=1906X+77689 ……….... 110

4.26. Kebutuhan Energi Listrik dari Tipe 1,2 dan 3 ……… 121

4.27. Konservasi Energi Listrik(gwh) ……… 122

4.28. Reduksi Emisi CO2 ……….. 124

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1.1. Kerangka Pemikiran ………..……….. 16

2.1. Model Irradiasi ……….………... 39

2.2. Modul Sel Surya Terhubung Seri dan parallel ……… 45

2.3. Skema Instalasi Sel Surya dengan Beban DC ... 50

2.4. Skema Kombinasi beban AC dan DC ……… 50

3.1. Bagan Alir Metode Penelitian ………. 59

3.2. Peningkatan Faktor Daya ………. 66

3.3. Pengaruh Tinggi Tiang Lampu terhadap Penyebaran Cahaya ……. 69

3.4. Model Grafik Nilai Irradiasi Matahari ... 73

4.1. Tipikal Lampu pada Jalur Satu Arah ……….. 90

4.2. Tipikal Lampu pada Jalur Dua Arah ……….. 91

4.3. Representasi Sistem Tenaga Listrik ……… . 111

4.4. Model Matematik Pengendalian Daya Listrik ………..125

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Kebutuhan Energi Ruas Jalan Nasional pada Tahun 2019 .…… 157 2. Luas Panel Sel Surya Berdasarkan Data Pengukuran

Lama Penyinaran Matahari ……….. 161 3. Konservasi Energi dan Reduksi CO2 Berdasarkan Tipe 1,

Tipe 2, Tipe 3 ……… 172 4. Lampu Penerangan LED dan Panel Sel Surya……… 187

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi listrik merupakan kebutuhan mendasar yang diperlukan bagi kelangsungan aktifitas umat manusia. Energi listrik dimanfaatkan seluas-luasnya dalam kehidupan manusia disebabkan ketersediaannya yang secara terus-menerus dapat dijangkau dengan mudah dan bersih. Oleh karena pemanfaatannya secara meluas, besar pemakaian energi listrik dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa yang ditinjau dari grafik Hubungan indeks pembangunan manusia dan konsumsi listrik per kapita. Sebagai unsur penunjang penting bagi pengembangan suatu bangsa, pemanfaatan energi listrik secara tepat akan memacu peningkatan pembangunan. Oleh karena peningkatan pembangunan ini, permintaan akan penyediaan tenaga listrik menjadi semakin meningkat. Dalam peningkatan pembangunan, kebutuhan energi listrik di Indonesia naik dengan laju pertumbuhan 7 % per tahun (DESDM, 2011).

Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di seluruh Indonesia saat ini total kapasitas pembangkit yang terpasang sampai dengan bulan Juli 2014 sebesar 50.777 MW. Daya terpasang ini disuplai dari PLN sebesar 71%, independent power producer (IPP) sebesar 20% dan non PLN sebesar 9% yang terdiri atas privat power utility (PPU) sebesar 4% dan Izin Operasi (IO) non BBM sebesar 5% . Sementara itu dari total sekitar kapasitas pembangkit 34.206 mw sampai dengan Des 2013 yang dihasilkan oleh PT. PLN (Persero) memiliki persentase kapasitas terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut: PLTU 15.554 mw (45,47%), PLTGU 8.814 mw (25,77%), PLTD 2.848 mw (8,33%), PLTA 3.520

(21)

mw (10.29%), PLTG 2.894 mw (8,46%), PLTP 568 mw (1,67%), PLT Surya dan PLT Bayu 8,37 mw (0,02%) (BPPT, 2014). Sesuai dengan RUPTL PLN tahun 2018- 2027, pada tahun 2018 rencana penambahan pembangkit di Prov.Sumatera Utara adalah PLT lain 2 mw, PLTA/M/PS 13 mw, PLTG/MG/GU 34 mw, PLTP 190 mw, PLTU 200 mw, total 439 mw. Pada tahun 2019 sebesar 617 mw, tahun 2020 sebesar 1053 mw, tahun 2021 sebesar 1179 mw, tahun 2022 sebesar 40 mw, tahun 2023 sebesar 127 mw, tahun 2024 sebesar 627 mw, tahun 2025 sebesar 144 mw, tahun 2027 sebesar 500 mw hanya berasal dari PLTA/M/PS. Sehingga, Total RUPTL 2018-2027 adalah sebesar 4725 mw dengan sebaran PLT lain 37 mw(1

%), PLTA/M/PS 1634 mw(35 %), PLTG/MG/GU 1314 mw(28 %), PLTP 440 mw(9 %), PLTU 1300 mw (27 %) (BPS, 2015)

Kebutuhan energi listrik di Indonesia dapat diketahui melalui konsumsi energi final per sektor yang semakin besar dari tahun ke tahun. Konsumsi energi meningkat sebesar 764 juta setara barel minyak (SBM) dari tahun 2000 sampai 2011. Konsumsi energi per sektor juga mengalami perobahan. Pada tahun 2000 sektor rumah tangga mendominasi konsumsi energi sebesar 38,8% yang kemudian disusul sektor industri sebesar 36,5%. Sedangkan pada tahun 2011 sektor industri menduduki posisi teratas yaitu sebesar 37,2% dan kemudian sektor rumah tangga sebesar 30,7%.( BPPT, 2013). Konsumsi listrik dari tahun 2000 -2014 mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8 % konsumsi listrik menaik disebabkan kenaikan pendapatan masyarakat dan rasio elektrifikasi ( BPPT, 2016). Rasio elektrifikasi nasional sampai dengan akhir 2017 adalah 95,35 %. Di Sumatera Utara, Rasio Desa berlistrik pada Desember 2017 adalah sebesar 95,89 % (Ditjen Gatrik, 2017).

(22)

Penyediaan energi listrik bagi keperluan sektoral sampai saat ini dihasilkan dengan menggunakan sumber daya alam berbahan bakar fosil yaitu minyak dan batubara. Penggunaannya untuk melayani beban terus meningkat, sedangkan jumlah sumber daya alam persediaannya terbatas. Selain itu, penyediaan energi listrik dengan menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi listrik yang disalurkan dalam pelayanan beban listrik, dilakukan tidak melalui suatu proses penyimpanan sebelum disalurkan (Afua et al., 2000). Hal ini menyebabkan investasi penyediaan energi listrik menggunakan bahan bakar fosil menjadi mahal.

Beban listrik dapat dibagi dalam 3 kategori (Sudaryatno, 2012) yaitu 1.

Beban rumah tangga dimana energi yang digunakan adalah untuk mencatu berbagai jenis peralatan rumah tangga. Biasanya beban ini tersebar dalam area yang luas. 2. Beban Industri yaitu beban yang membutuhkan sejumlah besar energi untuk keperluan manufaktur dan proses-proses produksi. Beban demikian ini biasanya terlokalisasi pada titik-titik beban di area tertentu. 3. Beban Komersial yaitu beban yang merupakan sekumpulan peralatan kecil seperti di rumah tangga, akan tetapi memerlukan daya agak besar untuk penerangan, pemanasan dan pendinginan. Beban ini lebih tersebar dibandingkan dengan beban industri tetapi tidak setersebar beban rumah tangga; misalnya pusat perbelanjaan, bandara, hotel. 4. Beban Lain. Beban lain yang dimaksud adalah beban- beban yang terkait dengan pentarifan ataupun pelayanan tertentu, termasuk di dalamnya adalah beban kantor, pemerintah, sosial, dan penerangan jalan umum (PJU).

Pertumbuhan kebutuhan energi listrik terjadi disebabkan semakin besarnya pemakaian energi listrik oleh beban listrik. Proyeksi kebutuhan tenaga listrik Sumatera Utara tahun 2018 adalah sebesar 10,379 gwh, pada tahun 2027 sebesar

(23)

21,296 gwh dengan pertumbuhan dari tahun 2018 sampai 2027 adalah sebesar 8,32 %.

Pada saat ini, kondisi kekurangan energi listrik dapat terjadi disebabkan keterbatasan penyediaan energi listrik lebih kecil dibanding kebutuhan energi yang lebih besar. Pada tingkat daerah, prakiraan laju pertumbuhan kebutuhan energi listrik cenderung akan semakin besar yang apabila tidak ditanggulangi akan menyebabkan tingkat ketersediaan energi listrik menjadi terganggu.

Produksi energi listrik membutuhkan sumber daya alam berbahan bakar fosil. Keberadaan sumber daya alam mempunyai pengaruh terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Penggunaan bahan bakar fosil akan menyebabkan efek rumah kaca, pencemaran udara karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen monoksida, nitrogen dioksida, serta senyawa organik lainnya gas metan, kloro floro karbon (CFC) yang melampaui kemampuan tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan naiknya konsentrasi CO2 hal yang utama dilakukan adalah mengarahkan proses produksi kepada upaya konservasi energi.

Konservasi energi listrik dapat dicapai melalui 2 pendekatan yaitu 1.Dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi listrik dan 2. Menurunkan losses. (Arvind dan Tejinder, 2009). Upaya konservasi dapat dicapai melalui 2 aspek yaitu 1. Aspek teknologi dan 2. Aspek perubahan perilaku manusia. Pada penerangan jalan umum, dengan pemanfaatan teknologi LED konservasi energi dapat diperoleh 85-90 % dalam 2 tahun (Mamta dan Shreyans, 2015). Pada kondisi krisis energi listrik, Bangladesh sebagai salah satu negara berkembang

(24)

dapat menghemat pemakaian energi listrik 3-20% melalui perubahan perilaku manusia (Khan dan Halder, 2016). Pengelolaan efisiensi energi di Afrika untuk mitigasi keterbatasan energi didasarkan pada penerapan demand side management (ESMAP, 2011).

Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya energi matahari dalam jumlah yang cukup melimpah. Pengelolaan sumber daya energi secara tepat pada gilirannya akan meningkatkan ketersediaan energi secara umum.

Letak Indonesia berada pada daerah khatulistiwa yaitu pada lintang 6° LU -11° LS dan 95° BT – 141° BT. Dengan memperhatikan peredaran matahari dalam setahun yang berada pada daerah 23,50o LU dan 23,50o LS maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama 10 – 12 jam dalam sehari. Karena letak Indonesia berada pada daerah khatulistiwa, maka Indonesia memiliki tingkat radiasi matahari yang sangat tinggi. Energi (cahaya matahari) yang masuk ke bumi mengalami beberapa mekanisme yaitu 25 % energi dipantulkan oleh awan dan pertikel lain di atmosfir, 25 % energi diserap oleh awan, 40 % energi diserap permukaan bumi, dan 5 % energi dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.

Menurut pengukuran dari Pusat Meteorologi dan Geofisika diperkirakan besar radiasi yang jatuh pada permukaan bumi Indonesia (khususnya Indonesia Bagian Timur) rata-rata kurang lebih sebesar 5,1 kwh/m2/.hari dengan variasi bulanan sekitar 9 % (BMKG, 2016).

Sejak beberapa tahun terakhir ini, para ahli mulai merubah pendapatnya tentang pemanfaatan sumber energi yang ada di Indonesia. Sel surya sebagai komponen penting pada pembangkit listrik tenaga surya, menghasilkan tenaga listrik dari pagi sampai sore hari sepanjang ada sinar matahari. Umumnya, sinar

(25)

matahari yang diubah menjadi tenaga listrik sepanjang hari dalam perhitungan diambil minimal 4-5 jam. Tenaga listrik pada pagi - sore yang dibangkitkan oleh solar sel dapat disimpan dalam baterai untuk digunakan pada malam hari.

Pada daerah dimana energi radiasi yang dipancarkan oleh cahaya matahari relatif melimpah, kajian tentang intensitas cahaya dalam satuan fluks diperlukan sebagai rujukan untuk membuat suatu strategi dalam pemanfaatan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang dapat mengurangi beban PLN dan meningkatkan kemandirian di bidang energi. Karena pembangkit listrik tenaga surya sangat tergantung kepada sinar matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan ini terdiri dari: Jumlah daya (watt) yang dibutuhkan dalam pemakaian sehari-hari, besar arus (ampere) yang akan dihasilkan oleh panel surya yang dipasang, jumlah unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas (ampere-hour) yang diinginkan dengan pertimbangan penggunaan tanpa matahari. Pemanfaatan sel surya sebagai alat untuk mengumpulkan energi radiasi cahaya matahari menjadi pertimbangan dapat dipakai untuk memenuhi sebagian kebutuhan daya listrik yang berkelanjutan.

Potensi energi terbarukan ini di Indonesia sangatlah besar. Sesuai dengan Perpres No.22 tahun 2017 tentang rencana umum energi nasional, potensi energi terbarukan dengan jenis energi surya di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 11.851 mw. Sehingga hanya dengan pemanfaatan 10 % energi surya diperoleh daya listrik sebesar 1185 mw sebagai upaya diversifikasi energi listrik. Upaya diversifikasi ini dapat dipandang sebagai upaya konservasi energi, dimana konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna

(26)

melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya ( PP no. 70, 2009).

Energi yang diserap oleh awan dan permukaan bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah, namun sebagian radiasi infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas karbon dioksida serta gas rumah kaca lainnya, untuk dikembalikan lagi ke permukaan bumi.

Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan. Dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda. Dengan adanya isu pemanasan global ini, maka untuk mengatasi menebalnya emisi karbon dioksida, pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan akan membuka peluang bagi upaya diversifikasi energi yaitu dengan menggunakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan adalah pembangkit tenaga listrik yang menggunakan sumber daya alam yaitu panas bumi, biomas, mini/mikro hidro, energi angin, energi surya, dan energi terbarukan lainnya (Permen ESDM no.2, 2010).

Pemanfaatan PLTS sebagai sumber energi menjadi salah upaya diversivikasi energi disebabkan selain dapat mengurangi beban PLN dan meningkatkan kemandirian di bidang energi, juga dapat mengurangi emisi CO2 . Dengan menggunakan semua data pembangkit di Indonesia faktor emisi CO2

adalah sebesar 1,14 kg/kwh. Untuk hal ini, dibanding pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil, PLTS mempunyai peluang mengurangi 1,14 kg CO2 untuk setiap kwh energi listrik yang dibangkitkannya (BPPT, 2013)

Dengan pertumbuhan kebutuhan energi listrik, ketersediaan energi listrik tidak akan mencukupi untuk melayani kebutuhan beban listrik pada waktu yang

(27)

akan datang. Terjadi kekurangan energi listrik yang harus dipenuhi untuk melayani pertumbuhan beban listrik. Sesuai dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah RI dalam kerangka konservasi energi, menggunakan sumber energi baru dan terbarukan sebagai upaya berkesinambungan untuk kelestarian lingkungan hidup dengan reduksi CO2 sesuai dengan nilai faktor emisi CO2 dalam satuan kg CO2/kwh.

Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dilakukan pengendalian yang meliputi usaha pencegahan, penanggulangan dan pemulihan yang dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup tersebut (UU no.32, 2009). Upaya konservasi pada pengembangan pembangunan selalu didasarkan pada pertimbangan aspek kemampuan daya dukung lingkungan.

Dalam upaya untuk mendapatkan konservasi energi dalam penerapannya pada penerangan jalan umum berstatus nasional (PJUN) terdapat 3 cara yaitu :

1. Pemanfaatan lampu hemat energi DC dengan solar sel sebagai suplai daya DC.

2. Pemanfaatan lampu hemat energi DC dengan Suplai daya AC melalui saluran udara tegangan rendah (SUTR) yang diubah menjadi bentuk DC dengan perangkat konverter.

3. Penggunakan “lampu jalan pintar” yang memiliki smart street lighting system atau kemampuan meredupkan lampu jalan dengan suplai daya AC pada pukul 24.00-06.00 WIB.

Penggunaan lampu ini dapat membuat penghematan pemakaian daya sampai 30%. Penghematan ini setara juga dengan peningkatan elektrifikasi 1% ataupun

(28)

tambahan akses listrik untuk sekitar 3 juta penduduk dengan rata-rata tingkat konsumsi 100 watt. (P3TKEBT, 2014).

Penerapan konservasi energi dengan pemanfaatan penerangan jalan umum sel surya dilakukan pada ruas jalan tol Purbaleunyi sebanyak 254 lampu dan ruas jalan tol Cawang – Bandara Soekarno Hatta, sepanjang 40 km.

Dalam pengelolaan energi listrik, pada kondisi kekurangan energi dengan pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ke depan, efisiensi energi dan perbaikan faktor daya diperlukan untuk menurunkan biaya energi dalam upaya mencapai pembangunan keberlanjutan berbasis lingkungan (Janter et al., 2018). Sejalan dengan itu, diperlukan upaya pemanfaatan sumber energi bukan fosil yaitu sumber energi terbarukan yang ketersediaannya dapat berkelanjutan.

Pada saat ini, sel surya yang menggunakan sinar matahari menjadi alternatif sumber energi masa depan yang memberikan keuntungan dibandingkan dengan sumber energi terbarukan yang lain. Dalam pemanfaatannya, sel surya memiliki kelebihan (Hollaway, 2011), sebagai berikut : 1.Menjadi sumber energi yang tidak memerlukan saluran transmisi karena dapat dipasang secara modular disetiap lokasi atau daerah yang menerima sinar matahari, 2.Menghasilkan energi dari Sel Surya tidak menghasilkan kebisingan suara. 3.Pembangkitan listrik tenaga surya adalah merupakan energi terbarukan yang tidak pernah habis, bersih dan ramah lingkungan, umur dari sel surya sangat panjang, praktis dan tidak memerlukan perawatan walaupun keterbatasan baterai masih belum optimal.

Pengelolaan sumber daya energi radiasi dari sinar matahari menjadi salah satu upaya konservasi energi untuk mencapai tujuan efisiensi energi. Upaya ini

(29)

melibatkan banyak komponen yang secara umum dibagi atas komponen sosial, ekonomi, dan lingkungan, dan secara terus menerus saling berinteraksi satu sama lain dalam penggunaan energi.

Kondisi kelistrikan sampai pada Tahun 2017, perkembangan banyaknya energi listrik yang diproduksi dan dibeli dari unit lain dari PT. PLN (Persero) Kit Sumbagut dan PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 pertumbuhan banyaknya energi listrik yang diproduksi dan dibeli PT. PLN (Persero) Kit Sumbagut adalah sebesar 48,37 % dalam kurun waktu 4 tahun dengan pertumbuhan rata-rata 10,7 % pertahun, dengan capacity factor (CF) dari sistem Pembangkitan Energi Listrik di Wilayah Sumatera Utara, CF = 0,53. Pada Tahun 2011 terjadi kehilangan energi di Wilayah Sumatera Utara sebesar 814,88 gwh yaitu sebesar 9,04% (BPS, 2012). Di Kota Medan, berdasarkan jumlah penjualan energi listrik menurut pelanggan dan cabang yang terdiri dari pelanggan rumah tangga, pelanggan komersial, pelanggan industri, pelanggan sosial, pelanggan multiguna dan penerangan jalan umum (PJU) tahun 2008-2011, beban rata-rata dalam satu tahun pada Tahun 2011 adalah sebesar 355,68 mw dan pertumbuhan kebutuhan energi menurut jenis pelanggan terus meningkat dengan kenaikan rata-rata pertahun masing-masing 8,31%. Di Sumatera Utara realisasi kebutuhan energi tahun 2011-2017 dengan sebaran sebagai berikut : Tahun 2011 sebesar 7.194 gwh. Pada tahun 2012 sebesar 7.810 gwh dengan pertumbuhan 8,6 %. Tahun 2013 sebesar 9.717 gwh dengan pertumbuhan 1,4 %. Tahun 2014 sebesar 8.271 gwh dengan pertumbuhan 4,5 %.

Tahun 2015 sebesar 8.704 gwh dengan pertumbuhan 5,2 %. Tahun 2016 sebesar 9.241 gwh dengan pertumbuhan 6,2 %. Tahun 2017 sebesar 9.722 gwh dengan

(30)

pertumbuhan 5,2 %. Sesuai dengan realisasi neraca daya sistem Sumbagut pada april 2018 (WBP) dengan jumlah hari: 30 hari, terdapat defisit selama 2 hari dimana, beban puncak tertinggi 2095 mw, cadangan tertinggi 307 mw, cadangan rata-rata 253 mw. Defisit terbesar adalah sebesar 157 mw, defisit rata-rata 9 mw.

Di Provinsi Sumatera Utara, beban puncak tertinggi adalah sebesar 1757 mw, beban puncak minimun adalah 1457 mw dan beban puncak rata-rata 1640 mw.

Pengembangan pembangkit energi baru terbarukan jenis pembangkit listrik tenaga surya yang tersebar di Sumatera Utara dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) tahun 2018-2027 adalah sebesar 35 mw yang akan Commercial Open date (COD) pada tahun 2020.

Dalam pengembangan sistem penyediaan energi listrik, haruslah diketahui prakiraan kebutuhan energi listrik pada masa akan datang. Diperlukan data historis pemanfaatan energi listrik perkotaan pada masa yang akan datang, sebagai salah satu dasar dan upaya konservasi energi yang dilakukan.

Umumnya, Kebutuhan energi listrik untuk melayani beban listrik dipenuhi oleh jaringan distribusi listrik PT.PLN (Persero). Pada pemanfaatan energi listrik, rata-rata faktor beban sistem tenaga listrik adalah 64 % di Indonesia, bervariasi dari 34 % di Provinsi Sumatera Utara sampai 91 % di Provinsi Jambi.

Faktor beban yang rendah membuat penyedia energi listrik sulit untuk memperbesar kapasitas pelayanan beban dasar. (BPPT, 2013). Secara nasional, dibutuhkan tenaga listrik yang besar sampai mencapai 900 mw untuk pengoperasian penerangan jalan umum, dan sangat mempengaruhi pasokan listrik pada saat-saat beban puncak pada selang waktu jam 17.00- jam 23.00 WIB.

(31)

Dalam pelayanan beban puncak yang secara bersamaan memenuhi pertumbuhan kebutuhan energi listrik diperlukan strategi untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik tersebut yang salah satunya adalah pemanfaatan energi matahari dikonversikan menjadi energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga surya sebagai energi yang terbarukan. Pembangkitan listrik tenaga surya ini akan meningkatkan persediaan daya listrik disebabkan pertumbuhan kebutuhan daya listrik khususnya penerangan jalan umum yang seharusnya dilayani oleh jaringan distribusi sekunder PT.PLN (Persero) dialihkan ke pembangkit tenaga surya mandiri.

1.2. Formulasi Permasalahan

Kelangkaan energi listrik terjadi disebabkan oleh keterbatasan sumber energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit energi listrik. Pemakaian energi yang berasal dari pembangkit energi fosil selain menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan juga dapat menghabiskan suplai bahan bakar minyak yang berasal dari fosil. Pengelolaan sumber energi listrik yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan energi terbarukan terutama energi matahari sebagai sumber energi untuk pembangkit energi listrik surya mandiri, yaitu panel penerangan lampu jalan sel surya.

Di Provinsi Sumatera Utara, energi listrik dihasilkan dari pembangkit listrik energi fosil yang ketersediaannya terbatas. Dalam pengembangannya, untuk mengantisipasi kelangkaan energi listrik, penerangan jalan umum berstatus nasional (PJUN) memerlukan penataan penyediaan energi listrik yang berkelanjutan, dilakukan melalui 3 metode/model yaitu 1. Suplai daya sel surya untuk kebutuhan PJUN-LED, 2. Suplai daya AC yang di searahkan oleh

(32)

Konverter menjadi DC untuk kebutuhan daya Penerangan Jalan Umum berstatus Nasional-Lampu Hemat Energi (PJUN-LED), 3. Suplai daya AC dengan lampu penerangan mercuri MBF/U pada waktu tertentu sebagian lampu di matikan atau diredupkan.

Dalam hal pemanfaatan sel surya, terdapat 3 hal utama yang harus diperhitungkan dalam penyediaan daya listrik dengan pemanfaatan sel surya yaitu 1. Efisiensi sel surya yang kecil, 2. Daya tahan baterai dan 3. Tingkat penyinaran matahari yang terjadi hanya pada selang waktu tertentu antara jam 6.00 pagi sampai jam 18.00 sore.

Penanggulan kebutuhan energi melalui penyaluran/penyediaan energi untuk penerangan jalan umum berstatus nasional yang di suplai oleh sel surya menjadi salah satu pilihan disebabkan pengumpulan energi sinar matahari dilakukan hanya pada siang hari sedangkan pemanfaatannya terjadi pada malam hari. Oleh karena itu, melalui pemanfaatan sel surya ini dikembangkan model penyediaan daya listrik berbasis sel surya dengan smart street lighting system pada penerangan jalan umum berstatus nasional dalam memenuhi kebutuhan daya listrik akibat pertambahan panjang ruas jalan yang terus meningkat. Model ini dibuat berdasarkan pertambahan ruas jalan nasional yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan energi untuk melayani penerangan jalan umum berstatus nasional

Dengan pertambahan panjang ruas jalan nasional, pertumbuhan kebutuhan daya listrik akan meningkat, kapasitas daya yang tersedia harus diperbesar, dan untuk memenuhi kebutuhan daya listrik tersebut, terdapat 3 hal yang dilakukan sebagai strategi konservasi energi yaitu 1. Model penerapan panel sel surya sebagai sumber daya listrik, artinya beban listrik yang seharusnya dipikul oleh

(33)

saluran listrik PT.PLN (Persero) diambil alih oleh suplai daya sel surya, pembangkit listrik tenaga surya sebagai suplai daya listrik ke lampu LED sebagai penerangan jalan umum (PJUN-LED) , 2. Model pemanfaatan PJUN-LED dengan suplai daya dari saluran udara tegangan rendah (SUTR)-konverter ke PJUN-LED, 3. Model pengurangan intensitas cahaya pada kondisi dan waktu tertentu (PJUN- DIM).

Model pengendalian pertumbuhan kebutuhan daya listrik dengan ke-3 model tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk menentukan formulasi dan pengembangan kebijakan energi sebagai regulasi pemerintah dalam penerapan konservasi energi yang ramah lingkungan.

1.3. Tujuan Penelitian

Melalui penelitian ini dikembangkan suatu model pengendalian pertumbuhan kebutuhan energi listrik pada penerangan jalan umum bersifat nasional sebagai akibat pertambahan ruas jalan nasional berbasis ramah lingkungan di Provinsi Sumatera Utara. Model pengendalian tersebut berbasis pengembangan konservasi energi dan reduksi emisi karbon dengan memberikan perilaku terhadap efikasi cahaya Lampu pada penerangan jalan umum berstatus nasional dengan model pemanfaatan energi listrik yaitu Model tipe 1, Potensi pemanfaatan sel surya ke PJUN-LED; Model tipe 2, Pemanfaatan daya listrik SUTR melalui konverter ke PJUN-LED dan Model tipe 3, Pemanfaatan daya listrik SUTR ke PJUN-DIM.

Oleh karena itu, pembuatan model ini didasarkan pada kriteria, indikator dan parameter yang berkaitan dengan pertumbuhan kebutuhan daya listrik

(34)

berbasis ramah lingkungan yang mencerminkan aspek lingkungan berbasis konservasi energi dan reduksi CO2.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Manfaat praktis. Model pengendalian pertumbuhan kebutuhan daya listrik pada penerangan jalan umum berstatus nasional berbasis konservasi energi dan reduksi CO2 dapat digunakan sebagai rujukan dalam mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan daya listrik akibat pertambahan ruas jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara.

2. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu yang didasarkan pada model konservasi energi yang berhubungan dengan efikasi cahaya lampu.

1.5. Hasil Keluaran yang diharapkan (Novelty)

Model konservasi energi dalam bentuk reduksi emisi karbon dalam hubungannya dengan efikasi cahaya penerangan jalan umum pada pertumbuhan kebutuhan daya listrik sebagai akibat pertambahan ruas jalan nasional.

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran Model Pengendalian Pertumbuhan Kebutuhan Daya Listrik dengan tiga model yaitu 1. Pembangkit sel surya dengan beban penerangan LED, 2. Saluran Udara tegangan rendah dengan beban penerangan LED melalui converter, 3.Saluran udara tegangan rendah dengan beban penerangan SON melalui dimmer .

(35)

Pelayanan penerangan jalan umum berstatus nasional berbasis ramah lingkungan ini dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran 1.7. Pengembangan Model

Model yang dikembangkan secara spesifik didasarkan pada : PSS untuk PJUN-

LED

PSUTR-DIM

untuk PJUN-

Konservasi Energi Listrik

Pertumbuhan Kebutuhan Daya Listrik pada PJUN

Model Pengendalian Pertumbuhan Kebutuhan Daya Listrik Dalam Pelayanan Penerangan Jalan Umum Berstatus Nasional

Berbasis Ramah Lingkungan Pengendalian

Pencegahan Penanggulangan

Reduksi emisi Karbon

(CO2)

Ruas Jalan Nasional

PSUTR-Converter untuk PJUN-LED

(36)

1. Interrelasi elemen sistem suplai energi listrik oleh saluran udara tegangan rendah maupun sel surya dalam memenuhi kebutuhan energi listrik penerangan jalan umum berstatus nasional.

2. Penerapan sel surya sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi ketergantungan energi listrik dari pembangkitan energi listrik fosil.

3. Rata-rata lama penyinaran matahari mempengaruhi daya listrik yang dibangkitkan dan luasan panel sel surya yang menampung cahaya matahari sebagai sarana konversi energi matahari menjadi energi listrik.

4. Efikasi cahaya lampu merupakan perbandingan keluaran lumen dengan pemakaian daya listrik yang dinyatakan dengan satuan lumen/watt.

Efikasi cahaya lampu berpengaruh terhadap intensitas cahaya dalam satuan candela dan intensitas cahaya mempengaruhi illuminasi dalam satuan lux sebagai kekuatan penerangan yang menerangi jalan. Diberi perlakuan pada daya listrik yang memberikan konservasi energi.

5. Pertumbuhan kebutuhan daya listrik menggambarkan hubungan antara pertambahan ruas jalan nasional dan daya listrik untuk penerangan jalan umum berstatus nasional dengan pemanfaataan sumber daya listrik saluran udara tegangan rendah dan sel surya di Provinsi Sumatera Utara.

6. Penyediaan daya listrik untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan daya listrik pada penerangan jalan umum berstatus nasional dengan adanya pertambahan ruas jalan nasional mendukung konsep pembangunan berkelanjutan.

7. Konservasi energi listrik disetarakan pada konsep reduksi karbon (CO2) dimana penyetaraan pembangkitan energi, 1 kwh adalah energi yang

(37)

dibangkitkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga berbahan bakar fosil.

8. Regulasi pemerintah dalam menentukan kebijakan energi dalam pelayanan penerangan jalan umum berstatus nasional.

Penggunaan sel surya dapat dilakukan sebagai suplai daya listrik untuk penerangan jalan umum pada malam hari tidak bergantung pada energi listrik fosil. Dengan tingkat ketersediaan tertentu akan memberikan manfaat terselenggaranya penerangan jalan sebagai upaya membantu pelayanan beban listrik pada saat beban puncak di malam hari. Pentingnya dilakukan pengembangan kebijakan berkelanjutan dengan melihat berbagai perspektif kebijakan publik di sektor pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan dengan basis sumber energi sel surya serta paradigma yang dikembangkan dalam memahami konsep pembangunan berkelanjutan akan merupakan interaksi antara pengembangan sektor transportasi dan penyediaan energi listrik berbasis sel surya.

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Pembangkitan Tenaga Listrik

Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda yaitu NV.NIGM sebuah perusahaan gas yang memperluas usahanya ke bidang tenaga listrik. Perusahaan ini mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri, yang berkembang menjadi kepentingan umum.

Ditinjau dari segi konsumsi listrik Indonesia, rata-rata konsumsi listrik Indonesia adalah sebesar 473 kwh/kapita pada 2003, masih tergolong rendah dibandingkan rata-rata konsumsi listrik dunia yang pada tahun 2005 mencapai 2215 kwh/kapita. Pada tahun 1998, Indonesia mengalami lonjakan besar dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 sampai tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 % pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030 (BPPT, 2016).

Dengan peningkatan konsumsi energi ini, pemerintah membuat blueprint pengelolaan energi nasional 2006 – 2025. Secara garis besar, dalam blueprint tersebut ada dua macam solusi yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, yaitu ditinjau dari segi penghematan dengan melakukan peningkatan efisiensi penggunaan energi dan dari segi diversifikasi energi dengan melakukan

(39)

pemanfaatan sumber-sumber energi baru. Pada tahun 2005, rasio elektrifikasi Indonesia sebesar 63 %, dan pada tahun 2025, Indonesia mentargetkan rasio elektrifikasi sebesar 95 %.

Dalam bidang penyediaan tenaga listrik terdapat dua bagian yang mengalami perubahan, yaitu bidang teknologi pembangkitan dan bidang otomatisasi. Era perubahan atau era of change menggambarkan perubahan penyedia energi yang terjadi sesuai dengan perkembangan deregulasi yang terjadi. Perubahan paradigma pengelolaan energi tersebut menekankan pada orientasi untuk mencapai penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan yang maksimal menjadi model diversifikasi energi. Sekitar 74 % dari total kapasitas pembangkit terletak di Wilayah Jawa dan Bali, 16 % di Wilayah Sumatera, 3 % di Wilayah kalimantan dan sisanya di Wilayah Pulau lainnya( BPPT, 2016)

Upaya konservasi dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial. Dari aspek pemanfaatan energi mewajibkan pengguna energi >

Suatu Negara, pada awalnya memiliki hanya satu jenis energi dari bahan bakar yaitu minyak untuk pembangkitan tenaga listrik. Pada tahun 1990 an

6.000 toe per tahun untuk menerapkan manajemen energi. Pengelolaan energi memerlukan manajemen energi yang merupakan kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan output yang maksimal melalui tindakan teknis secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimasi pemanfaatan energi termasuk energi untuk proses produksi dan meminimasi konsumsi bahan bakar dan bahan pendukung (Permen ESDM no.14, 2012).

(40)

teknologi turbin gas dimulai. Dengan menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar terjadi peningkatan efisiensi pusat pembangkit tenaga listrik sebesar 60 % . Berturut-turut pembangkitan dilakukan dengan siklus kombinasi dengan bahan bakar gas dan uap disebut pusat listtik tenaga gas uap (PLTGU) yang relatif murah dan menimbulkan pencemaran minimal dibanding pembangkit listrik tenaga uap batubara (PLTU batubara) yang secara global banyak dipakai karena cadangan batubara besar.

Kemudian berkembang tuntutan-tuntutan lain, yaitu keperluan peningkatan efisiensi pembangkitan dan perlunya teknologi berbasis lingkungan. Teknologi kogenarsi, yang membangkitkan energi listrik dan panas dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi hingga 90 %.

2.1.1 Teknologi Gasifikasi

Teknologi gasifikasi merupakan pemecahan yang kini mulai dipandang sebagai teknologi batubara yang dapat memenuhi keperluan akan pembangkitan tenaga listrik yang bersih dan efisien. Diperkirakan, bahwa pada awal abad ke-21, PLTU batubara dengan teknologi gasifikasi akan mengeluarkan 99 % sulfur dioksida (SO2) dan abu terbang, serta 90% nitrogen oksida (NOx) dari PLTU batubara. PLTU batubara gasifikasi juga diperkirakan akan menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 35-40 %, menurunkan buangan padat sebesar 40- 50 % dan menghasilkan penghematan biaya daya 10-20 %. Teknologi gasifikasi digabung dengan teknologi turbin gas akan berperan dalam pusat-pusat pembangkit gasifikasi terpadu.

(41)

2.1.2. Magneto hidrodinamika

Teknologi pembangkit tenaga listrik magneto hidrodinamika (MHD) pada saat ini masih berada pada taraf pengembangan. Pembangkit listrik tenaga hidrodinamika (PLT-MHD) sistem terbuka dikembangkan dengan mempergunakan batubara sebagai bahan bakar. Dalam ruang pembakaran dimasukkan bahan bakar. Dalam ruang pembakaran juga diinjeksikan udara panas yang ditekan. Bahan bakar dan udara panas bertekanan bercampur dan dibakar. Untuk meningkatkan daya hantar gas yang dihasilkan, dimasukkan partikel kecil dari logam cesium atau potassium.

Pembakaran dalam ruang mengakibatkan suhu yang tinggi, yang dialirkan melalui suatu kanal. Pada sekeliling kanal dipasang magnet yang kuat yang terdiri atas bahan superkonduktifitas. Gas panas dilewatkan dengan kecepatan yang tinggi bersifat sebagai konduktor dan bertindak sebagai armatur melintasi medan magnet yang kuat tersebut akan menghasilkan menghasilkan energi listrik arus searah, yang dengan sebuah inventer dijadikan arus bolak-balik. Setelah gas panas melewati medan magnet, gas tersebut masih mengandung partikel logam untuk dapat dipakai kembali sebelum gas dibuang ke udara. Sistem ini dinamakan siklus tertutup. Pada sistem tertutup ini gas mulia seperti neon, argon, atau helium yang diberi partikel logam sebagai bahan untuk bekerja.

Efisiensi thermal pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah 32 %, dan efisiensi PLTU batubara adalah 40 %, suatu PTL-MHD dapat mencapai efisiensi 60 % (Abdul Kadir, 1995).

2.1.3. Sel bahan bakar

Pembakaran pada dasarnya adalah proses oksidasi. Pada proses oksidasi air (H20) dapat dipisah menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2). Dan sebaliknya,

(42)

bila unsur hidrogen (H2) bersenyawa dengan unsur oksigen O2, akan terbentuk air (H2O) dengan membebaskan energi. Pada Teknologi sel bahan bakar sebagai pembangkit tenaga listrik mempergunakan gas hidrogen sebagai bahan bakar.

Pembakaran 1 Kg minyak bumi akan menghasilkan 10.000 kcal., pembakaran 1 kg metan akan menghasilkan energi 12.000 kcal., dan pembakaran 1 kg hydrogen akan melepaskan energi sebesar 28.000 kcal (Abdul Kadir, 1995).

2.1.4. Pembangkit listrik tenaga surya

Tenaga listrik berasal dari cahaya matahari pertama kali ditemukan oleh seorang ahli fisika Perancis pada tahun 1839 yaitu Alexandre – Edmund Becquerel. Percobaan dilakukannya dengan menyinari 2 elektrode yang dibalut dengan bahan yang sensitif terhadap cahaya, yaitu AgCl dan AgBr dengan berbagai macam cahaya dalam kotak hitam yang dikelilingi dengan campuran asam. Dalam percobaanya ternyata tenaga listrik meningkat manakala intensitas cahaya meningkat. Tahun 1873 seorang insinyur Inggris Willoughby Smith menemukan Selenium sebagai suatu elemen photo conductivity. Tahun 1876, William Grylls dan Richard Evans Day membuktikan bahwa Selenium menghasilkan arus listrik apabila disinari dengan cahaya matahari. Tahun 1894 Charles Fritts membuat sel surya pertama dari suatu bahan semi conductor (selenium) dibalut dengan lapisan tipis emas. Tingkat efisiensi yang dicapai baru 1% dan hanya dapat dipakai sebagai sensor cahaya. Tahun 1905 Albert Einstein mengungkapkan photoelectric effect yaitu cahaya terdiri dari paket-paket atau

“quanta of energi” yang sekarang ini lazim disebut “photon.” Tahun 1916, Einstein menemukan photoelectric effect dibuktikan oleh percobaan Robert Andrew Millikan seorang ahli fisika berkebangsaan Amerika. Tahun 1982, Hans

(43)

Tholstrup seorang Australia mengendarai mobil bertenaga surya pertama untuk jarak 4000 km dalam waktu 20 hari dengan kecepatan maksimum 72 km/jam.

University of South Wales Australia memperoleh efisiensi solar cell mencapai 20% dibawah kondisi satu cahaya matahari. Dengan perkembangan teknologi bahan dan peningkatan efisiensi panel sel surya, peningkatan dalam riset sel surya telah mendorong komersialisasi dan produksi sel surya untuk penggunaannya sebagai sumber daya listrik yang berbasis lingkungan (West, 2003).

2.2. Penyediaan Energi Listrik Konvensional

Didalam kehidupan manusia, konsumsi mineral atau barang tambang dapat menentukan pertumbuhan pendapatan suatu bangsa. Terdapat tiga tingkatan pertumbuhan tersebut yaitu pertumbuhan tingkat rendah, menengah dan atas. Pada pertumbuhan tingkat rendah, konsumsi mineral terjadi pada fasa fast growth dan secara berturut-turut disebut proportionate growth dan stability state (Ferenc, 2007). Salah satu penggunaan barang tambang terbesar adalah bahan bakar sumber daya alam fosil untuk menghasilkan energi listrik yang sudah merupakan kebutuhan primer, bahkan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kemajuan suatu bangsa.

Tetapi, selain manfaat yang sangat besar ini, penyediaan energi listrik ini juga tidak lepas dari pengaruh buruk terhadap lingkungan yang ditimbulkan dari mulai proses penyediaan sampai kepada pemanfaatan energi listrik seperti pengaruh pajanan gelombang medan elektromagnetik terhadap kesehatan manusia (Ba’afai, 2004 ; Janter, 2014 ). Adanya gejala electrical sensitivity yang disebut trias gejala electrical sensitivity (Anies, 2004). Selain itu, pengaruh buruk lain yang besar adalah polusi udara yang diakibatkan proses pembangkitan daya listrik

(44)

oleh Pembangkit Tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar sumber daya alam fosil (Shukla, 2015).

Energi listrik dapat dihasilkan melalui beberapa tahapan yang di mulai dari proses penyediaan daya listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Tenaga Listrik, penyaluran energi listrik melalui Jaringan Transmisi dan Distribusi dimana pendistribusian energi listrik dapat dilakukan melalui jaringan distribusi primer maupun sekunder sampai kepada pemanfaatan energi listrik oleh konsumen yaitu rumah tangga , sosial, komersial, dan industri. Penyaluran energi ini dilakukan melalui jaringan transmisi dan distribusi sampai kepada konsumen menyebabkan terjadinya susut energi pada bagian-bagian tersebut.

Pada penyediaan energi listrik sisi kebutuhan dan suplai harus menjadi dasar dalam melayani peningkatan pelayanan beban. Restrukturisasi pasar energi dilakukan dengan optimalisasi Thermal energy storage sebagai upaya manajemen beban (Andrepont, 2002).

2.3. Faktor Berpengaruh pada Penyediaan Energi Listrik Konvensional Daya listrik adalah banyaknya energi yang diperlukan untuk suatu kerja tiap satuan waktu. Daya listrik dapat di rumuskan sebagai daya P = energi(wh) /waktu(t). Energi listrik dapat disetarakan dengan energi mekanik dan panas.

Dalam satuan internasional (SI) satuan daya adalah watt (w) setara dengan joule/detik (j/sec), sehingga 1 kwh adalah setara dengan 3,6x106 joule dan 1 kwh adalah setara dengan 3400 b.th.u, dimana 1 b.th.u = 1053 joule.

Dalam upaya penyediaan energi listrik terdapat beberapa faktor berpengaruh yang diperhitungkan yaitu 1. Karakteristik listrik yang meliputi tegangan listrik,

(45)

arus listrik, dan daya listrik, 2. Penyusutan Energi pada jaringan, 3. Capacity Factor, serta 4. Emisi CO2 sebagai aspek lingkungan.

2.3.1. Karakteristik listrik

Karakteristrik listrik dapat dilihat dari aspek sebagai berikut : 1. Tegangan, 2. Arus, 3. Daya.

2.3.1.1.

Pada aspek tegangan dapat dilihat dari fluktuasi tegangan yang merupakan rentang perubahan tegangan maksimum dan mínimum. Besarnya tegangan sangat mempengaruhi operasi peralatan yang tersedia (Janter, 2015). Suplai tegangan yang melebihi tegangan nominal peralatan akan menyebabkan arus yang tersedia relatif mengecil yang menyebabkan peralatan tidak dapat beroperasi. Demikian pula sebaliknya, apabila tegangan yang disuplai ke peralatan lebih rendah dari tegangan nominalnya akan menimbulkan arus yang melebihi nominalnya sehingga dapat memperpendek life time peralatan tersebut.

Tegangan listrik

Fluktuasi tegangan adalah perubahan tegangan secara random 0,9 s/d 1,1 pu.

Pengaruh dari fluktuasi ini adalah terjadinya flicker pada lampu yang terjadi akibat proses switching (IEC, 2009)

Ketidakseimbangan tegangan terjadi apabila tegangan tiap fasa mempunyai besar dan sudut fasa yang tidak sama. Ketidakseimbangan tegangan ini mempengaruhi kerja beban listrik tiga fasa dengan timbulnya peningkatan temperatur dan akan meningkatkan konsumsi kwh (Janter, 2015). Apabila terjadi ketidakseimbangan tegangan sebesar ± 5 % akan meningkatkan temperatur kerja sebesar 50 %, sehingga, membutuhkan energi listrik sebesar ± 10 % dari kebutuhan daya totalnya (IEC, 2009).

(46)

2.3.1.2.

Harmonik arus merupakan gelombang distorsi yang merusak bentuk gelombang fundamental arus yang sinusoidal murni menjadi bentuk gelombang arus yang tidak sinusoidal. Penyebab utama timbulnya harmonik arus adalah peralatan yang bersifat non-linier, seperti pemakaian komputer, peralatan elektronik dan sistem control, balast lampu elektronik, variable speed drives, frequency inverter, UPS (Uninterupted Power Suplay), DC Drives, battery charger, yang dapat menyebabkan peningkatan panas berlebih dan penurunan life time kerja serta peningkatan konsumsi energi listrik (Janter, 2016).

Arus listrik.

Harmonik tegangan merupakan gelombang distorsi yang merusak bentuk gelombang fundamental, sehingga bentuk gelombang tegangan menjadi tidak sinusoidal murni. Harmonik pada tegangan ini dipengaruhi oleh harmonik arus yang dihasilkan oleh beban listrik dapat menyebabkan terjadinya pemanasan dan menurunkan kualitas kerja peralatan (Tanuj, 2012). Besar harmonik tegangan yang diperbolehkan adalah sebesar 3 % (PUIL, 2000). Pada sistem 3 fasa dimana arus mengalir pada kawat netral, arus netral tersebut mempunyai kandungan harmonik yang tidak hilang berupa harmonisa ketiga yang menyebabkan besarnya arus netral karena harmonik ketiga dapat melebihi arus fasa dengan frekuensi daya (ESDM, 2014).

2.3.1.3

Daya puncak adalah kebutuhan daya pada keadaan beban maksimum yang merupakan referensi untuk menentukan kapasitas kva pembangkitan sebagai optimalisasi memenuhi kapasitas beban puncak dengan meminumumkan besar kva konsumen (Janter, 2016).

Daya listrik.

(47)

Daya merupakan perkalian antara tegangan dan arus yang mengalir . Terdapat 2 bagian daya yang secara vektor dinyatakan S̄ = P̄ + jQ̄ dimana S adalah daya semu, P dengan satuan watt adalah daya aktif dan Q adalah daya reaktif.

Daya aktif adalah daya listrik yang dipakai oleh beban listrik dengan mengubah daya listrik menjadi daya mekanis pada motor listrik, daya listrik menjadi panas pada alat listrik pemanas atau daya listrik menjadi cahaya pada lampu penerangan. Q dengan satuan var adalah daya reaktif yang menunjukkan adanya fluktuasi daya di jaringan akibat pemakaian peralatan listrik yang bersifat induktif.

Pada saat pembebanan, beban yang bersifat resistif ( lampu pijar) mengkonsumsi daya aktif dan faktor daya beban resistif adalah 1. Pada beban yang bersifat induktif (motor listrik) mengkonsumsi daya reaktif dan memiliki faktor daya < 1.

Daya semu (S) terdiri dari daya aktif (P) dan daya reaktif (Q). rasio antara P dan S adalah Cosinus dari sudut Ø.

Faktor daya merupakan pergeseran fasa antara tegangan dengan arus yang dapat bersifat leading dan lagging. Faktor daya leading disebabkan oleh beban- beban yang bersifat kapasitif sedangkan faktor daya bersifat lagging disebabkan oleh beban-beban yang besifat induktif. Faktor daya yang rendah dapat memperbesar rugi-rugi saluran, pemborosan kapasitas sistem, dan mengurangi efisiensi sistem. Perbaikan faktor daya dapat dilakukan dengan menerapkan kapasitor pada sistem peralatan yang disebut Power Factor Corretion Capasitor (Sarkar dan Hiwase, 2015). Faktor daya dibatasi dari 0 sampai 1. Semakin tinggi faktor daya berarti semakin besar daya semu yang diberikan sumber daya listrik dapat dipakai oleh beban dan demikian pula sebaliknya. Faktor daya yang distandarkan pada industri adalah sebesar 0,85 (SPLN, 2007)

Gambar

Gambar 2.1 Model Irradiasi
Gambar 2.2  Modul sel surya terhubung seri dan paralel
Gambar  2.3    Skema instalasi  sel surya dengan beban DC
Tabel 4.4 Lanjutan

Referensi

Dokumen terkait

iklan Richeese Nabati Indonesia dari latar belakang budaya Vietnam” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat pada karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang

Laut Indonesia juga dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi (marine megadiversity), dengan keanekaragaman makroalga lebih dari 700 jenis (Siswanto,

Pada halaman 4 dan 5 ini masuk ke dalam materi selanjutnya, materi selanjutnya yang disampaikan adalah materi idgham bighunnah , pada halaman 4 berisikan layout judul materi “

Evaluasi harga penawaran terendah sebagai kriteria dengan bobot yang paling besar ini otomatis menekan penyedia jasa pemborongan untuk lebih mengembangkan sistem

Nah, musik-musik kayak begini kayaknya asyik juga ya buat exercise gitu, misalnya untuk gym, latihan badan mungkin ada yang terlalu gemuk, overweight gitu yah atau bahkan udah

Penelitian ini terfokus hanya pada kegiatan strategi pengelolaan usaha tambak kerang hijau yang dilakukan masyarakat desa Campurejo, Kecamatan Panceng, kabupaten

antara lain: Tergugat PT AYAM GEPREK BENNY SUJONO dinyatakan adalah pemilik dan pemakai pertama yang sah atas: Merek “I AM GEPREK BENSU SEDEP BENEERRR + LUKISAN”, nomor

Meski telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat namun belum juga ada pengadopsian rumusan