• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Di dalam ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara antara lain ditetapkan “Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia. Meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.

Untuk mencapai harapan ini diperlukan sarana dan prasarana, pendidikan serta pelayanan kesehatan terhadap wanita-wanita yang akan memasuki atau telah

mengalami masamenopause.

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya, namun masyarakat akan mencari pengobatan setelah tidak dapat berbuat apa-apa. Rendahnya akses terhadap fasilitas kesehatan seperti di Puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan sering dialaskan pada factor jarak antara fasilitas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi dan pelayanan yang tidak memuaskan dan bahkan masyarakat mempunyai

kebebasan di dalam memilih kemana harus mencari pengobatan ( ke fasilitas pengobatan modern atau ke fasilitas pengobatan tradisional).

Kebutuhan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh persepsi individu tentang sakit, kebutuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Lewin (1954) mengatakan bahwa individu bertindak melawan atau mengobati penyakitnya, melibatkan empat variable kunci di dalam tindakan tersebut yakni kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.

Model sistim kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan, Andersen (1974), yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), mengemukakan terdapat tiga kategori utama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu,

(1) Karakteristik Predisposisi, kategori ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang dapat digolongkan pada ciri-ciri demografi ( umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, tempat tinggal, jumlah anggota keluarga) dan keyakinan (nilai tentang sehat dan sakit, perilaku terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit).

Variabel-variabel ini tidak secara langsung mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan tetapi merupakan factor pendorong untuk menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.

(2) Karakteristik pendukung, yaitu suatu kondisi yang memungkinkan orang memanfaatkan pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya siap untuk memanfaatkannya. Komponen ini meliputi factor kemampuan keluarga (penghasilan, simpanan asuransi kesehatan dan sumber-sumber lain), kelompok masyarakat (perbandingan tenaga medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah penduduk, tarif pelayanan kesehatan, karakteristik kota dan desa).

Kategori ini mencerminkan bahwa meskipun .mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, individu tidak akan bertindak untuk menggunakannya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.

(3) Karakteristik kebutuhan, faktor ini terdiri dari perceived need atau kebutuhan yang dirasakan dan evaluated yaitu gejala dan diagnosis penyakit yang ada.

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Faktor predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dari stimulus langsung untuk

menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada.

Akses masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan bukan hanya dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasaranan pelayanan kesehatan namun persepsi masyarakat terhadap suatu keluhan ternyata berbeda-beda tiap- tiap individu, tergantung daripada mereka menilai apa itu konsep sehat dan sakit dimana semua itu dinilai berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

2.3. Karakteristik Wanita 2.3.1. Menopause

Menopause adalah berhentinya haid secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi follikel-follikel sel telur. Azhar (2004) yang mengutip

pernyataan WHO (World Health Organization) mendeskripsikan bahwa

menopause adalah berhentinya secara permanent periode menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktifitas ovarium.

Menurut Agoestina (1999), di Bandung wanita telah memasuki fase menopause pada usia 48 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samil tahun 1992, yang dikutip oleh Hutapea (1998) di kota Jawa Tengah, usia wanita menopause yang tinggal di perkotaan mengalami menopause pada usia 50,2 tahun sedang wanita yang tinggal di pedesaan terjadi pada usia 46,5 tahun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2004), di Kecamatan Kemuning Palembang pada tahun 2002, didapatkan bahwa usia menopause di

daerah tersebut adalah 48,1 tahun dan Pada Simposium Nasional Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) 21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa profil perempuan Indonesia adalah rata-rata umur perempuan menopause di Indonesia 48 ± 5,3 tahun (Muharam,2007).

Hanafiah (1999) yang mengutip hasil penelitian Payer (1991), bahwa

wanita Rajput di India menganggap menopause sebagai anugrah baginya karena sudah dapat membuka purdahnya dan boleh duduk-duduk bercengkerama dengan pria sebaya, wanita Jepang menganggap menopause bukan peristiwa penting dan jarang mengeluh pada masa ini, wanita Indonesia juga kurang mengeluh hal ini mungkin disebabkan factor sosio-religius masyarakatnya..

Anggapan karena wanita menopause telah kehilangan kemampuan dan terlepas dari tugas reproduksi dan secara langsung terbebas dari keluhan atau penyakit yang berhubungan dengan organ reproduksi akan cenderung meminggirkan posisi wanita menopause dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Pengadaan pelayanan kesehatan pada usia lanjut terutama para wanitanya dirasakan cukup penting untuk mulai dipikirkan, bukan saja oleh karena alasan bahwa jumlah manusia usia lanjut dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2025 akan mengalami epidemic yaitu sebesar 414 % dengan 70 % diantaranya adalah wanita tetapi sangat perlu dipikirkan peningkatan teknologi dan pelayanan kesehatan bagi wanita menopause oleh karena dampak positif dan negative dari keluhan klimakterium.

2.3.2. Tingkat Pendidikan Wanita

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan dapat menambah atau meningkatkankan wawasan pengetahuannya terutama tentang kesehatan reproduksinya.

Pendidikan yang dijalani oleh ibu dikaitkan dengan aspek pengetahuannya tentang siklus masa reproduksinya selama kurun waktu kehidupannya. Pengetahuan yang dimilikinya diharapkan dapat mengubah perilaku kearah hidup sehat, dimana hal tersebut sangat diperlukan demi menunjang kualitas hidupnya dimasa tua atau lanjut usia sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Notoadmodjo (1982) yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan . Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran terhadap pentingnya arti kesehatan sehingga mendorong permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

2.3.3. Pekerjaan Wanita

Pekerjaan ibu yang dikelompokkan atas ibu rumah tangga dan ibu bekerja, dibedakan atas upah yang didapatkannya atas jasa yang dikerjakannya. Pendapatan yang diperoleh atau tingkat penghasilan dihubungkan dengan

kemampuannya membayar jasa pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun melakukan tingkat pencegahan.

Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport dan biaya pemeriksaan. Ibu yang berprofesi hanya sebagai ibu rumah tangga kemungkinan akan berfikir bahwa uang yang diterimanya hanya cukup untuk kebutuhan rumah tangga sehingga jika ibu ingin memanfaatkan pelayanan kesehatan harus meminta dulu dari suaminya.

2.3.4. Status Perkawinan

Status perkawinan dikaitkan dengan adanya perhatian dan dukungan yang didapat dari masing-masing pasangannya. Dapat dipastikan bahwa ikatan perkawinan akan meningkatkan rasa tanggung jawab seseorang terhadap pasangannya. Pasangan hidup merupakan orang yang berharga lebih dipercayai di dalam memberikan masukan dan dukungan yang berguna bagi kehidupannya.

Pasangan suami istri akan menanggapi secara positif bila melihat pasangannya sakit, dan akan berusaha membawanya pergi berobat. Konsep dasar timbulnya penyakit secara epidemiologis dapat menjelaskan bahwa status perkawinan merupakan faktor yang terdapat pada diri manusia dan dapat berperan sebagai determinan kejadian timbulnya penyakit. Seseorang yang tidak kawin lebih sering dihadapkan pada berbagai penyakit, hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit tertentu.

2.3.5. Keluhan Klimakterik

Keluhan klimakterik dapat dibedakan atas keluhan jangka pendek dan keluhan jangka panjang dan keluhan ini ada yang dirasakan dan ada pula yang tidak mengeluhkannya. Hutapea (1998) yang melakukan penelitian terhadap paramedis di beberapa Rumah Sakit di Medan menemukan pada kelompok usia 40 tahun atau lebih dijumpai 11,8 % dengan gangguan haid, 26,9 % keringat banyak terutama pada malam hari, 19,3 % mengalami gejolak panas (hot flush),

16,1 % rasa panas pada vagina dan 10,7 % nyeri pada saat senggama serta keluhan lainnya berupa perasaan nyeri pada sendi dan otot, pelupa dan mudah capek. Samil (1997) dalam Hutapea (1998) mengemukakan bahwa 98 % wanita perimenopause menyatakan bahwa kesehatannya baik.

2.3.6. Tingkat Pengetahuan

Aspek kognitif (pengetahuan) yang dikemukakan oleh Benjamin S.Bloom merupakan salah satu psikologi belajar yang dapat diajarkan terintegrasi untuk mencapai tujuan suatu proses pendidikan dan pelatihan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

Domain Kognitif dalam enam tingkatan, yang menitikberatkan pada aspek berpikir, dari yang paling sederhana sampai ke hal yang kompleks. Enam tingkatan pengetahuan tersebut adalah :

a. Tahu (know)

Kemampuan seseorang untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, ditandai dengan kemampuan menyebutkan symbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.

b. Memahami (comprehension)

Kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal dimana orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut, ditandai dengan kemampuan menterjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterpretasikan.

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan dengan tepat tentang teori , prinsip, symbol pada situasi baru atau nyata, ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memmindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui, ditandai dengan kemampuan membandingkan, menemukan, mengalokasikan, mengkategorikan.

e. Sintesis (Synthesis)

Yaitu kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru, ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, system nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan, ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan termasuk pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun yang tradisional.

Pengetahuan wanita tentang masa kehidupannya perlu disosialisasikan, karena diantara masa kehidupan tersebut ada suatu periode peralihan dari masa reproduktif ke masa tidak reproduktif yang disebut dengan masa klimakterium.

Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengetahuan ibu tentang gejala-gejala klimakterium sangat rendah serta berbedanya keluhan sindrom klimakterik yang dialami tiap-tiap wanita (Hutapea, 1998 : Hanafiah, 1999). Keadaan ini akan berdampak pada ketidaksiapan ibu untuk menerima keadaan menopause sehingga berakibat pada gangguan psikologisnya yang menyebabkan

keluhan klimakterik akan semakin serius dan akan menagganggu kualitas hidupnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muharram terhadap 1350 wanita menopause di Indonesia ditemukan bahwa responden yang tidak mengetahui terapi sulih hormone sangat tinggi yaitu 65 % sedangkan yang tahu hanya 8 % saja.

2.4. Landasan Teori

Masa klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non reproduktif akibat kemunduran sistem reproduksi. Hal ini terjadi oleh karena penurunan atau hilangnya kadar estrogen dalam tubuh yang menyebabkan seorang wanita akan mengalami keluhan-keluhan jangka pendek dan keluhan jangka panjang berupa osteoporosis. Perubahan- perubahan pada metabolisme lemak juga sering terjadi dimana keadaan ini akan menjurus kepada penyakit kardiovaskular, keadaan ini dikategorikan pada keadaan yang sangat berbahaya karena tidak jarang mengakibatkan kematian. Hal ini mendasari perlunya perhatian dan pelayanan kesehatan reproduksi pada masa klimakterium.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan. Hal ini dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.

Keluhan-keluhan pada masa klimakterium perlu diidentifikasi untuk mengetahui apakah keadaan tersebut dirasakan atau tidak, membutuhkan

pelayanan atau tidak sehingga dapat diperhatikan tentang kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi.

2.5.Kerangka Teori

Predisposing Enabling Illness Level

Demografi Keluarga Dirasakan

Struktur Social Komunitas/Kelompok Evaluasi Klinis

Masyarakat Masayarakat

Keyakinan

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian (Individual Determinants of Health

Service Utilization, R.Andersen and J.F.Newman) Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Riwayat Penyakit Lalu Pendidikan Ras Pekerjaan Jumlah anggota keluarga Agama Tempat Tinggal

Nilai tentang sehat dan sakit, Perilaku terhadap pelayanan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit Pendapatan Ansuransi Kesehatan Sumber-sumber penghasilan lain Perbandingan tenaga medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah penduduk (penyediaan pelayanan kesehatan) Tarif pelayanan kesehatan Karakteristik penduduk perkotaan dan pedesaan Ketidakmampuan Gejala-gejala Diagnosa Keadaan Umum Gejala-gejala Diagnosa

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

.

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat dijelaskan definisi konsep sebagai berikut :

1. Karakteristik adalah ciri khas atau identitas yang melekat pada diri subjek penelitian yang dapat membedakannya dengan orang lain yang dalam penelitian diukur dari status menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, pengetahuan tentang klimakterium dan keluhan klimakterik yang dialami.

2. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kunjungan dan penggunaan sarana dan fasilitas kesehatan ketika wanita mengalami keluhan klimakterium, yang terdiri dari puskesmas, posyandu lansia, klinik bidan, praktek dokter dan rumah sakit. Karakteristik Wanita : 1. Status Menopause 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Status Perkawinan 5. Pengetahuan tentang klimakterium 6. Keluhan Klimakterium yang dialami Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

3. Gejala klimakterik adalah sekumpulan keluhan-keluhan yang dialami seorang wanita akibat penurunan kadar hormone estrogen di dalam darah oleh karena proses penuaan. Keadaan ini telah dimulai sejak berusia 35 tahun berupa keluhan vasomotorik berupa kaki kesemutan, gerah (hot flush), jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit kepala, tidak konsentrasi, linu/ngilu pada sendi-sendi, nyeri otot, sering kencing/kencing tidak tertahan, sulit tidur, dan keluhan psikologik berupa mudah marah, depresi, gelisah dan cemas,

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui wanita tentang masa atau periode klimakterium, meliputi pengertian klimakterium, penyebab keluhan tersebut terjadi, gejala-gejala yang diakibatkannya, dan pengobatan yang diberikan sehubungan dengan keluhan yang dialami.

Dokumen terkait