• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubugan Karakteristik Wanita Perimenopause Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Kota Pematang Siantar Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubugan Karakteristik Wanita Perimenopause Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Kota Pematang Siantar Tahun 2009"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

 

D

S

UNIV

DAME EVA 07

SEKOLAH

VERSITA

TESIS

Oleh

LINA SIMA 77023003/A

H PASCA

AS SUMA

MEDAN

2009

ANGUNSO AKK

ASARJAN

ATERA U

N

ONG

 

(2)

DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN

DI KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2009

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2009.

(3)

Nomor Pokok : 077023003

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Delfi Lutan MSc. SpOG(K)) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc. SpOG(K) Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi

(5)

condition can disturb activity that affecting at quality of life became low. This happened as consequence of declining of estrogen level in the body. Regarding these complaints, perimenopause women’s needs health service in order that they can face a period of menopause healthly, actively and productively.

This study aims to analyze the relationship individual characteristic of perimenopause (menopause status, education, occupation, marriage status, complaints of climacteric and level of knowledge) with health service utilization in Pematangsiantar City in 2009. This type of study is survey explanatory. The population of study was all of women aged of 46-55 years. The sample size was 210 withdrawal of sample with two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through interviewing with questionare. The data obtained were analyzed through the chi-square and regression logistic with α=0,05.

Result of this study shows that 44,3 % of the women climacteric sigh, utilize health service with confidence interval 33,3 % - 48,8 %. The results of chi-square tests show, education (p=0,00), occupation (p=0,00), complaints of climacteric (p=0,01) and level of knowledge (p=0,00) are related with health service utilization. Logistic regression tests show that occupation (p=0,012) and level of knowledge (p=0,000) influence on health service utilization and knowledge is the dominant factor.

It is suggested that Health office of Pematangsiantar city to give special attention for climacterium women by pass knowledge increase with socialization way about climacterium period and to extend reproductive health services and to provide a clinic for the women with menopause in the health service available.

(6)

tahun yang disertai dengan berbagai keluhan klimakterik. Keadaan ini dapat mengganggu aktivitas dan berdampak pada kualitas hidup yang semakin rendah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan kadar estrogen dalam tubuh. Dengan adanya keluhan ini, wanita perimenopause sangat membutuhkan pelayanan kesehatan agar dapat menghadapi masa menopause dengan sehat, aktif dan produktif.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik ibu perimenopause (status menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, keluhan klimakterik yang dialami, dan tingkat pengetahuan) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2009. Jenis penelitian adalah survei tipe explanatori. Populasi penelitian adalah seluruh wanita yang berusia 46-55 tahun. Jumlah sampel 210 diambil dengan teknik sampel kluster dua tahap. Data dikumpulkan dengan wawancara yang berpedoman pada kuesioner. Data dianalisis dengan chi-square dan regresi logistik dengan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 44,3% ibu yang mempunyai keluhan klimakterik, memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan 95 % confidence interval

33,3 % - 48,8 %. Hasil uji chi-square menunjukkan pendidikan (p=0,00), pekerjaan (p=0,00), keluhan klimakterik (p=0,01) dan tingkat pengetahuan (p=0,00) berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Uji regresi logistik menunjukkan pekerjaan (p=0,012) dan tingkat pengetahuan (p=0,000) berpengaruh pada pemanfaatan pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan lebih dominan.

Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar agar memberikan perhatian khusus bagi wanita klimakterium melalui peningkatan pengetahuan dengan cara sosialisasi tentang masa klimakterium dan memperluas pelayanan kesehatan reproduksi berupa klinik menopause di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

(7)

Kuasa, karena oleh kasih karuniaNya, tesis yang berjudul “Hubungan Karakteristik Wanita Perimenopause dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar Tahun 2009” , dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Penulis menyadari, dalam penyusunan tesis ini banyak bantuan berupa bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas penulis menghaturkan rasa terimakasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Delfi Lutan MSc, SpOG (K) dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis MSi, selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing di dalam penulisan dan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU.

2. Dr.Drs.Surya Utama, MS. sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU.

3. Dra. Syarifah, MS sebagai Ketua Penguji yang telah banyak memberikan saran dalam penyelesaian tesis ini.

(8)

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin survey pendahuluan.

8. Direktur Politeknik Kesehatan Dep.Kes.RI.Medan dan Ketrua Jurusan Kebidanan Pematangsiantar, yang telah memberikan izin untuk mengikuti tugas belajar di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana USU.

9. Para Dosen Sekolah Pasca Sarjana USU dan seluruh rekan-rekan Mahasiswa SPs PM AKK, khususnya konsentrasi AKKm/Epidemiologi angkatan 2007, yang telah banyak membantu dan memberikan dorongon dalam penyelesaian tesis ini. 10.Kedua orangtua yang saya hormati dan sayangi, Drs.T.H.Simangunsong dan A br

Sianipar, mertua, abang, adik-adik dan ipar serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat selama masa perkuliahan.

Istimewa kepada suami tercinta Mensen Aldemar Silalahi dan anak-anak terkasih Raymond Nicholas Silalahi dan Cristanty Ivana Silalahi yang telah memberikan dukungan, semangat dan pengorbanan yang disertai doa dan pengharapan yang pasti sehingga selesainya perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan tesis ini dapat berguna dalam memberikan

(9)

Medan, Juli 2009 Penulis

Dame Evalina Simangunsong

(10)

Nama : Dame Evalina Simangunsong

Tempat/Tanggal Lahir : P.Siantar / 2 September 1970

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Medan Utara Gg. Sadar no.2 Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1976-1982 : SD Latihan YP.HKBP P.Siantar

Tahun 1982-1986 : SMP Negeri 3 P.Siantar

Tahun 1985-1988 : SMA Negeri 1 P.Siantar

Tahun 1997-1990 : Akademi Keperawatan Dep.Kes.Medan

Tahun 1997-1998 : Akta Mengajar III IKIP Medan

Tahun 2001-2003 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi USU Medan

Tahun 2007-2009 : Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

RIWAYAT PEKERJAAN

Tahun 1993- 2000 : Guru pada Sekolah Perawat Kesehatan Dep.Kes.P.Siantar

(11)

ABSTRACT………...………... ii

KATA PENGANTAR……… iii

RIWAYAT HIDUP……….………. vi

DAFTAR ISI………...………... vii

DAFTAR TABEL…………...……… x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB 1. PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Permasalahan………..………. 8

1.3. Tujuan Penelitian………. 8

1.4. Hipotesis……….………. 8

1.5. Manfaat Penelitian…..………. 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………. 10

2.1. Fase Perimenopause……… 10

2.1.1. Pengertian Fase Perimenopause………. 10

2.1.2. Fisiologi Terjadinya Menopause…….……… 12

2.1.3. Sindrom Klimakterium……… 13

2.1.4. Terapi..……… 18

2.1.5. Prosedur Pemeriksaan ……… 20

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……… 23

2.3. Karakteristik Wanita……… 26

2.4. Landasan Teori……… 33

2.5. Kerangka Teori……… 34

2.6. Kerangka Konsep……… 35

BAB 3. METODE PENELITIAN……….. 37

3.1. Jenis Penelitian……….……….. 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...……….. 37

3.3. Populasi dan Sampel……….. 37

3.4. Metode Pengumpulan Data….……….. 39

3.5. Variabel, Definisi Operasional dan Metode Pengukuran….. 44

3.6. Metode Pengukuran Aspek Pengetahuan…….………. 45

(12)

4.1.4. Derajat Kesehatan……… 49

4.2. Analisis Univariat ……….. 50

4.2.1. Karakteristik Responden di Kota Pematangsiantar.. 50

4.2.2. Responden Berdasarkan Riwayat Obstetri dan Ginekologi………. 52

4.2.3. Keluhan Klimakterik yang Dialami dan Dirasakan Sehingga Pergi Mencari Pelayanan Kesehatan……. 57

4.2.4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dimanfaatkan.. 58

4.2.5. Pengetahuan Tentang Pengertian, Penyebab, Gejala dan Pengobatan………. 61

4.3. Analisis Bivariat ………... 62

4.3.1. Status Menopause dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……..………. 63

4.3.2. Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………... 63

4.3.3. Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……… 64

4.3.4. Status Perkawinan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………... 64

4.3.5. Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan...……….. 65

4.3.6. Keluhan Klimakterik dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan..………... 65

4.4. Analisis Multivariat………... 66

BAB 5. PEMBAHASAN………. 69

5.1. Karakteristik Responden……….………... 69

5.1.1. Sosio Demografi…….………... 69

5.1.2. Status Obstetri Ginekologi…..……… 73

5.1.3. Keluhan Klimakterik……… 77

5.1.4. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan….……… 79

5.1.5. Aspek Pengetahuan….……… 84

5.2. Hubungan KarakteristikResponden dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….…..……… 85

5.2.1. Analisa Bivariat……… 85

(13)
(14)

Klimakterik Usia 45-54 Tahun………..……… 14 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur.………… 41 3.2 Variabel, Definisi Operasional dan Metode Pengukuran 44 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden……….. 50 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat

Obstetri dan Ginekologi ……… 52 4.3. Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi…...……….. 55 4.4. Distribusi Frekuensi Keluhan Klimakterik Yang

Dialami/ Dirasakan Responden……… 56 4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

oleh Responden denganKeluhan Klimakterik………… 56 4.6. Keluhan Klimakterik yang Dialami Responden dan

Kebutuhan Pelayanan Kesehatan……… 57 4.7. Distribusi Frekuensi Fasilitas Pelayanan Kesehatan

yang Dikunjungi Responden Sehubungan dengan

Keluhan Klimakterik yang Dialami …... 58 4.8. Jenis Pelayanan yang Didapat sehubungan dengan

Keluhan Klimakterik ………. 59 4.9. Pemeriksaan yang Diinginkan Sehubungan dengan

Keluhan Klimakterik yang Dialami….………. 59 4.10. Distribusi Frekuensi Pemberi Saran Untuk Pergi

Berobat ………..… 60

4.11. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Jasa Asuransi oleh

(15)

tentang Masa Klimakterium ………... 61 4.14. Hubungan Karakteristik Responden dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……… 62 4.15. Pengaruh Karakteristik Responden dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan (Pendidikan, Pekerjaan, Keluhan Klimakterik, Tingkat Pengetahuan, dan Status Menopause) dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan………...……… 66 4.16. Pengaruh Pekerjaan dan Pengetahuan Responden dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……….. 67 4.17. Hasil Perhitungan Peluang Responden dalam

Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan

(16)

2. Sample Size : Parameter Estimation..……… 113

3. Cluster Selected……..……… 114

4. Cluster Data……… 115

5. Izin Penelitian dari Sekolah Pasca Sarjana…….……… 117

6. Izin Penelitian dari Badan Kesbang……….. 118

7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian….……… 119

8. Print Out Univariat, Bivariat dan Multivariat….……… 120

9. Print Out Distribusi Jawaban Aspek Pengetahuan…..……… 135

10. Perhitungan Confidence Interval……… 142

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wanita pada masa kehidupannya mempunyai masa yang disebut dengan

klimakterium dimana pada periode ini sangat dibutuhkan perhatian khusus,

karena pada masa ini, wanita akan mengalami sejumlah gangguan baik fisik

maupun psikologis yang mengganggu aktivitas sehari-hari serta menimbulkan

dampak negatif terhadap kualitas hidup dan rasa percaya diri. Walaupun keadaan

ini merupakan suatu masa peralihan yang normal, yang berlangsung beberapa

tahun sebelum dan sesudah berhenti haid, masa ini dapat membangkitkan

kecemasan, keragu-raguan dan gangguan fisik serta emosional yang dapat

menekan batin seorang wanita.

Perhatian pemerintah pada masalah kesehatan wanita menjelang memasuki

masa menopause maupun pada masa setelah menopause masih kurang

mendapatkan perhatian yang berarti seperti perhatian terhadap masalah kesehatan

pada kelompok umur lain, seperti halnya pada kesehatan ibu hamil.

Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin tinggi akan berdampak

pada perubahan gaya hidup dan meningkatnya umur harapan hidup, dimana sudah

saatnya perhatian besar harus difokuskan pada masalah kesehatan wanita

menjelang usia menopause dan setelah menopause dengan mengidentifikasi

(18)

dibuat suatu kebijakan dengan mendirikan dan mengembangkan pelayanan

kesehatan reproduksi wanita sampai pada tingkat pelayanan kesehatan dasar.

Ismail (1997) dalam (Rachman et al, 2004) mengemukakan bahwa

tanggapan wanita dan masyarakat terhadap menopause berbeda di setiap

komunitas. Wanita barat yang mengeluhkan gejala menopause sekitar 75%.

Sedangkan di Asia, sebuah penelitian di Malaysia mengenai gejala menopause

pada tahun 1990 melaporkan wanita Malaysia tidak mengalami gejala menopause

yang serius. Lebih dari 70% populasi studi tidak pernah merasakan hot-flushes,

berkeringat atau palpitasi. Adapun insidens dan keparahan dari gejala klimakterik

ini bergantung terutama pada adanya ketidakstabilan emosi sejak sebelum

menopause. Perbedaan ini terjadi karena menopause adalah masalah

biopsikososial yang sangat berkaitan dengan budaya masyarakat (Hidayat, 2005).

Pada Simposium Nasional Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI)

21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa profil perempuan Indonesia

adalah rata-rata umur perempuan menopause di Indonesia 48 ± 5,3 tahun dan

mempunyai lima gejala utama yang dialami dalam menghadapi masa klimakterik

seperti, nyeri otot atau sendi (77,7 %), rasa letih dan hilang energi (68,7 %),

kehilangan nafsu seksual (61,3 %), kerutan di kulit (60 %), sulit konsentrasi dan

hot flushes (29,5 %) (Muharam, 2007).

Baziad (2003), mengemukakan bahwa lebih kurang 70 % wanita

perimenopause dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif

(19)

ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita dan keluhan ini mencapai

puncaknya sebelum dan sesudah menopause dan dengan meningkatnya usia,

keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.

Usia wanita yang berada pada kurun usia lebih dari 35 tahun ada sebesar

38.525.092 jiwa di seluruh Indonesia dan sebesar 1.947.704 jiwa di Provinsi

Sumatera Utara (BPS, 2005), dan jumlah wanita yang berada pada kurun usia

lebih dari 35 tahun di kota P.Siantar ada sebanyak 40.538 orang dari 125.739

jumlah wanita di daerah tersebut (Dinkes Kota Pematang Siantar, 2007).

Melihat keadaan di atas, kota Pematang Siantar tidak terlepas dari

perhatian terhadap pelayanan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi

wanitanya dimana akan terjadi berbagai gangguan yang menyerang wanita yang

dihubungkan dengan mulainya penurunan kadar estrogen pada usia 35 tahun

yang ditandai dengan sindroma klimakterik.

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada 30 orang ibu berusia 45-55

tahun yang mengalami keluhan klimakterik dari 6 ( enam) Kelurahan yang ada di

Kota P.Siantar didapatkan informasi bahwa hanya 4 orang (13 %) yang

mengeluhkan dan pergi mencari pelayanan kesehatan untuk mendapatkan

pengobatan, selebihnya ibu mengobati dirinya sendiri dan mengabaikan keluhan

tersebut.

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar yang ada di Kota

P.Siantar yang terdiri dari 17 Puskesmas dan Posyandu Lansia belum mempunyai

(20)

menjelang memasuki masa menopause maupun pada masa setelah menopause

(Dinkes Kota P.Siantar, 2007).

Bahkan dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan di unit pelayanan

obstetri dan gynekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih,

diperoleh informasi bahwa terdapat 217 orang ibu yang berusia diatas 35 tahun

datang berobat untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan oleh karena

mengalami perdarahan dan gangguan haid dalam kurun waktu tahun 2007.

Penatalaksanaan yang diberikan pada wanita ini hanya sebatas pada

pengobatan secara symptomatic dan belum ada suatu konseling yang mengarah

pada penambahan pengetahuan wanita terhadap apa yang dialaminya sesuai

dengan pertambahan usianya dan poliklinik yang menangani keluhan-keluhan

klimakterik secara khusus belum ada dan hingga pada saat ini poliklinik ini masih

digabung dengan poliklinik gynekologi (Medical Record RSU Dr.Djasamen

Saragih P.Siantar, 2007).

Hasil laporan dari poliklinik menopause Dr Soetomo Surabaya pada kurun

waktu tahun 2005 yang datang berkonsultasi untuk keluhan menopause tergolong

sangat kurang, hanya mencapai 10 % dari lima juta wanita menopause yang ada di

Jawa Timur. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya pengetahuan tentang

menopause dan pentingnya peranan wanita di masa menopause (Utama, 2005).

Jumlah wanita pascamenopause di dunia diperkirakan ada sekitar 476 juta

jiwa pada tahun 1990. Setidaknya pada tahun 2030 jumlah ini akan bertambah

(21)

penduduk dan meningkatnya usia harapan hidup secara perlahan dan progresif.

Dengan usia harapan hidup rata-rata lebih dari 78-80 tahun dan usia menopause

relatif stabil yaitu pada usia 50-51 tahun, wanita akan menghabiskan lebih dari

sepertiga hidupnya dalam masa menopause (Rachman et al, 2004).

Di Indonesia akan terjadi epidemic manusia usia lanjut karena dari tahun

1990 sampai dengan tahun 2025 terjadi peningkatan usia lanjut sebesar 414 %

dengan 70 % diantaranya wanita (Rambulangi, 2005).

Terdapat kemungkinan untuk mengalami berbagai penyakit kronik selama

hidupnya yang diperkirakan 46 % untuk Penyakit Jantung Koroner, 20 % untuk

stroke, 15% untuk fraktur panggul, 10 % untuk kanker payudara, dan 2.6 % untuk

kanker endometrium. Di Amerika Utara, sebanyak 7-8 % orang berusia 75-84

tahun terkena demensia tipe Alzheimer dan wanita pascamenopause memiliki

risiko 1.4 - 3 kali lipat untuk penyakit Alzheimer dibandingkan laki-laki,

sedangkan risiko untuk terkena kanker kolorektal adalah sekitar 6% di mana lebih

dari 90% kasus terjadi setelah usia 50 tahun. Mortalitas dan morbiditas yang

terjadi pada kasus ini dilaporkan berhubungan dengan patofisiologi penyakit yang

didasari oleh rendahnya kadar estrogen dan progesteron tubuh (Rachman et al,

2004).

Tahapan masa premenopause, menopause dan postmenopause disebut

dengan masa klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari

(22)

keluhan akibat dari menurunnnya produksi hormon estrogen. (Hidayat, 2005;

Pakasi, 2000 ; Dep.Kes.RI, 2005).

Menopause pada wanita merupakan bagian universal dan irreversibel dari

keseluruhan proses penuaan yang melibatkan sistem reproduksi, dengan hasil

akhir seorang wanita tidak lagi mengalami menstruasi. Dikatakan menopause

ketika haid berhenti secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45-50 tahun.

Pramenopause adalah masa 4-5 tahun sebelum menopause sedangkan

pascamenopause adalah 3-5 tahun setelah menopause (Pakasi, 2000; Kasdu,

2004).

Usia harapan hidup wanita Indonesia diperkirakan akan mencapai lebih

dari 70 tahun. Penurunan hormon estrogen telah dimulai pada usia 35 - 40 tahun,

di mana defisiensi hormon menyebabkan kerusakan sistemik yang progresif,

dimana sebagai dampak dari kegagalan ovarium ini adalah terjadinya defisiensi

permanen hormon multipel (Rachman et al, 2004) maka dapat diperkirakan bahwa

selama kurun waktu 20 tahun wanita Indonesia akan mengalami berbagai masalah

kesehatan akibat kekurangan hormon tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap wanita menopause

di Indonesia, ditemukan masih rendahnya pengetahuan ibu tentang penggunan

terapi sulih hormon sebagai upaya mengatasi gejala klimakterik dan kurangnya

pengetahuan ibu tentang gejala klimakterik serta berbedanya keluhan sindrom

klimakterik yang dialami tiap-tiap wanita ( Hutapea, 1998 : Hanafiah, 1999:

(23)

Keadaan ini menyebabkan ibu tidak siap untuk menerima keadaan

menopause yang dapat berakibat pada gangguan biopsikososialnya sehingga

menyebabkan derajat keluhan sindrom klimakterik semakin serius yang dapat

mengganggu kualitas hidupnya.

Penggunaan sulih hormon di Indonesia masih sangat terbatas. Berbeda

dengan negara barat, keluhan yang lebih sedikit dan penerimaan masyarakat

terhadap menopause, faktor pendidikan, sosial, ekonomi mempengaruhi jumlah

pemakaian sulih hormon di Indonesia khususnya dan negara Asia umumnya

(Rachman et al, 2004).

Karakteristik wanita dengan sindrom klimakterik yang meliputi : status

menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, keluhan yang dialami pada

masa klimakterium, dan pengetahuan tentang masa klimakterium diperkirakan

mempunyai hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai usaha

untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan sehubungan dengan keluhan

klimakterik.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan perhatian terhadap pelayanan wanita

dengan keluhan klimakterik, sementara unit pelayanan kesehatan dasar di Kota

Pematang Siantar secara khusus belum memiliki pelayanan dan konseling pada

wanita dengan keluhan klimakterik dan pelayanan yang diberikan masih

merupakan pelayanan umum.

Sehubungan dengan latar belakang di atas maka diperlukan suatu

(24)

wanita pada masa klimakterik dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota

Pematang Siantar tahun 2009.

1.2. Permasalahan

Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah wanita yang mengalami

menopause setiap tahunnya yang berdampak pada peningkatan masalah kesehatan

sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas wanita

pascamenopause dan masih rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan

sehubungan dengan keluhan klimakterik, maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimana hubungan karakteristik ibu pada masa klimakterik (status

menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, pengetahuan tentang masa

klimakterium dan keluhan yang dialami pada masa klimakterium) dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik

wanita pada masa klimakterik dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan karakteristik ibu (status menopause, pendidikan, pekerjaan,

status perkawinan, pengetahuan dan keluhan klimakterik) dengan pemanfaatan

(25)

1.5. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1.5.1. Manfaat teoritis

Dapat memperkaya konsep dan teori yang mendukung pengembangan

ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan, terutama administrasi

kesehatan komunitas/epidemiologi, dalam kebijakan menekan dampak

berbagai masalah kesehatan bagi wanita menopause.

1.5.2. Manfaat praktis

Dapat memberikan masukan atau sebagai dasar rekomendasi bagi

pemerintah kota Pematang Siantar, khususnya Kepala Dinas Kesehatan

dalam menetapkan kebijakan untuk pengadaan dan pengembangan fasilitas

pelayanan kesehatan reproduksi sebagai upaya meningkatkan

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fase Perimenopause

2.1.1. Pengertian Fase Perimenopause

Bertambahnya usia seorang wanita dapat menunjukkan secara bertahap

bahwa fungsi reproduksinya akan mengalami perubahan yang bermakna.

Perubahan-perubahan yang dialami dapat berakibat pada keadaan-keadaan yang

yang dapat mengganggu aktivitas wanita di dalam kehidupannya sehari-hari dan

bahkan dapat berdampak pada kualitas hidup wanita yang semakin rendah.

Berbagai fase yang akan dilalui wanita adalah menars, menstruasi dan

menopause. Memasuki masa menopause wanita akan mengalami masa

klimakterik yaitu suatu periode peralihan dari fase reproduktif menuju fase usia

tua (senium) sebagai akibat penurunan fungsi generatif ataupun endokrinologik

dari ovarium (Baziad , 2003).

Rachman et al (2000) yang mengutip pernyataan Hosking et al (1998) ,

masa klimakterik berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi

menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: klimakterik awal (35-45 tahun),

perimenopause (46-55 tahun) dan klimakterik akhir (56-65 tahun), yang

(27)

Gambar 1. Masa Klimakterium Seorang Wanita (Hosking et al ,1998)

Pendapat lain tentang fase klimakterik dapat dibagi atas (1) Pramenopause

(2) Perimenopause (3) Menopause (4) Pasca Menopause. Fase pramenopause

adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterik. Pada fase ini

siklus haid tidak teratur dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah

darah haid yang relative banyak dan kadang-kaadang disertai rasa nyeri haid

(dismenorea).

Fase perimenopause adalah fase peralihan antara pramenopause dan

pascamenopause yang disertai dengan siklus haid yang tidak teratur. Sebanyak

40 % wanita siklus haidnya anovulatorik dan pada fase ini banyak wanita

mengalami siklus haid lebih dari 38 hari dan sisanya lebih kecil dari 18 hari. Pada

fase ini umumnya wanita telah mengalami berbagai jenis keluhan klimakterik

(Baziad, 2003 : Hidayat, 2005).

Menopause merupakan perdarahan haid yang terakhir (Baziad, 2003),

Greendale et al, (1999) mengatakan menopause adalah berhentinya menstruasi

secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi follikel-follikel sel telur.

Pasca menopause merupakan fase dimana ovarium sudah tidak berfungsi sama

sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml dan kadar hormone gonadotropin

K L I M A K T E R I U M

Klimakterik Awal Perimenopause

35 45 55 65

(28)

biasanya meningkat. Peningkatan hormon gonadotropin ini disebabkan oleh

terhentinya produksi Inhibin akibat tidak tersedianya follikel dalam jumlah yang

cukup. Akibat rendahnya kadar estradiol, endometrium menjadi atropik dan tidak

mungkin muncul haid lagi (Baziad, 2003).

2.1.2. Fisiologi Terjadinya Menopause

Seorang wanita memiliki 1 juta follikel primordial di ovariumnya, dimana

pada masa pubertas tinggal berjumlah 300.000 – 400.000. Jumlah follikel ini akan

terus menurun selama masa reproduksi. Hanya sebanyak 300 – 400 follikel saja

yang menjadi masak dan mengalami ovulasi pada masa reproduksi sedang yang

lainnya menjadi atresia sehingga akhirnya ovarium akan kehabisan follikel

promordialnya (Hanafiah, 1999).

Masa klimakterium dimulai dari terjadinya fluktuasi hormone reproduksi

wanita, terutama estrogen yang ditandai dengan terganggunya haid. Haid menjadi

tidak teratur dan siklus-siklus anovulatoir meningkat. Fungsi ovarium terus

menurun dan masa peralihan ini berlangsung sekitar lima sampai enam tahun.

Pada masa ini follikel yang masih tersisa di ovarium tidak lagi peka terhadap

rangsangan hormone gonadotropin sehingga tidak lagi berkembang menjadi

masak. Dengan demikian produksi hormone estrogen makin lama makin

berkurang.

Kadar estradiol pada masa pramenopause minimum sekitar 50-60 pg/ml

dan maksimum sekitar 300 – 500 pg/ml maka pada masa pascamenopause hanya

(29)

1,0 ng/ml dan maksimal 10 - 20 ng/ml. Setelah menopause kadarnya hanya sekitar

0,5 – 1,0 ng/ml. Keadaan ini memberikan umpan balik pada hipotalamus dan

hipofisis, sehingga sekresi gonadotropin meningkat. Follicel Stimulating

Hormone (FSH) meningkat lebih tinggi dari Lutainizing Hormone (LH) sampai

3-4 kali normal sehingga rasio FSH atau LH lebih tinggi dari pada masa reproduksi.

Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk

mendiagnosis sindroma klimakteriun (Baziad, 2003).

2.1.3. Sindrom Klimakterium

Turunnya fungsi ovarium mengakibatkan estrogen dan progesterone

sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya

keluhan-keluhan vasomotorik berupa hot flushes, vertigo dan keringat banyak.

Keluhan konstitusional berupa jantung berdebar-debar, migraine, nyeri otot, nyeri

pinggang dan mudah tersinggung dan keluhan psikiastenik dan neurotic dapat

berupa merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatic, susah tidur, merasa ketakutan,

konflik keluarga, gangguan di tempat kerja.

Keluhan urogenital adalah sakit waktu bersetubuh, gangguan haid,

keputihan, gatal pada vagina, susah kencing, libido menurun, keropos tulang

(osteoporosis), gangguan sirkulasi (Myocard Infarct), kenaikan kolesterol,

adepositas (kegemukan dan gangguan metabolisme karbohidrat) dapat juga terjadi

(Greandale, 1999).

Menurut Azhar (2004) yang mengutip pernyataan Reitz (1993)

(30)

memasuki masa menopause tidaklah sama. Sekitar 16 % dari wanita sama sekali

tidak mengalami keluhan berarti dan 10 % yang memasuki masa ini dengan

keluhan yang serius.

Lebih dari 50 % wanita di Negara industri maju merasakan dan mengeluh

tentang gejolak dan tanda yang timbul pada masa klimakterium. Gejala yang

dirasakan lebih banyak berupa tanda-tanda vasomotor yang timbul sebagai akibat

turunnya hormon seks, terutama estrogen. Selain gejala di atas ditemukan juga

gejala psikologik (Lihat tabel 1).

Tabel 2.1. Gejala-gejala yang Bersifat Sementara pada Wanita Klimakterik Usia 45 – 54 Tahun

Gejala Vasomotor Gejala Psikologi

Semburan panas (hot flush)

Keringat banyak (terutama malam) Jantung berdebar (palpitasi)

Susah tidur (Insomnia)

Pelupa

Kurang percaya diri Lemas

Libido tidak ada Sulit konsentrasi

Sulit mengambilkeputusan Kurang bertenaga

Gampang tersinggung

Menurut Hanafiah (1999) yang mengutip pendapat ahli (Flint, 1975)

bahwa keluhan pada masa klimakterium berkaitan erat dengan budaya dan gizi.

Pada wanita Cina jarang dijumpai gejolak panas pada masa perimenopause,

wanita Jepang menganggap menopause itu bukan peristiwa penting dan jarang

mengeluh pada masa perimenopause.Wanita Indonesia agaknya kurang mengeluh

[image:30.612.120.524.280.538.2]
(31)

tempat yang terhormat dalam keluarga. Begitu juga perbedaan yang terdapat

diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Keluhan

mereka yang tinggal di daerah pedesaan kurang dibandingkan dengan mereka

yang tinggal di daerah perkotaan.

Berat ringannya keluhan-keluhan yang dialami berbeda pada setiap

wanita. Keluhan ini mencapai puncaknya sebelum dan sesudah menopause dan

dengan meningkatnya usia keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.

Berbagai keluhan yang dialami wanita berbeda satu dengan lainnya

walaupaun peristiwa menopause merupakan suatu peristiwa fisiologis namun

tidak semua wanita dapat beradaptasi dengan keadaan menopause tersebut.

Keluhan dan gejala klinik tersebut kurang atau tidak dihiraukan oleh sebagian

besar wanita Indonesia, mereka menganggap bahwa keadaan tersebut lumrah

terjadi karena sudah tua sehingga tidak mencari pertolongan kepada dokter.

Hal ini diduga dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah

karakteristik individu, berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa

keluhan-keluhan yang dialami pada masa klimakterium berbeda pada tiap-tiap individu,

karena dipengaruhi oleh sosial budaya wanita tersebut (Hanafiah, 1999).

Keluhan vasomotorik berupa semburan panas (Hot Flushes) dirasakan

mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut

terlihat kemerahan dan mengeluarkan keringat, meskipun terasa panas, suhu

badan tetap normal. Keadaan ini akan diikuti dengan sakit kepala, perasaan

(32)

berlangsung tiga menit dan dapat berfluktuasi antara beberapa detik sampai satu

jam.

Keadaan ini terjadi oleh karena peningkatan pengeluaran hormone

adrenalin dan neurotensin setelah ini terjadi penurunan sekresi hormone

noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperature kulit

sedikit meningkat dan timbul perasaan panas . Sebagai akibat vasodilatasi dan

keluarnya keringat terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang

wanita merasa kedinginan (Baziad, 2003).

Hanafiah (1999), yang mengutip hasil penelitian Payer (1991) bahwa

sebanyak 80 % wanita Eropa dan Australia mengalami gejolak panas pada masa

perimenopause dan sekitar 20 % saja wanita Asia yang mengalami. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh factor budaya dalam menanggapi rasa semburan panas sebagai

gangguan kecil saja dan yang lain merasakan sangat mengurangi kenyamanan

hidupnya.

Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari

beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990 ) yang dikutip oleh

Baziad (2003) adalah seperti suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan

ketidaktenangan psikis seperti mudah marah, perasaan sangat tegang. Keadaan

pikiran yang tidak menentu seperti khwatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, merasa tidak berdaya. Motivasi yaitu dorongan

untuk mencapai sesuatu seperti menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi,

(33)

seperti gugup, kewaspadaan yang berlebihan sangat sensitif dan agitasi,

reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali seperti berkeringat, gemetar, pusing,

berdebar-debar, mual, mulut kering.

Keluhan psikis berupa mudah tersinggung, cepat marah dan merasa

tertekan serta perubahan fungsi kognitif berhubung dengan penurunan produksi

sekresi steroid. Steroid sex sangat berperan terhadap fungsi sensorik dan kognitif

manusia (Baziad, 1999).

Gangguan haid sering terjadi pada klimakterium seperti oligomenorea atau

amenorea yang selalu diikuti oleh perdarahan banyak (menorrhagia) akibat korpus

luteum yang insuffisien atau oleh karena proses ovulasi yang tidak sempurna atau

kegagalan ovulasi sehingga hormone progesterone sangat rendah. Hal ini dapat

dilihat dari gambaran histopatologi endometrium yang hipertrofi dan atau

hyperplasia. Dengan rendahnya kadar progesterone, estrogen tidak cukup

diimbangi maka estrogen yang bebas itu akan memacu pertumbuhan endometrium

secara berlebihan yang selanjutnya dapat berubah menjadi keganasan yang

dikenal dengan karsinoma endometrium (Hutapea, 1998).

Selain gejala efek jangka pendek diatas, banyak gejala efek jangka panjang

yang dapat dialami oleh wanita menopause diantaranya adalah osteoporosis dan

perubahan-perubahan pada metabolisme lemak yang sering menjurus kepada

penyakit kardiovaskular dan keadaan-keadaan ini dikategorikan pada keadaan

(34)

merupakan resiko yang paling berat dialami wanita menopause dengan defisiensi

estrogen jangka panjang (Hutapea, 1998).

2.1.4. Terapi

Keluhan-keluhan yang dialami wanita pada masa klimakterik ini

merupakan pengaruh negative estrogen yang hilang dari darah oleh karena itu

untuk mengatasinya diberikan hormone pengganti untuk menggantikan hormone

yang kurang kadarnya karena tidak diproduksi lagi dan pemberian hormone ini

hanya bersifat sementara.

Terapi hormone pengganti ini harus benar-benar menjadi perhatian karena

hidup selama puluhan tahun dengan kekurangan estrogen dengan berbagai

kemungkinan gejala klinik yang mengganggu dan bahkan dapat merusak kualitas

hidup wanita tersebut, pemberian terapi hormon pengganti (THP) ini diharapkan

dapat membuat wanita di hari tuanya berkualitas, gairah dan penuh semangat

(Hutapea, 1998).

Pemberian hormon estrogen sebagai terapi sulih hormone, untuk

menggantikan hormone estrogen yang kurang telah diteliti dan menghilangkan

keluhan defisiensi estrogen klinis dengan baik setelah 2-3 minggu pemberian

dosis estrogen tinggi dan 4-5 minggu pemberian dosis estrogen rendah.

Peningkatan densitas tulang pada pemberian estrogen progesterone alamiah

ditambah dengan pemberian kalsium dan vitamin D akan meningkatkan 4,1–

5,5%, selain itu pemberian estrogen/progesterone alamiah memperbaiki

(35)

sampai 70 % serta menekan terjadinya fraktur tulang antara 40 – 60 % (Burger et

al. 2002).

Kontrasepsi hormonal mengandung komponen estrogen dan progesterone

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pelepasan endometrium,

mengentalkan lendir servik sehingga sulit dilalui oleh sperma serta mengontrol

siklus haid (BKKBN, 2007) sehingga pemanfaatan kontrasepsi ini sering dipakai

sebagai hormon pengganti ketika wanita mengalami penurunan kadar hormone di

masa menopause.

Pil Keluarga Berencana merupakan kontrasepsi oral yang bersifat

hormonal. Komponen estrogen dalam pil bekerja dengan jalan menekan sekresi

FSH (Follicel Stimulating Hormone) sehingga menghalangi maturasi follikel di

ovarium. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Keep et al. (1979) dan Stanford et

al. (1987) menunjukkan bahwa kontrasepsi oral merupakan salah satu factor yang

dapat mempengaruhi penundaan usia menopause.

Hasil penelitian “ the Women’s Health Initiative “ (WHI) mengemukakan

bahwa pemberian estrogen dan progesterone sebagai terapi pengganti dapat

meningkatkan risiko stroke sebesar 41 %, tromboemboli, masalah kardiologi

sebesar 29 % dan karsinoma payudara sebesar 26 % (Andra, 2007).

Sehubungan dengan efek yang terjadi kerena pemberian hormone

pengganti tersebut, dianjurkan supaya pemberiannya sudah harus dimulai 4 – 5

tahun sebelum menopause bila hendak mencegah gangguan jangka panjang

(36)

berlangsung bertahun-tahun, 10-15 tahun sesudah menopause dan bahkan

dianjurkan sampai seumur hidup. Sebab disangsikan daya cegah estrogen akan

menghilang bila substitusinya dihentikan dan proses kekeroposan tulang akan

berlanjut kembali (Hutapea, 1998).

2.1.5. Prosedur Pemeriksaan (Said, 2004)

Prosedur pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu yang mengalami sindrom

klimakterium dapat berupa :

2.1.5.1. Prediksi dini lewat anamnesa khusus

a. Sindroma klimakterik

Hasil anamnese menemukan sejumlah keluhan vasomotorik, depresif, dan

keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda

pada setiap wanita, lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause

mengalaminya (Baziad,2003). Keluhan-keluhan tersebut mencapai puncaknya

sebelum dan sesudah menopause, dan dengan meningkatnya usia,

keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.

Pada wanita pascamenopause dijumpai pula kelainan pada kulit berupa

kulit menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh dan berwarna kuning, mulut kering,

dan lidah seperti terbakar. Keluhan lain adalah mata kering dan kesulitan

menggunakan kontak lensa, rambut menipis dan sering ditemukan tumbuhnya

rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga. Keluhan urogenital dapat berupa nyeri

(37)

kemih berulang, gatal pada vagina/vulva, iritasi, prolapsus uteri/vagina, dan

inkontinensia urin.

b. Usia

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu antara 40-65 tahun.

Perlu ditanyakan pola haid wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita

tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause, menopause, atau

pascamenopause. Ditanyakan juga mengenai keluhan yang muncul. Dampak

jangka panjang kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis,

demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.

5.1.5.2. Prediksi dini pemeriksaan hormonal

Pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia

dan keluhan yang muncul telah dapat ditegakkan diagnosis. Bila pasien tidak haid

> 6 bulan pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, dan kadar estradiol sudah

rendah. Analisa hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul diragukan

akibat kekurangan estrogen.

Pada usia pre dan perimenopause, hormon yang diperiksa adalah FSH,

LH, dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini ditemukan FSH, LH, dan

estradiol yang tinggi, namun pasien sudah merasakan adanya keluhan.

Keluhan vasomotorik sering dijumpai pada kadar estrogen yang tinggi.

Meskipun kadar estrogen tinggi, namun karena pasien telah merasakan adanya

keluhan maka pasien tetap diberikan pengobatan. Mungkin saja ditemukan kadar

(38)

Pada keadaan seperti ini dianjurkan pemeriksaan T3 (Tiroksin), T4 , dan TSH,

karena baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat menimbulkan keluhan mirip

dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaan T3, T4, dan TSH normal,

maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi estradiol dalam darah.

Pada wanita pascamenopause atau menopause prekok cukup diperiksa

FSH dan estradiol (E2) darah, dan kadar FSH biasanya sudah > 35 mIU/ml dan

kadar estradiol sudah berada < 30 pg/ml.

5.1.5.3. Prediksi dini dengan alat canggih

a. Densitometer

Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan factor

resiko osteoporosis, seperti menopause dini, pascamenopause, telat datangnya

menars, kurus, kurang olah raga, kurang bergerak, merokok, banyak minum kopi,

minuman bersoda dan alcohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang, penggunaan

kortikosteroid jangka panjang dan hipertiroid.

Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan kolagen cukup

banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita pascamenopause

mencapai rata-rata 2% per tahun. Kehilangan kolagen ini paralel dengan

hilangnya massa tulang. Kandungan kolagen dapat dipakai untuk mendiagnosis

osteoporosis. Dewasa ini telah tersedia USG (Ultra Sonographi) transdermal

(39)

b. Pengukuran ketebalan (densitas) mineral tulang

Melihat langsung densitas tulang merupakan tindakan diagnostik yang

sangat penting dan sangat dianjurkan bagi wanita dengan faktor resiko. Selain itu,

tindakan diagnostik juga diperlukan untuk melihat hasil pengobatan yang sedang

atau yang telah dilakukan. Tidak dianjurkan pemeriksaan densitas tulang rutin

tanpa indikasi yang jelas.

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Di dalam ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar

Haluan Negara antara lain ditetapkan “Pembangunan kesehatan diarahkan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia

harapan hidup manusia. Meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat,

serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.

Untuk mencapai harapan ini diperlukan sarana dan prasarana, pendidikan

serta pelayanan kesehatan terhadap wanita-wanita yang akan memasuki atau telah

mengalami masamenopause.

Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat

membutuhkannya, namun masyarakat akan mencari pengobatan setelah tidak

dapat berbuat apa-apa. Rendahnya akses terhadap fasilitas kesehatan seperti di

Puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan sering dialaskan pada factor jarak

antara fasilitas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi

(40)

kebebasan di dalam memilih kemana harus mencari pengobatan ( ke fasilitas

pengobatan modern atau ke fasilitas pengobatan tradisional).

Kebutuhan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh persepsi individu

tentang sakit, kebutuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Lewin (1954) mengatakan

bahwa individu bertindak melawan atau mengobati penyakitnya, melibatkan

empat variable kunci di dalam tindakan tersebut yakni kerentanan yang dirasakan

terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan

rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal

yang memotivasi tindakan tersebut.

Model sistim kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan, Andersen

(1974), yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), mengemukakan terdapat tiga

kategori utama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu,

(1) Karakteristik Predisposisi, kategori ini digunakan untuk menggambarkan

fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu

yang dapat digolongkan pada ciri-ciri demografi ( umur, jenis kelamin, status

perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, tempat

tinggal, jumlah anggota keluarga) dan keyakinan (nilai tentang sehat dan sakit,

(41)

Variabel-variabel ini tidak secara langsung mempengaruhi pemanfaatan

pelayanan kesehatan tetapi merupakan factor pendorong untuk menimbulkan

hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.

(2) Karakteristik pendukung, yaitu suatu kondisi yang memungkinkan orang

memanfaatkan pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya siap untuk

memanfaatkannya. Komponen ini meliputi factor kemampuan keluarga

(penghasilan, simpanan asuransi kesehatan dan sumber-sumber lain), kelompok

masyarakat (perbandingan tenaga medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah

penduduk, tarif pelayanan kesehatan, karakteristik kota dan desa).

Kategori ini mencerminkan bahwa meskipun .mempunyai predisposisi

untuk menggunakan pelayanan kesehatan, individu tidak akan bertindak untuk

menggunakannya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan

pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk

membayar.

(3) Karakteristik kebutuhan, faktor ini terdiri dari perceived need atau kebutuhan

yang dirasakan dan evaluated yaitu gejala dan diagnosis penyakit yang ada.

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang

dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari

pertolongan kesehatan. Faktor predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk

mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan

(42)

menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu

ada.

Akses masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan bukan

hanya dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasaranan pelayanan kesehatan

namun persepsi masyarakat terhadap suatu keluhan ternyata berbeda-beda

tiap-tiap individu, tergantung daripada mereka menilai apa itu konsep sehat dan sakit

dimana semua itu dinilai berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

2.3. Karakteristik Wanita

2.3.1. Menopause

Menopause adalah berhentinya haid secara permanen yang disebabkan

hilangnya fungsi follikel-follikel sel telur. Azhar (2004) yang mengutip

pernyataan WHO (World Health Organization) mendeskripsikan bahwa

menopause adalah berhentinya secara permanent periode menstruasi sebagai

akibat dari hilangnya aktifitas ovarium.

Menurut Agoestina (1999), di Bandung wanita telah memasuki fase

menopause pada usia 48 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samil tahun 1992, yang dikutip

oleh Hutapea (1998) di kota Jawa Tengah, usia wanita menopause yang tinggal di

perkotaan mengalami menopause pada usia 50,2 tahun sedang wanita yang tinggal

di pedesaan terjadi pada usia 46,5 tahun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2004), di Kecamatan

(43)

daerah tersebut adalah 48,1 tahun dan Pada Simposium Nasional Perkumpulan

Menopause Indonesia (PERMI) 21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa

profil perempuan Indonesia adalah rata-rata umur perempuan menopause di

Indonesia 48 ± 5,3 tahun (Muharam,2007).

Hanafiah (1999) yang mengutip hasil penelitian Payer (1991), bahwa

wanita Rajput di India menganggap menopause sebagai anugrah baginya karena

sudah dapat membuka purdahnya dan boleh duduk-duduk bercengkerama dengan

pria sebaya, wanita Jepang menganggap menopause bukan peristiwa penting dan

jarang mengeluh pada masa ini, wanita Indonesia juga kurang mengeluh hal ini

mungkin disebabkan factor sosio-religius masyarakatnya..

Anggapan karena wanita menopause telah kehilangan kemampuan dan

terlepas dari tugas reproduksi dan secara langsung terbebas dari keluhan atau

penyakit yang berhubungan dengan organ reproduksi akan cenderung

meminggirkan posisi wanita menopause dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Pengadaan pelayanan kesehatan pada usia lanjut terutama para wanitanya

dirasakan cukup penting untuk mulai dipikirkan, bukan saja oleh karena alasan

bahwa jumlah manusia usia lanjut dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2025

akan mengalami epidemic yaitu sebesar 414 % dengan 70 % diantaranya adalah

wanita tetapi sangat perlu dipikirkan peningkatan teknologi dan pelayanan

kesehatan bagi wanita menopause oleh karena dampak positif dan negative dari

(44)

2.3.2. Tingkat Pendidikan Wanita

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting

yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan

yang lebih tinggi diharapkan dapat menambah atau meningkatkankan wawasan

pengetahuannya terutama tentang kesehatan reproduksinya.

Pendidikan yang dijalani oleh ibu dikaitkan dengan aspek pengetahuannya

tentang siklus masa reproduksinya selama kurun waktu kehidupannya.

Pengetahuan yang dimilikinya diharapkan dapat mengubah perilaku kearah hidup

sehat, dimana hal tersebut sangat diperlukan demi menunjang kualitas hidupnya

dimasa tua atau lanjut usia sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Notoadmodjo (1982) yang

mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung

memanfaatkan pelayanan kesehatan . Tingkat pendidikan mempengaruhi

kesadaran terhadap pentingnya arti kesehatan sehingga mendorong permintaan

terhadap pelayanan kesehatan.

2.3.3. Pekerjaan Wanita

Pekerjaan ibu yang dikelompokkan atas ibu rumah tangga dan ibu bekerja,

dibedakan atas upah yang didapatkannya atas jasa yang dikerjakannya.

(45)

kemampuannya membayar jasa pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun

melakukan tingkat pencegahan.

Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin

oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar

transport dan biaya pemeriksaan. Ibu yang berprofesi hanya sebagai ibu rumah

tangga kemungkinan akan berfikir bahwa uang yang diterimanya hanya cukup

untuk kebutuhan rumah tangga sehingga jika ibu ingin memanfaatkan pelayanan

kesehatan harus meminta dulu dari suaminya.

2.3.4. Status Perkawinan

Status perkawinan dikaitkan dengan adanya perhatian dan dukungan yang

didapat dari masing-masing pasangannya. Dapat dipastikan bahwa ikatan

perkawinan akan meningkatkan rasa tanggung jawab seseorang terhadap

pasangannya. Pasangan hidup merupakan orang yang berharga lebih dipercayai di

dalam memberikan masukan dan dukungan yang berguna bagi kehidupannya.

Pasangan suami istri akan menanggapi secara positif bila melihat

pasangannya sakit, dan akan berusaha membawanya pergi berobat. Konsep dasar

timbulnya penyakit secara epidemiologis dapat menjelaskan bahwa status

perkawinan merupakan faktor yang terdapat pada diri manusia dan dapat berperan

sebagai determinan kejadian timbulnya penyakit. Seseorang yang tidak kawin

lebih sering dihadapkan pada berbagai penyakit, hal ini dapat terjadi karena

adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal

(46)

2.3.5. Keluhan Klimakterik

Keluhan klimakterik dapat dibedakan atas keluhan jangka pendek dan

keluhan jangka panjang dan keluhan ini ada yang dirasakan dan ada pula yang

tidak mengeluhkannya. Hutapea (1998) yang melakukan penelitian terhadap

paramedis di beberapa Rumah Sakit di Medan menemukan pada kelompok usia

40 tahun atau lebih dijumpai 11,8 % dengan gangguan haid, 26,9 % keringat

banyak terutama pada malam hari, 19,3 % mengalami gejolak panas (hot flush),

16,1 % rasa panas pada vagina dan 10,7 % nyeri pada saat senggama serta

keluhan lainnya berupa perasaan nyeri pada sendi dan otot, pelupa dan mudah

capek. Samil (1997) dalam Hutapea (1998) mengemukakan bahwa 98 % wanita

perimenopause menyatakan bahwa kesehatannya baik.

2.3.6. Tingkat Pengetahuan

Aspek kognitif (pengetahuan) yang dikemukakan oleh Benjamin S.Bloom

merupakan salah satu psikologi belajar yang dapat diajarkan terintegrasi untuk

mencapai tujuan suatu proses pendidikan dan pelatihan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

(47)

Domain Kognitif dalam enam tingkatan, yang menitikberatkan pada

aspek berpikir, dari yang paling sederhana sampai ke hal yang kompleks. Enam

tingkatan pengetahuan tersebut adalah :

a. Tahu (know)

Kemampuan seseorang untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, ditandai dengan kemampuan menyebutkan symbol, istilah, definisi,

fakta, aturan, urutan, metode.

b. Memahami (comprehension)

Kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal dimana

orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut, ditandai dengan kemampuan menterjemahkan, menafsirkan,

memperkirakan, menentukan, menginterpretasikan.

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan dengan tepat

tentang teori , prinsip, symbol pada situasi baru atau nyata, ditandai dengan

kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memmindahkan,

menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui, ditandai dengan kemampuan

(48)

e. Sintesis (Synthesis)

Yaitu kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis

sehingga menjadi suatu pola yang baru, ditandai dengan kemampuan

mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan,

menghubungkan, mengkhususkan.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap

suatu situasi, system nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan

menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan, ditandai dengan kemampuan

menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui

seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan termasuk pengetahuan

tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun yang tradisional.

Pengetahuan wanita tentang masa kehidupannya perlu disosialisasikan,

karena diantara masa kehidupan tersebut ada suatu periode peralihan dari masa

reproduktif ke masa tidak reproduktif yang disebut dengan masa klimakterium.

Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengetahuan ibu tentang

gejala-gejala klimakterium sangat rendah serta berbedanya keluhan sindrom

klimakterik yang dialami tiap-tiap wanita (Hutapea, 1998 : Hanafiah, 1999).

Keadaan ini akan berdampak pada ketidaksiapan ibu untuk menerima keadaan

(49)

keluhan klimakterik akan semakin serius dan akan menagganggu kualitas

hidupnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muharram terhadap 1350 wanita

menopause di Indonesia ditemukan bahwa responden yang tidak mengetahui

terapi sulih hormone sangat tinggi yaitu 65 % sedangkan yang tahu hanya 8 %

saja.

2.4. Landasan Teori

Masa klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari

periode reproduktif ke periode non reproduktif akibat kemunduran sistem

reproduksi. Hal ini terjadi oleh karena penurunan atau hilangnya kadar estrogen

dalam tubuh yang menyebabkan seorang wanita akan mengalami keluhan-keluhan

jangka pendek dan keluhan jangka panjang berupa osteoporosis.

Perubahan-perubahan pada metabolisme lemak juga sering terjadi dimana keadaan ini akan

menjurus kepada penyakit kardiovaskular, keadaan ini dikategorikan pada

keadaan yang sangat berbahaya karena tidak jarang mengakibatkan kematian. Hal

ini mendasari perlunya perhatian dan pelayanan kesehatan reproduksi pada masa

klimakterium.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor

predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan. Hal ini

dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.

Keluhan-keluhan pada masa klimakterium perlu diidentifikasi untuk

(50)

pelayanan atau tidak sehingga dapat diperhatikan tentang kebutuhan pelayanan

kesehatan reproduksi.

2.5.Kerangka Teori

Predisposing Enabling Illness Level

Demografi Keluarga Dirasakan

Struktur Social Komunitas/Kelompok Evaluasi Klinis

Masyarakat Masayarakat

[image:50.612.121.545.166.638.2]

Keyakinan

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian (Individual Determinants of Health

Service Utilization, R.Andersen and J.F.Newman) Umur

Jenis Kelamin Status Perkawinan Riwayat Penyakit Lalu Pendidikan Ras Pekerjaan Jumlah anggota keluarga Agama Tempat Tinggal

Nilai tentang sehat dan sakit, Perilaku terhadap pelayanan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit Pendapatan Ansuransi Kesehatan Sumber-sumber penghasilan lain

Perbandingan tenaga

medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah penduduk (penyediaan

pelayanan kesehatan) Tarif pelayanan

kesehatan

(51)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut :

[image:51.612.120.516.195.571.2]

.

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat dijelaskan definisi

konsep sebagai berikut :

1. Karakteristik adalah ciri khas atau identitas yang melekat pada diri subjek

penelitian yang dapat membedakannya dengan orang lain yang dalam

penelitian diukur dari status menopause, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, pengetahuan tentang klimakterium dan keluhan klimakterik

yang dialami.

2. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kunjungan dan penggunaan

sarana dan fasilitas kesehatan ketika wanita mengalami keluhan klimakterium, yang terdiri dari puskesmas, posyandu lansia, klinik bidan, praktek dokter dan rumah sakit.

Karakteristik Wanita : 1. Status Menopause 2. Pendidikan 3. Pekerjaan

4. Status Perkawinan 5. Pengetahuan tentang

klimakterium

6. Keluhan Klimakterium yang dialami

(52)

3. Gejala klimakterik adalah sekumpulan keluhan-keluhan yang dialami

seorang wanita akibat penurunan kadar hormone estrogen di dalam darah

oleh karena proses penuaan. Keadaan ini telah dimulai sejak berusia 35

tahun berupa keluhan vasomotorik berupa kaki kesemutan, gerah (hot flush),

jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit kepala, tidak konsentrasi, linu/ngilu

pada sendi-sendi, nyeri otot, sering kencing/kencing tidak tertahan, sulit

tidur, dan keluhan psikologik berupa mudah marah, depresi, gelisah dan

cemas,

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui wanita tentang masa atau

periode klimakterium, meliputi pengertian klimakterium, penyebab keluhan

tersebut terjadi, gejala-gejala yang diakibatkannya, dan pengobatan yang

(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan type

explanatory atau penjelasan yang ditujukan untuk menganalisis hubungan kausal

antar variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan karakteristik wanita

perimenopause dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota P.Siantar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kota Pematangsiantar, yang terdiri dari 7

(tujuh) wilayah Kecamatan dan 43 Kelurahan dan survei awal telah dilakukan

pada bulan September 2008. Penelitian telah dilakukan pada pertengahan bulan

Maret – April 2009 yang lalu.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang berusia 46 – 55 tahun yang

tinggal di Kota Pematangsiantar.

3.3.2. Tehnik Penarikan Sampel

Tehnik penarikan sampel dilakukan dengan tehnik menerapkan rancangan

(54)

klaster kelurahan pada tahap pertama secara probability proportionate to size

(PPS) dan pemilihan sampel pada tahap kedua, yaitu pemilihan sampel rumah

tangga dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling)

(Ariawan, 1996).

Adapun alasan pengambilan sampel dengan tehnik di atas adalah peneliti

tidak mendapatkan daftar penduduk atau rumah tangga secara lengkap dan

populasi penelitian cukup besar sehingga dapat diharapkan pengambilan sampel

dapat dilakukan secara adil (representative).

3.3.3. Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus :

nm = 2

(

(

1

)

1

)

2

+ −

m roh d

pq z

dimana :

n = besar kluster

m = rata-rata subyek per kluster

z = simpangan rata-rata distribusi normal/deviasi normal standar p = proporsi populasi yang dikehendaki

q = (1- p)

d = presisi/kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi

roh = derajat kesamaan sample di dalam kluster dibandingkan dengan derajat kesamaan antar kluster

Diperoleh jumlah sampel penelitian sebanyak 30 x 7 (30 kluster/kelurahan,

tujuh orang tiap kluster/kelurahan) yaitu sebanyak 210 wanita yang berusia 46-55

(55)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, dimana data primer

diperoleh dari hasil wawancara, dengan menggunakan questioner sebagai alat

pengumpul data.

Dilakukan uji pada questioner untuk untuk mendapatkan hasil uji validitas

dan reliabilitas. Validitas menunjukkan skor, nilai ataupun ukuran yang diperoleh

benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin di ukur.

Cara mengukur validitas data yaitu mencari korelasi antara masing-masing

pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi Pearson

Product Moment Correlation Coeficient (r), dengan ketentuan : 1) Jika nilai r

hitung > r table, maka dinyatakan valid, 2) jika nilai r < r table, maka dinyatakan

tidak valid (Arikunto, 2002).

Reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan suatu alat ukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Teknik yang digunakan adalah metode

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran dengan ketentuan : 1) jika nilai r alpha > r table, maka dinyatakan

reliable, 2) jika nilai r alpha < r table, maka dinyatakan tidak reliable

(56)

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.4.1.1. Uji Validitas

Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan suatu alat ukur dalam

mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas suatu instrument (kuesioner)

dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variable

dengan skor totalnya. Suatu variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor

variable tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik

korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment, dengan

keputusan uji bila r hitung lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak artinya

variable valid, sedang bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka Ho gagal ditolak

artinya variable tidak valid (Priyo, 2006).

Nilai r tabel dalam penelitian ini dengan sampel 20 orang dan jumlah

pertanyaan 14 butir, pada taraf signifikansi 95% didapat angka r tabel = 0,532,

nilai r hasil dapat dilihat pada kolom “Corrected item-Total Correlation”

kemudian dibandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil, bila r hasil lebih besar

dari r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.

Hasil validitas menunjukkan bahwa dari ke 14 pertanyaan ditemukan

pertanyaan ke - 4 tidak valid, sehingga pertanyaan ini dibuang.

3.4.1.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil

(57)

terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan dikatakan

reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dimulai dengan menguji validitas

terlebih dahulu, jika pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang

atau direvisi, pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid kemudian baru

bersama-sama diukur reliabilitasnya (Priyo, 2006).

Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r hasil

dengan r tabel, dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai “Alpha

Cronbach” dengan ketentuan bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut

reliable. Nilai alpha cronbach dalam uji kuesioner ini diperoleh 0,820, jika nilai

[image:57.612.119.520.269.674.2]

alpha cronbach lebih besar dari 0,820 maka pertanyaan tersebut reliable.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

No. Jenis Pertanyaan Corrected item

total correlation

Cronbach’s Alpha if item Deleted

Keterangan

I. Pengertian Masa Klimakterium Q1 Q2 0,534 0,831 0

Gambar

Gambar 1. Masa Klimakterium Seorang Wanita (Hosking et al ,1998)
Tabel 2.1.
Gambar 2.2   Kerangka Teori Penelitian (Individual Determinants of Health Service Utilization, R.Andersen and J.F.Newman)
Gambar 2.3  Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itulah dibuat suatu website yang berisikan informasi mengenai sarana dan fasilitas yang disediakan oleh kedua alat transportasi tersebut baik mulai dari harga tiket, trayek

Menerapkan prosedur cara menyusun (menentukan resultan) tiga buah gaya atau lebih yang bekerja pada satu titik tangkap dengan cara analitis dan grafis. Verifikasi Teman Sejawat

[r]

Kenaikan biaya BBM akan berakibat pada semakin tidak kompetitifnya usaha perikanan tangkap pelagis besar tradisional yang berakibat pada peningkatan indeks nilai yang

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi fluida dinamis

Berdasarkan data pada tabel 12 diketahui bahwa semua responden yang telah menderita nyeri selama 0-6 bulan telah mengalami penurunan intensitas nyeri yang

b.2. Berdasarkan tabel di atas, persentase aktivitas guru dalam proses pembelajaran guling dengan menggunakan media bantu pada siklus II pertemuan ke 2 ini adalah

Selain itu, ambang juga dapat digunakan untuk menentukan debit air yang mengalir pada