D
S
UNIV
DAME EVA 07
SEKOLAH
VERSITA
TESIS
Oleh
LINA SIMA 77023003/A
H PASCA
AS SUMA
MEDAN
2009
ANGUNSO AKK
ASARJAN
ATERA U
N
ONG
DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN
DI KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2009
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2009.
Nomor Pokok : 077023003
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Delfi Lutan MSc. SpOG(K)) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc. SpOG(K) Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi
condition can disturb activity that affecting at quality of life became low. This happened as consequence of declining of estrogen level in the body. Regarding these complaints, perimenopause women’s needs health service in order that they can face a period of menopause healthly, actively and productively.
This study aims to analyze the relationship individual characteristic of perimenopause (menopause status, education, occupation, marriage status, complaints of climacteric and level of knowledge) with health service utilization in Pematangsiantar City in 2009. This type of study is survey explanatory. The population of study was all of women aged of 46-55 years. The sample size was 210 withdrawal of sample with two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through interviewing with questionare. The data obtained were analyzed through the chi-square and regression logistic with α=0,05.
Result of this study shows that 44,3 % of the women climacteric sigh, utilize health service with confidence interval 33,3 % - 48,8 %. The results of chi-square tests show, education (p=0,00), occupation (p=0,00), complaints of climacteric (p=0,01) and level of knowledge (p=0,00) are related with health service utilization. Logistic regression tests show that occupation (p=0,012) and level of knowledge (p=0,000) influence on health service utilization and knowledge is the dominant factor.
It is suggested that Health office of Pematangsiantar city to give special attention for climacterium women by pass knowledge increase with socialization way about climacterium period and to extend reproductive health services and to provide a clinic for the women with menopause in the health service available.
tahun yang disertai dengan berbagai keluhan klimakterik. Keadaan ini dapat mengganggu aktivitas dan berdampak pada kualitas hidup yang semakin rendah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan kadar estrogen dalam tubuh. Dengan adanya keluhan ini, wanita perimenopause sangat membutuhkan pelayanan kesehatan agar dapat menghadapi masa menopause dengan sehat, aktif dan produktif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik ibu perimenopause (status menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, keluhan klimakterik yang dialami, dan tingkat pengetahuan) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota Pematangsiantar tahun 2009. Jenis penelitian adalah survei tipe explanatori. Populasi penelitian adalah seluruh wanita yang berusia 46-55 tahun. Jumlah sampel 210 diambil dengan teknik sampel kluster dua tahap. Data dikumpulkan dengan wawancara yang berpedoman pada kuesioner. Data dianalisis dengan chi-square dan regresi logistik dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 44,3% ibu yang mempunyai keluhan klimakterik, memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan 95 % confidence interval
33,3 % - 48,8 %. Hasil uji chi-square menunjukkan pendidikan (p=0,00), pekerjaan (p=0,00), keluhan klimakterik (p=0,01) dan tingkat pengetahuan (p=0,00) berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Uji regresi logistik menunjukkan pekerjaan (p=0,012) dan tingkat pengetahuan (p=0,000) berpengaruh pada pemanfaatan pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan lebih dominan.
Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar agar memberikan perhatian khusus bagi wanita klimakterium melalui peningkatan pengetahuan dengan cara sosialisasi tentang masa klimakterium dan memperluas pelayanan kesehatan reproduksi berupa klinik menopause di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Kuasa, karena oleh kasih karuniaNya, tesis yang berjudul “Hubungan Karakteristik Wanita Perimenopause dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Kota Pematangsiantar Tahun 2009” , dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Penulis menyadari, dalam penyusunan tesis ini banyak bantuan berupa bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas penulis menghaturkan rasa terimakasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Delfi Lutan MSc, SpOG (K) dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis MSi, selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing di dalam penulisan dan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU.
2. Dr.Drs.Surya Utama, MS. sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana USU.
3. Dra. Syarifah, MS sebagai Ketua Penguji yang telah banyak memberikan saran dalam penyelesaian tesis ini.
7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin survey pendahuluan.
8. Direktur Politeknik Kesehatan Dep.Kes.RI.Medan dan Ketrua Jurusan Kebidanan Pematangsiantar, yang telah memberikan izin untuk mengikuti tugas belajar di Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana USU.
9. Para Dosen Sekolah Pasca Sarjana USU dan seluruh rekan-rekan Mahasiswa SPs PM AKK, khususnya konsentrasi AKKm/Epidemiologi angkatan 2007, yang telah banyak membantu dan memberikan dorongon dalam penyelesaian tesis ini. 10.Kedua orangtua yang saya hormati dan sayangi, Drs.T.H.Simangunsong dan A br
Sianipar, mertua, abang, adik-adik dan ipar serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat selama masa perkuliahan.
Istimewa kepada suami tercinta Mensen Aldemar Silalahi dan anak-anak terkasih Raymond Nicholas Silalahi dan Cristanty Ivana Silalahi yang telah memberikan dukungan, semangat dan pengorbanan yang disertai doa dan pengharapan yang pasti sehingga selesainya perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
Akhir kata penulis mengharapkan tesis ini dapat berguna dalam memberikan
Medan, Juli 2009 Penulis
Dame Evalina Simangunsong
Nama : Dame Evalina Simangunsong
Tempat/Tanggal Lahir : P.Siantar / 2 September 1970
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Medan Utara Gg. Sadar no.2 Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1976-1982 : SD Latihan YP.HKBP P.Siantar
Tahun 1982-1986 : SMP Negeri 3 P.Siantar
Tahun 1985-1988 : SMA Negeri 1 P.Siantar
Tahun 1997-1990 : Akademi Keperawatan Dep.Kes.Medan
Tahun 1997-1998 : Akta Mengajar III IKIP Medan
Tahun 2001-2003 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi USU Medan
Tahun 2007-2009 : Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
RIWAYAT PEKERJAAN
Tahun 1993- 2000 : Guru pada Sekolah Perawat Kesehatan Dep.Kes.P.Siantar
ABSTRACT………...………... ii
KATA PENGANTAR……… iii
RIWAYAT HIDUP……….………. vi
DAFTAR ISI………...………... vii
DAFTAR TABEL…………...……… x
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
BAB 1. PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Permasalahan………..………. 8
1.3. Tujuan Penelitian………. 8
1.4. Hipotesis……….………. 8
1.5. Manfaat Penelitian…..………. 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………. 10
2.1. Fase Perimenopause……… 10
2.1.1. Pengertian Fase Perimenopause………. 10
2.1.2. Fisiologi Terjadinya Menopause…….……… 12
2.1.3. Sindrom Klimakterium……… 13
2.1.4. Terapi..……… 18
2.1.5. Prosedur Pemeriksaan ……… 20
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……… 23
2.3. Karakteristik Wanita……… 26
2.4. Landasan Teori……… 33
2.5. Kerangka Teori……… 34
2.6. Kerangka Konsep……… 35
BAB 3. METODE PENELITIAN……….. 37
3.1. Jenis Penelitian……….……….. 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...……….. 37
3.3. Populasi dan Sampel……….. 37
3.4. Metode Pengumpulan Data….……….. 39
3.5. Variabel, Definisi Operasional dan Metode Pengukuran….. 44
3.6. Metode Pengukuran Aspek Pengetahuan…….………. 45
4.1.4. Derajat Kesehatan……… 49
4.2. Analisis Univariat ……….. 50
4.2.1. Karakteristik Responden di Kota Pematangsiantar.. 50
4.2.2. Responden Berdasarkan Riwayat Obstetri dan Ginekologi………. 52
4.2.3. Keluhan Klimakterik yang Dialami dan Dirasakan Sehingga Pergi Mencari Pelayanan Kesehatan……. 57
4.2.4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Dimanfaatkan.. 58
4.2.5. Pengetahuan Tentang Pengertian, Penyebab, Gejala dan Pengobatan………. 61
4.3. Analisis Bivariat ………... 62
4.3.1. Status Menopause dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……..………. 63
4.3.2. Tingkat Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………... 63
4.3.3. Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……… 64
4.3.4. Status Perkawinan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………... 64
4.3.5. Tingkat Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan...……….. 65
4.3.6. Keluhan Klimakterik dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan..………... 65
4.4. Analisis Multivariat………... 66
BAB 5. PEMBAHASAN………. 69
5.1. Karakteristik Responden……….………... 69
5.1.1. Sosio Demografi…….………... 69
5.1.2. Status Obstetri Ginekologi…..……… 73
5.1.3. Keluhan Klimakterik……… 77
5.1.4. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan….……… 79
5.1.5. Aspek Pengetahuan….……… 84
5.2. Hubungan KarakteristikResponden dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….…..……… 85
5.2.1. Analisa Bivariat……… 85
Klimakterik Usia 45-54 Tahun………..……… 14 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur.………… 41 3.2 Variabel, Definisi Operasional dan Metode Pengukuran 44 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden……….. 50 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat
Obstetri dan Ginekologi ……… 52 4.3. Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi…...……….. 55 4.4. Distribusi Frekuensi Keluhan Klimakterik Yang
Dialami/ Dirasakan Responden……… 56 4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
oleh Responden denganKeluhan Klimakterik………… 56 4.6. Keluhan Klimakterik yang Dialami Responden dan
Kebutuhan Pelayanan Kesehatan……… 57 4.7. Distribusi Frekuensi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang Dikunjungi Responden Sehubungan dengan
Keluhan Klimakterik yang Dialami …... 58 4.8. Jenis Pelayanan yang Didapat sehubungan dengan
Keluhan Klimakterik ………. 59 4.9. Pemeriksaan yang Diinginkan Sehubungan dengan
Keluhan Klimakterik yang Dialami….………. 59 4.10. Distribusi Frekuensi Pemberi Saran Untuk Pergi
Berobat ………..… 60
4.11. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Jasa Asuransi oleh
tentang Masa Klimakterium ………... 61 4.14. Hubungan Karakteristik Responden dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……… 62 4.15. Pengaruh Karakteristik Responden dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan (Pendidikan, Pekerjaan, Keluhan Klimakterik, Tingkat Pengetahuan, dan Status Menopause) dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan………...……… 66 4.16. Pengaruh Pekerjaan dan Pengetahuan Responden dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……….. 67 4.17. Hasil Perhitungan Peluang Responden dalam
Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan
2. Sample Size : Parameter Estimation..……… 113
3. Cluster Selected……..……… 114
4. Cluster Data……… 115
5. Izin Penelitian dari Sekolah Pasca Sarjana…….……… 117
6. Izin Penelitian dari Badan Kesbang……….. 118
7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian….……… 119
8. Print Out Univariat, Bivariat dan Multivariat….……… 120
9. Print Out Distribusi Jawaban Aspek Pengetahuan…..……… 135
10. Perhitungan Confidence Interval……… 142
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wanita pada masa kehidupannya mempunyai masa yang disebut dengan
klimakterium dimana pada periode ini sangat dibutuhkan perhatian khusus,
karena pada masa ini, wanita akan mengalami sejumlah gangguan baik fisik
maupun psikologis yang mengganggu aktivitas sehari-hari serta menimbulkan
dampak negatif terhadap kualitas hidup dan rasa percaya diri. Walaupun keadaan
ini merupakan suatu masa peralihan yang normal, yang berlangsung beberapa
tahun sebelum dan sesudah berhenti haid, masa ini dapat membangkitkan
kecemasan, keragu-raguan dan gangguan fisik serta emosional yang dapat
menekan batin seorang wanita.
Perhatian pemerintah pada masalah kesehatan wanita menjelang memasuki
masa menopause maupun pada masa setelah menopause masih kurang
mendapatkan perhatian yang berarti seperti perhatian terhadap masalah kesehatan
pada kelompok umur lain, seperti halnya pada kesehatan ibu hamil.
Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin tinggi akan berdampak
pada perubahan gaya hidup dan meningkatnya umur harapan hidup, dimana sudah
saatnya perhatian besar harus difokuskan pada masalah kesehatan wanita
menjelang usia menopause dan setelah menopause dengan mengidentifikasi
dibuat suatu kebijakan dengan mendirikan dan mengembangkan pelayanan
kesehatan reproduksi wanita sampai pada tingkat pelayanan kesehatan dasar.
Ismail (1997) dalam (Rachman et al, 2004) mengemukakan bahwa
tanggapan wanita dan masyarakat terhadap menopause berbeda di setiap
komunitas. Wanita barat yang mengeluhkan gejala menopause sekitar 75%.
Sedangkan di Asia, sebuah penelitian di Malaysia mengenai gejala menopause
pada tahun 1990 melaporkan wanita Malaysia tidak mengalami gejala menopause
yang serius. Lebih dari 70% populasi studi tidak pernah merasakan hot-flushes,
berkeringat atau palpitasi. Adapun insidens dan keparahan dari gejala klimakterik
ini bergantung terutama pada adanya ketidakstabilan emosi sejak sebelum
menopause. Perbedaan ini terjadi karena menopause adalah masalah
biopsikososial yang sangat berkaitan dengan budaya masyarakat (Hidayat, 2005).
Pada Simposium Nasional Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI)
21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa profil perempuan Indonesia
adalah rata-rata umur perempuan menopause di Indonesia 48 ± 5,3 tahun dan
mempunyai lima gejala utama yang dialami dalam menghadapi masa klimakterik
seperti, nyeri otot atau sendi (77,7 %), rasa letih dan hilang energi (68,7 %),
kehilangan nafsu seksual (61,3 %), kerutan di kulit (60 %), sulit konsentrasi dan
hot flushes (29,5 %) (Muharam, 2007).
Baziad (2003), mengemukakan bahwa lebih kurang 70 % wanita
perimenopause dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotorik, depresif
ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita dan keluhan ini mencapai
puncaknya sebelum dan sesudah menopause dan dengan meningkatnya usia,
keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.
Usia wanita yang berada pada kurun usia lebih dari 35 tahun ada sebesar
38.525.092 jiwa di seluruh Indonesia dan sebesar 1.947.704 jiwa di Provinsi
Sumatera Utara (BPS, 2005), dan jumlah wanita yang berada pada kurun usia
lebih dari 35 tahun di kota P.Siantar ada sebanyak 40.538 orang dari 125.739
jumlah wanita di daerah tersebut (Dinkes Kota Pematang Siantar, 2007).
Melihat keadaan di atas, kota Pematang Siantar tidak terlepas dari
perhatian terhadap pelayanan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi
wanitanya dimana akan terjadi berbagai gangguan yang menyerang wanita yang
dihubungkan dengan mulainya penurunan kadar estrogen pada usia 35 tahun
yang ditandai dengan sindroma klimakterik.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada 30 orang ibu berusia 45-55
tahun yang mengalami keluhan klimakterik dari 6 ( enam) Kelurahan yang ada di
Kota P.Siantar didapatkan informasi bahwa hanya 4 orang (13 %) yang
mengeluhkan dan pergi mencari pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan, selebihnya ibu mengobati dirinya sendiri dan mengabaikan keluhan
tersebut.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan dasar yang ada di Kota
P.Siantar yang terdiri dari 17 Puskesmas dan Posyandu Lansia belum mempunyai
menjelang memasuki masa menopause maupun pada masa setelah menopause
(Dinkes Kota P.Siantar, 2007).
Bahkan dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan di unit pelayanan
obstetri dan gynekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih,
diperoleh informasi bahwa terdapat 217 orang ibu yang berusia diatas 35 tahun
datang berobat untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan oleh karena
mengalami perdarahan dan gangguan haid dalam kurun waktu tahun 2007.
Penatalaksanaan yang diberikan pada wanita ini hanya sebatas pada
pengobatan secara symptomatic dan belum ada suatu konseling yang mengarah
pada penambahan pengetahuan wanita terhadap apa yang dialaminya sesuai
dengan pertambahan usianya dan poliklinik yang menangani keluhan-keluhan
klimakterik secara khusus belum ada dan hingga pada saat ini poliklinik ini masih
digabung dengan poliklinik gynekologi (Medical Record RSU Dr.Djasamen
Saragih P.Siantar, 2007).
Hasil laporan dari poliklinik menopause Dr Soetomo Surabaya pada kurun
waktu tahun 2005 yang datang berkonsultasi untuk keluhan menopause tergolong
sangat kurang, hanya mencapai 10 % dari lima juta wanita menopause yang ada di
Jawa Timur. Hal ini dapat terjadi oleh karena kurangnya pengetahuan tentang
menopause dan pentingnya peranan wanita di masa menopause (Utama, 2005).
Jumlah wanita pascamenopause di dunia diperkirakan ada sekitar 476 juta
jiwa pada tahun 1990. Setidaknya pada tahun 2030 jumlah ini akan bertambah
penduduk dan meningkatnya usia harapan hidup secara perlahan dan progresif.
Dengan usia harapan hidup rata-rata lebih dari 78-80 tahun dan usia menopause
relatif stabil yaitu pada usia 50-51 tahun, wanita akan menghabiskan lebih dari
sepertiga hidupnya dalam masa menopause (Rachman et al, 2004).
Di Indonesia akan terjadi epidemic manusia usia lanjut karena dari tahun
1990 sampai dengan tahun 2025 terjadi peningkatan usia lanjut sebesar 414 %
dengan 70 % diantaranya wanita (Rambulangi, 2005).
Terdapat kemungkinan untuk mengalami berbagai penyakit kronik selama
hidupnya yang diperkirakan 46 % untuk Penyakit Jantung Koroner, 20 % untuk
stroke, 15% untuk fraktur panggul, 10 % untuk kanker payudara, dan 2.6 % untuk
kanker endometrium. Di Amerika Utara, sebanyak 7-8 % orang berusia 75-84
tahun terkena demensia tipe Alzheimer dan wanita pascamenopause memiliki
risiko 1.4 - 3 kali lipat untuk penyakit Alzheimer dibandingkan laki-laki,
sedangkan risiko untuk terkena kanker kolorektal adalah sekitar 6% di mana lebih
dari 90% kasus terjadi setelah usia 50 tahun. Mortalitas dan morbiditas yang
terjadi pada kasus ini dilaporkan berhubungan dengan patofisiologi penyakit yang
didasari oleh rendahnya kadar estrogen dan progesteron tubuh (Rachman et al,
2004).
Tahapan masa premenopause, menopause dan postmenopause disebut
dengan masa klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari
keluhan akibat dari menurunnnya produksi hormon estrogen. (Hidayat, 2005;
Pakasi, 2000 ; Dep.Kes.RI, 2005).
Menopause pada wanita merupakan bagian universal dan irreversibel dari
keseluruhan proses penuaan yang melibatkan sistem reproduksi, dengan hasil
akhir seorang wanita tidak lagi mengalami menstruasi. Dikatakan menopause
ketika haid berhenti secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45-50 tahun.
Pramenopause adalah masa 4-5 tahun sebelum menopause sedangkan
pascamenopause adalah 3-5 tahun setelah menopause (Pakasi, 2000; Kasdu,
2004).
Usia harapan hidup wanita Indonesia diperkirakan akan mencapai lebih
dari 70 tahun. Penurunan hormon estrogen telah dimulai pada usia 35 - 40 tahun,
di mana defisiensi hormon menyebabkan kerusakan sistemik yang progresif,
dimana sebagai dampak dari kegagalan ovarium ini adalah terjadinya defisiensi
permanen hormon multipel (Rachman et al, 2004) maka dapat diperkirakan bahwa
selama kurun waktu 20 tahun wanita Indonesia akan mengalami berbagai masalah
kesehatan akibat kekurangan hormon tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap wanita menopause
di Indonesia, ditemukan masih rendahnya pengetahuan ibu tentang penggunan
terapi sulih hormon sebagai upaya mengatasi gejala klimakterik dan kurangnya
pengetahuan ibu tentang gejala klimakterik serta berbedanya keluhan sindrom
klimakterik yang dialami tiap-tiap wanita ( Hutapea, 1998 : Hanafiah, 1999:
Keadaan ini menyebabkan ibu tidak siap untuk menerima keadaan
menopause yang dapat berakibat pada gangguan biopsikososialnya sehingga
menyebabkan derajat keluhan sindrom klimakterik semakin serius yang dapat
mengganggu kualitas hidupnya.
Penggunaan sulih hormon di Indonesia masih sangat terbatas. Berbeda
dengan negara barat, keluhan yang lebih sedikit dan penerimaan masyarakat
terhadap menopause, faktor pendidikan, sosial, ekonomi mempengaruhi jumlah
pemakaian sulih hormon di Indonesia khususnya dan negara Asia umumnya
(Rachman et al, 2004).
Karakteristik wanita dengan sindrom klimakterik yang meliputi : status
menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, keluhan yang dialami pada
masa klimakterium, dan pengetahuan tentang masa klimakterium diperkirakan
mempunyai hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai usaha
untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan sehubungan dengan keluhan
klimakterik.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan perhatian terhadap pelayanan wanita
dengan keluhan klimakterik, sementara unit pelayanan kesehatan dasar di Kota
Pematang Siantar secara khusus belum memiliki pelayanan dan konseling pada
wanita dengan keluhan klimakterik dan pelayanan yang diberikan masih
merupakan pelayanan umum.
Sehubungan dengan latar belakang di atas maka diperlukan suatu
wanita pada masa klimakterik dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota
Pematang Siantar tahun 2009.
1.2. Permasalahan
Terdapat kecenderungan peningkatan jumlah wanita yang mengalami
menopause setiap tahunnya yang berdampak pada peningkatan masalah kesehatan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas wanita
pascamenopause dan masih rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
sehubungan dengan keluhan klimakterik, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana hubungan karakteristik ibu pada masa klimakterik (status
menopause, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, pengetahuan tentang masa
klimakterium dan keluhan yang dialami pada masa klimakterium) dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik
wanita pada masa klimakterik dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
1.4. Hipotesis
Ada hubungan karakteristik ibu (status menopause, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, pengetahuan dan keluhan klimakterik) dengan pemanfaatan
1.5. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1.5.1. Manfaat teoritis
Dapat memperkaya konsep dan teori yang mendukung pengembangan
ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan, terutama administrasi
kesehatan komunitas/epidemiologi, dalam kebijakan menekan dampak
berbagai masalah kesehatan bagi wanita menopause.
1.5.2. Manfaat praktis
Dapat memberikan masukan atau sebagai dasar rekomendasi bagi
pemerintah kota Pematang Siantar, khususnya Kepala Dinas Kesehatan
dalam menetapkan kebijakan untuk pengadaan dan pengembangan fasilitas
pelayanan kesehatan reproduksi sebagai upaya meningkatkan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fase Perimenopause
2.1.1. Pengertian Fase Perimenopause
Bertambahnya usia seorang wanita dapat menunjukkan secara bertahap
bahwa fungsi reproduksinya akan mengalami perubahan yang bermakna.
Perubahan-perubahan yang dialami dapat berakibat pada keadaan-keadaan yang
yang dapat mengganggu aktivitas wanita di dalam kehidupannya sehari-hari dan
bahkan dapat berdampak pada kualitas hidup wanita yang semakin rendah.
Berbagai fase yang akan dilalui wanita adalah menars, menstruasi dan
menopause. Memasuki masa menopause wanita akan mengalami masa
klimakterik yaitu suatu periode peralihan dari fase reproduktif menuju fase usia
tua (senium) sebagai akibat penurunan fungsi generatif ataupun endokrinologik
dari ovarium (Baziad , 2003).
Rachman et al (2000) yang mengutip pernyataan Hosking et al (1998) ,
masa klimakterik berlangsung selama 30 tahun (usia 35-65 tahun), dan dibagi
menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: klimakterik awal (35-45 tahun),
perimenopause (46-55 tahun) dan klimakterik akhir (56-65 tahun), yang
Gambar 1. Masa Klimakterium Seorang Wanita (Hosking et al ,1998)
Pendapat lain tentang fase klimakterik dapat dibagi atas (1) Pramenopause
(2) Perimenopause (3) Menopause (4) Pasca Menopause. Fase pramenopause
adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterik. Pada fase ini
siklus haid tidak teratur dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah
darah haid yang relative banyak dan kadang-kaadang disertai rasa nyeri haid
(dismenorea).
Fase perimenopause adalah fase peralihan antara pramenopause dan
pascamenopause yang disertai dengan siklus haid yang tidak teratur. Sebanyak
40 % wanita siklus haidnya anovulatorik dan pada fase ini banyak wanita
mengalami siklus haid lebih dari 38 hari dan sisanya lebih kecil dari 18 hari. Pada
fase ini umumnya wanita telah mengalami berbagai jenis keluhan klimakterik
(Baziad, 2003 : Hidayat, 2005).
Menopause merupakan perdarahan haid yang terakhir (Baziad, 2003),
Greendale et al, (1999) mengatakan menopause adalah berhentinya menstruasi
secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi follikel-follikel sel telur.
Pasca menopause merupakan fase dimana ovarium sudah tidak berfungsi sama
sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml dan kadar hormone gonadotropin
K L I M A K T E R I U M
Klimakterik Awal Perimenopause
35 45 55 65
biasanya meningkat. Peningkatan hormon gonadotropin ini disebabkan oleh
terhentinya produksi Inhibin akibat tidak tersedianya follikel dalam jumlah yang
cukup. Akibat rendahnya kadar estradiol, endometrium menjadi atropik dan tidak
mungkin muncul haid lagi (Baziad, 2003).
2.1.2. Fisiologi Terjadinya Menopause
Seorang wanita memiliki 1 juta follikel primordial di ovariumnya, dimana
pada masa pubertas tinggal berjumlah 300.000 – 400.000. Jumlah follikel ini akan
terus menurun selama masa reproduksi. Hanya sebanyak 300 – 400 follikel saja
yang menjadi masak dan mengalami ovulasi pada masa reproduksi sedang yang
lainnya menjadi atresia sehingga akhirnya ovarium akan kehabisan follikel
promordialnya (Hanafiah, 1999).
Masa klimakterium dimulai dari terjadinya fluktuasi hormone reproduksi
wanita, terutama estrogen yang ditandai dengan terganggunya haid. Haid menjadi
tidak teratur dan siklus-siklus anovulatoir meningkat. Fungsi ovarium terus
menurun dan masa peralihan ini berlangsung sekitar lima sampai enam tahun.
Pada masa ini follikel yang masih tersisa di ovarium tidak lagi peka terhadap
rangsangan hormone gonadotropin sehingga tidak lagi berkembang menjadi
masak. Dengan demikian produksi hormone estrogen makin lama makin
berkurang.
Kadar estradiol pada masa pramenopause minimum sekitar 50-60 pg/ml
dan maksimum sekitar 300 – 500 pg/ml maka pada masa pascamenopause hanya
1,0 ng/ml dan maksimal 10 - 20 ng/ml. Setelah menopause kadarnya hanya sekitar
0,5 – 1,0 ng/ml. Keadaan ini memberikan umpan balik pada hipotalamus dan
hipofisis, sehingga sekresi gonadotropin meningkat. Follicel Stimulating
Hormone (FSH) meningkat lebih tinggi dari Lutainizing Hormone (LH) sampai
3-4 kali normal sehingga rasio FSH atau LH lebih tinggi dari pada masa reproduksi.
Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk
mendiagnosis sindroma klimakteriun (Baziad, 2003).
2.1.3. Sindrom Klimakterium
Turunnya fungsi ovarium mengakibatkan estrogen dan progesterone
sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya
keluhan-keluhan vasomotorik berupa hot flushes, vertigo dan keringat banyak.
Keluhan konstitusional berupa jantung berdebar-debar, migraine, nyeri otot, nyeri
pinggang dan mudah tersinggung dan keluhan psikiastenik dan neurotic dapat
berupa merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatic, susah tidur, merasa ketakutan,
konflik keluarga, gangguan di tempat kerja.
Keluhan urogenital adalah sakit waktu bersetubuh, gangguan haid,
keputihan, gatal pada vagina, susah kencing, libido menurun, keropos tulang
(osteoporosis), gangguan sirkulasi (Myocard Infarct), kenaikan kolesterol,
adepositas (kegemukan dan gangguan metabolisme karbohidrat) dapat juga terjadi
(Greandale, 1999).
Menurut Azhar (2004) yang mengutip pernyataan Reitz (1993)
memasuki masa menopause tidaklah sama. Sekitar 16 % dari wanita sama sekali
tidak mengalami keluhan berarti dan 10 % yang memasuki masa ini dengan
keluhan yang serius.
Lebih dari 50 % wanita di Negara industri maju merasakan dan mengeluh
tentang gejolak dan tanda yang timbul pada masa klimakterium. Gejala yang
dirasakan lebih banyak berupa tanda-tanda vasomotor yang timbul sebagai akibat
turunnya hormon seks, terutama estrogen. Selain gejala di atas ditemukan juga
gejala psikologik (Lihat tabel 1).
Tabel 2.1. Gejala-gejala yang Bersifat Sementara pada Wanita Klimakterik Usia 45 – 54 Tahun
Gejala Vasomotor Gejala Psikologi
Semburan panas (hot flush)
Keringat banyak (terutama malam) Jantung berdebar (palpitasi)
Susah tidur (Insomnia)
Pelupa
Kurang percaya diri Lemas
Libido tidak ada Sulit konsentrasi
Sulit mengambilkeputusan Kurang bertenaga
Gampang tersinggung
Menurut Hanafiah (1999) yang mengutip pendapat ahli (Flint, 1975)
bahwa keluhan pada masa klimakterium berkaitan erat dengan budaya dan gizi.
Pada wanita Cina jarang dijumpai gejolak panas pada masa perimenopause,
wanita Jepang menganggap menopause itu bukan peristiwa penting dan jarang
mengeluh pada masa perimenopause.Wanita Indonesia agaknya kurang mengeluh
[image:30.612.120.524.280.538.2]tempat yang terhormat dalam keluarga. Begitu juga perbedaan yang terdapat
diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Keluhan
mereka yang tinggal di daerah pedesaan kurang dibandingkan dengan mereka
yang tinggal di daerah perkotaan.
Berat ringannya keluhan-keluhan yang dialami berbeda pada setiap
wanita. Keluhan ini mencapai puncaknya sebelum dan sesudah menopause dan
dengan meningkatnya usia keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.
Berbagai keluhan yang dialami wanita berbeda satu dengan lainnya
walaupaun peristiwa menopause merupakan suatu peristiwa fisiologis namun
tidak semua wanita dapat beradaptasi dengan keadaan menopause tersebut.
Keluhan dan gejala klinik tersebut kurang atau tidak dihiraukan oleh sebagian
besar wanita Indonesia, mereka menganggap bahwa keadaan tersebut lumrah
terjadi karena sudah tua sehingga tidak mencari pertolongan kepada dokter.
Hal ini diduga dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah
karakteristik individu, berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa
keluhan-keluhan yang dialami pada masa klimakterium berbeda pada tiap-tiap individu,
karena dipengaruhi oleh sosial budaya wanita tersebut (Hanafiah, 1999).
Keluhan vasomotorik berupa semburan panas (Hot Flushes) dirasakan
mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan kepala. Kulit di daerah tersebut
terlihat kemerahan dan mengeluarkan keringat, meskipun terasa panas, suhu
badan tetap normal. Keadaan ini akan diikuti dengan sakit kepala, perasaan
berlangsung tiga menit dan dapat berfluktuasi antara beberapa detik sampai satu
jam.
Keadaan ini terjadi oleh karena peningkatan pengeluaran hormone
adrenalin dan neurotensin setelah ini terjadi penurunan sekresi hormone
noradrenalin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, temperature kulit
sedikit meningkat dan timbul perasaan panas . Sebagai akibat vasodilatasi dan
keluarnya keringat terjadi pengeluaran panas tubuh sehingga kadang-kadang
wanita merasa kedinginan (Baziad, 2003).
Hanafiah (1999), yang mengutip hasil penelitian Payer (1991) bahwa
sebanyak 80 % wanita Eropa dan Australia mengalami gejolak panas pada masa
perimenopause dan sekitar 20 % saja wanita Asia yang mengalami. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh factor budaya dalam menanggapi rasa semburan panas sebagai
gangguan kecil saja dan yang lain merasakan sangat mengurangi kenyamanan
hidupnya.
Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari
beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990 ) yang dikutip oleh
Baziad (2003) adalah seperti suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan
ketidaktenangan psikis seperti mudah marah, perasaan sangat tegang. Keadaan
pikiran yang tidak menentu seperti khwatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong,
membesar-besarkan ancaman, merasa tidak berdaya. Motivasi yaitu dorongan
untuk mencapai sesuatu seperti menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi,
seperti gugup, kewaspadaan yang berlebihan sangat sensitif dan agitasi,
reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali seperti berkeringat, gemetar, pusing,
berdebar-debar, mual, mulut kering.
Keluhan psikis berupa mudah tersinggung, cepat marah dan merasa
tertekan serta perubahan fungsi kognitif berhubung dengan penurunan produksi
sekresi steroid. Steroid sex sangat berperan terhadap fungsi sensorik dan kognitif
manusia (Baziad, 1999).
Gangguan haid sering terjadi pada klimakterium seperti oligomenorea atau
amenorea yang selalu diikuti oleh perdarahan banyak (menorrhagia) akibat korpus
luteum yang insuffisien atau oleh karena proses ovulasi yang tidak sempurna atau
kegagalan ovulasi sehingga hormone progesterone sangat rendah. Hal ini dapat
dilihat dari gambaran histopatologi endometrium yang hipertrofi dan atau
hyperplasia. Dengan rendahnya kadar progesterone, estrogen tidak cukup
diimbangi maka estrogen yang bebas itu akan memacu pertumbuhan endometrium
secara berlebihan yang selanjutnya dapat berubah menjadi keganasan yang
dikenal dengan karsinoma endometrium (Hutapea, 1998).
Selain gejala efek jangka pendek diatas, banyak gejala efek jangka panjang
yang dapat dialami oleh wanita menopause diantaranya adalah osteoporosis dan
perubahan-perubahan pada metabolisme lemak yang sering menjurus kepada
penyakit kardiovaskular dan keadaan-keadaan ini dikategorikan pada keadaan
merupakan resiko yang paling berat dialami wanita menopause dengan defisiensi
estrogen jangka panjang (Hutapea, 1998).
2.1.4. Terapi
Keluhan-keluhan yang dialami wanita pada masa klimakterik ini
merupakan pengaruh negative estrogen yang hilang dari darah oleh karena itu
untuk mengatasinya diberikan hormone pengganti untuk menggantikan hormone
yang kurang kadarnya karena tidak diproduksi lagi dan pemberian hormone ini
hanya bersifat sementara.
Terapi hormone pengganti ini harus benar-benar menjadi perhatian karena
hidup selama puluhan tahun dengan kekurangan estrogen dengan berbagai
kemungkinan gejala klinik yang mengganggu dan bahkan dapat merusak kualitas
hidup wanita tersebut, pemberian terapi hormon pengganti (THP) ini diharapkan
dapat membuat wanita di hari tuanya berkualitas, gairah dan penuh semangat
(Hutapea, 1998).
Pemberian hormon estrogen sebagai terapi sulih hormone, untuk
menggantikan hormone estrogen yang kurang telah diteliti dan menghilangkan
keluhan defisiensi estrogen klinis dengan baik setelah 2-3 minggu pemberian
dosis estrogen tinggi dan 4-5 minggu pemberian dosis estrogen rendah.
Peningkatan densitas tulang pada pemberian estrogen progesterone alamiah
ditambah dengan pemberian kalsium dan vitamin D akan meningkatkan 4,1–
5,5%, selain itu pemberian estrogen/progesterone alamiah memperbaiki
sampai 70 % serta menekan terjadinya fraktur tulang antara 40 – 60 % (Burger et
al. 2002).
Kontrasepsi hormonal mengandung komponen estrogen dan progesterone
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pelepasan endometrium,
mengentalkan lendir servik sehingga sulit dilalui oleh sperma serta mengontrol
siklus haid (BKKBN, 2007) sehingga pemanfaatan kontrasepsi ini sering dipakai
sebagai hormon pengganti ketika wanita mengalami penurunan kadar hormone di
masa menopause.
Pil Keluarga Berencana merupakan kontrasepsi oral yang bersifat
hormonal. Komponen estrogen dalam pil bekerja dengan jalan menekan sekresi
FSH (Follicel Stimulating Hormone) sehingga menghalangi maturasi follikel di
ovarium. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Keep et al. (1979) dan Stanford et
al. (1987) menunjukkan bahwa kontrasepsi oral merupakan salah satu factor yang
dapat mempengaruhi penundaan usia menopause.
Hasil penelitian “ the Women’s Health Initiative “ (WHI) mengemukakan
bahwa pemberian estrogen dan progesterone sebagai terapi pengganti dapat
meningkatkan risiko stroke sebesar 41 %, tromboemboli, masalah kardiologi
sebesar 29 % dan karsinoma payudara sebesar 26 % (Andra, 2007).
Sehubungan dengan efek yang terjadi kerena pemberian hormone
pengganti tersebut, dianjurkan supaya pemberiannya sudah harus dimulai 4 – 5
tahun sebelum menopause bila hendak mencegah gangguan jangka panjang
berlangsung bertahun-tahun, 10-15 tahun sesudah menopause dan bahkan
dianjurkan sampai seumur hidup. Sebab disangsikan daya cegah estrogen akan
menghilang bila substitusinya dihentikan dan proses kekeroposan tulang akan
berlanjut kembali (Hutapea, 1998).
2.1.5. Prosedur Pemeriksaan (Said, 2004)
Prosedur pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu yang mengalami sindrom
klimakterium dapat berupa :
2.1.5.1. Prediksi dini lewat anamnesa khusus
a. Sindroma klimakterik
Hasil anamnese menemukan sejumlah keluhan vasomotorik, depresif, dan
keluhan psikis dan somatik lainnya. Berat atau ringannya keluhan berbeda-beda
pada setiap wanita, lebih kurang 70% wanita peri dan pascamenopause
mengalaminya (Baziad,2003). Keluhan-keluhan tersebut mencapai puncaknya
sebelum dan sesudah menopause, dan dengan meningkatnya usia,
keluhan-keluhan tersebut makin jarang ditemukan.
Pada wanita pascamenopause dijumpai pula kelainan pada kulit berupa
kulit menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh dan berwarna kuning, mulut kering,
dan lidah seperti terbakar. Keluhan lain adalah mata kering dan kesulitan
menggunakan kontak lensa, rambut menipis dan sering ditemukan tumbuhnya
rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga. Keluhan urogenital dapat berupa nyeri
kemih berulang, gatal pada vagina/vulva, iritasi, prolapsus uteri/vagina, dan
inkontinensia urin.
b. Usia
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu antara 40-65 tahun.
Perlu ditanyakan pola haid wanita tersebut untuk mengetahui apakah wanita
tersebut berada pada usia premenopause, perimenopause, menopause, atau
pascamenopause. Ditanyakan juga mengenai keluhan yang muncul. Dampak
jangka panjang kekurangan estrogen adalah meningkatnya kejadian osteoporosis,
demensia, penyakit jantung koroner, stroke dan kanker usus besar.
5.1.5.2. Prediksi dini pemeriksaan hormonal
Pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari usia
dan keluhan yang muncul telah dapat ditegakkan diagnosis. Bila pasien tidak haid
> 6 bulan pada umumnya kadar FSH dan LH tinggi, dan kadar estradiol sudah
rendah. Analisa hormonal baru dilakukan bila keluhan yang muncul diragukan
akibat kekurangan estrogen.
Pada usia pre dan perimenopause, hormon yang diperiksa adalah FSH,
LH, dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan seperti ini ditemukan FSH, LH, dan
estradiol yang tinggi, namun pasien sudah merasakan adanya keluhan.
Keluhan vasomotorik sering dijumpai pada kadar estrogen yang tinggi.
Meskipun kadar estrogen tinggi, namun karena pasien telah merasakan adanya
keluhan maka pasien tetap diberikan pengobatan. Mungkin saja ditemukan kadar
Pada keadaan seperti ini dianjurkan pemeriksaan T3 (Tiroksin), T4 , dan TSH,
karena baik hipertiroid maupun hipotiroid dapat menimbulkan keluhan mirip
dengan keluhan klimakterik. Bila ternyata pemeriksaan T3, T4, dan TSH normal,
maka kemungkinan besar terjadi fluktuasi estradiol dalam darah.
Pada wanita pascamenopause atau menopause prekok cukup diperiksa
FSH dan estradiol (E2) darah, dan kadar FSH biasanya sudah > 35 mIU/ml dan
kadar estradiol sudah berada < 30 pg/ml.
5.1.5.3. Prediksi dini dengan alat canggih
a. Densitometer
Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan factor
resiko osteoporosis, seperti menopause dini, pascamenopause, telat datangnya
menars, kurus, kurang olah raga, kurang bergerak, merokok, banyak minum kopi,
minuman bersoda dan alcohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang dan hipertiroid.
Tulang dan kulit merupakan organ yang kandungan kolagen cukup
banyak. Hilangnya kandungan kolagen kulit pada wanita pascamenopause
mencapai rata-rata 2% per tahun. Kehilangan kolagen ini paralel dengan
hilangnya massa tulang. Kandungan kolagen dapat dipakai untuk mendiagnosis
osteoporosis. Dewasa ini telah tersedia USG (Ultra Sonographi) transdermal
b. Pengukuran ketebalan (densitas) mineral tulang
Melihat langsung densitas tulang merupakan tindakan diagnostik yang
sangat penting dan sangat dianjurkan bagi wanita dengan faktor resiko. Selain itu,
tindakan diagnostik juga diperlukan untuk melihat hasil pengobatan yang sedang
atau yang telah dilakukan. Tidak dianjurkan pemeriksaan densitas tulang rutin
tanpa indikasi yang jelas.
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Di dalam ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara antara lain ditetapkan “Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia
harapan hidup manusia. Meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat,
serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Untuk mencapai harapan ini diperlukan sarana dan prasarana, pendidikan
serta pelayanan kesehatan terhadap wanita-wanita yang akan memasuki atau telah
mengalami masamenopause.
Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat
membutuhkannya, namun masyarakat akan mencari pengobatan setelah tidak
dapat berbuat apa-apa. Rendahnya akses terhadap fasilitas kesehatan seperti di
Puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan sering dialaskan pada factor jarak
antara fasilitas kesehatan dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi
kebebasan di dalam memilih kemana harus mencari pengobatan ( ke fasilitas
pengobatan modern atau ke fasilitas pengobatan tradisional).
Kebutuhan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh persepsi individu
tentang sakit, kebutuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Lewin (1954) mengatakan
bahwa individu bertindak melawan atau mengobati penyakitnya, melibatkan
empat variable kunci di dalam tindakan tersebut yakni kerentanan yang dirasakan
terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan
rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal
yang memotivasi tindakan tersebut.
Model sistim kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan, Andersen
(1974), yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), mengemukakan terdapat tiga
kategori utama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu,
(1) Karakteristik Predisposisi, kategori ini digunakan untuk menggambarkan
fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu
yang dapat digolongkan pada ciri-ciri demografi ( umur, jenis kelamin, status
perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, tempat
tinggal, jumlah anggota keluarga) dan keyakinan (nilai tentang sehat dan sakit,
Variabel-variabel ini tidak secara langsung mempengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan tetapi merupakan factor pendorong untuk menimbulkan
hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.
(2) Karakteristik pendukung, yaitu suatu kondisi yang memungkinkan orang
memanfaatkan pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya siap untuk
memanfaatkannya. Komponen ini meliputi factor kemampuan keluarga
(penghasilan, simpanan asuransi kesehatan dan sumber-sumber lain), kelompok
masyarakat (perbandingan tenaga medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah
penduduk, tarif pelayanan kesehatan, karakteristik kota dan desa).
Kategori ini mencerminkan bahwa meskipun .mempunyai predisposisi
untuk menggunakan pelayanan kesehatan, individu tidak akan bertindak untuk
menggunakannya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan
pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk
membayar.
(3) Karakteristik kebutuhan, faktor ini terdiri dari perceived need atau kebutuhan
yang dirasakan dan evaluated yaitu gejala dan diagnosis penyakit yang ada.
Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang
dirasakan dan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari
pertolongan kesehatan. Faktor predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk
mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan
menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu
ada.
Akses masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan bukan
hanya dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasaranan pelayanan kesehatan
namun persepsi masyarakat terhadap suatu keluhan ternyata berbeda-beda
tiap-tiap individu, tergantung daripada mereka menilai apa itu konsep sehat dan sakit
dimana semua itu dinilai berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
2.3. Karakteristik Wanita
2.3.1. Menopause
Menopause adalah berhentinya haid secara permanen yang disebabkan
hilangnya fungsi follikel-follikel sel telur. Azhar (2004) yang mengutip
pernyataan WHO (World Health Organization) mendeskripsikan bahwa
menopause adalah berhentinya secara permanent periode menstruasi sebagai
akibat dari hilangnya aktifitas ovarium.
Menurut Agoestina (1999), di Bandung wanita telah memasuki fase
menopause pada usia 48 tahun.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samil tahun 1992, yang dikutip
oleh Hutapea (1998) di kota Jawa Tengah, usia wanita menopause yang tinggal di
perkotaan mengalami menopause pada usia 50,2 tahun sedang wanita yang tinggal
di pedesaan terjadi pada usia 46,5 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2004), di Kecamatan
daerah tersebut adalah 48,1 tahun dan Pada Simposium Nasional Perkumpulan
Menopause Indonesia (PERMI) 21-22 April 2007 di Jakarta dikemukakan bahwa
profil perempuan Indonesia adalah rata-rata umur perempuan menopause di
Indonesia 48 ± 5,3 tahun (Muharam,2007).
Hanafiah (1999) yang mengutip hasil penelitian Payer (1991), bahwa
wanita Rajput di India menganggap menopause sebagai anugrah baginya karena
sudah dapat membuka purdahnya dan boleh duduk-duduk bercengkerama dengan
pria sebaya, wanita Jepang menganggap menopause bukan peristiwa penting dan
jarang mengeluh pada masa ini, wanita Indonesia juga kurang mengeluh hal ini
mungkin disebabkan factor sosio-religius masyarakatnya..
Anggapan karena wanita menopause telah kehilangan kemampuan dan
terlepas dari tugas reproduksi dan secara langsung terbebas dari keluhan atau
penyakit yang berhubungan dengan organ reproduksi akan cenderung
meminggirkan posisi wanita menopause dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Pengadaan pelayanan kesehatan pada usia lanjut terutama para wanitanya
dirasakan cukup penting untuk mulai dipikirkan, bukan saja oleh karena alasan
bahwa jumlah manusia usia lanjut dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2025
akan mengalami epidemic yaitu sebesar 414 % dengan 70 % diantaranya adalah
wanita tetapi sangat perlu dipikirkan peningkatan teknologi dan pelayanan
kesehatan bagi wanita menopause oleh karena dampak positif dan negative dari
2.3.2. Tingkat Pendidikan Wanita
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan
yang lebih tinggi diharapkan dapat menambah atau meningkatkankan wawasan
pengetahuannya terutama tentang kesehatan reproduksinya.
Pendidikan yang dijalani oleh ibu dikaitkan dengan aspek pengetahuannya
tentang siklus masa reproduksinya selama kurun waktu kehidupannya.
Pengetahuan yang dimilikinya diharapkan dapat mengubah perilaku kearah hidup
sehat, dimana hal tersebut sangat diperlukan demi menunjang kualitas hidupnya
dimasa tua atau lanjut usia sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Notoadmodjo (1982) yang
mengemukakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung
memanfaatkan pelayanan kesehatan . Tingkat pendidikan mempengaruhi
kesadaran terhadap pentingnya arti kesehatan sehingga mendorong permintaan
terhadap pelayanan kesehatan.
2.3.3. Pekerjaan Wanita
Pekerjaan ibu yang dikelompokkan atas ibu rumah tangga dan ibu bekerja,
dibedakan atas upah yang didapatkannya atas jasa yang dikerjakannya.
kemampuannya membayar jasa pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun
melakukan tingkat pencegahan.
Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin
oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar
transport dan biaya pemeriksaan. Ibu yang berprofesi hanya sebagai ibu rumah
tangga kemungkinan akan berfikir bahwa uang yang diterimanya hanya cukup
untuk kebutuhan rumah tangga sehingga jika ibu ingin memanfaatkan pelayanan
kesehatan harus meminta dulu dari suaminya.
2.3.4. Status Perkawinan
Status perkawinan dikaitkan dengan adanya perhatian dan dukungan yang
didapat dari masing-masing pasangannya. Dapat dipastikan bahwa ikatan
perkawinan akan meningkatkan rasa tanggung jawab seseorang terhadap
pasangannya. Pasangan hidup merupakan orang yang berharga lebih dipercayai di
dalam memberikan masukan dan dukungan yang berguna bagi kehidupannya.
Pasangan suami istri akan menanggapi secara positif bila melihat
pasangannya sakit, dan akan berusaha membawanya pergi berobat. Konsep dasar
timbulnya penyakit secara epidemiologis dapat menjelaskan bahwa status
perkawinan merupakan faktor yang terdapat pada diri manusia dan dapat berperan
sebagai determinan kejadian timbulnya penyakit. Seseorang yang tidak kawin
lebih sering dihadapkan pada berbagai penyakit, hal ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal
2.3.5. Keluhan Klimakterik
Keluhan klimakterik dapat dibedakan atas keluhan jangka pendek dan
keluhan jangka panjang dan keluhan ini ada yang dirasakan dan ada pula yang
tidak mengeluhkannya. Hutapea (1998) yang melakukan penelitian terhadap
paramedis di beberapa Rumah Sakit di Medan menemukan pada kelompok usia
40 tahun atau lebih dijumpai 11,8 % dengan gangguan haid, 26,9 % keringat
banyak terutama pada malam hari, 19,3 % mengalami gejolak panas (hot flush),
16,1 % rasa panas pada vagina dan 10,7 % nyeri pada saat senggama serta
keluhan lainnya berupa perasaan nyeri pada sendi dan otot, pelupa dan mudah
capek. Samil (1997) dalam Hutapea (1998) mengemukakan bahwa 98 % wanita
perimenopause menyatakan bahwa kesehatannya baik.
2.3.6. Tingkat Pengetahuan
Aspek kognitif (pengetahuan) yang dikemukakan oleh Benjamin S.Bloom
merupakan salah satu psikologi belajar yang dapat diajarkan terintegrasi untuk
mencapai tujuan suatu proses pendidikan dan pelatihan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
Domain Kognitif dalam enam tingkatan, yang menitikberatkan pada
aspek berpikir, dari yang paling sederhana sampai ke hal yang kompleks. Enam
tingkatan pengetahuan tersebut adalah :
a. Tahu (know)
Kemampuan seseorang untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, ditandai dengan kemampuan menyebutkan symbol, istilah, definisi,
fakta, aturan, urutan, metode.
b. Memahami (comprehension)
Kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu hal dimana
orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut, ditandai dengan kemampuan menterjemahkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, menginterpretasikan.
c. Aplikasi (Application)
Kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan dengan tepat
tentang teori , prinsip, symbol pada situasi baru atau nyata, ditandai dengan
kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memmindahkan,
menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui, ditandai dengan kemampuan
e. Sintesis (Synthesis)
Yaitu kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis
sehingga menjadi suatu pola yang baru, ditandai dengan kemampuan
mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan,
menghubungkan, mengkhususkan.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap
suatu situasi, system nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan
menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan, ditandai dengan kemampuan
menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan termasuk pengetahuan
tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun yang tradisional.
Pengetahuan wanita tentang masa kehidupannya perlu disosialisasikan,
karena diantara masa kehidupan tersebut ada suatu periode peralihan dari masa
reproduktif ke masa tidak reproduktif yang disebut dengan masa klimakterium.
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengetahuan ibu tentang
gejala-gejala klimakterium sangat rendah serta berbedanya keluhan sindrom
klimakterik yang dialami tiap-tiap wanita (Hutapea, 1998 : Hanafiah, 1999).
Keadaan ini akan berdampak pada ketidaksiapan ibu untuk menerima keadaan
keluhan klimakterik akan semakin serius dan akan menagganggu kualitas
hidupnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muharram terhadap 1350 wanita
menopause di Indonesia ditemukan bahwa responden yang tidak mengetahui
terapi sulih hormone sangat tinggi yaitu 65 % sedangkan yang tahu hanya 8 %
saja.
2.4. Landasan Teori
Masa klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari
periode reproduktif ke periode non reproduktif akibat kemunduran sistem
reproduksi. Hal ini terjadi oleh karena penurunan atau hilangnya kadar estrogen
dalam tubuh yang menyebabkan seorang wanita akan mengalami keluhan-keluhan
jangka pendek dan keluhan jangka panjang berupa osteoporosis.
Perubahan-perubahan pada metabolisme lemak juga sering terjadi dimana keadaan ini akan
menjurus kepada penyakit kardiovaskular, keadaan ini dikategorikan pada
keadaan yang sangat berbahaya karena tidak jarang mengakibatkan kematian. Hal
ini mendasari perlunya perhatian dan pelayanan kesehatan reproduksi pada masa
klimakterium.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan factor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan. Hal ini
dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.
Keluhan-keluhan pada masa klimakterium perlu diidentifikasi untuk
pelayanan atau tidak sehingga dapat diperhatikan tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan reproduksi.
2.5.Kerangka Teori
Predisposing Enabling Illness Level
Demografi Keluarga Dirasakan
Struktur Social Komunitas/Kelompok Evaluasi Klinis
Masyarakat Masayarakat
[image:50.612.121.545.166.638.2]Keyakinan
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian (Individual Determinants of Health
Service Utilization, R.Andersen and J.F.Newman) Umur
Jenis Kelamin Status Perkawinan Riwayat Penyakit Lalu Pendidikan Ras Pekerjaan Jumlah anggota keluarga Agama Tempat Tinggal
Nilai tentang sehat dan sakit, Perilaku terhadap pelayanan kesehatan Pengetahuan tentang penyakit Pendapatan Ansuransi Kesehatan Sumber-sumber penghasilan lain
Perbandingan tenaga
medis dengan fasilitas kesehatan dan jumlah penduduk (penyediaan
pelayanan kesehatan) Tarif pelayanan
kesehatan
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian
sebagai berikut :
[image:51.612.120.516.195.571.2].
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, dapat dijelaskan definisi
konsep sebagai berikut :
1. Karakteristik adalah ciri khas atau identitas yang melekat pada diri subjek
penelitian yang dapat membedakannya dengan orang lain yang dalam
penelitian diukur dari status menopause, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, pengetahuan tentang klimakterium dan keluhan klimakterik
yang dialami.
2. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah kunjungan dan penggunaan
sarana dan fasilitas kesehatan ketika wanita mengalami keluhan klimakterium, yang terdiri dari puskesmas, posyandu lansia, klinik bidan, praktek dokter dan rumah sakit.
Karakteristik Wanita : 1. Status Menopause 2. Pendidikan 3. Pekerjaan
4. Status Perkawinan 5. Pengetahuan tentang
klimakterium
6. Keluhan Klimakterium yang dialami
3. Gejala klimakterik adalah sekumpulan keluhan-keluhan yang dialami
seorang wanita akibat penurunan kadar hormone estrogen di dalam darah
oleh karena proses penuaan. Keadaan ini telah dimulai sejak berusia 35
tahun berupa keluhan vasomotorik berupa kaki kesemutan, gerah (hot flush),
jantung berdebar-debar, sulit tidur, sakit kepala, tidak konsentrasi, linu/ngilu
pada sendi-sendi, nyeri otot, sering kencing/kencing tidak tertahan, sulit
tidur, dan keluhan psikologik berupa mudah marah, depresi, gelisah dan
cemas,
4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui wanita tentang masa atau
periode klimakterium, meliputi pengertian klimakterium, penyebab keluhan
tersebut terjadi, gejala-gejala yang diakibatkannya, dan pengobatan yang
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan type
explanatory atau penjelasan yang ditujukan untuk menganalisis hubungan kausal
antar variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan karakteristik wanita
perimenopause dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota P.Siantar.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kota Pematangsiantar, yang terdiri dari 7
(tujuh) wilayah Kecamatan dan 43 Kelurahan dan survei awal telah dilakukan
pada bulan September 2008. Penelitian telah dilakukan pada pertengahan bulan
Maret – April 2009 yang lalu.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang berusia 46 – 55 tahun yang
tinggal di Kota Pematangsiantar.
3.3.2. Tehnik Penarikan Sampel
Tehnik penarikan sampel dilakukan dengan tehnik menerapkan rancangan
klaster kelurahan pada tahap pertama secara probability proportionate to size
(PPS) dan pemilihan sampel pada tahap kedua, yaitu pemilihan sampel rumah
tangga dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling)
(Ariawan, 1996).
Adapun alasan pengambilan sampel dengan tehnik di atas adalah peneliti
tidak mendapatkan daftar penduduk atau rumah tangga secara lengkap dan
populasi penelitian cukup besar sehingga dapat diharapkan pengambilan sampel
dapat dilakukan secara adil (representative).
3.3.3. Besar Sampel
Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus :
nm = 2
(
(
1)
1)
2
+ −
m roh d
pq z
dimana :
n = besar kluster
m = rata-rata subyek per kluster
z = simpangan rata-rata distribusi normal/deviasi normal standar p = proporsi populasi yang dikehendaki
q = (1- p)
d = presisi/kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi
roh = derajat kesamaan sample di dalam kluster dibandingkan dengan derajat kesamaan antar kluster
Diperoleh jumlah sampel penelitian sebanyak 30 x 7 (30 kluster/kelurahan,
tujuh orang tiap kluster/kelurahan) yaitu sebanyak 210 wanita yang berusia 46-55
3.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer, dimana data primer
diperoleh dari hasil wawancara, dengan menggunakan questioner sebagai alat
pengumpul data.
Dilakukan uji pada questioner untuk untuk mendapatkan hasil uji validitas
dan reliabilitas. Validitas menunjukkan skor, nilai ataupun ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin di ukur.
Cara mengukur validitas data yaitu mencari korelasi antara masing-masing
pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi Pearson
Product Moment Correlation Coeficient (r), dengan ketentuan : 1) Jika nilai r
hitung > r table, maka dinyatakan valid, 2) jika nilai r < r table, maka dinyatakan
tidak valid (Arikunto, 2002).
Reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Teknik yang digunakan adalah metode
Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran dengan ketentuan : 1) jika nilai r alpha > r table, maka dinyatakan
reliable, 2) jika nilai r alpha < r table, maka dinyatakan tidak reliable
3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.4.1.1. Uji Validitas
Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan suatu alat ukur dalam
mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas suatu instrument (kuesioner)
dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variable
dengan skor totalnya. Suatu variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor
variable tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Teknik
korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment, dengan
keputusan uji bila r hitung lebih besar dari r tabel maka Ho ditolak artinya
variable valid, sedang bila r hitung lebih kecil dari r tabel maka Ho gagal ditolak
artinya variable tidak valid (Priyo, 2006).
Nilai r tabel dalam penelitian ini dengan sampel 20 orang dan jumlah
pertanyaan 14 butir, pada taraf signifikansi 95% didapat angka r tabel = 0,532,
nilai r hasil dapat dilihat pada kolom “Corrected item-Total Correlation”
kemudian dibandingkan nilai r tabel dengan nilai r hasil, bila r hasil lebih besar
dari r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.
Hasil validitas menunjukkan bahwa dari ke 14 pertanyaan ditemukan
pertanyaan ke - 4 tidak valid, sehingga pertanyaan ini dibuang.
3.4.1.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil
terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan dikatakan
reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dimulai dengan menguji validitas
terlebih dahulu, jika pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang
atau direvisi, pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid kemudian baru
bersama-sama diukur reliabilitasnya (Priyo, 2006).
Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r hasil
dengan r tabel, dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai “Alpha
Cronbach” dengan ketentuan bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan tersebut
reliable. Nilai alpha cronbach dalam uji kuesioner ini diperoleh 0,820, jika nilai
[image:57.612.119.520.269.674.2]alpha cronbach lebih besar dari 0,820 maka pertanyaan tersebut reliable.
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
No. Jenis Pertanyaan Corrected item
total correlation
Cronbach’s Alpha if item Deleted
Keterangan
I. Pengertian Masa Klimakterium Q1 Q2 0,534 0,831 0