• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUMIS KUCING

2.5.8. Pemanis

Pembuatan minuman fungsional berbasis kumis kucing yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tiga jenis pemanis, yaitu: gula, sukralosa, dan kombinasi sukralosa, aspartam, & siklamat. Penggunaan pemanis yang dikombinasikan bertujuan untuk meningkatkan keamanan, kualitas, dan kestabilan rasa produk pangan (Wijaya dan Mulyono 2010). Penggunaan gula pada minuman ini diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak menderita diabetes, sedangkan penggunaan pemanis pada minuman diperuntukkan bagi penderita diabetes.

37

Gula digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel tubuh dan otak, sehingga sel-sel tubuh dapat mempertahankan kelangsungan metabolisme. Gula yang dikonsumsi lebih mudah dicerna dan ditransportasikan ke dalam darah. Hormon insulin diperlukan agar gula dari darah dapat ditransportasikan ke dalam sel tubuh dan otak, sehingga kadar gula darah menjadi turun. Penderita diabetes mengalami gangguan produksi hormon insulin, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam pembuluh darah (hiperglikemia).

Organisasi Pangan Masyarakat Jerman menyarankan kebutuhan kalori bagi wanita dewasa per hari sekitar 2000 kalori, laki-laki dewasa 2400 kalori, dan untuk gula tidak lebih dari 10 persennya, yang berarti sekitar 200-240 kalori (± 2.5 sendok makan). Para pakar ilmu pangan menyarankan agar penggunaan gula per hari tidak dalam batas maksimum. Hal tersebut dikarenakan dalam berbagai bahan pangan lainnya yang dikonsumsi telah mengandung sejumlah gula (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007).

Bahan makanan yang mengandung gula jika terlalu banyak dikonsumsi dapat menimbulkan dampak-dampak yang merugikan, antara lain: karies gigi, gangguan pada pencernaan (usus), kelebihan berat badan, terasa sakit pada persendian, darah tinggi, dan penyakit jantung. Gula mengandung kalori yang cukup tinggi akan tetapi nilai gizinya sangat sedikit sehingga terjadi ketidakseimbangan energi jika kita mengonsumsi melebihi dari jumlah yang dibutuhkan. Gula yang dikonsumsi berlebihan jika terjadi terus-menerus akan diubah menjadi lemak di dalam tubuh, yang dapat mengakibatkan kegemukan. Efek samping dari hal tersebut adalah adanya gangguan pada sirkulasi lemak, sirkulasi darah, penyakit gula (diabetes), dan nyeri pada persendian.

Pemanis buatan rendah kalori atau bahkan nonkalori sekaligus nonkariogenik dapat digunakan sebagai pengganti gula, sehingga dapat menghindari dampak-dampak negatif yang telah disebutkan. Pemanis digunakan agar penderita diabetes mellitus masih dapat mengonsumsi produk pangan yang manis tanpa menimbulkan masalah (Wijaya dan Mulyono 2010). Kroger et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan pemanis buatan dapat menekan biaya produksi.

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, minuman dan makanan kesehatan. Pemanis menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 235 termasuk ke dalam bahan tambahan pangan, selain zat seperti antioksidan, pemutih, pewarna, pengawet, dll. Pemanis berfungsi meningkatkan citarasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh.

Pemanis buatan adalah pemanis yang dihasilkan melalui reaksi-reaksi kimia organik dilaboratorium atau dalam skala industri (dibuat secara sintetis), dan tidak menghasilkan kalori. WHO telah menetapkan ADI (Acceptable Daily Intake), yaitu sejumlah bahan tertentu yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan risiko. Nilai ADI untuk orang dewasa tidak terlalu berarti, tetapi bagi anak-anak relatif menimbulkan kepekaan yang besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemanis buatan tidak diizinkan penggunaannnya pada produk pangan untuk kelompok tertentu, seperti: bayi, balita, ibu hamil dan menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya (BPOM 2004).

Pemanis buatan adalah bahan tambahan pangan (BTP) yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan, tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu (Depkes 1999; SNI 2004; BPOM 2004). BTP harus digunakan dengan tepat dan benar sesuai dengan spesifikasi dan karakteristik penggunaanya dosis penggunaannya sehingga dapat memberikan manfaat positif bagi pengadaan produk pangan. BTP yang digunakan dengan cara yang kurang tepat dapat memicu kecurangan bahkan membahayakan

38

kesehatan manusia. Selain itu juga, penggunaan BTP pada produk pangan harus dicantumkan pada label sebagai informasi bagi konsumen.

Sepuluh persyaratan ideal BTP pemanis yang digunakan sebagai pemanis pengganti gula (sukrosa) menurut Wijaya dan Mulyono (2010) antara lain:

1. pemanis tersebut mempunyai rasa dan sifat atau karakteristik fungsional seperti sukrosa; 2. nilai kalorinya kurang dari sukrosa pada tingkat kemanisan yang sama;

3. pemanis tersebut tidak berwarna; 4. pemanis tersebut tidak berbau; 5. pemanis tersebut tidak beracun;

6. pemanis tersebut dapat dimetabolisme secara normal atau dikeluarkan dari dalam tubuh; 7. pemanis tersebut tidak menyebabkan alergi;

8. pemanis tersebut stabil terhadap perubahan kimia dan panas;

9. pemanis tersebut dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lainnya; 10. pemanis tersebut bersifat ekonomis.

Sukralosa (C12H19C13O8) dengan struktur kimia 4, 1’6’-triklorogalaktosukrosa pada kondisi sangat asam dan suhu tinggi akan terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Sukralosa merupakan pemanis nonkalori yang tidak memberikan after taste. Sukralosa tidak dapat dicerna oleh tubuh dan termasuk dalam golongan GRAS. Nilai ADInya sebesar 0-15 mg/kg bobot badan (JECFA 2005a).

Sukralosa memiliki tingkat kemanisan 600 kali dinbandingkan sukrosa. Sukralosa memiliki beberapa kelebihan antara lain: tahan panas sehingga tingkat kemanisan yang diperoleh tidak menurun, jumlah yang diperlukan untuk mencapai tingkat kemanisan yang diinginkan sangat sedikit, memiliki stabilitas yang bagus, baik dalam bentuk kering maupun cair. Penggunaan sukralosa disetujui oleh FDA sejak April 1988. Sukralosa dapat dikeluarkan melalui urin hampir tanpa adanya perubahan. FDA menyimpulkan bahwa sukralosa tidak bersifat karsinogenik, tidak mengganggu reproduksi (kesuburan) ataupun risiko neurologik (saraf) setelah dilakukan lebih dari 100 penelitian pada hewan dan manusia (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007).

Aspartam (C14H18N2O5) dengan struktur kimia 3-amino-N (α-carbomethoxy-phenetyl) succinamic acid, N-L-α-aspartyl-L-phenilalanine-1-methyl ester memiliki nama dagang Equal,

Nutrasweet, dan Canderel. Pemanis ini bersifat slower onset, namun kemanisannya tahan lama. Kestabilan aspartam dapat ditingkatkan dengan enkapsulasi. Aspartam berada dalam bentuk terdisosiasi sehingga rasanya kurang manis pada pH 3.1 dan 7.9 (SNI 2004). Penambahan hidrolisat pati terhidrogenasi disarankan pada produk pangan berkadar air tinggi untuk meningkatkan kestabilan aspartam (Carrol dan Kehoe 1988). Minuman berkarbonasi rasa jeruk yang disimpan selama enam bulan akan berkurang kadar aspartamnya hingga 52-56% (de Cock dan Bechert 2002). Aspartam memiliki waktu paruh paling lama selama 300 hari pada pH 4.3, namun waktu paruhnya hanya beberapa hari pada pH 7.

Produk yang menggunakan aspartam harus mencantumkan peringatan khusus bagi penderita fenilketonuria. JECFA menetapkan nilai ADI sebesar 40 mg/kg bobot badan (JECFA 2000). FDA menyetujui penggunaan aspartam pada semua makanan dan minuman. Aspartam disetujui penggunaannya oleh lebih 100 negara termasuk Indonesia. Aspartam terdapat dalam berbagai bentuk seperti cair, enkapsulasi (bersifat tahan panas), dan bubuk. Aspartam memiliki tingkat kemanisan 160-220 kali dibandingkan sukrosa dan relatif tidak mengandung kalori. Meskipun aspartam memberikan kalori sebesar 4 kalori/g, namun karena pemakaiannnya dalam jumlah yang sangat kecil sehingga kalori yang diberikan boleh dianggap tidak ada (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007).

Aspartam dibentuk dari penggabungan asam aspartat dan fenilalanin. Semua pemanis nonkalori tidak mengalami proses metabolisme, kecuali aspartam. Proses pencernaannya

39

sebagaimana proses pencernaan protein sehingga tidak akan terakumulasi dalam tubuh. Aspartam telah dinyatakan aman untuk digunakan bagi penderita kencing manis, wanita hamil, wanita menyusui, bahkan anak-anak. Aspartam tidak terbukti sebagai penyebab sakit kepala, gangguan penglihatan, meningkatkan berat badan, kejang alzhemier, gangguan janin, lupus, sklerosis multiple

maupun kanker otak (Cahyadi 2006).

Siklamat tersedia dalam bentuk asam siklamat (asam siklohesilsulfamat, C6H13NO3S), garam natrium atau kalsiumnya. Nama dagang dari natrium siklamat adalah “sodium” atau “biang gula”. Pemanis ini sangat larut dalam air, stabil terhadap suhu tinggi, nonkalori, dan tidak memberika after taste, namun jika terurai akan menghasilkan siklohesilamina dengan rasa pahit (Nelson 2000). Kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan pada pangan dan minuman berkalori rendah serta untuk penderita diabetes mellitus menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah 3 g/kg bahan pangan dan minuman.

FDA mengeluarkan siklamat dari daftar GRAS, karena menyebabkan tumor kandung kemih pada tikus, namun beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogen (Weihrauch Diehl 2004). Siklamat dapat menurunkan kandungan vitamin B1, vitamin C, dan asam amino esensial. Nilai ADI siklamat 0-11 mg/kg bobot badan (JECFA 2005b).

Siklamat dalam penggunaannya seringkali dikombinasikan dengan pemanis lain. Siklamat memiliki rasa yang enakdan mampu menutupi rasa pahit yang tidak dikehendaki. Pemanis ini stabil dalam kisaran temperatur dan pH yang luas. Siklamat memiliki intensitas kemanisan sebesar 30-140 kali sukrosa. Pemanis ini cocok digunakan untuk produk buah-buahan karena selain mampu mempertajam rasanya, pada konsentrasi rendah ia dapat menutupi rasa getir dari beberapa buah- buahan (Wijaya dan Mulyono 2010).

Dokumen terkait