• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.9. Pembabakan

Sistematika dalam penyusunan penelitian ini dibagi dalam empat bab dengan pemaparan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

1. Bagaimana dampak perundungan siber bagi jamet di media sosial?

2. Bagaimana perancangan editor dalam memvisualisasikan bentuk jenis karya yang sesuai untuk karya film jamet

3.

4. 4

21 Menjelaskan tentang latar belakang fenomena, perancangan fenomena yang dibahas, serta merumuskannya ke dalam ruang lingkup. Di bab ini menjelaskan pemerolehan data, analisis data, dan kerangka perancangan data.

BAB II LANDASAN TEORI

Memaparkan tentang landasan pemikiran sebagai dasar dari pembuatan karya dan teori pendukung untuk penciptaan film Jamet.

BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH

Menjelaskan hasil dari analisis data yang telah didapat agar dapat dipahami oleh audiens.

BAB IV KONSEP DAN PERANCANGAN

Menjelaskan konsep dan hasil perancangan film berdasarkan hasil analisis data yang telah didapat.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dari hasil analisis data terkait perancangan film yang telah dibuat, serta saran dari penulis.

22

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

2.1. Fenomena Jamet 2.1.1. Kebudayaan

Menurut Taylor (1997) dalam (Yulianthi, 2015) berpendapat bahwa, kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu “budayah/bodhi” yang memiliki arti budi akal atau semua hal yang berhubungan dengan akal. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa kebudayaan atau yang disebut juga sebagai peradaban adalah pemahaman yang meliputi: pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat yang dihasilkan dari anggota masyarakat.

Beberapa masyarakat dari kita menganggap Jamet ini sebagai budaya baru yang muncul di Indonesia. Pada perkembangan nya, gaya dan tren Jamet sendiri banyak digunakan oleh para pemuda-pemudi di asal Madura.

2.1.2. Indonesia Sebagai Negara Multikultural

Indonesia merupakan negara multikultural yang artinya memiliki beranekaragam suku, budaya, dan agama. Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman. Multikultural menurut Suparlan adalah sebuah pola pikir yang mengedepankan perbedaan-perbedaan individual dan perbedaan budaya guna terwujudnya masyarakat yang saling memahami dan menghormati keanekaragaman atau pluralisme budaya (Suparlan, 2002b).

Globalisasi adalah kata serapan dari bahasa inggris yang berarti

‘’Globalization’’. Kata ini ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, proses sejarah, atau proses alamiah yang membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain. Keterikatan inilah yang akan mewujudkan suatu tatanan kehidupan baru. Menurut (Winarno, 2006) globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Budaya Jamet sendiri termasuk ke dalam jenis-jenis globalisasi yang dimana proses informasi, dan gambaran-gambaran yang diproduksi di satu belahan dunia masuk ke dalam

23 sebuah aliran global yang cenderung menipiskan perbedaan-perbedaan kebudayaan antara bangsa-bangsa, wilayah-wilayah atau individu-individu.

Setelah era globalisasi ini, akulturasi antara berbagai budaya tidak terelakan lagi. Namun beberapa budaya baru kadang bisa tidak diterima. Jamet adalah salah satu wujud dari akulturasi itu sendiri, , karena banyak pemuda-pemudi yang mengikuti trend ini. Menurut Gillin dan Raimy (1940) dalam (Teske & Nelson, 1974) adalah proses modifikasi budaya dalam suatu masyarakat sebagai hasil dari kontak sosial terhadap budaya lain. Sedangkan menurut (Kodiran, 1998), akulturasi terjadi ketika meleburnya dua kebudayaan berbeda (asing dan asli) sehingga unsur-unsur budaya asing diolah sedemikian rupa ke dalam budaya asli dengan tidak menghilangkan sifat aslinya.

2.1.3. Definisi Jamet

Kata Jamet merupakan sebuah akronim dari kata “Jawa” dan “Metal”

(Hastanto, 2020), ada juga yang beranggapan bahwa Jamet merupakan akronim dari “Jajal Metal”. Perbedaan arti tersebut terjadi karena kata “Jamet”

merupakan kata gaul atau slang, seperti yang dijelaskan di dalam kamus besar bahasa Indonesia, slang adalah ragam bahasa yang tidak resmi dan tidak baku serta bersifat musiman yang digunakan oleh kaum remaja atau kelompok tertentu dengan tujuan agar orang di luar kelompok tidak mengerti apa yang sedang diucapkan.

Istilah Jamet sudah mulai muncul sekitar tahun 2010, pada awalnya istilah ini ditujukan kepada anak muda beretnis Jawa yang menyukai musik beraliran metal. Namun, kata Jamet mengalami peyorasi — perubahan makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan menjadi sesuatu yang tidak enak, tidak baik, dan sebagainya. Penganut-penganutnya dipandang tidak lazim karena menyukai musik yang dinilai aneh serta berpakaian yang tidak sesuai dengan standar masyarakat.

Jamet tercipta karena adanya fenomena globalisasi dan diperkuat dengan pesatnya perkembangan penyebaran informasi. Pada masa kini, idealisme counter-culture Jamet diakulturasikan dengan pemilihan jenis musik yang tidak lagi hanya musik metal namun juga dengan musik berjenis funkot, hal ini bisa dilihat dari banyaknya lagu yang di mixing ulang menjadi jenis

24 funkot mengiringi tarian para Jamet di sosial media TikTok. Muammar (2019) berpendapat bahwa, funkot atau “Funky kota” merupakan sebuah jenis musik dengan tempo yang cukup cepat dan menggunakan sample sederhana sehingga terkadang muncul kesan murahan. Arti dari funky dalam funkot bukanlah dalam artian musik yang mengandung unsur musik funk, tetapi funky yang diartikan sebagai keren oleh kebanyakan orang Indonesia, karena pada awalnya musik tersebut berkembang di diskotek-diskotek kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali (Muammar, 2019).

Penampilan para Jamet tidak semata-mata mengikuti penampilan para musisi metal di barat tetapi diakulturasikan dengan memakai pakaian gombroh, celana ketat (terkadang sobek-sobek), dan juga rambut kaku yang menjulang tinggi ke atas.

2.1.4. Perundungan di Media Sosial Terhadap Jamet

Jamet merupakan salah satu korban dari perundungan siber di Indonesia.

Menurut (Hastanto, 2020), kata Jamet saat ini menjadi eksis kembali karena maraknya penggunaan media sosial TikTok oleh masyarakat Indonesia. Kata Jamet saat ini mengalami peyorasi seiring berjalannya waktu. Sebelumnya, sebutan Jamet hanyalah sebuah julukan yang diberikan masyarakat orang Jawa asli (misalnya Madura) yang bergaya metal. Jamet sekarang sering disalahartikan sebagai orang desa yang norak. Dapat dilihat dari beberapa kolom komentar di jejaring sosial seperti Youtube, Facebook dan TikTok.

Sebagian kalangan masyarakat berkomentar bahwa Jamet itu norak, bau, kampungan, tidak tahu malu dan kata-kata umpatan lain. Kebanyakan masyarakat sering mengkaitkan Jamet dengan kata Kuproy atau “kuli proyek”

sehingga menjadi Jamet Kuproy (Jawa metal kuli proyek), stereotip ini seakan-akan membuat semua orang yang bergaya seperti Jamet adalah pekerja kuli proyek.

Perundungan ini terus terjadi terhadap Jamet yang tak bisa dipungkiri lagi akan menimbulkan serangan psikologis yang secara tidak langsung akan membuat jamet mengalami social anxiety ataupun ke ranah depresi.

25 2.2. Media

2.2.1. Film

Film adalah sebuah karya seni yang terbentuk dari komponen audio visual atau bisa juga terbentuk hanya dari komponen visual, pada awal nya film itu bisu yang mana audio belum bisa masuk ke dalam film. Menurut (Eisenstein, 2014 [1949]: 3), film merupakan kepingan-kepingan gambar yang digabungkan dengan berbagai cara sehingga menghasilkan kombinasi gambar yang saling berkaitan dan memunculkan makna abstrak yang merefleksikan sisa-sisa realitas dunia nyata.

Pada perancangan Tugas Akhir, penulis sebagai editor merancang film Jamet yang bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat sekitar tentang jamet yang menjadi korban perundungan di media sosial, dan diharapkan pada karya film ini agar mendidik masyarakat supaya tidak ada lagi perundungan karena perbedaan gaya hidup.

2.3. Klasifikasi Film Berdasarkan Cerita 2.3.1.1. Film Dokumenter

Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890an. Istilah "dokumenter"

disebutkan dalam resensi film Moana (1926) karya Robert Flaherty yang ditulis oleh John Grierson “The Moviegoer”, pada New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.Film dokumenter merupakan film yang menceritakan gambaran nyata dari sebuah kehidupan. Menurut Ayawaila (2008: 11), mengatakan bahwa film dokumenter adalah suatu dokumentasi yang mengedepankan fakta dan kenyataan, di mana terdapatnya struktur.

Film dokumenter adalah film yang dapat mewakili cerita realita yang ada karena berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan, dokumenter sendiri menampilkan suatu kehidupan dengan berbagai sudut pandang yang di ambil.

26 2.3.1.2. Film Dokumenter Drama

Menurut Effendy, Heru (2009:03) film dokudrama atau dokumenter drama merupakan film yang mengedepankan realitas sebagaimana film dokumenter akan tetapi sedikit mengurangi nilai realita untuk membuat film lebih dramatis dan menambahkan nilai-nilai estetika agar hasil visual dan cerita dari film menjadi lebih menarik dengan tetap tidak menghilangkan realitas dari dokumenter tersebut.

Pada pernyataan diatas, perancang ingin membuat film Jamet lebih dramatis, namun tetap tidak menghilangkan realitas dari dokumenter tersebut agar isu-isu penting yang disampaikan kepada penonton tersampaikan.

2.3.2. Editor

Editor merupakan pekerja sineas professional yang paling akhir bekerja dari seluruh proses produksi dimana bertanggung jawab menyunting secara estetis shot-shot mentah yang kemudian digabungkan berdasarkan skenario dan konsep dari sutradara, sehingga menjadi sebuah film yang utuh. Seorang editor harus mempunyai sense of storytelling (kesadaran/rasa/indra penceritaan) yang kuat, sehingga dituntut sikap kreatif nya dalam pemilihan menyusun shot-shot yang ada.

Dalam pengertian lain seorang editor diibaratkan sebagai sutradara kedua, karena dianggap mampu memberikan sentuhan kreatif di hasil akhir (KN, 2018, hal. 152)

2.3.2.1. Tugas dan Kewajiban Editor

Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan dalam buku Job Description Pekerja Film, menjelaskan tentang keterlibatan dalam editor dalam proses pembuatan film (Satsha. Sunu, FFTV IKJ.

2008:143). Antara lain : 1) Pra Produksi

Saat proses Pra Produksi editor menganalisa skenario dengan cara melihat adengan tertulis dalam skenario yang diberikan oleh sutradara, editor juga membantu dalam

27 memberikan saran sehingga dapat membayangkan cara editing yang akan digunakan.

2) Produksi

Pada tahap ini editor tidak memiliki tugas dan kewajiban khusus namun dalam proses produksi ini editor bisa mengabadikan proses produksi ini untuk ‘’Behind The Scene’’.

3) Tahap Paska Produksi

Pada tahap ini editor melakukukan proses editing kasar mengatur scene per scene (rough cut) berdasarkan script yang telah di tulis. kemudian editor mempresentasikan dan mendiskusikan struktur baru yang sudah dihasilkan bersama sutradara dan produser hingga hasil akhir yang diharapkan (Final Edit). Menghaluskan hasil final edit (trimming)

2.3.3. Editing

Tahap selanjutnya setelah pengambilan gambar selesai maka akan dilakukan tahap editing. Ditahap ini shot-shot yang telah dipilih akan di olah dan di rangkai hingga menjadi sebuah satu rangkaian kesatuan yang utuh. Aspek editing adalah salah satu unsur murni yang dimiliki oleh seni film, para sineas menyadari betapa kuatnya penmgaruh teknik editing untuk memanipulasi ruang dan waktu (Pratista, 2008:123)

Menurut (Marsha, 2011: 28-29)kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Inggris. Editing berasal dari bahasa Latin “editus’’ yang artinya menyajikan kembali. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapihkan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton.

Editing dibagi menjadi dua jenis, yakni editing kontinu dan editing diskontinu. Editing kontinu adalah perpindahan shot langsung tanpa terjadi lompatan waktu, Sebaliknya editing diskontinu adalah perpindahan shot dengan terjadinya lompatan waktu. Editing kontinu dan Editing diskontinu akan dibahas lebih lanjut pada aspek temporal editing (Pratista, 2008:123). Editing dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

28 2.3.3.1. Editing Kontinuiti

Editing kontinuiti adalah penyuntingan gambar untuk memastikan dari satu shot ke shot lainnya, dan beberapa cut-away, action yang diperlihatkan tetapi bukan dari shot sebelum nya. Satu sequence yang berkesinambungan dan tercapainya sesuatu cerita dalam sebuah adegan yang terdiri dari berbagai jenis shot yang di filmkan dari beberapa angle yang berbeda secara jelas dan koheren sehingga tidak membingungkan penonton.

Bersama aspek sinematik lainya, yakni miss-en-scene set, pergerakan dan posisi pemain dan sinematografi posisi kamera, editing kontinuiti digunakan agar hubungan kontinuitas naratif antar shot tetap terjaga. (Mangunhardjana, A. Magija, 1976)

2.3.3.2. Aspek Editing

A. Aspek Temporal

Aspek Editing yang mempengaruhi pembentukan cerita naratif dalam memanipulasi waktu, Sebuah shot yang dapat berubah waktu dan tidak terpuitus, dan bisa terjadi lompatan waktu (Himawan Pratista, 2008:129)

B. Aspek Ritmik

Aspek Editing yang mempengaruhi sineas dalam mengontrol panjang atau pendek nya durasi sebuah shot, hal ini juga yang mempengaruhi pembawaan suasana pada sebuah film dokumenter drama ini sesuai dengan jalan cerita yang ada. dalam aspek ritmik juga digunakan cut to cut sebuah shot mengikuti tempo alur pada musik. Sehingga semakin cepat durasi shot yang dihasilkan maka tempo film itu menjadi cepat, sebaliknnya jika shot semakin panjang maka memberikan tempo yang lama.

(Himawan Pratista, 2008:128).

2.3.4. Transisi

Transisi adalah penggabungan dua shot menjadi satu. Transisi sangat penting, setiap orang dari operator kamera ke editor harus paham betul bagaimana menggunakan transisi secara efektif. Transisi shot dalam film maupun video umumnya dilakukan dalam empat bentuk yaitu, cut, fade in/ fade

29 out, dissolve, serta wipe. Bentuk yang paling umum adalah cut yakni, transisi shot secara langsung. Sementara wipe, dissolve, dan fade merupakan transisi shot secara bertahap. Cut dapat digunakan untuk editing kontinu dan diskontinu.

Sementara wipe, dissolve, dan fade umumnya digunakan untuk editing diskontinu. Beberapa variasi bentuk lain juga kadang muncul namun sangat jarang digunakan. (Ilham, N ; 2015)

a) Cut

Cut adalah transisi yang paling sering digunakan oleh editor yang dapat didefinisikan sebagai perubahan langsung satu adegan langsung ke adegan lain nya. Cut juga menjadi salah satu transisi yang diterima oleh penonton sebagai bentuk realitas visual, dikarenakan ketika digunakan pada saat yang tepat penonton juga tidak akan menyadari hal itu.

b) Dissolve

Dissolve didefinisikan sebagai perubahan bertahap dari gambar akhir dari satu gambar ke dalam gambar awal dari shot berikutnya.

Secara tradisional dicapai melalui transisi kedua dengan opacity kebawah dan keatas secara bersamaan selama periode waktu terntentu.

Setelah akhir dari shot pertama dissolve mengeluarkan shot berikutnya muncul ke layar secara bersamaan. (Roy Thompson, 2009:80)

c) Fade

Munculnya atau hilangnya gambar atau suara secara berangsur-angsur. Munculnya gambar atau suara secara perlahan-lahan disebut fade in. Teknik fade in digunakan untuk menekan berlalunya waktu atau akhir adegan. Juga digunakan sebagai pembuka.

Hilangnya gambar secara perlahan-lahan dari level normal menjadi blank frame disebut fade out. Teknik editing ini penggunaannya sama dangan fade in, yaitu digunakan sebagai titik akhir dari suatua degan atau cerita. Fade-out juga sering digunakan untuk menutup film (Pratista, 2008:126)

30 d) Wipe

Transisi wipe merupakan transisi dimana satu gambar tergantikan oleh gambar lain seolah-olah gambar yang pertama terdorong keluar oleh gambar kedua hingga sepenuhnya gambar kedualah yang muncul dilayar. Wipe sendiri menggunakan efek sapuan yang tajam sehingga shot selanjutnya bisa menggantikan shot yang pertama. Pergantian dengan wipe ini biasanya digunakan untuk mengawali sebuah adegan dalam cerita, mengisyarat perbedaan waktu, dan perubahan tempat.

2.3.5. Warna

Pada masa sekarang orang memilih warna untuk film tidak hanya untuk selera pribadi berdasarkan perasaan nya saja. tetapi memilih nya dengan penuh kesadaran dan kegunaannya, seperti penggunaan color grading dalam merubah visual tone atau nuansa visual yang tepat bagi film dokumenter drama ini.

2.4. Metode Perancangan

Metode yang digunakan perancang sebagai Editor dalam merancang karyanya menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan femonologi, Menurut pendapat Moleong (2007: 6) yang memaknai penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Lebih pas dan cocok digunakan untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan penelitian perilaku, sikap, motivasi, persepsi dan tindakan subjek.

Perancang menggunakan metode penelitian kualitatif selain digunakan untuk menyelidiki, menemukan dan menggambarkan objek yang diteliti. Ternyata juga dapat digunakan untuk menjelaskan atau menuliskan keistimewaan dari pengaruh sosial yang kemudian dijelaskan dan diukur menggunakan pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010:

1)

BAB III

DATA DAN ANALISIS

3.1. Data dan Analisis Objek

Dalam mengumpulkan data guna analisis, perancang telah melakukan observasi dan wawancara langsung di lapangan satu dari beberapa narasumber atau objek yang

31 dipilih. Pada tahapan observasi, perancang berserta satu rekan tim nya melakukan observasi langsung ke salah satu narasumber di Apartemen Emerald Tower untuk mengetahui kehidupan nyata dari salah satu narasumber yang suka mendapatkan cap

‘’Jamet’’ di media sosial, dan melakukan observasi jarak jauh pada salah satu narasumber yang berasal dari jawa (madura) untuk menjadi acuan perbandingan.

3.1.1. Data Objek Perancangan 3.1.1.1. Wawancara Subjek

1) Wawancara Subjek 1

Nama : Rachmat Mahardika Putra Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 22 Tahun

Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 22 Juli 1999 Waktu & Tempat : Apartemen Emerald Tower

Perancang bersama kolega mewawancarai seorang content creator muda bernama Rachmat Mahardika Putra.

Berasal dari Tasikmalaya kelahiran 23 juli 1999 yang biasa dipanggil Mahardika Silverskin ataupun Jenglot. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 28 Desember 2021 di Apartemen Emerald Tower. Mahardika adalah seorang Youtuber dengan konten mewawancarai para Animelovers atau cosplayer pada event

32 Japan Festival yang berkaitan dengan anime dan dia juga pekerja visual atau illustrator di Faith Industries.

Alasan dia menjadi Youtuber itu karena dia suka dengan hal-hal yang berkaitan dengan budaya Jepang. Dia juga ingin menunjukan bahwa di indonesia juga memiliki event festival keren yang berasal dari Jepang. Selama membuat konten, banyak masyarakat yang mengomentari dengan hal buruk nya seperti hate comment, benci secara pribadi kepada dirinya namun ada juga feedback baik nya seperti orang orang terhibur dengan konten yang dibuatnya.

Saat ditanya tentang apa itu Jamet, menurut Dika Jamet adalah salah satu orang berpenampilan yang tidak sesuai dengan perawakannya. Contohnya orang yang mengenakan pakaian ala Harajuku style namun tidak cocok dengan muka nya sendiri.

Menurutnya kebebasan berekspresi itu menyalurkan apa yang dia suka kepada banyak orang. Contohnya saat dia membuat konten tentang menanyakan gaya berpakaian orang lain saat berada di festival. Dia merasa bebas menanyakannya kepada orang-orang tentang kepribadian nya pada event tersebut namun atas seizin orang yang bersangkutan.

Menurut pandangan Mahardika juga orang yang melakukan perundungan atas konten yang dibuat, dia hanya menacuhkan orang tersebut, karena menurutnya orang seperti itu hanya ingin mencari perhatian saja. Dia lebih memilih untuk lebih berfokus kepada orang-orang yang suka dengan konten nya saja.

Cara dia untuk terus berkomunikasi dengan baik kepada penontonnya adalah dengan cara sering mengajak para penontonnya untuk main bareng ataupun mengobrol pada platform media sosial Discord.

Pada akhirnya menurut Dika, Jamet adalah orang yang berpakaian dekil dan baginya, dia merasa bahwa dirinya adalah Jamet.

33 2) Wawancara Subjek 2

Nama : Achmad Fawauddin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 15 Tahun

Tanggal Lahir : Madura, 14 Febuari 2005 Waktu & Tempat : Daring, 14 Januari 2022

Perancang dan kolega mewawancarai Achmad Fawauddin atau yang akrab dipanggil Udin Barabere pada tanggal 14 Januari 2022 secara daring melalui Google Meet. Achmad adalah seorang siswa yang berasal dari Madura. Achmad menjadi viral semenjak dia mengunggah video tarian nya di medial sosial TikTok. Menurut Achmad, dia hanya seru-seruan dalam membuat video tersebut dikarenakan teman-teman nya melakukan hal yang serupa, Saat wawancara Achmad tidak menyangka video yang dia buat menjadi banjir komen dan like dari para netizen, kebanyakan yang berkomentar pada video unggahan nya memiliki kata kata negative. Ketika ditanya mengenai hal tersebut Achmad pun membalasnya dengan kata-kata, ‘’diamkan saja’’.

34 Kata-kata Jamet juga menjadi sesuatu yang banyak dilontarkan oleh netizen kepada Achmad, namun Achmad pun sebenarnya tidak tahu pasti apa itu yang disebut dengan Jamet, yang ia tahu hanyalah konotasi negatif kata Jamet yang terbentuk dari komen-komen di media sosial terhadapnya. Dari cara berpakaian layaknya Jamet seperti baju oversize dan celana sobek juga sempat menjadi tren di lingkungannya. Achmad pun menerima nya saja, lalu komen negatif pun berkurang seiring berjalan nya waktu. Udin pun sempat masuk ke beberapa Stasiun TV dan media sosial seperti Youtube karena sebutan Jamet nya tersebut oleh netizen. Udin pun mengatakan bahwa dirinya sudah bosan dengan hal tersebut, dan lebih fokus untuk mengejar jenjang pendidikan yang sedang ia tempuh.

3.1.1. Observasi

Perancang melakukan observasi tidak langsung karena kendala kasus Covid-19 yang masih tinggi sehingga diharuskan untuk menjauhi kerumunan agar tidak terpapar virus tersebut. Perancang melakukan observasi tentang Jamet ini melalui observasi di media sosial dan berita-berita mengenai Jamet di internet.

3.1.2.1. Media Sosial

Perancang melakukan observasi di media sosial Tiktok dan Youtube untuk melihat kolom komentar dari beberapa tokoh atau content creator yang memiliki keidentikan dengan Jamet.

35

No Data Visual Deskripsi

1

Pada kolom pencarian di salah satu media sosial Bernama Tiktok, kata Jamet telah di blokir dan tidak

Pada kolom pencarian di salah satu media sosial Bernama Tiktok, kata Jamet telah di blokir dan tidak

Dokumen terkait