• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian Teh

Dalam dokumen FORMULASI GEL HAND SANITIZER (Halaman 20-0)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Pembagian Teh

Berdasarkan proses pengolahannya, teh di Indonesia dibagi menjadi 4 jenis, yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Teh putih merupakan jenis teh yang tidak mengalami proses fermentasi sama sekali, dimana proses pengeringan dan penguapan dilakukan dengan sangat singkat. Daun teh putih adalah daun teh yang paling sedikit mengalami pengolahan, sedangkan teh jenis yang lain umumnya mengalami empat sampai lima langkah pengolahan. Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis), yaitu dibuat dengan cara menginaktifkan enzim polifenol oksidase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin (zat antiok sidan) dapat dicegah. Teh oolong diproses secara semi fermentasi. Proses pembuatan dan pengolahan teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam, dimana teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi oleh karena itu maa disebut Teh semi fermentasi. Teh hitam merupakan daun teh yang paling banyak mengalami fermentasi, sehingga dapat dikatakan pengolahan teh hitam dilakukan dengan fermentasi penuh (Santoso, 2008).

9 2.7 Gel

Gel merupakan sistem semi solid yang terdiri dari dispersi molekul-molekul kecil atau besar di dalam pembawa cairan berair yang membentuk seperti jeli dengan penambahan gelling agent. Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sangat baik untuk cara pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen, 2002). Gel harus menunjukkan perubahan viskositas yang kecil pada berbagai temperatur, baik saat penyimpanan maupun penggunaan. Gel dengan tujuan penggunaan topikal tidak boleh lengket (Zath dan Kushla, 1996).

Adapun beberapa pengujian stabilitas fisik sediaan gel yaitu:

1. Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya.

2. Pengukuran pH

Digunakan untuk mengetahui pH gel, apakah sesuai dengan pH kulit yaitu antara 4,5-6,5.

3. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985).

Sifat fisik dari sediaan gel dapat dilihat dari pH, stabilitas, dan nilai viskositas nya. Organoleptis merupakan pengamatan fisik yang meliputi bentuk, warna dan

10

bau. Daya sebar merupakan karakteristik penting dalam formulasi gel. Karena daya sebar mempengaruhi kemudahan saat sediaan diaplikasikan pada kulit. Daya sebar suatu sediaan biasanya berbanding terbalik dengan nilai viskositas. Semakin tinggi nilai viskositas, daya sebar akan semakin rendah (Garg et al, 2002).

Viskositas merupakan suatu tahanan dari suatu sediaan untuk mengalir semakin kental atau semakin besar nilai viskositas maka semakin besar tahanannya (Sinko, 2006).

2.8 Hand Sanitizer

Hand Sanitizer adalah gel dengan berbagai kandungan yang cepat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang ada di kulit tangan. Hand Sanitizer banyak digunakan karena alasan kepraktisan. Hand Sanitizer mudah dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air. Hand Sanitizer sering digunakan ketika dalam keadaan darurat contohnya ketika kita tidak bisa menemukan air untuk mencuci tangan. Menurut US FDA (United State Food and Drug Administration) penggunaan Hand Sanitizer dapat membunuh kuman dalam waktu yang relatif cepat (Benjamin, 2010).

Menurut Hapsari (2015), seiring perkembangan zaman, dikembangkan juga pembersih tangan non alkohol, tetapi apabila tangan benar-benar kotor, baik oleh tanah, udara, darah, ataupun lainnya, mencuci tangan dengan air dan sabun lebih disarankan karena gel Hand sanitizer tidak dapat efektif membunuh kuman dan membersihkan material organik lainnya.

Gel Hand sanitizer juga dikenal dengan detergen sintetik cair pembersih tangan yang merupakan sediaan pembersih yang dibuat dari bahan aktif detergen sintetik dengan atau tanpa penambahan zat lain yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit

11

(BSN, 1992). Pemerintah menjamin keamanan dan mutu produk ini dengan membuat regulasi dalam Standart Nasional Indonesia. Syarat mutu detergen sintetik cair pembersih tangan di Indonesia diatur berdasarkan Badan Standar Nasional (1992) yang dilihat pada tabel berikut ini.

No Jenis Uji Persyaratan

1 Kadar bahan aktif Minimal 5 %

2 pH 4,5 – 8,0

3 Bentuk cairan Stabil

4 Zat tambahan Sesuai peraturan yang berlakuy

2.9 Gelling Agent

Gelling agent merupakan basis dari sediaan gel yang digunakan untuk membentuk gel dan idealnya harus tidak berinteraksi dengan komponen lain dari formulasi serta harus bebas dari kontaminasi mikroba. Gelling agent dapat diperoleh dari alam maupun sintetik dan memiliki bobot molekul yang tinggi.

Gelling agent dapat terdispersi dalam air dan bisa mengembang, serta meningkat kan viskositas. Gelling agent juga harus dapat stabil terhadap perubahan suhu dan pH selama pembuatan dan penggunaan preservative tidak boleh mengubah rheologinya, dapat membentuk gel yang tidak berwarna, menimbulkan sensasi dingin saat digunakan di tempat aplikasi (Rowe, et al., 2009).

Gelling agent yang sering digunakan adalah carboxy methyl cellulose, dikenal sebagai CMC. Carageenan, gum tragacanth, gum karaya, sodium alginate, carbomer resin, dan magnesium aluminium silicates juga digunakan sebagai gelling

12

agent (Lieberman, Rieger and banker, 1996). Carboxy methyl cellulose sodium (CMC-Na) berbentuk serbuk granul putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis. Pada konsentrasi 3-6% dalam formula biasa digunakan sebagai basis gel, tidak dapat larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan toluene, tetapi mudah terdispersi dalam air pada segala temperatur (Rowe, et al., 2009).

2.10 Humektan

Humektan adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah air (kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan. Propilen glikol biasa digunakan sebagai antimicrobial preservative, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, agen stabilitas, dan cosolvent.

Pemeriannya adalah jernih, tidak berwarna, kental, biasanya tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit tajam seperti gliserol. Pada konsentrasi sekitar 15%

dari formula. Propilen glikol berfungsi sebagai humektan. Dapat bercampur deng an aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, kelarutannya adalah 1 bagian dalam 6 bagian eter. Tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi dapat terla rut dalam beberapa minyak esensial. Secara kimia stabil ketika dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air, dan larutannya dapat disterilisasi dengan auto klaf (Rowe, et al., 2009).

2.11 Metil Paraben

Metil paraben berbentuk serbuk kristal, berwarna putih dan tidak berbau.

Rumus kimia C8H8O3, dimana range konsentrasi yang biasa digunakan yaitu 0,02%

- 0,3% (Rowe, et al., 2009).

2.12 Aquades

13

Aquades merupakan cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Aquades dibuat dengan cara menyuling air yang dapat diminum. Rumus kimia dari aquades yaitu H2O dengan bobot molekul 18,02 (Departemen Kesehatan RI, 1979).

2.13 Kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit disebut juga integumen atau kutis, tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam). Kulit merupakan organ yang paling luas sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari, mikroorganisme dan menjaga keseimbangan tubuh dengan lingkungan (Syaifuddin, 2012).

Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika-kimia. Kulit berfungsi sebagai thermostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme, sianr ultraviolet, dan berperan pula dalam mengatur tekanan darah (Lachman, 1994). Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur (Price dan Wilson, 2005). Kulit berperan sebagai lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik Maupun kimia. Kulit juga merupaknsawar (barrier) fisiologik yang penting karena mampu menahan penembusan bahan gas, cair, maupun padat, baik yang berasal dari lingkungan dari lingkungan luar tubuh maupun komponen yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Struktur senyawa

penyusun sel- sel kulit sangat

14

penting dalam mempertimbangkan absorpsi perkutan dari senyawa yang terkandung dalam sediaan yang diaplikasikan pada permukaan kulit (Ismail,2013).

Kulit manusia tersusun atas 3 lapisan utama, dari luar kedalam yakni epidermis (non-viable epidermis dan viable epidermis), dermis, dan endodermis. Lapisan terluar merupakan turunan dari ektoderm yang disebut epidermis. Epidermis terhubung dengan dermis oleh taut dermo-epidermic (dermo-epidermic junction).

Dibawah dermis terdapat lapisan hypodermis (endodermis). Setiap lapisan dilalui oleh ujung-ujung syaraf dan pembuluh darah. Pembuluh darah perifer yang melintasi kulit mengalirkan darah sebanyak 0,3 mL/jam/cm3 (Ismail, 2013).

2.14 Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi daun teh dilakukan dengan metode maserasi, yaitu suatu metode ekstraksi dengan perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan. Metode ini memberikan keuntungan bahwa cairan ekstraksi yang dibutuhkan lebih sedikit dan memberikan hasil ekstrak yang lebih pekat.

Namun, kerugian dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sampai beberapa hari (Voight, 1994).

Pada maserasi, ekstrak simplisia teh hijau direndam dengan menggunakan etanol 96%. Larutan kemudian akan berkumpul di dalam wadah gelas, setelah mencapai tinggi maksimalnya secara otomatis dipindahkan ke dalam labu (Putri, 2008). Cairan ekstrak tersebut kemudian dimasukkan dalam Rotaric evaporator untuk membuat cairan ekstraksi semakin pekat dan menguapkan pelarutnya.

Kemudian hasil ekstraksi disimpan dalam botol steril berwarna coklat dalam suhu kamar (25oC) dan untukmencegah terjadinya proses oksidasi oleh sinar matahari

15 (Rahayu, 2009).

2.15 Bakteri

Bakteri berasal dari bahasa Latin bacterium (jamak,bacteria) adalah mikro organisme yang kebanyakan uni seluler (bersel satu), dengan struktur yang lebih sederhana (Tamher, 2008). Bakteri dapat dibagi menjadi dua berdasarkan pewar naan gram yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif merupakan bakteri yang dapat mempertahankan zat warna primer yaitu kristal karbon ungu, sedangkan bakteri gram negatif adalah bakteri yang mampu melepas zat warna primer dan mengikat zat warna sekunder (safranin) (Kumala, 2006).

Contoh bakteri gram positif adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus, Bacillus, Corynebacterium, Listeria, dan lain-lain. Bakteri gram negatif contohnya seperti Neisseriaceae, Escherichia coli, Shigella, Klabsiella, Salmonella, Vibrio, Pseudomonadace , Haemoplilus, Bordetella, Brucella (Lucky et al., 1994).

2.16 Staphylococcus aureus

Taksonomi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut : Kingdom : Bacteria berdiameter sekitar 1 mikron tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti kelompokbuah anggur. Bakteri ini dapat dibiakkan baik pada keadaan aerob maupun anaerob dan bersifat tidak bergerak, tidak berkapsul, dan tidak berspora.

16

Suhu optimal bagi bakteri Staphylococcus untuk berkembang adalah pada suhu 37oC, tetapi suhu optimal bagi bakteri ini untuk menghasilkan pigmen adalah pada suhu kamar (20-25oC). Pada media agar, bakteri tersebut memiliki karakteristik koloni berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warna nya yang khas adalah kuning atau coklat keemasan.

(Jawetz, 2007). Staphylococcus ditemukan sebagai flora normal pada kulit, saluran pernapasan, dan saluran cerna manusia. Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi piogenik kulit yang paling sering dan juga merupakan spesies yang paling patogen.

Bakteri tersebut mampu menimbulkan penyakit-penyakit yang berspektrum luas pada manusia dimulai dari penyakit yang disebabkan oleh toxin, seperti toxic shock syndrome, sampai dengan penyakit-penyakit yang mematikan seperti septicemia, endocarditis, pneumonia, dan osteomyelitis. (Nickerson et al., 2009).

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit baik melalui kemampuannya untuk berkembang biak dan menyebar luas di jaringan serta dengan cara menghasilkan berbagai substansi ekstraseluler. Beberapa substansi tersebut adalah: (Jawetz, 2007).

a. Katalase

Staphylococcus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.

b. Koagulase dan Faktor Pengumpal

Staphylococcus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat. Koagulase dianggap sama dengan memiliki potensi menjadi patogen invasif. Faktor koagulasi

17

adalah kandungan permukaan Staphylococcus aureus yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. Bila berada di dalam plasma, Staphylococcus aureus membentuk gumpalan.

c. Enzim lain

Enzim-enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus antara lain adalah hialuronidase, atau faktor penyebar.

d. Eksotoksin

Eksotoksin merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membrane sel eukariot. Eksotoksin merupakan hemolisin yang kuat. Beta toksin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksin untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia. Delta toksin melisiskan sel darah merah manusia dan hewan. Lamda toksin bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada deterjen non ionik. Toksin tersebut mengganggu membrane biologik dan dapat berperan pada penyakit diare akibat Staphylococcus aureus.

e. Toksin Eksfoliatif

Toksin ini menyebabkan pemisahan interseluler lapisan epidermis antara stratum spinosum dan stratum granulosum, mungkin melalui disrupsi tautan interseluler. Terdapat dua varian toksin eksoliatif, yaitu varian yang bersifat antigenik pada manusia dan varian yang bertindak sebagai antibodi yang memberi efek anti toksik terhadap toksin itu sendiri.

f. Enterotoksin

Enterotoksin merupakan penyebab penting dalam keracunan makanan;

enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Enterotoksin juga tahan terhadap panas dan

18 pendek (kokobasil) dengan ukuran 0,4-0,7 μm, tidak berspora dan beberapa strain mempunyai kapsul. Eschericia coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa di pakai di laboratorium Mikrobiologi; pada media yang digunakan untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. Escherichia coli bersifat fakultatif anaerob (Jawetz, 2007).

Beberapa strain bila ditanam pada agar darah menunjukkan hemolisis tipe beta (Lucky et al,1994). Escherichia coli secara khas menunjukkan hasil positif pada tes indol, lisin dekarboksilase, dan fermentasi manitol, serta menghasilkan gas dari glukosa (Soemarno, 2000). Escherichia coli mempunyai karakteristik berwarna merah atau merah jambu, bulat, dan tidak berlendir. Namun, pada Eosin methylene blue agar, Escherichia coli menghasilkan koloni yang berwarna metallic green. Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering pada sekitar 90% infeksi saluran kemih pertama pada wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering berkemih, disuria hematuria, danpiuria.

19

(Jawetz, 2007). Adapun faktor-faktor patogenitas dari Eschericia coli sebagai berikut: Antigen permukaan pada Escherichia coli paling tidak terdapat 2 tipe fimbria, yaitu tipe sensitif manosa (pili) dan tipe resisten manosa (CFAS I & II).

Kedua tipe fimbriae ini penting sebagai colonization factor, yaitu untuk perlekatan sel bakteri pada sel/jaringan inang (Lucky etal, 1994).

2.18 Antimikroba

Antimikroba merupakan substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme, yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan ataupun membunuh mikroorganisme lain. Aktivitas antimikroba diukur in vitro untuk menentukan potensi agen antibakteri dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan, dan kerentanan mikroorganisme tertentu terhadap obat dengan konsentrasi tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba in vitro yaitu pH lingkungan, komponen medium, stabilitas obat, ukuran inokulum, lama inkubasi, dan aktivitas metabolik mikroorganisme (Warsa, 1994).

2.19 Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu metode utama yaitu metode dilusi ataupun metode difusi. Dalam Jawetz (2007), metode-metode utama yang dapat digunakan adalah: Metode Dilusi Cara kerja metode dilusi yaitu Sejumlah zat anti mikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat zat anti mikroba. Medium akhirnya diinokulasi dengan bakteri yang diuji.

Tujuan akhirnya adalah mengetahui seberapa banyak jumlah zat anti mikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau bakteri yang diuji.

20 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan merupakan metode eksperimental (experimental research), yang meliputi pengumpulan dan identifikasi bahan tumbuhan, karakterisasi estrak simplisia, pembuatan ekstrak teh hijau, serta pengujian antibakteri ekstrak teh hijau (Camelia sinensis L.). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Farmasi Fisik, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Kosmetologi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

21 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium foil, autoklaf (Fisons), batang pengaduk, beaker glass (Iwaki pyrex), benang wol, Biological Safety Cabinet (Astec HLF 1200 L), bunsen, blender, cawan petri, cawan penguap, erlenmenyer (Iwaki pyrex), inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kain kassa, kapas, kertas perkamen, kertas saring, kompor gas (Rinnai), kurs porselin, lumpang dan Alu porselen, lemari pendingin (Toshiba), mikro pipet (Eppendorf), mikroskop (Olympus), neraca analitik (Metler AE 200), oven (Memmert), object glass, penangas air, pH meter (Hanna), pinset, pipet tetes, rotary evaporator (Haake D), Spatula, tanur (Gallenkomp) vial, dan Viscometer Brookfield.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah teh hijau (Camelia sinensis L.), CMC-Na, Muller Hinton Agar (Himedia), Nutrient Agar (Oxoid), Nutrient Broth (Oxoid), pencadang kertas berdiameter 6 mm dan bahan-bahan yang berkualitas proanalisa

@-naftol, amil alkohol, asam nitrat pekat, asam asetat anhidrat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, benzena, besi (III) klorida, bismuth nitrat, etanol 96%, etilasetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, n-heksana, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat dan toluene, suspensi standar CMC-Na. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC dan Staphylococcus aureus AATC 1228.

3.2 Penyiapan sampel 3.2.1 Pengambilan sampel

22

Pengambilan sampel dilakukan dengan purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel digunakan adalah sediaan teh hijau (Camelia sinensis L.) merek Zuma Superco yang di ambil dari Sidamanik, kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2.3 Pengolahan sampel

Sampel yang sudah di ambil kemudian di blender hingga menjadi serbuk.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.2 Pereaksi Asam Sulfat 2N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) Klorida dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml lalu disaring (Ditjen POM, 1979).

3.3.4 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g Kalium iodida dilarutkan dalam sedikit akuades kemudian ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

23 3.3.5 Pereaksi Dragendorff

Pereaksi dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 gram bismuth nitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air; (2) 6 gram kalium iodida dalam 10 ml air. Larutan persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air (Harborne, 1987).

3.3.6 Pereaksi Kloralhidrat

Larutan kloralhidrat dibuat dengan cara melarutkan kloralhidrat sebanyak 50 g dalam 20 ml air (Depkes, 1995).

3.3.7 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asan asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml (Depkes, 1995).

3.3.8 Pereaksi Meyer

Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml akuades. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml akuades lalu dicampurkan keduanya dan ditambahkan akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.9 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.10 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.3.11 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

24 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap serbuk Teh hijau (Camelia sinensis L. ) dengan mengamati bentuk, bau, rasa, dan warna.

3.4.2 Penetapan kadar air a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama kurang lebih 30menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 gram simpllisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kemudian toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik dan setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml.

Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.3 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 gram simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform (2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 L) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga

25

kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap.kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya.

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya.

Dalam dokumen FORMULASI GEL HAND SANITIZER (Halaman 20-0)