BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
C. Pembahasan
1. Hubungan motivasi masuk FKIP dengan Bakat keguruan mahasiswa FKIP.
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang ditunjukkan Tabel 4.5, motivasi masuk FKIP tidak berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Hal ini ditunjukkan oleh Sig, (2-tailed) sebesar 0,973 yang lebih besar dari 0,05 sehingga diterima. Dengan kata lain yang menyatakan motivasi masuk FKIP berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP ditolak.
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab motivasi masuk FKIP tidak berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Responden tidak serius dalam mengerjakan instrumen. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kuesioner yang tidak kembali. Ada beberapa responden yang tidak konsisten dalam menjawab pernyataan-pernyataan kuesioner, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan kuesioner yang serupa atau yang hanya diubah dari kalimat positif menjadi kalimat negatif. Hal ini juga berdampak pada skor yang rendah sehingga peneliti tidak dapat mengukur motivasi mahasiswa masuk FKIP secara maksimal. b. Kurangnya waktu mahasiswa untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan meningkatkan bakat keguruan. Semiawan dkk (1984: 2), menjelaskan bahwa dalam
mengembangkan bakat yang dimiliki diperlukan adanya latihan, pengetahuan dan pengalaman agar bakat itu dapat terwujud. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki bakat perlu mengikuti pelatihan-pelatihan khusus. Dengan mengikuti berbagai pelatihan seseorang tersebut akan memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman. Namun, pada kenyataannya sebagian mahasiswa tidak memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan diluar jam kuliah. Mahasiswa cenderung hanya mengikuti proses belajar yang sudah dijadwalkan oleh pihak Universitas, Fakultas maupun prodi. Beban kuliah dan tuntutan poin yang harus mahasiswa kumpulkan membuat mahasiswa enggan untuk mengikuti kegiatan yang bersifat eksternal.
c. Untuk mengukur bakat seseorang tidak cukup dengan menggunakan satu variabel saja, yaitu variabel motivasi. Ada beberapa variabel yang bisa digunakan untuk mengukur bakat seseorang secara maksimal. Seseorang yang memiliki bakat dalam bidang tertentu biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Wiyono (2006: 61) menyatakan bahwa, bakat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor genetik atau keturunan, pendidikan dan pelatihan. Sedangkan Ali dan Asrori (2005: 81) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat seseorang. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari minat, motif berprestasi, keberanian mengambil resiko,keuletan dalam menghadapi tantangan, dan kegigihan dalam mengatasi kesulitan yang timbul.
Faktor internal yang pertama adalah minat.Minat merupakan rasa tertarik yang berasal dari dalam diri seseorang. Rasa tertarik yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu biasanya akan membuat seseorang untuk memutuskan masuk pada bidang tersebut. Minat merupakan hal yang tidak dapat dipaksakan. Minat merupakan rasa yang bersifat alamiah dan merupakan hasil pemikiran seseorang di dalam dirinya sendiri. Peneliti menduga seseorang yang memiliki minat masuk dalam bidang keguruan akan memiliki keinginan untuk mengembangkan bakat keguruannya.
Faktor internal yang kedua adalah motif berprestasi. Dalam berjuang untuk menghasilkan prestasi di suatu bidang seseorang akan berusaha secara maksimal. Bakat yang terpendam yang dimiliki seseorang akan terlihat apabila seseorang berusaha untuk melatih bakat tersebut. Keinginan seseorang menunjukkan prestasi yang dimiliki dapat menjadi awal bakat tersebut muncul dan mulai terarah sehingga bakat yang dimiliki seseorang menjadi terllihat. Seseorang yang
memiliki prestasi selama berkuliah di FKIP cenderung menguasai keterampilan keguruan.
Faktor internal yang ketiga adalah keberanian mengambil resiko. Seseorang yang memiliki keberanian dalam melakukan sesuatu akan mendapat kesempatan untuk selalu berkembang. Hal ini juga berlaku pada bakat seseorang, dalam memulai susuatu hal seseorang akan dihadapkan kepada pilihan berani mencoba atau takut akan kegagalan. Seseorang yang seringkali takut untuk memulai karena kurang percaya diri kecil kemungkinan untuk menemukan bakatnya, sedangkan seseorang yang berani mengambil resiko, ia akan berani mencoba hal baru sehingga kemungkinan untuk menemukan dan mengasah bakat yang dimiliki akan lebih besar.
Faktor internal yang keempat adalah keuletan dalam menghadapi tantangan. Dalam proses memunculkan bakat, terdapat proses latihan yang seringkali menimbulkan tantangan. Untuk dapat bertahan dari sebuah tantangan seseorang harus ulet dan rajin berlatih. Bakat tidak muncul begitu saja, bakat memerlukan pelatihan dan pengarahan yang sesuai. Tantangan dan kesulitan akan menjadi sebuah proses yang akan dihadapi seseorang dalam berlatih. Semakin ulet seseorang dalam berlatih pada bidang tertentu, akan semakin besar kemungkinan ia akan menguasai bidang tersebut.
Faktor internal yang kelima adalah kegigihan dalam mengatasi kesulitan yang timbul. Kegigihan dan daya juang merupakan kesanggupan seseorang untuk tidak menyerah dengan kesulitan yang timbul. Daya juga merupakan kekuatan seseorang untuk melakukan usaha-usaha agar menguasai bidang tertentu. Adanya kegigihan dan daya juang ini akan menjadikan seseorang lebih memiliki semangat untuk berlatih mengembangkan bakat yang dimiliki.
Adapun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi bakat seseorang terdiri dari kemampuan maksimal untuk mengembangkan diri, sarana dan prasarana, dukungan dan dorongan orang tua atau keluarga, lingkungan tempat tinggal, serta pola asuh orang tua.
Faktor eksternal yang pertama adalah kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri. Seseorang yang berbakat tentunya memiliki kesempatan untuk berlatih dan mengasah kemampuannya. Dengan adanya kesempatan untuk berlatih secara maksimal maka seseorang akan mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. Seseorang yang telah masuk pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan hendaknya ia akan memaksimal diri melalui berbagai pelatihan dan perkuliahan yang telah diprogramkan
oleh FKIP guna mengembangkan bakat keguruan yang dimiliki.
Faktor eksternal yang kedua adalah Sarana dan Prasarana. Bakat tidak muncul dengan sendirinya, bakat tidak sekedar membutuhkan wadah. Beberapa bakat memiliki syarat akan sarana dan prasarana. Hal ini akan mendukung seseorang untuk menemukan bakat yang ia miliki. Sarana dan prasarana yang memadai akan semakin mendukung berkembangnya bakat yang dimiliki oleh sesorang pada bidang tertentu.
Faktor eksternal yang ketiga adalah dukungan dan dorongan orang tua atau keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama seseorang belajar bersosialisasi. Keluarga yang mendukung seseorang untuk mengembangkan bakatnya, akan menjadi kekuatan bagi seseorang dalam mengasah dan mengembangkan bakat yang dimiliki. Dukungan dan dorongan yang selalu keluarga berikan kepada seseorangakan memberikan dampak positif bagi seseorang tersebut. Seseorang yang menempuh pendidikan di FKIP juga membutuhkan dukungan dan dorongan dari keluarga.
Faktor eksternal yang keempat adalah lingkungan tempat tinggal. Selain keluarga, seseorang juga hidup di tengah masyarakat yaitu lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal yang kondusif akan memberikan keleluasan
untuk mengekspresikan diri. Melalui kegiatan yang disenangi, seseorang akan mampu memaksimalkan bakat yang dimiliki tanpa ada rasa terbatas atau terhambat karena lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif. Lingkungan yang nyaman dan aman akan memberikan rasa nyaman untuk seseorang dalam memaksimalkan diri untuk mengeksplor bakat yang dimiliki.
Faktor eksternal yang kelima adalah pola asuh orang tua.Pola asuh orang tua berperan penting dalam membentuk karakter seseorang. Selain membentuk karakter, pola asuh secara tidak langsung akan menjadi panutan seseorang dalam bertindak. Pola asuh yang baik akan membuat seseorang mampu memaksimalkan potensi dimiliki dan mendapat arahan yang sesuai.
Pernyataan-pernyataan faktor tersebut, menunjukkan bahwa masih banyak variabel yang turut menentukan bakat seseorang. d. Sebagian besar mahasiswa masuk di FKIP hanya memiliki
keinginan semata, tetapi mereka belum tentu memiliki bakat keguruan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persentase yang didapatkan dari 204 responden, sebanyak 99 responden atau 48.5% yang termotivasi masuk di FKIP. Motivasi masuk FKIP yang cukup tinggi tidak menjamin seseorang akan memiliki bakat keguruaan. Hal ini diduga karena kebanyakan mahasiswa
yang masuk di FKIP tidak menyadari pentingnya menguasai keterampilan di bidang keguruan. Mahasiswa yang sudah masuk di FKIP secara tidak langsung sudah mulai dibentuk dan diarahkan untuk menjadi guru. Namun faktanya, mahasiswa yang ada di FKIP hanya sekedar mengikuti proses perkuliahan secara formalitas saja tanpa memiliki kemauan untuk menguasai keterampilan di bidang keguruan. Artinya, tidak semua mahasiswa yang masuk di FKIP didasarkan karena mahasiswa tersebut memiliki keinginan untuk menjadi guru. Hal ini yang memungkinkan motivasi masuk FKIP tidak berhungan dengan bakat keguruan.
2. Hubungan pengusasaan mata kuliah pengajaran mikro dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang ditunjukkan Tabel 4.6, penguasaan mata kuliah pengajaran mikro tidak berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Hal ini ditunjukkan oleh Sig, (2-tailed) sebesar 0,825 yang lebih besar dari 0,05 sehingga diterima. Dengan kata lain, yang menyatakan penguasaan mata kuliah pengajaran mikro berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FIKIP ditolak.
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab penguasaan mata kuliah pengajaran mikro tidak berhubungan
dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Responden tidak serius dalam mengerjakan instrumen penelitian. Hal ini dibuktikan dari banyaknya kuesioner yang tidak kembali. Terdapat beberapa responden yang tidak mengisi penuh kuesioner bagian kreativitas pedagogi yaitu sebesar 64% atau 160 responden dari 250 responden. Banyak juga jawaban responden yang kurang sesuai dengan pernyataan yang ada pada bakat keguruan. Hal ini berdampak pada rendahnya skor bakat keguruan responden sehingga peneliti tidak dapat mengukur bakat keguruan mahasiswa secara maksimal.
b. Kurangnya waktu latihan atau menerapkan teori yang didapatkan selama mengikuti perkuliahan, khususnya mata kuliah pengajaran mikro yang hanya satu semester didapatkan oleh mahasiswa selama masa perkuliahan.
Silabus yang dibuat dalam mata kuliah Pengajaran Mikro hanya mengalokasikan 4 jam pertemuan setiap minggunya selama satu semester. Untuk praktik secara langsung, masing-masing mahasiswa hanya mendapat empat kali kesempatan untuk praktik mengajar dalam kelas kecil. Sedangkan bulan efektif yang digunakan selama satu semester hanya ada kurang lebih empat bulan. Hal ini jelas
terlihat sangat kurang jika mengacu pada pernyataan Gladwell (2008: 40), yang menyatakan bahwa, pentingnya mendedikasi waktu minimal 10.000 jam untuk berlatih jika seseorang ingin ahli dalam bidang tertentu.
Hartono (2017: 62-63) menambahkan bahwa, agar menjadi seorang guru yang banyak memiliki pengalaman, salah satu langkah yang harus ditempuh yaitu mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan meningkatkan kompetensi dan wawasan guru. Sementara itu, waktu sesungguhnya yang didapatkan oleh mahasiswa selama satu semester pada mata kuliah Pengajaran Mikro hanya kurang lebih 256 jam. Hal ini dapat diketahui dengan melihat dari waktu yang dialokasikan hanya 4 jam pertemuan pada setiap minggu, sementara dalam satu bulan hanya ada empat minggu, sehingga 4 jam x 4 minggu = 16 jam. Hal ini menunjukkan bahwa waktu berlatih yang didapatkan mahasiswa selama satu bulan hanya ada 16 jam.
Sementara jika melihat dari bulan efektif yang digunakan selama satu semester hanya ada kurang lebih empat bulan atau 16 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah jam yang didapatkan selama satu bulan dikalikan dengan minggu efektif selama empat bulan yaitu,16 jam x 16 minggu = 256. Hal ini menunjukkan
bahwa masih sangat minimal waktu berlatih yang didapatkan oleh mahasiswa melalui mata kuliah Pengjaran Mikro. Dengan kata lain, mahasiswa masih membutuhkann waktu berlatih minimal sebanyak 9.744 jam jika ingin ahli dalam bidang tertentu. Hal ini yang menyebabkan Pengajaran Mikro tidak berhubungan dengan bakat keguruan.
c. Nilai yang tinggi tidak mencerminkan penguasaan mata kuliah yang sesungguhnya.
Davis dkk. (2009:1) mengungkapkan bahwa para siswa melakukan kecurangan akademik karena mereka takut gagal atau takut memiliki nilai dibawah rata-rata. Pengajaran mikro merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara praktik. Peneliti menduga bahwa mahasiswa mendapatkan nilai bagus karena mahasiswa cenderung mempersiapkan diri secara maksimal hanya pada saat ia hendak praktik mengajar pada waktu tertentu, sehingga nilai yang tinggi belum tentu berarti mahasiswa menguasai dengan baik mata kuliah yang bersangkutan. Hal ini tidak menunjukkan kemampuan mahasiswa yang sebenarnya.
Mahasiswa yang mendapat nilai tidak bagus diduga juga karena saat melakukan praktik mengajar kondisi fisik
mahasiswa tidak sehat, kurang konsentrasi, tegang,tidak menguasai materi,dan bahkan tidak menunjukkan keseriusan yang tinggi selama mengikuti perkuliahan pada mata kuliah mikro sehingga tidak dapat melaksanakan praktiknya secara maksimal.
Di sisi lain, silabus-silabus yang ada pada mata kuliah FKIP khususnya pada mata kuliah Pengajaran Mikro tidak mencantumkan pernyataan mengenai pengembangan bakat keguruan. Pembelajaran pada mata kuliah pengajaran mikro hanya sekedar mengarahkan mahasiswa untuk melakukan praktik saja. Pembelajaran di mata kuliah Pengajaran Mikro tidak diarahkan untuk mengembangkan bakat keguruan mahasiswa. Hal ini juga dapat menyebabkan hasil proses pembelajaran pada mata kuliah pengajaran mikro tidak akan mencerminkan bakat keguruan mahasiswa. Dengan demikian, penguasaan Mata kuliah Pengajaran Mikro tidak berhubungan dengan bakat keguruan mahasiswa FKIP.
94
BAB V
PENUTUP