• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan dan Diskusi

Dalam dokumen LAPORAN PENELITIAN STUDI KASUS (Halaman 88-94)

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi ART kepada ke dalam sistem kesehatan

VII. Pembahasan dan Diskusi

Dari hasil analisa yang telah diuraikan di atas, didapatkan bahwa masing – masing sub sistem memiliki kontribusi dalam kinerja program yang dibuktikan dalam hasil analisa sesuai dengan kerangka konsep penelitian. Sebagai garis besarnya kontribusi pemerintah daerah memiliki pengaruh yang kuat dalam program spesifik pada penelitian ini yaitu, dimana pemerintah daerah sebagai bagian yang mengkoordinir mulai dari perencanaan sampai dengan distribusi dan didukung komponen manajemen regulasi daerah, SDM, pembiayaan, pemberdayaan masyarakat dan monev. Tetapi secara keseluruhan bukan berarti tidak ditemukan adanya kelemahan yang merupakan hasil dari belum terpenuhinya integrasi setiap sub sistem. Hal ini juga dikatakan oleh Sutciffe dan Court (2006), bahwa proses kebijakan adalah cara dari kebijakan itu diinisiasi, dikembangkan, diimplementasikan dan dievaluasi.

Dari hasil analisa hubungan integrasi dan kinerja program di DKI Jakarta terdapat sub sistem yang menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan kerangka konsep dimana sub sistem ini seharusnya terintegrasi penuh dalam menjamin kinerja program. Sub sistem tersebut adalah penyediaan farmasi dan alkes, dimana masih terdapatnya sistem yang berjalan saling tidak berintegrasi. Tetapi bukan berarti program berjalan tidak efekif maupun menjadi tidak berjalan dengan baik. Pemerintah daerah memastikan sistem yang menjamin program tetap berjalan dengan baik dengan mewujudkan integrasi sistem secara vertikal antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Hasil yang didapat adalah kinerja program yang dinilai baik. Kepastian yang dibutuhkan untuk berjalannya integrasi sistem antara perintah pusat dan daerah adalah melalui sub sistem manajemen dan regulasi meskipun dalam subsistem ini masalah akuntabilitas belum terintegrasi penuh. Bersamaan dengan hal tersebut maka diperlukannya optimalisasi sumber daya terkait, termasuk masyarakat.

Dari hasil penelitian tahap I digambarkan bahwa regulasi HIV dan AIDS di tingkat nasional sudah lebih konsisten, setidaknya hal ini dapat dilihat melalui Strategi Rencana Aksi Nasional. Potensi lokal yang mendukung kebijakan dalam strategi

penanggulangan HIV dan AIDS telah mulai tumbuh. Potensi ini dapat dilihat dari banyaknya peraturan pemerintah mengenai HIV dan AIDS yang telah dihasilkan baik di tingkat daerah. Hasil ini sejalan dengan hasil yang didapatkan juga dalam penelitian ini dimana pemerintah daerah menjalan regulasi yang merupakan turunan dari pusat. Sehingga hubungan vertikal dalam pengadaan dapat dijalankan oleh pemerintah daerah dengan baik.

Dalam sub sistem lain, yaitu untuk sub sistem pembiayaan program dalam sistem kesehatan masih ada yg menunjukan integrasi yang belum penuh meskipun hasil kinerja program baik. Tetapi hal ini tidak menjadikan kinerja program menjadi tidak efektif. Sama halnya dengan sub sistem sebelumnya, dukungan pemerintah pusat dalam hal pembiyaan masih sangat mendukung secara penuh sehingga daerah mendapatkan manfaat yang optimal. Alokasi APBN serta adanya dukungan dari MPI untuk program masih sangat kuat dalam menunjang keberlangsungan program. Dukungan APBD sangat menunjang dalam keberlangsungan program melalui pendanaan kegiatan penunjang program.

Sub sistem sebagian juga di alami oleh SDM, dimana sub sistem ini merupakan bagian yang penting dalam hal pelaksanaan progam langsung kepada end user. Penanganan khusus pada kasus ini akan berbeda dengan kasus lain karena ada kondisi spesifik yang juga membutuhkan kompetensi khusus bagi SDM yang terlibat sehingga perlu adanya intervensi khusus terhadap SDM yang berkontrbusi dalam program dan ini berlaku pada semua jenis SDM. Dalam hal ini pemerintah daerah telah mengambil tanggung jawab dalam pembinaan SDM melalui pelatihan–pelatihan kompetensi spesifik bagi SDM di pelayanan HIV. Pelatihan-pelatihan ini penting untuk meningkatkan kapasistas kompetensi dan memperbarui pengetahuan SDM. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mengantisipasi rotasi kepegawaian yang dilakukan oleh BKD. Dengan demikian, SDM yang terlibat diharapkan dapat menyumbangkan kontribusi dalam kinerja program.

Dalam sub sistem informasi strategi telah terintegrasi penuh dimana sistem informasi yang saat ini berjalan merupakan kegiatan kunci dalam regulasi program mulai dari

perencanaan, pendistriibusian dan monitoring di tingkat daerah. Dari hasil penelitian tahap satu untuk sub sistem informasi dijelaskan Kemkes telah mensosialisasikan SIHA (Sistem Informasi HIV dan AIDS) yang dirancang untuk penyusunan pelaporan di tingkat daerah dan pusat. Pemanfatan ‘evidence’ dari pelaporan tersebut untuk pemetaan, pengembangan dan pelaksanaan kebijakan, program, dan penelitian masih belum terintegrasi dengan baik dalam sistem informasi strategis. Selain itu SIHA juga telah diintegrasikan dengan Sistim Informasi Kesehatan di DKI Jakarta. Sistem yang dibangun oleh pusat merupakan salah satu bentuk integrasi vertikal yang kemudian oleh pemerintah daerah di menfaatkan secara optimal baik untuk keberlangsungan program, tetapi daerah mengembangkan sistem informasi yang menjadikan informasi pusat sebagai sumber data akurat dari sistem informasi daerah sehingga tidak terdapat tumpang tindih fungsi masing – masing tetapi menjadi kepanjangan tangan untuk informasi yang lebih mudah diakses.

Maka perlunya pemberdayaan seluruh pihak terkait seperti yang disampaian kemenkes tahun 2009, Strategi Nasional Pengendalian HIV dan AIDS (1994) merupakan respon yang sangat penting pada periode tersebut, dimana KPA telah mengkoordinasikan upaya pengendalian baik yang dilaksanakan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta sektor lainnya. Tetapi pada hasil penelitian ini sub sistem yang tidak penuh adalah partisipas masyarakat, dimana seharusnya kontribusi masyarakat menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi terhadap berjalannya program. Tidak ada sistem yang secara langsung melibatkan masyarakat sampai dengan monitoring keberlangsungan program. Dalam analisa yang telah dilakukan tidak terlihat adanya pencapaian kinerja yang menunjukkan hasil kontribusi masyarakat baik sejak perencanaan, pengawasan pelaksanaan program hingga menilai dampak dari program. Pada dasarnya keterlibatan masyarakat umum sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk membantu dalam pengendalian program, bukan hanya kelompok yang membutuhkan saja karena dengan keterlibatan masyarakat diharapkan akan meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. Karena berdasarkan data KPAP 2015, masih banyaknya ODHA yang tidak sampai ke layanan menjadi salah satu kontribusi dalam keberhasilan program. Dalam hasil diskusi

kulturasi di Kecamatan Cilincing dimana untuk meningkatkan cakupan maka diberdayakannya kader muda untuk turun ke lapangan, tetapi yang ditemukan adalah sulitnya mengakses populasi kunci yang seharusnya telah memenuhi syarat karena alasan administrasi kependudukan. Adapun di kelompok komunitas odha perempuan Yayasan Pelita Ilmu (YPI) diskusi kulturasi ada banyak pertanyaan mengenai gizi anak. Hal ini menunjukan sudah ada kesadaran di komunitas tentang pentingnya gizi sebagai bagian penting dalam masalah HIV. Sedangkan dikusi kulturasi di Kelurahan Mampang, para kader sudah memahami tentang HIV namun belum pernah mendengar tentang Warga Peduli AIDS (WPA). Sementara itu KPAP menyampaikan WPA telah ada sampai pada tingkat RW.

Meskipun sub sistem partisipasi masyarakat belum penuh, kinerja program di DKI Jakarta saat ini pencapaian kinerja yang optimal didapatkan dengan optimalisasi sistem pelayanan kesehatan baik dari segi kualitas unit layanan dan cakupan jumlah untuk layanan yang mudah diakses serta hal terpenting adalah sistem rujukan yang mudah. Dalam mewujudkan kualitas pelayanan, Kemenkes merekomendasikan perlunya meningkatkan cakupan dan kualitas layanan pencegahan dan perawatan HIV melalui layanan komprehensif yang terintegrasi di tingkat kabupaten/kota.

Program dalam sistem kesehatan di DKI Jakarta belum terintegrasi secara penuh karena masih ada sub sistem yang belum terintegrasi tetapi tetapi hal ini dapat diatasi oleh pemerintah daerah dengan sistem manajemen dan regulasi yang mapan. Sistem integrasi yang juga berlangsung dalam program adalah sistem integrasi vertikal, dimana pemerintah pusat masih menjadi pengendali utama sedangkan pemerintah daerah menyiapkan regulasi daerah untuk melaksanakan program tersebut.

Hasil analisis pada studi kasus ini menunjukkan integrasi program ke dalam fungsi kesehatan dianggap sangat penting karena memiliki kontribusi yang besar dalam kondisi kesehatan secara menyeluruh. Tetapi dalam keberlangsungan program ini dibutuhkan perbekalan yang cukup untuk kesiapan pemerintah dalam memastikan keberlangsungan program dapat terjamin jika tidak bisa lagi bergantung pada dana dukungan dari MPI. Untuk menjaga keberlangsungan program dibutuhkan

pengembangan dari semua sub sistem terutama pada sub sistem yang belum terintegrasi.

Dalam dokumen LAPORAN PENELITIAN STUDI KASUS (Halaman 88-94)

Dokumen terkait