BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi
pemaafan terhadap peningkatan kesejahteraan psikologis pada perempuan
yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa terapi pemaafan efektif
meningkatkan kesejahteraan psikologis perempuan yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga.
Kesejahteraan psikologis merupakan sebuah kondisi di mana
seseorang mampu untuk berperan dan menjalankaan perilaku positif dalam
kehidupannya untuk membuat individu merasa lebih sejahtera. Ryff
(1998) berpendapat bahwa individu yang memiliki kesejahtearaan
tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain,
menjadi pribadi yang mandiri, mampu beradaptasi dengan baik, dan terus
bertumbuh secara personal. Siltala (2014) menemukan bahwa individu
yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga memiliki kesejahteraan
psikologis yang rendah. Para korban cenderung merasa tidak bisa
menerima kondisi yang sedang mereka rasakan.
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa para subjek
yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga memiliki kesejahteraan
psikologis yang rendah seperti yang ditunjukkan dari hasil prates pada
kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Karakurt, Smith, dan
Whiting (2014) menemukan bahwa perempuan yang menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga memiliki dampak negatif terhadap
kesejahteraan psikologis.
Salah satu yang dapat berikan kepada para subjek yang merupakan
korban kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan terapi pemaafan.
Reed dan Enright (2006) menemukan bahwa terapi pemaafan mampu
meningkatkan kesehatan mental perempuan yang mengalami kekerasan
secara emosional. Meek dan McMinn (1997) mengungkapkan bahwa
pemaafan bukan hanya sekedar tehnik terapi saja melainkan juga salah
satu cara yang mampu memberikan efek positif untuk dapat
mengembangkan diri individu secara personal dan dapat memulihkan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini diketahui bahwa hipotesis
yang diajukan dalam penelitian dapat diterima. Hasil dari analisis
kuanititatif yang dilakukan menunjukkan bahwa terapi pemaafan efektif
meningkatkan kesejahteraan psikologis pada perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis yaitu
diperolehnya nilai Z = -2.611 dan p = 0.009 (p<0.01). Hasil ini juga
disertai dengan perbedaan tingkat pemaafan antara kelompok kontrol dan
eksperimen, yaitu Z = -2.619 dan p = 0.009 (p<0.01). Setelah diberikan
perlakuan berupa terapi pemaafan, subjek dari kelompok eksperimen
mengalami peningkatan dalam kesejahteraan psikologis yang dimilikinya.
Sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan dalam
kesejahteraan psikologis yang dimilikinya. Terapi pemaafan memberikan
pengaruh terahadap kesejahteraan psikologis dan pemaafan dengan effect
size sebesar 75% dan 76%.
Hasil penelitian ini juga menunjukan persamaan hasil peneltian
seperti yang dilakukan oleh Freedman dan Enright (2017). Penelitian
tersebut menemukan bahwa terapi pemaafan secara signifikan efektif
untuk memulihkan kondisi kesehatan mental seseorang yang mengalami
kekerasan disertai dengan meningkatnya pemaafan seseorang untuk
memafkan orang yang telah melakukan kekerasan. Sejalan dengan
penelitian tersebut, Lamb (2005) mengatakan bahwa terapi pemaafan
dapat memperbaiki kesehatan mental individu yang menjadi korban
berempati terhadap orang yang yang telah menyakiti. Individu yang
menjadi korban kekerasan biasanya membutuhkan waktu untuk
melakukan proses pemaafan hingga akhirnya individu tersebut mampu
sepenuhnya menerima dan berempati kepada orang yang telah
menyakitinya.
Wang dan Kanungo (2004) menjelaskan bahwa individu yang
memiliki relasi sosial yang banyak memiliki kesejahteraan psikologis lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki sedikit relasi. Pada
perolehan hasil skor yang dilakukan pada saat pascates 2 menunjukkan
bahwa subjek RH dan DS memiliki skor yang tidak jauh berbeda dan
paling tinggi dibandingkan dengan subjek lainnya. Hal ini dikarenakan DS
dan RH memiliki relasi yang banyak terhadap lingkungan disekitarnya.
RH mengatakan bahwa RH memiliki banyak relasi dan teman di
lingkungan tempat RH berjualan. Begitupun dengan DS yang memiliki
relasi sosial yang lebih banyak.
Berdasarkan hasil pascates 2 juga diketahui ada perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai Z = -2.619 dan p =
0.009 (p<0.01). Hasil tersebut juga bersamaan dengan adanya perbedaan
peningkatan skor pemaafan pada kelompok kontrol dan eksperimen, yaitu
dengan nilai Z = -2.619 dan p = 0.009 (p<0.01). Dengan demikian
penelitian ini juga menemukan hasil yang sama seperti peneltian yang
kekerasan akan terus mengalami peningkatan dalam jangka waktu tertentu
untuk melakukan pemaafan sepenuhnya.
Subjek SR dan NY yang tergabung dalam kelompok eksperimen
mengungkapkan bahwa dirinya menjadi lebih mampu bersikap ketika SR
harus berhadapan dengan suaminya. Sebelumnya SR merasa jengkel dan
cenderung tidak dapat mengontrol emosi ketika berbicara dengan
suaminya. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Reed dan Enright
(2006) yang mengatakan bahwa terapi pemaafan mampu untuk
meningkatkan kemampuan seseorang yang mengalami kekerasan
emosional untuk dapat lebih percaya diri, meningkatkan pemaafan,
mampu beradaptasi dengan baik, serta mampu menemukan hikmah dari
kejadian yang dialami.
Pernyataan yang disampaikan juga sesuai dengan hasil temuan
lainnya dalam peneltian ini. Subjek penelitian dari kelompok eksperimen
merasakan adanya perubahan kondisi yang lebih baik antara sebelum
mengikuti pelaksanaan kegiatan terapi pemaafan dan setelah mengikuti
pelaksanaan kegiatan terapi pemaafan. Hal ini didukung oleh hasil
pengukuran pemaafan yang dimiliki oleh subjek pada kelompok
eksperimen, yaitu ada perbedaan tingkat pemaafan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah pelaksanaan terapi.
Selain itu, Dorlan dan Barlow (2016) menyebutkan bahwa
pemaafan merupakan salah faktor kuat yang dalam memberikan kontribusi
pemaafan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya akan dapat
menyesuaikan diri dengan peristiwa yang terjadi padanya. Individu juga
mampu untuk mengontrol diri menjadi individu yang lebih positif untuk
mencapai kesejahteraan psikologis.
Subjek yang menerapkan pemaafan dalam kegaitan sehari-sehari
mereka juga merasakan kondisi yang lebih baik. AW mengatakan bahwa
saat AW mulai untuk mendoakan orang yang telah menyakitinya, AW
merasa kondisinya lebih lega dan lebih dapat menerima kondisi yang
sedang AW rasakan. Setelah melalakukan terapi pemaafan AW, DS, SR
mengatakan bahwa mereka tidak merasakan kesepian lagi. Para subjek
merasa bahwa tidak hanya mereka saja yang mengalami permasalahan
dalam rumah tangga.
Perasaan yang dirasakan oleh para subjek sejalan dengan pendapat
yang dikemukakn oleh Hafeez dan Rafique (2013), yaitu ada bukti empiris
mengenai religiusitas sangat berkaitan dengan kesejahteraan psikologis.
Artinya religiusitas menjadi salah satu prediktor dalam kesejahteraan
psikologis. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kashab, Kashab,
Mohammmadi, Zarabipur dan Malekpour (2015) menunjukkan bahwa
religiusitas merupakan salah satu faktor dan memiliki kontrobusi yang
signifikan dalam menentukan kesehatan mental dan juga kesejahteraan
psikologis yang dimiliki oleh seseorang.
Temuan lainnya yang didapatkan dalam penelitian ini adalah
kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibandingan subjek dengan usia
lebih muda meskipun tidak signfikan. Relasi dengan orang memiliki
pengaruh yang lebih kuat untuk dapat menerima pemaafan dan merasakan
kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan faktor usia. hal ini
ditunjukkan pa saat pascates 1, subjek dengan usia lebih matang memiliki
pemaafan dan kesejahteraan psikologis yang cukup tinggi.
Namun pada sat pascates 2, subjek dengan usia yang lebih muda
juga memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang hampir sama tinggi.
Creed dan Watson (2003) juga menjelaskan bahwa faktor usia memiliki
pengaruh yang lebih rendah dibandingkan dengan faktor relasi sosial
terhadap kesejahteraan psikologis individu.
Individu yang memiliki tingkat pemaafan yang tinggi akan mampu
mengontrol emosi mereka ketika berhadapan dengan sebuah permasalahan
ataupun dengan orang yang telah menyakiti (Nashori, 2012). Individu
dengan pemaafan yang tinggi akan mampu menahan amarah ketika
berhdapan dengan orang yang telah menyakiti (Enright, 2003). Penelitian
ini menemukan bahwa subjek yang dapat mengontrol amarahnyadan
mampu menentukan sikap yang positif kepada orang yang telah
menyakitinya juga mimiliki kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan