BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
D. Terapi Pemaafan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis
Wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga merasa lebih
tersinggung ketika ada orang lain yang ingin dekat atau bertanya tentang
keadaan keluarganya (Umaythia, 2015). Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, beberapa diantara
mereka juga mengatakan bahwa sering merasa tidak percaya diri ketika
bertemu dengan orang lain. Apa lagi ketika para wanita yang mengalami
korban kekerasan dalam rumah tangga ini harus bertemu dengan teman-teman
atau orang lain yang sedang berkumpul dan membicarakan hal-hal tentang
keadaan keluarganya. Hal ini karena mereka merasa tidak nyaman dengan
kondisi yang dialami saat ini.
Umaythia (2015) menemukan bahwa wanita yang mengalami kekerasan
dalam rumah tangga juga mengatakan mereka merasa sakit hati atas
perlakukan yang diberikan oleh pelaku kepada dirinya. Terkadang mereka
hanya menahan amarah yang sebenarnya ingin mereka ungkapkan kepada
pelaku. Namun para korban tersebut merasa takut atau malah menjadi
omongan orang lain jika si pelaku adalah suami korban. Oleh karena itu,
hubungan mereka dengan suami tidak terjalin dengan baik.
Terkadang hubungan yang tidak baik juga ditunjukkan oleh korban kepada
korban menjadi merasa sulit dalam menggambil keputusannnya sendiri.
Korban juga memiliki interaksi yang kurang baik dengan pelaku maupun
orang yang tidak menyakitinya namun berhubungan dekat dengan pelaku. Hal
ini merupakan salah satu yang mengindikasikan bahwa korban memiliki
kesejahtetaan psikologis yang rendah. Seperti yang diungkapkan oleh Ryff
(1995) bahwa kesejahteraan psikologis yang rendah ditunjukkan adanya sikap
inidividu yang tidak dapat mengambil keputusan sendiri, kurang mampu untuk
mengaktualisasikan dirinya, tidak memiliki makna dan tujuan hidup yang
tepat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
psikologis individu. Chime (2015) menemukan bahwa religiusitas individu
memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis mereka. Ketika individu
menyerahkan segala keputusan mereka kepada Tuhan, maka hal tersebut akan
memberikan tendensi terhadap kesejahteran psikologis (Chime, 2015). Dolan
dan Barlow (2016) menjelaskan bahwa pemaafan juga mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis individu.
Islam juga mengajarkan individu untuk memaafkan satu sama lain, yaitu
Allah bersabda: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.
Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika individu mampu memaafkan
menyukai umatnya yang melakukan kebaikan dengan tidak berbuat zalim.
Meskipun Allah menjelaskan balasan atas suatu kejahatan adalah kejahatan
yang serupa, namun ketika individu mampu untuk memaafkan kejahatan
tersebut maka sebuah kemulian dan pahala kebaikan baginya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan
psikologis adalah melalui terapi pemaafan (Enright, 2003). Terapi pemaafan
tidak hanya sekedar terapi melain juga melatih kemampuan individu untuk
dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Hal ini karena dalam terapi
pemaafan, individu diarahkan untuk dapat mengidentifikasi perasaan yang
mereka rasakan dan mencari coping yang tepat dalam sebuah situasi,
menumbuhkan empati dalam melakukan pemaafan, serta dapat memahami
setiap situasi yang dialami hingga dapat membuat rencana ke depan
(Macaskill, 2005). Terapi pemaafan juga digunakan sebagai terapi untuk dapat
memulihkan kondisi kesehatan mental individu (Wade, 2010). Terapi
pemaafan mampu meningkatkan pemaafan individu dan mendukung dalam
memperbaiki kondisi kesehatan mental seperti kesejahteraan psikologis
individu (Freedman & Enright, 2017).
Enright (2003) menuliskan bahwa terapi pemaafan memiliki empat
tahapan agar seseorang mampu untuk memaafkan, diantaranya adalah
membuka kembali, memutuskan untuk memaafkan, melakukan pemaafan dan
mendalami pemaafan yang telah dilakukan. Jika para perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga melalaui tahapan pemaafan tersebut maka akan
memiliki tiga dimensi, yaitu emosi, pikiran dan perilaku (Nashori, 2012).
Orang yang memiliki pemaafan akan memiliki kesehatan mental yang lebih
baik karena mereka mampu untuk bersikap lebih positif menghadapi sebuah
permasalahan (Freedman & Enright, 2017).
Oleh kerena itu perlu adanya pemaafan untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga. Enright
(2003) menjelaskan bahwa pemaafan merupakan proses individu untuk tidak
melakukan balas dendam kepada pelaku yang telah menyakitinya, serta dapat
kembali menerima dan berhubungan baik dengan orang yang telah meyakiti
individu itu. Seseorang yang memiliki pemaafan pada dirinya dapat
mengontrol perasaan negatif yang muncul menjadi perasaan yang lebih positif
terhadap orang lain ataupun orang yang pernah menyakitinya (Dolan &
Barlow, 2016).
Adanya pemaafan dalam diri korban membuat korban dapat menetukan
tujuan hidup yang perlu ia lakukan. Korban mampu untuk menjalin hubungan
baik dengan pelaku karena korban perlahan-lahan belajar untuk tidak
membenci pelaku. Selain itu, korban juga bisa melakukan musyawarah kepada
pelaku untuk dapat menentukan keputusan yang diambil atas sikap atau
perlakuan yang telah dialami korban.
Orang yang memaafkan juga mampu untuk mengidentifikasi dorongan
negatif atau kekecewaannya pada diri sendiri ataupun orang lain dan
menggantinya dengan hal yang dapat membuatnya kembali nyaman (Akhtar,
dalam mengembangkan diri, menjalin hubungan hubungan yang baik dengan
orang lain, serta memiliki tujuan hidup untuk melanjutkan kehidupannya di
masa yang datang. Ketika seseorang telah mampu untuk berperan lebih baik
dalam kehidupannya, maka akan membuat kesejahteraan psikologis individu
menjadi lebih meningkat.
Enright dan Reed (2006), juga menemukan bahwa perempuan yang
melakukan pemaafan setelah mendapatkan kekerasan emosional dari
pasangannya mampu untuk beradaptasi dengan lingkungannya lebih baik
dibandingkan mereka yang masih memiliki perasaan benci dan rasa ingin
balas dendam kepada pasangannya. Ketika seseorang mampu untuk mengelola
lingkungannya dengan baik maka hal tersebut menjadi salah satu pondasi
baginya untuk memiliki kesejahteraan psikologis (Ryff, 1995). Oleh karena
itu, terapi pemaafan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis
Keterangan :
: mengalami : diberi perlakukan
: memiliki : menghasilkan
Kesejahteraan Psikologis Rendah
- Sulit menerima kondisi yang dirasakan
- Merasa tidak memiliki banyak teman untuk bercerita - Bingung dalam mengambil keputusan dan tujuan hidup
kedepan
- Merasa malu dan sulit menjalin relasi yang positif dengan orang lain
Tahapan pemaafan :
- Fase membuka kembali - Fase memutuskan - Fase bekerja - Fase pendalaman
Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Terapi Pemaafan
Manfaat Pemaafan :
- Mampu mengendalikan dan mengontrol emosi
- Menjalin hubungan yang lebih sehat dengan orang lain
- Mampu mengidentifikasi antara perasaan dan perbuatan yang akan dilakukan
- Dapat meningkatkan kesehatan mental individu
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian,
sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah terapi pemaafan mampu
meningkatkan kesejahteraan psikologis istri korban kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT). Kelompok istri korban KDRT yang memperoleh intervensi terapi
pemaafan akan memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi
dibandingkan istri korban KDRT yang tidak mendapatkan intervensi terapi
40
A. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Varibel Tergantung : Kesejahteraan Psikologis
2. Variabel Bebas : Terapi Pemaafan
B. Definisi operasional
1. Kesejahteraan psikologis
Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi psikologis individu untuk
mampu dalam mengembangkan dirinya, kemandirian, memiliki tujuan hidup,
menjalin hubungan baik dengan orang lain, penerimaan diri dan miliki tujuan
hidup (Ryff, 1989). Kesejahteraan psikologis dapat diketahui melalui skor yang
diperoleh dari skala kesejahteraan psikologis yang dibuat oleh Pebriatati (2011)
berdasarkan Psychological Well-being Scale (Ryff, 1995). Skala kesejahteraan
psikologis terdiri dari 29 butir aitem yang bertujuan untuk mengungkap tingkat
kesejahteraan psikologis yang dimiliki subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh
semakin tinggi kesejahteraan psikologis, semakin rendah skor yang diperoleh
semakin rendah kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh subjek.
2. Terapi pemaafan
Terapi pemaafaan merupakan penanganan yang diberikan kepada subjek
dengan memberikan pendampingan berkelompok. Subjek yang digunakan dalam
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan berupa terapi
pemaafan secara berkelompok, sedangkan kelompok kontrol masuk daftar waiting
list. Modul terapi yang akan digunanakan merupakan modul yang dibuat oleh tim
peneliti berdasarkan teori pemaafan dari Enright (2003) dan aspek pemaafan dari
Nashori (2012). Pelaksanaan terapi akan dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan.
Pada setiap kali pertemuan dibutuhkan waktu kurang lebih 120 menit, sehinga
total dari keseluruhan pertemuan kurang lebih 480 menit.