BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kualitas Layanan Pendidikan Lembaga PAUD
Kualitas layanan pendidikan merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. Kualitas layanan pendidikan mengacu pada kualitas proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan di suatu lembaga pendidikan, salah satunya adalah lembaga PAUD. Kualitas layanan pendidikan lembaga PAUD merupakan salah satu aspek yang penting untuk dapat meningkatkan minat orang tua terhadap lembaga tersebut. Menurut hasil perhitungan kategori skor kualitas pendidikan lembaga PAUD pada tabel 4.5 diketahui bahwa menurut para orang tua, kualitas pendidikan lembaga PAUD berada dalam kategori sedang. Sebanyak 76% orang tua menyatakan bahwa kualitas pendidikan lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati berada pada kategori sedang. Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas pendidikan di lembaga PAUD masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan, sehingga dapat masuk kedalam kategori baik.
Kualitas layanan pendidikan merupakan derajat yang dicapai oleh suatu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen pendidikan atau dalam hal ini adalah orang tua. Menurut Peraturan Menteri No. 58 Tahun 2009, standar Pendidikan Anak Usia Dini terdiri atas:
a Standar tingkat pencapaian perkembangan b Standar pendidik dan tenaga kependidikan c Standar isi, proses, dan penilaian
d Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan suatu lembaga PAUD. Berdasarkan perhitungan analisis deskriptif setiap indikator pada standar pendidikan berada di kategori sedang. Tidak ada indikator yang berada di kategori rendah atau tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki oleh lembaga PAUD untuk dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikannya. Apabila ditambah dengan hasil data sekunder, yaitu data dari hasil wawancara dengan orang tua murid dan dokumen dari UPTD, maka peneliti menyimpulkan bahwa indikator yang layak untuk segera diperbaiki adalah indikator standar sarana dan prasarana. Menurut hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap beberapa orang tua anak didik di Taman Kanak-Kanak, diketahui bahwa sarana dan prasarana yang disediakan di suatu lembaga pendidikan bagi anak usia dini masih banyak yang mengalami keterbatasan. Keterbatasan tersebut terlihat dari beberapa fasilitas sekolah seperti ruangan kelas, tempat bermain (playground), media pembelajaran, dan permainan di dalam maupun di luar ruangan. Pernyataan orang tua ini juga diperkuat dengan data dari UPTD kecamatan Gunungpati yang memperlihatkan beberapa keterbatasan sarana prasarana di lembaga PAUD.
Data dari UPTD tersebut, memperlihatkan fakta bahwa sebagian besar lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati hanya memiliki satu unit gedung dengan dua ruang kelas untuk belajar dan satu ruang untuk kantor guru. Jumlah kursi dan peralatan belajar lainnya juga masih terbatas di beberapa sekolah.Menurut data, hanya terdapat tiga lembaga PAUD yang memiliki kursi dan meja anak sebanyak lebih dari 50 unit. Lembaga PAUD yang lain hanya memiliki kursi dan meja anak untuk belajar sebanyak kurang dari 30 unit. Selain itu, sebagian besar sekolah juga hanya memiliki sarana bermain yang masih terbatas. Sarana bermain yang umum terdapat di sekolah adalah permainan outdoor seperti: jungkitan, alat peluncur, ayunan, bak pasir dan air, papan titian, dan bola dunia. Sebagian besar sarana belajar yang digunakan di sekolah adalah majalah ataupun buku latihan bagi anak-anak.
Hasil penelitian yang memperlihatkan keterbatasan sarana dan prasarana pada beberapa lembaga Taman Kanak-Kanak di kecamatan Gunungpati tersebut masih kurang untuk memenuhi standar sarana dan prasarana yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No 19 Tahun 2005. Di dalam peraturan tersebut mengemukakan bahwa standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Akan tetapi, pada kenyataannya, beberapa criteria
minimal tersebut belum dapat terpenuhi oleh sebagian lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati.Selain itu, realita tentang kondisi sarana dan prasarana di lembaga PAUD tersebut juga sangat berbanding terbalik dengan teori yang dikemukakan oleh Muliawan (2009).
Menurut Muliawan (2009), rencana penyediaan prasarana dan fasilitas pendidikan playgroup dan taman kanak-kanak yang baik adalah mencakup beberapa hal, antara lain:
1. Ruang bermain outdoor yang dilengkapi alat permainan yang aman 2. Ruang bermain indoor yang aman
3. Ruang ibadah
4. Ruang pusat sumber belajar dan perpustakaan 5. Ruang kesehatan
6. Ruang audiovisual dan laboratorium anak 7. Ruang kelas ber-AC
8. Ruang toilet dan kamar mandi
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam perlengkapan gedung dan area lain:
1. Fisik bangunan dalam kondisi baik 2. Ada pesawat telepon
3. Listrik kapasitas minimal 5500 watt 4. Air bersih sumur/PAM lancer
5. Halaman cukup luas sebagai arena bermain outdoor 6. Ada tempat parkir kendaraan
7. Ruang, setiap saat, bisa dan boleh diubah sesuai kebutuhan
8. Penentuan jumlah ruang. Urutan ruang disusun berdasarkan prioritas.
Apabila dibandingkan dengan teori yang dikemukakan oleh Muliawan (2009) diatas, maka kondisi sarana dan prasarana di lembaga TK kecamatan Gunungpati masih sangat jauh dari kriteria ideal. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan secara berkala untuk dapat meningkatkan kualitas sarana dan prasarananya.Walaupun belum mampu memenuhi kriteria ideal yang ditetapkan oleh Muliawan (2009), paling tidak lembaga-lembaga PAUD tersebut dapat memenuhi kriteria minimal yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) No 19 Tahun 2005. Selain itu, Kotler (2009) juga berpendapat bahwa salah satu aspek yang memperngarui kualitas suatu jasa adalah dimensi berwujud (tangible). Dimensi tangible meliputi penampilan fisik suatu penyedia jasa. Oleh karena itu, lembaga PAUD sebagai penyedia jasa berupa layanan pendidikan seharusnya dapat lebih memperhatikan penampilan fisik beserta kelengkapan dan kenyamanan khusus yang dibutuhkan oleh anak didik, sehingga konsumen atau orang tua murid dapat merasa puas dengan layanan pendidikan yang disedikan oleh lembaga PAUD tersebut.
Selain indikator sarana dan prasarana, peneliti juga menyoroti beberapa keterbatasan lain yang dialami oleh lembaga PAUD. Keterbatasan tersebut adalah keterbatasan tenaga pendidik yang profesional. Sebagian besar tenaga pendidik di
lembaga PAUD memiliki tingkat pendidikan yang masih dibawah standar. Menurut Permen No 58 Tahun 2009, dikatakan bahwa setiap tenaga pendidik PAUD harus memiliki pendidikan minimal S1 atau sarjana. Akan tetapi, pada kenyataannya, masih banyak tenaga pendidik yang belum menempuh tingkat pendidikan tersebut. Data mengenai tingkat pendidikan tenaga pendidik di lembaga PAUD dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19 Tingkat Pendidikan Tenaga Pendidik Lembaga PAUD No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. SD - - 2. SMP 3 1,8 3. SMA 59 34,9 4. D1 2 1,2 5. D2 PG TK 22 13 6. D2 Non PG TK 8 4,7 7. D3 Non PG PAUD 10 5,9 8. S1 PG PAUD 12 7,1 9. S1 Psikologi 5 3 10. S1 Non PG PAUD 45 26,6 11. S2 Non PG PAUD 3 1.8 Total 169 100
Berdasarkan tabel 4.19, dapat diketahui bahwa hanya 12 tenaga pendidik PAUD (7,1%) yang telah menempuh pendidikan S1 PG PAUD dan 5 tenaga pendidik (3%) yang telah menempuh pendidikan S1 Psikologi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007, guru PAUD/ TK/ RA harus memiliki kualifikasi akademik minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang PAUD atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa hanya terdapat
17 pendidik (10,1%) yang telah memenuhi persyaratan sebagai seorang pendidik PAUD dan 22 pendidik (13%) yang telah seharusnya memenuhi kualifikasi akademik sebagai guru pendamping di PAUD karena telah menempuh pendidikan D-II PG PAUD. Sebagian besar tenaga pendidik, yaitu sebanyak 59 pendidik (34,9%), hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Melalui data yang telah diolah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil tenaga pendidik yang telah memenuhi kualifikasi akademik sebagai seorang pendidik PAUD.
Menurut Muliawan (2009), tenaga kependidikan di suatu lembaga play group maupun taman kanak-kanak harus direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan ini bertujuan untuk mempersiapkan tenaga pendidik yang memenuhi persyaratan dan keandalan dalam mendidik. Apabila seorang pendidik tidak memenuhi persyaratan, maka hasil kerja di masa depan juga akan terhambat. Pada akhirnya hal ini juga akan mempengaruhi proses pendidikan di lembaga PAUD kedepannya dan dapat menurunkan kualitas suatu lembaga PAUD. Hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa masih rendahnya jumlah tenaga pendidik PAUD yang memenuhi kualifikasi akademik tersebut menjadi satu keprihatinan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya PAUD. Mengingat bahwa pendidik anak usia dini menurut Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2009 adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Sebagai seorang profesional, seorang pendidik seharusnya mampu memenuhi kualifikasi akademik
yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga para pendidik tersebut dapat lebih optimal dalam melaksanakan proses pembelajaran karena adanya dasar-dasar mengajar di lembaga PAUD yang telah mereka peroleh di perguruan tinggi bidang PAUD. Selain itu, guru atau pendidik PAUD juga memiliki peranan yang penting bagi peningkatan mutu pendidikan di suatu lembaga pendidikan.
Adanya peningkatan dalam mutu pendidikan tidak terlepas dari peran guru atau pendidik sebagai unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Guru mempunyai tuas untuk membimbing, mengarahkan, dan juga menjadi teladan yang baik bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu, dengan setumpuk tugas serta tanggung jawab yang diembannya, guru mampu menunjukkan bahwa dia mampu menghasilkan kinerja yang baik demi terciptanya pendidikan yang bermutu. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas (Saputra: 2011).
Menurut Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2009, terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik PAUD. Beberapa kompetensi tersebut antara lain: kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogic, dan kompetensi sosial. Sebagai seorang pendidik, pendidik PAUD diharuskan untuk dapat memiliki keempat kompetensi tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan kepada beberapa responden, yang dalam hal ini adalah para ibu dari anak didik di beberapa TK, menyatakan bahwa para guru di sekolah memiliki kompetensi kepribadian dan sosial yang cukup baik. Menurut para responden, para guru memiliki sikap dan kepribadian yang ramah, sopan, dan mudah bergaul baik dengan anak maupun para orang tua. Selain itu, para guru juga mudah untuk diajak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan para orang tua. Hal ini menyebabkan pencitraan yang baik bagi para guru dan membuat anak didik maupun orang tua memiliki hubungan yang baik dengan para guru. Selain itu, kemampuan guru dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang tua tersebut membuat orang tua merasa nyaman dan berasumsi bahwa para guru memiliki kehandalan dalam memberikan pelayanan. Pernyataan dari para orang tua tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Kotler (2009). Kotler menyatakan bahwa salah satu dimensi yang mempengaruhi kualitas jasa adalah dimensi kehandalan (reliability) dan kepastian (assurance). Menurut Kotler (2009), dimensi reliability berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjikan, kemampuan untuk dipercaya, dan tepat waktu., sedangkan dimensi assurance berhubungan dengan kepribadian penyedia jasa dalam menawarkan serta memberikan jasa yang ditawarkan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pihak sekolah, para guru khususnya, telah mampu memenuhi beberapa kriteria tersebut. Akan tetapi, apabila dihubungkan dengan keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik PAUD, maka dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa para pendidik lembaga PAUD
memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang baik atau telah memenuhi dimensi assurance dengan baik.
Selain kompetensi kepribadian dan sosial, terdapat juga kompetensi profesional dan kompetesi pedagogik yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Kompetensi profesional lebih berhubungan dengan kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan. Sedangkan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dasar dari penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik sebagian besar dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan perguruan tinggi bidang PAUD. Oleh karena itu, para pendidik yang telah menempuh pendidikan sarjana PG PAUD lebih memiliki dasar yang matang dibandingkan dengan para pendidik diluar sarjana PG PAUD. Akan tetapi, pada kenyataannya, data yang peneliti peroleh dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa hanya 17,1% tenaga pendidik di lembaga PAUD kecamatan Gunungpati yang memiliki dasar ilmu kependidikan PAUD.
Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan di beberapa TK yang menjadi tempat penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap para guru yang
memiliki gelar non PAUD, peneliti berasumsi bahwa keterampilan para pendidik dalam mengajar masih minim. Pembelajaran di kelas TK A dan TK B masih didominasi dengan pembelajaran yang menggunakan majalah, Lembar Kerja Anak (LKA), maupun buku. Pada saat melakukan pengamatan, peneliti mendapati bahwa anak-anak sedang melakukan kegiatan mewarnai, menulis angka, dan menulis huruf. Guru hanya menggunakan alat tulis dan buku sebagai media pembelajaran. Padahal dalam proses pembelajaran di lembaga PAUD, terdapat beberapa asas pembelajaran anak usia dini yang harus dipenuhi oleh guru. Hal ini membuat indikator standar isi, proses, dan penilaian juga menjadi dipengaruhi oleh hal tersebut.
Terdapat 8 asas pembelajaran bagi anak usia dini menurut Rusijono (2010), antara lain adalah asas apersepsi, asas kekonkritan, asas motivasi, asas kemandirian, asas kerjasama, asas individual, asas korelasi, dan asas belajar sepanjang hayat. Apabila membandingkan antara teori dengan hasil pengamatan yang peneliti lakukan, maka peneliti menyimpulkan bahwa masih ada beberapa para pendidik yang belum mampu memenuhi asas-asas pembelajaran tersebut. Beberapa asas yang sebagian besar masih belum terpenuhi oleh para guru adalah asas apersepsi, asas kekonkritan, dan asas korelasi. Peneliti berasumsi bahwa keterbatasan para pendidik dalam memenuhi beberapa asas pendidikan anak usia dini tersebut dikarenakan keterbatasan latar belakang pendidikan para guru. Latar belakang para guru akan mempengaruhi kompetensi pedagogik dan profesional seorang pendidik PAUD. Apabila kondisi ini tidak segera diperbaiki, maka hal ini akan mempengaruhi proses, isi, dan penilaian
pembelajaran, serta mampu mempengaruhi kualitas lembaga PAUD secara keseluruhan. Karena sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nugroho, dkk (2010), dapat diketahui bahwa kualitas kehandalan (reliability) memiliki pengaruh terhadap kualitas lembaga PAUD. Menurut penelitiannya, keempat kompetensi pendidik termasuk kedalam kualitas kehandalan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh pendidik tersebut akan dapat mempengaruhi kualitas PAUD secara keseluruhan. Selain itu, latar belakang pendidikan para pendidik yang tidak sesuai dengan kualifikasi akademik inilah yang menjadi salah satu penyebab kualitas layanan pendidikan di lembaga PAUD belum mampu mencapai kategori tinggi. Akan tetapi hanya berada pada kategori sedang.
Data hasil penelitian yang memperlihatkan keterbatasan latar belakang pendidikan para pendidik lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati kota Semarang tersebut dapat diperbaiki dengan berbagai hal. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para pendidik dalam rangka meningkatkan kompetensinya adalah dengan mengikuti pelatihan, diklat, seminar, maupun program peningkatan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah bagi para pendidik PAUD dalam rangka meningkatkan kompetensi pendidik PAUD.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati masih berada pada kategori sedang. Untuk dapat meningkatkan kualitas tersebut, dibutuhkan perbaikan yang signifikan di berbagai aspek yang saling berkesinambungan dan mempengaruhi
kualitas pendidikan lembaga PAUD tersebut. Semua aspek membutuhkan perbaikan untuk dapat berada di kategori tinggi. Akan tetapi, beberapa aspek yang membutuhkan perhatian lebih antara lain adalah tenaga pendidik dan sarana prasarana yang disediakan oleh sekolah. Kedua aspek penting tersebut akan mempengaruhi aspek-aspek yang lain, karena setiap aspek tersebut memiliki hubungan yang saling berkesinambungan. Seperti yang dipaparkan oleh hasil penelitian Nugroho, dkk (2010), yang menyatakan bahwa kualitas Tangibles (yang meliputi sarana prasarana dan pegawai), dan reliability (yang meliputi kecakapan guru), dan assurance (yang meliputi jaminan sikap dan sifat guru) berpengaruh terhadap kualitas pendidikan suatu lembaga PAUD. Oleh karena itu, apabila ingin meningkatkan kualitas layanan pendidikannya, maka pihak lembaga PAUD sebaiknya secara khusus dapat memperhatikan dan meningkatkan ketiga aspek tersebut, dan secara umum mampu meningkatkan seluruh aspek yang mendasari kualitas pendidikan lembaga PAUD tersebut, sehingga kualitas layanan pendidikan lembaga PAUD di kecamatan Gunungpati kota Semarang dapat terus meningkat.
4.2.2 Tingkat Kepuasan Orang Tua
Tingkat kepuasan pelanggan (orang tua) merupakan tinggi rendah perasaan senang atau kecewa pelanggan atau orang tua yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk jasa atau dalam hal ini adalah pendidikan di suatu lembaga pendidikan anak usia dini terhadap ekspektasi mereka. Tingkat kepuasan orang tua pada penelitian ini lebih difokuskan pada tingkat kepuasan orang tua
terhadap kualitas layanan pendidikan yang disediakan diberikan oleh suatu lembaga PAUD. Berdasarkan hasil kategori skor tingkat kepuasan orang tua pada tabel 4.13, diketahui bahwa tingkat kepuasan orang tua berada pada kategori sedang. Sebesar 70% dari orang tua menyatakan bahwa tingkat kepuasan mereka berada pada kategori sedang. Hanya 27% orang tua memiliki tingkat kepuasan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga PAUD masih perlu meningkatkan kinerja, proses, dan hasil pendidikan yang diberikan untuk dapat meningkatkan kepuasan orang tua. Seperti yang telah dikemukakan oleh Irawan (2002) bahwa kepuasan seorang pelanggan didorong oleh beberapa faktor, antara lain: mutu produk, harga, service quality (servqual), dan, emotional factor. Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan yang memberikan jasa berupa pendidikan, lembaga PAUD harus memperhatikan kualitas pelayanan dan biaya yang dikenakan kepada orang tua murid sebagai pelanggannya, sehingga para pelanggan tersebut merasa puas dengan jasa yang diberikan oleh lembaga PAUD. Selain itu, lembaga PAUD juga dapat lebih memperhatikan atribut-atribut pembentuk kepuasan pelanggan untuk dapat meningkatkan kepuasan orang tua anak didik terhadap layanan pendidikan lembaga PAUD tersebut.
Hawkins dan Lonney dalam Tjiptono (2005) telah menyatakan bahwa atribut-atribut pembentuk kepuasan adalah kesesuaian harapan, kemudahan untuk memperoleh, dan ketersediaan untuk merekomendasikan. Apabila lembaga PAUD dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai harapan orang tua dan
memberikan kemudahan kepada para orang tua maupun peserta didik untuk mendapatkan layanan tersebut, maka kepuasan pelanggan dapat terus meningkat. Selain itu, apabila lembaga PAUD dapat memperkuat atribut ketersediaan untuk merekomendasikan dalam diri para konsumennya, maka dapat dipastikan bahwa lembaga PAUD tersebut dapat lebih meningkatkan eksistensinya atau meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga PAUD nya. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh lembaga PAUD untuk terus dapat lebih meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap lembaganya. Karena berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Griffin (2005), diketahui bahwa terdapat banyak manfaat yang dapat diperoleh saat seorang pelanggan merasa puas dengan jasa yang ditawarkan. Salah satu manfaatnya adalah meningkatkan loyalitas dan penghargaan pelanggan terhadap jasa yang diberikan. Apabila lembaga PAUD dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas tinggi, maka tingkat kepuasan, loyalitas, dan penghargaan orang tua murid sebagai pelanggan juga akan meningkat terhadap lembaga PAUD tersebut. 4.2.3 Pengaruh Kualitas Layanan Pendidikan Lembaga PAUD terhadap
Tingkat Kepuasan Orang Tua
Kualitas layanan pendidikan lembaga PAUD merupakan salah satu aspek yang penting untuk dapat meningkatkan minat orang tua terhadap lembaga tersebut. Sedangkan tingkat kepuasan orang tua merupakan tinggi rendah perasaan senang atau kecewa pelanggan atau orang tua yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk jasa atau dalam hal ini adalah pendidikan di suatu lembaga
pendidikan anak usia dini terhadap ekspektasi mereka. Di dalam penelitian ini, dilakukan perhitungan untuk memprediksi jenis hubungan yang terjadi antara kualitas pendidikan lembaga PAUD dan tingkat kepuasan orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas pendidikan lembaga PAUD dengan kepuasan orang tua pada suatu lembaga PAUD yang ditunjukkan oleh nilai r sebesar 0,807 dengan p < 0,05. Hasil penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi kualitas layanan pendidikan lembaga PAUD, maka semakin tinggi tingkat kepuasan orang tua. Sebaliknya, semakin rendah kualitas layanan pendidikan lembaga PAUD, maka semakin rendah pula tingkat kepuasan orang tua.
Sebagai lembaga pendidikan yang memberikan produk dalam bentuk jasa pendidikan, lembaga PAUD harus mampu memberikan kualitas layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Selain itu, sebagai suatu lembaga pendidikan, lembaga PAUD semestinya mampu memenuhi setiap standar