• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa bentuk bullying yang paling banyak dialami maupun dilakukan oleh siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

Yogyakarta adalah diejek dan mengejek. Bentuk bullying tersebut merupakan salah satu bentuk bullying secara langsung dalam bentuk verbal. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor umur dimana siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

merupakan remaja awal dimana rata-rata usia mereka 12-15 tahun, sehingga

mereka sudah tidak memakai lagi bentuk bullying secara langsung dalam bentuk fisik, seperti yang dilakukan oleh anak-anak. Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan Olweus (1994) menyatakan bahwa ada penurunan tingkat bullying sejalan dengan pertambahan umur. Selain itu, anak–anak yang lebih muda

biasanya lebih menggunakan bullying secara fisik, sementara anak-anak yang lebih tua lebih mungkin memilih bentuk bullying secara verbal atau bentuk– bentuk bullying tidak langsung.

Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa bentuk-bentuk bullying yang sering dialami maupun dilakukan oleh siswa pria adalah bentuk bullying secara fisik misalnya menyembunyikan barang-barang teman, menjegal, mengunci teman

di kamar mandi, membuka celana teman, mencoret baju teman, memukul,

mendorong, dan menyobek buku teman. Sedangkan, siswi wanita lebih banyak

menggunakan bentuk bullying secara tidak langsung misalnya mengucilkan teman, memandang sinis, meneror lewat sms, tetapi ada juga bentuk-bentuk

bullying secara fisik yang dilakukan siswi wanita seperti menjambak, menjitak, mencubit, dan menyenggol. Sedangkan, tindakan bullying secara verbal misalnya

mengejek, memberi julukan, mengatakan humor jorok, bersiul, mengancam,

menggosip dan memfitnah sama-sama dilakukan siswa pria dan wanita. Hal ini

sesuai dengan penelitian Nansel et al. (2001) menemukan bahwa perilaku bullying secara fisik biasa dilakukan oleh remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja

perempuan. Remaja perempuan lebih banyak menggunakan perilaku bullying yang dilakukan secara tidak langsung atau social bullying daripada remaja laki-laki. Sedangkan, bullying secara verbal sama-sama dilakukan remaja pria dan wanita (Smith et al., 1999).

Pada penelitian ini juga diperoleh informasi tentang berapa kali dalam 1

minggu siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 mengalami dan melakukan bullying. Kebanyakan siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 mengaku mereka menjadi pelaku

maupun korban dari bentuk-bentuk bullying selama 1 minggu sebanyak 1-2 kali. Selain itu, hasil penelitian juga ditemukan bahwa sebagian besar responden

menjawab mereka menjadi korban maupun pelaku bullying dimulai sejak kelas 1 sampai kelas 2 sekarang, bahkan ada yang dimulai sejak SD sampai kelas 2 SMP.

Hal ini dipengaruhi oleh sikap remaja awal yang berada pada masa mencari

identitas (Hurlock, 1999), dimana mereka berusaha untuk melakukan penyesuaian

sosial terhadap teman sebaya, seperti masuk dalam lingkungan sekolah yang baru

dan berusaha untuk melakukan penyesuaian dengan teman maupun

lingkungannya, sehingga ketika remaja tidak diterima dalam lingkungan teman

sebayanya maka ia akan menarik diri dari lingkungan tersebut dan berpotensi

untuk menjadi pelaku bullying sebagai akibat ketidakmampuan penyesuaian remaja, sedangkan ada juga remaja yang menjadi korban bullying karena remaja

yang lain menganggap remaja tersebut mempunyai kelemahan. Setelah kita

melihat hasil dari frekuensi dan waktu terjadinya bullying pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1, hasil tersebut dapat menunjukkan salah satu ciri bahwa bullying memang terjadi pada siswa siswi kelas 2, karena baik korban maupun pelaku

mengalami dan melakukan bullying antara teman sebaya lebih dari 1 kali dalam 1 minggu dan telah berlangsung lama serta masih berkelanjutan yaitu dari mereka

kelas 1 sampai sekarang mereka kelas 2.

Selain itu, diperoleh juga tempat di lingkungan SMP PIRI 1 Yogyakarta

yang paling sering menjadi tempat terjadinya bullying yang dialami korban bullying maupun yang dilakukan pelaku bullying adalah di kelas. Tempat-tempat yang lain adalah depan kelas, halaman sekolah, toilet, kantin, lorong sekolah, dan

dimana saja kalau ketemu teman. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Dr. Amy Huneck (2006) yang dikhususkan untuk melihat bullying yang terjadi di lingkungan sekolah bahwa bullying di lingkungan sekolah biasanya terjadi di ruang kelas, lorong sekolah, kantin, toilet, dan lapangan. Dari penelitian

ini, sebenarnya bisa memberikan informasi bahwa bullying sendiri bisa terjadi di tempat-tempat yang sebenarnya merupakan tempat-tempat yang diawasi oleh

pihak sekolah, yaitu ruang kelas. Hanya saja sering tidak mendapat perhatian yang

lebih oleh pihak sekolah.

Dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat bahwa jumlah pelaku dan

korban bullying antara siswa pria dan siswi wanita lebih banyak yang menjadi pelaku maupun korban bullying adalah siswa pria. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan terhadap pelajar pria dan wanita pada sekolah dasar dan sekolah

tingkat tinggi di Amerika ditemukan bahwa lebih banyak pria menjadi pelaku dan

korban dibanding wanita (Nansel et al., 2001, Seals & Young, 2003). Selain itu,

diperoleh juga kebanyakan dari korban bullying memberikan jawaban bahwa pelaku bullying adalah teman-teman mereka yang berjenis kelamin sama dengan mereka.

Bullying juga menimbulkan akibat terhadap korban bullying dalam bidang akademis yaitu tidak konsentrasi belajar, sehingga mengakibatkan prestasi belajar

menurun. Selain itu, yang termasuk dalam akibat penyesuaian sosial yang buruk

adalah tidak percaya diri, takut ke sekolah dan malas bersosialisasi. Sedangkan,

akibat berupa gangguan psikologis adalah mudah sensitif, cemas, depresi, dan

gelisah. Korban bullying juga merasakan dampak berupa sakit fisik. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian terhadap korban bullying adalah bahwa korban

bullying akan mengalami hubungan penyesuaian sosial yang buruk, merasa takut

datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan ketinggalan pelajaran,

mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran sehingga

prestasi belajar menurun drastis, mengalami gangguan–gangguan psikologis

akibat distress seperti kecemasan dan depresi (Rigby, 1999) dan Riauskina,

Djuwita, dan Soesetio (2005) menyebutkan bahwa salah satu dampak dari

bullying yang jelas terlihat adalah kesehatan fisik. Selain itu, akibat terhadap perasaan korban yang paling banyak adalah mereka jadi memiliki perasaan marah

terhadap teman sebayanya yang menjadi pelaku bullying. Perasaan marah siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 masih dipengaruhi oleh sikap remaja awal yang masih

permasalahan dengan lingkungan maupun dengan teman sebayanya (Hurlock,

1999). Selain korban merasa akibat negatif yang dialami, ada juga korban yang

menganggap biasa saja terhadap perilaku bullying yang mereka alami.

Sedangkan, akibat bagi pelaku bullying diperoleh bahwa sebagian besar siswa-siswi yang menjadi pelaku bullying menjawab hubungan dengan teman sebaya mereka jadi kurang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

menemukan bahwa akibat terhadap pelaku bullying adalah ia akan mempunyai masalah dengan akademisnya, kurang penyesuaian sosial dan kenakalan pada

akhir masa remaja dan dewasa awal seperti terlibat dalam tindakan anti sosial dan

pelanggaran hukum atau kejahatan (Kupersmidt & Coie, 1990; Nansel et al, 2001;

Perren & Hornung, 2005). Pelaku bullying

Selain itu, diperoleh juga pendapat siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

mengapa menjadi korban bullying oleh teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah, yaitu kebanyakan dari mereka menjawab hal itu disebabkan karena

teman-teman mereka pada dasarnya jahil. Sedangkan, alasan dari pelaku bullying mengapa melakukan bullying, yaitu hanya iseng-iseng saja kepada teman-temannya. Kebanyakan dari siswa-siswi menganggap bullying hanya suatu perilaku yang biasa dilakukan, padahal mereka tidak tahu ada akibat dari perilaku

tersebut baik terhadap korban maupun pelaku bullying. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri remaja secara umum dimana perilaku teman-teman korban dilakukan hanya

yang kronis akan membawa perilaku

itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk

untuk menarik perhatian supaya dapat diterima di lingkungan teman sebayanya

(Hurlock, 1999).

Dari seluruh penjelasan diatas nampak bahwa fenomena bullying antara teman sebaya memang telah dan masih terjadi di SMP PIRI 1 khususnya kelas 2

sebagai subyek dalam penelitian ini.

Dokumen terkait