• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA BULLYING PADA SISWA-SISWI Program Studi Psikologi KELAS 2 SMP PIRI 1 YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FENOMENA BULLYING PADA SISWA-SISWI Program Studi Psikologi KELAS 2 SMP PIRI 1 YOGYAKARTA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

Program Studi Psikologi Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

INDRIYANI SITOMPUL NIM : 049114106

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

KEPADA ORANG LAIN

(MARTHA KINNEY)

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan

apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan

damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang

penuh harapan

(5)

v

(6)
(7)

vii

Penelitian ini bertujuan mengetahui bentuk-bentuk bullying yang terjadi, tempat-tempat yang paling sering dijadikan lokasi untuk melakukan tindakan

bullying di lingkungan sekolah, perbedaan jumlah korban dan pelaku bullying

antara siswa putra dan putri, dampak bullying bagi pelaku maupun korbannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei. Pengumpulan data memakai kuesioner tanpa skala dengan menggunakan kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup. Subyek penelitian yang digunakan adalah 140 siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta. Pengolahan data dilakukan dengan mentabulasi data, menghitung frekuensi jawaban dan menganalisis hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan (1) Bentuk bullying

yang paling banyak terjadi adalah bentuk bullying secara verbal, yaitu mengejek dan diejek, frekuensi bullying yang terjadi dalam 1 minggu adalah 1-2 kali dan

bullying telah terjadi sejak siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 berada di kelas 1-2,

(2) Tempat yang paling sering terjadi bullying adalah di kelas, (3) Siswa pria lebih banyak menjadi korban maupun pelaku bullying dibandingkan siswa wanita, diketahui juga bahwa pelaku bullying adalah kebanyakan teman-teman yang berjenis kelamin yang sama dengan korban bullying, (4) Dampak yang paling banyak dialami korban bullying adalah tidak konsentrasi belajar dan memiliki perasaan emosi, sedangkan akibat yang paling banyak dirasakan oleh pelaku

bullying adalah hubungan dengan teman jadi kurang baik, (5) Kebanyakan dari

korban bullying melaporkan perilaku bullying yang mereka alami kepada temannya dan setelah melapor perasaan mereka agak tenang, (6) Alasan pelaku melakukan bullying adalah hanya iseng-iseng saja, sedangkan pendapat korban mengapa mereka menjadi korban adalah karena teman-teman mereka pada dasarnya jahil.

(8)

viii

The aim of this research was to study the types of bullying that exist, the places where often be used to bully in school environment, the different of a number of the victim and perpetrator of bullying between boys and girls student, the effect of bullying to the bullies and the victims. The research was descriptive with a survey method. The data collecting used questionnaire without scala with open and close question combination. The subjects were 140 2nd grade students of PIRI I Junior High School Yogyakarta. The data processing is executed by tabulating the data, calculating the frequency of the answer, and analyzing the output of the research. This research resulted that (1) the type of bullying that often occur is verbal bullying involve mocking and mocked, the frecuency of bullying in a week was about 1-2 times and the bullying has been happened since the students were in 1st grade, (2) the place that usually bullying occurs was in the classrooms, (3) male students had a larger proportion of victims and also bullies compared with female students, it also showed that most of the bullies are the same gender with the victims, (4) the effects of bullying to the victims were lack of concentration in studying and became emotional, however common effect felt by bullies were an unharmonise friendship, (5) most of the bullying victim shared their experience to their friends and then they would feel good after sharing, (6) the reason of the bullies to do bullying was just to have a fun, however the victims told the reason they became a victim because their friends are basicly cruel.

(9)
(10)

x

bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. My Lord Jesus..makasih Tuhan atas penyertaanMu, memberikan anakmu ini kesabaran dan ketekunan dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Prof. A. Supratiknya, Ph. D selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas kesediaan waktu, perhatian, kesabaran dan bantuan yang amat berharga bagi penulis sehingga karya ini akhirnya bisa terselesaikan.

4. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. Si selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran yang sangat membantu penulis dan kesediaan waktunya untuk menguji penulis.

5. Ibu Sylvia C. M. Y. M, S. Psi, M. Si selaku dosen penguji. Terima kasih atas saran yang sangat membantu penulis dan atas kesediaan waktunya untuk menguji penulis.

6. Ibu Dra. Sulartri selaku kepala sekolah SMP PIRI 1 Yogyakarta atas diijinkannya penulis untuk melakukan penelitian.

7. Adek-adek kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta atas bantuannya mengisi kuesioner.

8. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S.Psi selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas penyertaannya selama ini.

9. Kepada Bu Agnes terima kasih karena bersedia menyediakan waktunya untuk berbagi dengan saya, terutama teorinya…

10. Bapak & Ibu dosen fakultas Psikologi Sanata Dharma yang saya cintai dan hormati..terima kasih atas ilmunya & didikannya…

(11)

xi

13. My Twins sisters…ria & rina…makasih ya dah sabar dengan gilanya kakak di rumah…love u sisters..

14. JelekQ…bang Anto…thanks ya mau di repotin ma adekmu ini…luph u…hehehe

15. Sahabat-sahabatku (Mitha, Ciput, Weni, Inne, G8, Teti, Pandu, Rama’05) Kalian sangat berarti buat hidupku. Makasih atas cinta, bantuan moral maupun ilmu dan dah dengar curhatku selama bertahun-tahun… 16. Teman-teman Fakultas Psikologi 04, terima kasih atas proses yang kita lalui

bersama. Thanks banget…

17. Mas Gandung dan Mbak Nanik. Terima kasih atas bantuannya yang begitu besar...

18. Mas Muji.. kapan bisa jadi asisten lagi ya..senang bisa kerjasama dengan mas muji..tetap semangat dengan keceriaannya.

19. Buat Mas Doni, terima kasih dah sabar kalo saya minjem buku 20. Pak Gi’ terimakasih atas bantuan yang telah diberikan.

21. Saudara-saudari Sitompulku di Yogya..i love u all (special kak vani

makasih ya kakakQ atas referensi bukunya dan ito Alvin makasih atas omelannya)

22. Mbak Sari’03, Mas Ohok’01 dan mbak Otik’ 03 terima kasih atas bantuannya, kalian senior2 Q yang baik hati....

(12)

xii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING………ii

HALAMAN PENGESAHAN………....iii

HALAMAN MOTO………...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………....vi

ABSTRAK……….vii

ABSTRACT………..viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...ix

KATA PENGANTAR………...x

DAFTAR ISI………..xii

DAFTAR TABEL………...xv

DAFTAR LAMPIRAN……….xvi

BAB 1 PENDAHULUAN………..1

A. Latar Belakang……….………...1

B. Rumusan Masalah………...9

C. Tujuan ………9

D. Manfaat………...9

1. Manfaat Teoretis………...9

(13)

xiii

2. Ciri-ciri Masa Remaja………...12

B. Bullying………..16

1. Pengertian Bullying………...16

2. Bentuk-bentuk Bullying………...18

3. Tempat-Terjadinya Tindakan Bullying………...21

4. Perbandingan Jumlah Korban dan Pelaku Bullying Berdasarkan Gender………...21

5. Dampak Negatif Bullying Terhadap Korban dan Pelaku…………....22

C. SMP PIRI 1 YOGYAKARTA………...25

D. Fenomena Bullying pada Siswa-siswi di Lingkungan SMP PIRI 1 Yogyakarta………26

BAB III METODE PENELITIAN………29

A. Jenis Penelitian………..29

B. Subyek Penelitian………...29

C. Variabel Penelitian……….30

D. Definisi Operasional………...31

E. Instrumen dan Pertanggung Jawaban Mutu………...31

1. Instrumen……….31

2. Pertanggung Jawaban Mutu……….33

(14)

xiv

H. Analisa Data………...39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….41

A. Pelaksanaan Penelitian………...41

B. Deskripsi Hasil Penelitian………42

1. Hasil Penelitian Pra-Survei………....42

2. Hasil Penelitian Survei………...43

C. Pembahasan ………...55

D. Keabsahan Data………....60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...62

A. Kesimpulan………...62

B. Saran……….63

(15)

xv

Tabel 2 Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada

siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta ... 43

Tabel 3 Berapa kali bullying terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta(dalam 1 minggu)………. 45

Tabel 4 Waktu terjadinya bullying ……….46

Tabel 5 Tempat-tempat bullying yang terjadi di lingkungan SMP PIRI 1 Yogyakarta………. 47

Tabel 6 Jawaban pernah/tidak menjadi korban bullying...48

Tabel 7 Jawaban pernah/tidak menjadi pelaku bullying………..49

Tabel 8 Jenis kelamin pelaku bullying ...49

Tabel 9 Akibat terhadap korban bullying……….50

Tabel 10 Reaksi perasaan korban bullying……….51

Tabel 11 Akibat sebagai pelaku bullying……….. .52

Tabel 12 Pendapat dari korban mengapa menjadi korban bullying…...53

(16)

xvi

Lampiran B: Tabel Ringkasan Hasil Wawancara (pilot-study)……….81

Lampiran C: Kuesioner……….. 89

Lampiran D: Hasil Penelitian Survei………..94

Lampiran E: Reliabilitas……….117

Lampiran F: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian………124

(17)

A. Latar Belakang

Belakangan ini kasus akibat kekerasan di sekolah makin sering ditemui. Selain tawuran sebenarnya ada bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah namun tidak mendapatkan perhatian, yaitu bullying. Fenomena bullying mulai merebak ketika terjadi beberapa kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan baik Universitas, SMA, SMP, SD, bahkan TK sekalipun, seperti peristiwa tewasnya praja Cliff Muntu di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Hal ini merupakan akibat dari bullying yang dilakukan oleh senior IPDN terhadap juniornya berupa kekerasan fisik, sehingga mengakibatkan kematian juniornya tersebut. Kasus lain yaitu gantung diri yang dilakukan Fifi Kusrini (13) pada 15 Juli 2005 lalu, berawal dari korban sering diejek sebagai anak tukang bubur oleh teman-teman sekolahnya (Alfa Edison Bangu, S.Fil, komunikasi pribadi, 10 Mei 2007).

(18)

Gazper, yang beranggota ratusan siswa SMA 34, Febriane Sarie (2007, November 16). Cermin Masyarakat Yang Frustasi. Kompas, h. 13.

Beberapa kasus diatas adalah beberapa fenomena yang digunakan peneliti untuk menjelaskan apa itu arti bullying. Bullying didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Sedangkan, Papalia, et. al. (2004) menyatakan bahwa bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri. Bullying menurut Olweus (1993) adalah suatu pola perilaku dimana satu individu dipilih sebagai target dari agresi berulang oleh satu atau lebih orang. Orang yang menjadi target (korban) umumnya memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan mereka yang terlibat dalam agresi (pelaku).

Bullying adalah perilaku yang disengaja yang dilakukan seorang atau

beberapa orang secara sadar untuk menyakiti dan membuat orang lain stress (Tattum & Tattum, 1992). Sedangkan arti bullying menurut David Farrington (1993) adalah tekanan fisik dan psikis yang dilakukan secara berulang dari orang yang mempunyai kekuatan kepada orang yang mempunyai sedikit kekuasaan.

Bullying dapat terjadi di lingkungan manapun, salah satunya di lingkungan sekolah (school bullying), maka dapat diambil sebuah pengertian yang diberikan oleh Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005). Mereka mengartikan School

(19)

seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Kasus bullying sendiri paling sering terjadi di sekolah, tetapi juga dapat terjadi pada lingkungan di luar sekolah, seperti pada lingkungan keluarga dan masyarakat. Pada penelitian yang dilakukan terhadap pelajar pria dan wanita pada sekolah dasar dan sekolah tingkat tinggi di Amerika ditemukan bahwa lebih banyak pria menjadi pelaku dan korban dibanding wanita (Nansel et al., 2001, Seals & Young, 2003).

Selain itu pada penelitian Juliana Raskauskas & Ann D.Stoltz (2007) diketahui bahwa peran pelaku dalam traditional bullying diprediksikan mempunyai peran yang sama dengan electronic bullying, yaitu sama–sama mempunyai tujuan untuk menyakiti korban. Selain itu, dampak negatif pada korban dari bullying pada Internet dan sms adalah sama dengan korban bullying di sekolah yaitu mereka akan mengalami gangguan perkembangan emosi dan sosial.

Banyak sekali fenomena bullying yang telah terjadi di luar negeri. Sebuah lembaga di Amerika Serikat dalam majalah Journal of the American Medical

Association tahun 2001 mengatakan lebih dari 16 % murid sekolah di Amerika

(20)

mengalami bullying baik secara fisik maupun verbal dan psikologis. Ini berarti 1 dari 4 anak di Amerika telah terkena bullying.

Sementara itu fenomena bullying yang terjadi di Jepang menurut penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Jepang memperkirakan 26 ribu pelajar SD dan SMP membolos sekolah karena perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh teman mereka di sekolah. Selain itu, menurut Richard Werley dalam tulisannya Persecuted even on the Playground di majalah Liberation (2001), 10 % pelajar yang stress karena bullying, sudah pernah melakukan usaha bunuh diri paling tidak sekali.

Olweus (1993) melakukan penelitian yang didasarkan pada sampel 130 ribu murid sekolah berusia 8–16 tahun di Norwegia, bullying memperlihatkan angka prevalensi cukup tinggi. Sembilan persen sampelnya melaporkan pernah menjadi korban bullying, 7 persen mengaku ”sering” atau paling tidak ”sekali– kali” melakukan bullying kepada anak lain.

Beberapa penelitian tentang bullying tidak terlepas melihat dari aspek umur dan gender yang dianggap sebagai aspek potensial untuk resiko melakukan

bullying atau menjadi korban bullying. Dalam hubungannya dengan umur,

(21)

Selain itu, perbedaan gender juga sangat menentukan fenomena bullying yang dialami remaja. Olweus (1994) menyatakan bahwa anak laki–laki tampak lebih menonjol baik sebagai korban maupun sebagai pelaku bullying dibanding anak perempuan. Nansel et al (seperti dikutip dalam Chapell, Mark S.et al., 2006) menemukan bahwa perilaku bullying secara verbal biasa dilakukan oleh anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki-laki-laki Amerika lebih menggunakan tindakan

bullying secara fisik dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan lebih

banyak menggunakan tipe bullying yang dilakukan secara tidak langsung atau social bullying daripada anak laki-laki.

Ciri–ciri remaja yang menjadi korban bullying umumnya merupakan remaja yang pencemas, secara sosial menarik diri, terkucil dari kelompok sebayanya, dan secara fisik lebih lemah dibandingkan kebanyakan teman sebayanya. Sebaliknya, ciri–ciri pelaku bullying biasanya lebih kuat, dominan, dan asertif (SEJIWA, 2008).

(22)

Sedangkan, pelaku bullying akan mempunyai masalah dengan akademisnya, kurang penyesuaian sosial dan kenakalan pada akhir masa remaja dan dewasa awal seperti terlibat dalam tindakan anti sosial dan pelanggaran hukum atau kejahatan (Kupersmidt & Coie, 1990; Nansel et al, 2001; Perren & Hornung, 2005). Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.

Korban dan pelaku bullying juga mengalami kondisi yang tidak baik sebagai akibat dari bullying. Kondisi korban sebagai akibat dari dampak bullying sendiri adalah mengalami gangguan kesehatan, gangguan makan, gangguan tidur dan kelelahan. Selain itu, kondisi pelaku bullying yang berulangkali melakukan

bullying pada anak lain di sekolah, cenderung kurang empatik, dan mengarah ke

psikotik (“Bullying in Schools”, Banks R., 1993).

(23)

Remaja yang dapat diterima di kelompok atau lingkungannya adalah remaja yang memiliki ciri-ciri seperti memiliki penampilan diri yang sesuai dengan teman-teman sebaya, memiliki prestasi atau kelebihan yang dapat dibanggakan, memiliki status sosial yang setara dengan teman-teman sebayanya, memiliki kepribadian yang matang dalam arti mempunyai pengendalian emosi yang baik.

Sedangkan remaja yang tidak dapat diterima di lingkungan kelompok sebayanya memiliki ciri-ciri yang berkebalikan dengan remaja yang dapat diterima didalam kelompok sebayanya. Kebanyakan remaja yang tidak dapat diterima di lingkungan kelompok sebayanya akan menjadi target utama korban

bullying, karena remaja tersebut memiliki kekurangan atau dianggap lemah oleh

teman – temannya yang memiliki kelebihan dan kekuasaan. Selain, itu pelaku

bullying juga merupakan dampak dari tidak diterimanya pelaku tersebut di

lingkungan kelompok sebayanya, sehingga ia berusaha melakukan bullying agar mendapat perhatian dari teman-teman sebayanya. Alasan inilah yang membuat peneliti menggunakan subyek remaja terutama yang menduduki bangku pendidikan SMP sebagai subyek penelitian.

(24)

tempat-tempat yang bebas dari pengawasan guru maupun orang tua. Bullying sendiri dapat terjadi di ruang kelas, lorong sekolah, kantin, lapangan, dan toilet. Dalam sebuah penemuan internasional pada tahun 2006 yang dilakukan ahli intervensi bullying asal Amerika Dr Amy Huneck mengungkapkan bahwa 59 persen siswa di Indonesia yang disurvei malaporkan bahwa mereka mendengar ejekan yang menyakitkan hati dan perasaannya setiap harinya di sekolah sehingga mereka merasa enggan atau malas untuk datang ke sekolah lantaran trauma dan 10-16 persen siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui fenomena bullying yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya SMP PIRI 1 Yogyakarta dengan menggunakan subyek yaitu siswa-siswi SMP PIRI 1 khususnya kelas 2, yang meliputi: berapa besar frekuensi bentuk bullying tersebut terjadi, tempat-tempat yang paling sering dialami korban sebagai tempat bagi pelaku melakukan tindakan bullying kepada mereka yang menjadi korban di lingkungan sekolah, perbandingan jumlah korban dan pelaku

bullying antara siswa putra dan putri, dan akibat bagi pelaku maupun korban

(25)

B. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui fenomena bullying pada siswa-siswi SMP SMP PIRI 1 Yogyakarta khususnya kelas 2, yang meliputi:

1. Apa saja bentuk–bentuk bullying yang terjadi

2. Tempat-tempat mana saja yang paling sering dijadikan lokasi untuk melakukan tindakan bullying di lingkungan sekolah

3. Perbandingan jumlah korban dan pelaku bullying antara siswa putra dan putri

4. Apa saja akibat bagi pelaku maupun korban bullying.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui:

1. Bentuk–bentuk bullying yang dialami oleh siswa-siswi

2. Tempat-tempat yang paling sering dijadikan lokasi untuk melakukan tindakan bullying di lingkungan sekolah.

3. Jumlah korban dan pelaku bullying antara siswa putra dan putri 4. Dampak bullying bagi pelaku maupun korbannya

D. Manfaat

1. Teoretis

(26)

 Untuk memberi sumbangan bagi ilmu psikologi perkembangan dan pendidikan dalam mengatasi perkembangan dan kondisi lingkungan pendidikan pada remaja.

2. Praktis

 Bagi peneliti: Penelitian ini dapat memberikan hasil terhadap penelitian yang dilakukan peneliti berupa hasil survei mengenai bentuk-bentuk bullying yang sering terjadi, perbandingan jumlah korban bullying pada siswa putra dan putri, dimana saja tindakan bullying dialami oleh korban di lingkungan sekolah dan berapa kali bentuk tersebut terjadi.

 Bagi orangtua: Dapat membantu meminimalkan perilaku yang dapat memunculkan tindakan bullying

(27)

A. Remaja

1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia Remaja

Remaja atau istilah adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1994:206). Erikson mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa pembentukan identitas diri mencakup usaha pencarian jati diri dan apa perannya dalam masyarakat (Hurlock 1994: 208).

(28)

awal masa remaja yang berlangsung dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja kira-kira 16 atau 17 tahun sampai dengan 18 tahun.

Remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak–kanak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan adanya perubahan–perubahan yang sangat cepat baik segi fisik, psikis, dan psikososial. Perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan–perubahan fisik tersebut.

Diantara perubahan fisik tersebut, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi tinggi dan panjang), mulai berfungsinya alat reproduksi (ditandai dengan haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki–laki) serta tanda–tanda seksual sekunder yang mulai tumbuh.

2. Ciri–Ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri–ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya dalam semua periode yang penting selama rentang kehidupan. Ciri-ciri tersebut yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

(29)

penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru agar remaja memiliki perkembangan fisik dan mental yang baik. Pada periode ini juga penting karena remaja mempunyai akibat langsung terhadap sikap dan perilaku dan akibat jangka panjang yang sama-sama penting.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Dikatakan periode peralihan karena pada periode ini remaja mengalami peralihan tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya tanpa terputus atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya pada tahap perkembangan sebelumnya. Ini berarti bahwa ketika anak–anak beralih dari masa kanak–kanak ke masa remaja, anak– anak harus meninggalkan sikap kanak–kanak dan harus mempelajari sikap dan perilaku baru untuk menggantikan sikap yang sudah ditinggalkan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

(30)

bersikap ambivalen terhadap perubahan, maksudnya adalah bahwa remaja menuntut kebebasan tapi takut untuk bertanggung jawab.

d. Masa remaja sebagai usia yang bermasalah

Kemampuan berpikir remaja masih dipengaruhi oleh emosi, sehingga pendapatnya sering bertentangan dengan pendapat orang lain. Akibatnya, masalah yang muncul adalah pertentangan sosial. Penyebab lain remaja menghadapi banyak masalah adalah remaja dalam menyelesaikan masalahnya cenderung untuk menolak bantuan dari orang yang lebih dewasa. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa dirinya lebih mampu dan merasa bahwa orang dewasa tidak mengerti dan memahami perasaan, emosi, sikap, kemampuan pikir dan status mereka.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

(31)

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Pada masa ini remaja dianggap sebagai individu yang tidak dapat dipercaya, sering membangkang dan cenderung merusak, sehingga orang dewasa memiliki pandangan yang negatif terhadap mereka.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada periode ini remaja cenderung melihat dirinya dan orang lain sesuai dengan keinginannya dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Ketika cita–cita ini tidak realistik, membuat meningkatnya emosi remaja.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja mulai membentuk citra diri yang sesuai dengan orang dewasa dengan mulai berperilaku yang dihubungkan dengan status dewasa. Perilaku yang biasanya dilakukan seperti merokok, minum minuman keras, menggunakan obat–obatan, dan lain–lain.

(32)

menghadapi masalah dan ingin menyelesaikan masalah tersebut mereka masih menggunakan emosi, sebagai akibat dari ketidakstabilan emosi.

Remaja memiliki perubahan dalam sikap dan minat, dan remaja mulai mencari identitas mengenai dirinya. Remaja yang mampu menunjukkan identitas dirinya, akan dapat dengan mudah melakukan penyesuaian sosial yang baik berupa penerimaan dirinya di dalam suatu kelompok teman sebaya. Akibat langsung dari remaja yang diterima di dalam kelompok teman sebaya akan menimbulkan rasa bahagia dan rasa percaya diri yang besar. Sedangkan, remaja yang gagal membentuk identitas dirinya, akan mengalami penolakan oleh kelompok teman sebayanya menimbulkan frustasi, rasa kecewa, dan tingkah laku yang bersifat pengunduran diri (withdrawal) dalam interaksi sosial (Mappiare, 1982: 172-173).

Ciri remaja yang lain adalah mulai membangkang dan cenderung melakukan pengrusakan yang merupakan perilaku agresif, ciri ini juga sebagai akibat dari ketidakstabilan emosi, dan remaja seringkali memiliki cara pandang yang tidak realistik terutama dalam hal cita-cita, kemudian remaja memiliki kegelisahan atau kecemasan ketika mereka akan memasuki usia dewasa.

B. Bullying

1. Pengertian Bullying

(33)

perilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri.

Bullying menurut Olweus (1993) adalah suatu pola perilaku dimana

satu individu dipilih sebagai target dari agresi berulang oleh satu atau lebih orang, yang dilakukan berulang–ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, orang yang menjadi target (korban) umumnya memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan mereka yang terlibat dalam agresi (pelaku).

Bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis yang dilakukan

seseorang atau kelompok yang dimaksudkan untuk melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri (Ormrod, 2003; Santrock, 2007). Sementara Crothers dan Levinson (2004) mengatakan bullying dilakukan (salah satunya) untuk mendapatkan popularitas atau perhatian.

Bullying dapat terjadi di lingkungan manapun, salah satunya di

(34)

dilakukan terhadap siswa lain yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang mempunyai teman.

Pengertian korban bullying sendiri di lingkungan sekolah menurut Berk (2006) adalah siswa yang seringkali mendapat serangan verbal, fisik atau tindakan kekerasan lainnya. Seseorang dianggap menjadi korban bullying bila ia dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu, sehingga korbannya terus menerus dalam keadaan cemas dan terintimidasi. Selain itu, bullying melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya.

2. Bentuk – bentuk Bullying

Menurut Olweus (1999) membagi bullying menjadi 3 bentuk, yaitu:

a. Bullying yang dilakukan secara langsung (direct bullying)

(35)

mencela, menyebarkan gossip, menghina pakaian yang digunakan, menghina agama, dan lain-lain (Olweus, 2001; O’Moore & Kirkham, 2001).

b. Bullying yang tidak dilakukan secara langsung (indirect bullying)

Bullying yang dilakukan secara tidak langsung, biasanya tindakan bullying ini seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi, dengan sengaja mengucilkan, mengirimkan surat kaleng, meneror lewat pesan pendek telepon genggam, memelototi, mencibir, memandang dengan penuh ancaman, menolak korban dalam lingkungan sosialnya, dan lain-lain (Olweus, 1999).

c. Pelecehan Seksual

(36)

Menurut, sebuah lembaga di Amerika Serikat dalam majalah Journal

of the American Medical Association tahun 2001 mengatakan lebih dari 16

persen murid sekolah di Amerika Serikat mengakui mengalami bullying oleh murid lain dan di tahun 2001 juga departemen Amerika Serikat menguraikan berdasarkan penelitian statistik bahwa 77 persen pelajar Amerika Serikat mengalami bullying baik secara fisik maupun verbal dan psikologis.

Menurut, kajian “Hostile Hallways” yang diselenggarakan oleh

American Association of University Women Educational Project pada tahun

1993, angket yang ditanggapi 1.632 pelajar, mulai dari siswa kelas 2 SMP hingga 2 SMA, menghasilkan 85 % responden perempuan dan 76 % responden pria menyatakan bahwa mereka pernah dilecehkan secara seksual baik dalam bentuk verbal, non verbal, dan fisik (Coloroso, 2007: 80-81).

Bentuk bullying yang dilakukan oleh remaja laki–laki juga berbeda dengan remaja perempuan. Nansel et al. (seperti dikutip dalam Chapell, Mark S.et al., 2006) menemukan bahwa perilaku bullying secara verbal biasa dilakukan oleh remaja laki-laki dan remaja perempuan. Remaja laki-laki Amerika lebih menggunakan tindakan bullying secara fisik dibandingkan remaja perempuan. Remaja perempuan lebih banyak menggunakan perilaku bullying yang dilakukan secara tidak langsung atau social bullying daripada remaja laki-laki.

(37)

persen siswa di Indonesia yang disurvey malaporkan bahwa mereka mendengar ejekan yang menyakitkan hati dan perasaannya setiap harinya di sekolah sehingga mereka merasa enggan atau malas untuk datang ke sekolah lantaran trauma dan 10-16 persen siswa Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.

3.

Fenomena bullying ini sudah dan tengah terjadi di Negara kita. Kasus bullying sendiri paling sering terjadi di sekolah, tetapi juga dapat terjadi pada lingkungan di luar sekolah, seperti pada lingkungan keluarga dan masyarakat. Biasanya bullying di lingkungan sekolah terjadi terutama di tempat-tempat yang bebas dari pengawasan guru maupun orang tua.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Amy Huneck (seperti dikutip dalam Riauskina, 2005) yang dikhususkan untuk melihat bullying yang terjadi di lingkungan sekolah bahwa bullying di lingkungan sekolah biasanya terjadi di ruang kelas, lorong sekolah, kantin, toilet, dan lapangan.

Tempat – Tempat Terjadinya Tindakan Bullying

4.

Berdasarkan beberapa penelitian perbedaan gender juga sangat menentukan fenomena bullying yang dialami remaja. Olweus (1994) menyatakan bahwa remaja laki–laki tampak lebih menonjol baik sebagai korban maupun sebagai pelaku bullying dibanding remaja perempuan.

(38)

5.

Bullying mungkin merupakan bentuk agresivitas antarsiswa yang

memiliki akibat paling negatif bagi korbannya. Hal tersebut disebabkan karena dalam peristiwa bullying terjadi ketidakseimbangan kekuasaan dimana para pelaku memiliki kekuasaan yang lebih besar, sehingga korban merasa tidak berdaya untuk melawan mereka.

Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban bullying akan cenderung mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being), penyesuaian sosial yang buruk, gangguan psikologis, dan kesehatan yang memburuk (Rigby, dalam Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005).

Korban bullying yang mengalami penyesuaian sosial yang buruk, ia akan terlihat seperti membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah, selalu merasa kesepian, sering membolos sekolah yang mengakibatkan prestasinya menurun, dan tidak tertarik pada aktivitas sosial yang melibatkan murid lain.

Apabila kita melihat lebih jauh lagi, maka korban bullying juga dapat memancing timbulnya gangguan psikologis rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stress pasca trauma (post-traumatic stress disorder).

Dampak negatif bullying terhadap korban dan pelaku

(39)

adalah kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada.

Sedangkan, akibat negatif terhadap pelaku bullying menurut Olweus (1991) ialah bahwa remaja yang agresif dan melakukan tindakan bullying terhadap remaja lain di sekolah menghadapi risiko terlibat dalam perilaku bermasalah lain di masa mendatang, seperti kriminalitas dan penyalahgunaan alkohol. Selain itu, dampak lainnya terhadap pelaku bullying adalah akan terbentuk pola agresi yang berlanjut atau menetap sampai dewasa, prestasi di sekolah rendah, dan terlibat dalam tindakan antisosial seperti pelanggaran hukum atau kejahatan ( Eron, 1980; Kupersmidt & Coie, 1990; Vitaro et al., 1998).

(40)

Selain itu, potensi untuk melakukan bullying juga berkaitan dengan masa remaja sebagai masa mencari identitas. Ketika remaja merasa tidak puas lagi menjadi sama dengan teman–temannya, maka remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya di masyarakat dan cenderung merasa tidak puas dengan keberadaan dirinya, sehingga berupaya untuk menarik perhatian dari lingkungannya. Remaja selalu mencari identitas yang membuat mereka lebih eksis. Hanya saja, ketika pencarian identitas itu mengarah pada perilaku kekerasan seperti bentuk bullying akan menjadi masalah baik bagi dirinya maupun lingkungannya.

Remaja yang mampu menunjukkan identitas dirinya, akan dapat dengan mudah melakukan penyesuaian sosial yang baik berupa penerimaan dirinya di dalam suatu kelompok teman sebaya. Bagi remaja penerimaan ataupun penolakan teman sebaya dalam suatu kelompok mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pikiran, perasaan, sikap, perbuatan – perbuatan dan penyesuaian diri remaja. Akibat langsung dari remaja yang diterima di dalam kelompok teman sebaya akan menimbulkan rasa bahagia dan rasa percaya diri yang besar.

(41)

sehingga remaja melakukan bullying sebagai wujud dari penolakan, agar tindakannya tersebut menarik perhatian dari teman–teman sebayanya.

C. SMP PIRI 1 Yogyakarta

SMP PIRI 1 Yogyakarta merupakan sekolah swasta yang berlokasi di Jl. Kemuning 14 Baciro Yogyakarta. Letaknya yang berada di pusat kota, membuat sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang cukup diminati oleh masyarakat Yogyakarta. Peminatnya juga berasal dari status sosial yang beraneka ragam, yaitu masyarakat yang berasal dari kelompok tingkat ekonomi bawah sampai dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Minat orangtua untuk menyekolahkan anak mereka di SMP PIRI 1 disebabkan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung siswa–siswinya untuk memperoleh pendidikan dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa–siswinya, seperti tersedianya, ruang kelas yang nyaman, laboratorium, perpustakaan, kantin, toilet, serta fasilitas yang lainnya. Kegiatan lain yang sering dilakukan selain proses belajar mengajar adalah kegiatan ekstrakulikuler seperti KIR (Karya Ilmiah Remaja), futsal, seni tari, seni suara, seni baca Alquran, karate, membatik, menjahit, PMR, dan bahasa inggris. Selain itu, sekolah juga mempunyai visi dan misi yang sangat baik, yaitu:

Visi :

(42)

Misi:

1. Membudayakan hidup sehat

2. Menciptakan suasana sekolah yang agamis 3. Mendidik siswa agar akhlak yang baik 4. Membudayakan budaya disiplin

5. Melaksanakan KBM secara terprogram dengan baik 6. Melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler secara terprogram 7. Membudayakan hidup rukun, kompak dan harmonis

SMP PIRI 1 mempunyai siswa–siswi yang terdiri dari jenis kelamin heterogen serta berjumlah 476 siswa–siswi dari kelas VII-IX. Jumlah siswa yang cukup banyak ini membuat pihak sekolah agak sulit untuk mengawasi tiap muridnya, sehingga pihak sekolah juga mempunyai ruangan khusus untuk bimbingan konseling. Dari sinilah dapat diketahui siswa–siswi yang bermasalah, sehingga guru Bimbingan Konseling akan berusaha untuk mengatasinya, walaupun demikian siswa–siswinya juga tetap tidak lepas dari masalahnya dengan pendidikan dan hubungan dalam berteman terhadap teman–teman sebayanya di lingkungan sekolah.

D. Fenomena bullying pada siswa–siswi di lingkungan SMP PIRI 1

Yogyakarta

(43)

sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Pada penelitian ini difokuskan untuk melihat fenomena bullying yang terjadi pada siswa–siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta. Siswa–siswi kelas 2 SMP PIRI 1 termasuk dalam golongan remaja awal yang mengalami perkembangan baik secara fisik, kognitif, maupun sosio-emosi. Pada masa ini remaja mengalami puncak perkembangan emosi dan sosial. Berdasarkan ciri–ciri remaja secara umum, siswa–siswi kelas 2 SMP PIRI 1 tidak lepas dari ciri–ciri remaja yang secara kondusif dapat memunculkan bullying, seperti mereka yang memiliki ketidakstabilan emosi dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi baik masalah diri sendiri maupun lingkungannya terutama dengan teman sebayanya. Sehingga mereka dapat dengan mudah memunculkan emosi mereka dan terlihat agresif, seperti marah, memukul, dan sebagainya terhadap teman-teman sebayanya.

(44)

identitas itu siswa/siswi sering mengarah kepada perilaku bullying dengan tujuan untuk mencari perhatian atau popularitas. Hal ini sebagai akibat dari siswa- siswi yang gagal dalam mengatasi identitasnya atau sering disebut kebingungan identitas, maka ia akan melakukan bullying sebagai wujud dari penolakan dari teman-teman sebayanya, agar tindakannya tersebut menarik perhatian dari teman– teman sebayanya.

Selain itu, lokasi SMP PIRI 1 Yogyakarta yang terletak di pusat kota Yogyakarta, sangat memungkinkan bullying terjadi pada siswa-siswinya. Hal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya bullying antara teman sebaya adalah bahwa siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta terdiri dari remaja yang memiliki perbedaan status sosial ekonomi antara siswa yang dapat mengakibatkan terjadinya bullying. Hal inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui fenomena

bullying di lingkungan sekolah khususnya siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

(45)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan model survei. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk

menjelaskan dan menggambarkan keadaan yang terjadi pada saat ini. Penelitian

ini tidak menguji atau tidak menggunakan hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan

informasi apa adanya yang sesuai dengan variabel yang diteliti (Kountur, 2003).

Peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan metode survei dan

tidak bermaksud untuk menguji hipotesis (Nawawi, 2005) karena peneliti hanya

ingin memperoleh gambaran mengenai fenomena bullying terhadap siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta.

B. Subyek penelitian

Pemilihan subyek penelitian dilakukan melalui proses wawancara di

beberapa sekolah terhadap siswa-siswinya untuk mengetahui apakah fenomena

bullying memang telah terjadi di lingkungan sekolah mereka. Maka, terpilihlah SMP PIRI 1 Yogyakarta sebagai subyek dalam penelitian ini karena memenuhi

kriteria sebagai subyek. Subyek penelitian yang akan diminta untuk menjadi

responden adalah siswa siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta, berjumlah 140

(46)

siswa-siswi SMP PIRI 1 sebagai subyek penelitian didasarkan pada purposive sampling dengan kriteria:

• Siswa-siswi kelas 2 SMP termasuk dalam kategori usia remaja awal yang

berusia 13-15 tahun. Pada usia tersebut remaja masih memiliki emosi yang

kurang stabil dalam penyesuaian terhadap lingkungannya baik dalam

menyelesaikan masalah maupun relasi dengan teman-teman sebaya. Selain itu,

mereka juga telah memiliki pengalaman selama lebih kurang 1 tahun dalam

menjalin relasi dengan teman sebaya dan telah mengalami penyesuaian sosial

di dalam lingkungan sekolah.

C. Variabel penelitian

Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Arikunto, 1991). Sesuatu hal dapat disebut variabel disebabkan

secara kuantitatif atau secara kualitatif dapat bervariasi.

(47)

D. Definisi operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat

diamati. Suatu variabel harus memiliki suatu batasan atau definisi yang jelas,

tegas, dan operasional sehingga dapat diukur (Azwar, 2005).

Pada penelitian ini, definisi operasional bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan baik secara fisik, verbal, psikologis dan pelecehan seksual

yang terjadi di lingkungan sekolah, dimana satu individu (korban) yang memiliki

kekuatan yang lebih lemah dipilih sebagai target dari agresi oleh satu atau lebih

orang, yang dilakukan berulang–ulang dan terjadi dari waktu ke waktu, sehingga

akan menimbulkan akibat baik kepada korban maupun pelakunya. Hal-hal diatas

dapat diperoleh dari informasi yang akan diberikan siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI

1 Yogyakarta melalui kuesioner.

E. Instrumen dan Pertanggung Jawaban Mutu

1. Instrumen

Instrumen pada suatu penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara

pengamatan, wawancara, pengujian, atau melalui kuesioner (Singarimbun dan

Handayani, 1989). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

mengenai fenomena bullying yang terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta. Kuesioner pada penelitian ini disusun dengan tidak

(48)

Pada penelitian ini, format kuesioner yang digunakan adalah

kombinasi pertanyaan tertutup dengan salah satu alternatifnya berupa

pertanyaan terbuka. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

pertanyaan-pertanyaan yang ada akan menyediakan alternatif jawaban serta menyediakan

satu pertanyaan terbuka sebagai alternatif jawaban bebas kepada responden

sehingga memiliki kebebasan menjawab jika alternatif jawaban yang

diberikan tidak sesuai dengan jawaban yang ingin diberikan (Singarimbun dan

Handayani, 1989).

Dalam menyusun kuesioner dalam survei pada penelitian ini

berlangsung dalam dua tahap, yaitu:

1. Pilot-study

Pilot-study dilakukan dengan tujuan untuk menjajaki domain

variabel yang mau diteliti melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka baik

secara tertulis maupun lewat wawancara pada sekelompok subyek yang

memiliki karakteristik yang sama dengan subyek yang hendak diteliti.

Pada pertanyaan terbuka dan wawancara subyek dapat memberikan

jawaban sesuai dengan pendapatnya sendiri. Pada penelitian ini subyek

yang diwawancarai oleh peneliti adalah sejumlah 10 siswa- siswi, yang

terdiri dari 5 siswa pria dan 5 siswi wanita.

2. Kuesioner Final

Setelah pilot-study dilakukan barulah menyusun kuesioner final yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup dan terbuka. Pada

(49)

jawaban dan memberikan kebebasan kepada subyek untuk memberikan

alternatif jawaban lain, sehingga subyek disuruh untuk memilih dan

memberikan jawaban. Pada pertanyaan tertutup yang memiliki alternatif

jawaban lebih dari 2, subyek boleh memilih jawaban lebih dari 1 jawaban.

2. Pertanggung Jawaban Mutu

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Pada penelitian ini validitas data

yang dipakai adalah validitas isi. Validitas isi yaitu pengujian terhadap isi

tes dengan analisis rasional atau professional judgement yang dapat diperoleh dengan cara meminta pihak yang berkompeten untuk memeriksa

kuesioner yang akan diberikan. Pada penelitian ini seluruh item yang akan

digunakan telah dikoreksi oleh pihak yang telah ahli yaitu dosen

pembimbing, hal ini bertujuan supaya kuesioner tersebut relevan dengan

tujuan penelitian (Azwar, 1999). Cara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah validitas logis dan validitas muka.

a. Validitas Logis

Validitas ini dilakukan dengan merumuskan ranah isi yang

hendak diteliti dalam penelitian serta menyusun item yang mampu

mencakup wilayah dari ranah isi tersebut. Dalam penelitian ini peneliti

(50)

ranah yang hendak diteliti. Ranah perilaku yang hendak diteliti dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel blue print kuesioner dibawah ini:

Berikut ini adalah blueprint kuesioner fenomena bullying pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta.

Blue Print: Tabel 1

Bullying pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta

No Hal yang diungkap

Isi ringkasan pertanyaan Jumlah Item

1 Bentuk-bentuk bullying

a.Bentuk-bentuk perbuatan tidak menyenangkan apa saja yang pernah korban alami?

b.Bentuk-bentuk perbuatan tidak menyenangkan apa saja yang pernah pelaku lakukan?

c.Waktu dan frekuensi mengalami bentuk-bentuk bullying tersebut pada pelaku dan korban

d.Dimana tempat terjadinya perbuatan tidak menyenangkan teman-temanmu dalam lingkungan sekolah yang sering korban alami?

e.Dimana tempat pelaku melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap teman-temannya?

1

(51)

No Hal yang diungkap

Isi ringkasan pertanyaan Jumlah Item

f. Apakah kamu pernah menjadi korban perbuatan iseng dari teman-teman di sekolah kamu?

g.Apakah kamu pernah berpikir atau benar-benar membalas perbuatan tidak menyenangkan teman-temanmu?

h.Apakah kamu pernah menjadi pelaku perbuatan tidak menyenangkan terhadap teman-temanmu?

i. Siapa yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap kamu selama ini? Teman sejenis atau lawan jenis, atau keduanya?

j. Akibat apa saja yang kamu alami sesudah kamu menjadi korban dari perbuatan tidak menyenangkan teman-temanmu?

k.Apa yang kamu rasakan ketika menjadi korban dari perbuatan tidak menyenangkan teman-temanmu? l.Akibat apa saja yang kamu rasakan

sesudah kamu melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap teman-temanmu?

1

1

(52)

No Hal yang diungkap

Isi ringkasan pertanyaan Jumlah Item

5 Pendapat korban mengalami

bullying dan

alasan pelaku melakukan

bullying?

m.Menurut kamu apa yang menyebabkan kamu menjadi korban perbuatan tidak menyenangkan dari teman-temanmu?

n.Apa alasan kamu melakukan perbuatan tidak menyenangkan

Selain itu digunakan juga validitas muka, yaitu penilaian

terhadap format penampilan (appeareance) dari kuesioner. Tujuannya agar dapat memancing motivasi subyek dalam mengisi

kuesioner. Pada penelitian ini peneliti menggunakan validitas muka

dengan cara membuat format penampilan dari kuesioner semenarik

mungkin dengan gaya bahasa yang tidak baku karena disesuaikan

dengan subyek yang masih tergolong usia remaja.

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya (Azwar, 1999). Reliabilitas dalam penelitian ini dilihat dari

konsistensi jawaban responden yang diberikan saat menjawab kuesioner.

(53)

diberikan pada beberapa subjek dalam jeda waktu tertentu untuk melihat

konsistensi jawaban yang diberikan responden (Azwar, 1999).

Dalam penelitian ini reliabilitas hanya akan digunakan untuk

melihat kemampuan sebuah item pertanyaan untuk menghasilkan jawaban

yang cenderung sama saat diberikan pada beberapa subyek yang sama

dengan jeda waktu tertentu (test-retest).

Pengujian konsistensi jawaban pada penelitian ini dilakukan

kepada 5 responden yang dipilih secara random dari sampel yang ada.

Lima responden tersebut diminta mengisi kembali kuesioner yang pernah

mereka isi pada kuesioner final dengan jeda waktu + 7 hari, kemudian

peneliti membandingkan hasil jawaban pada masing-masing item

pertanyaan. Berdasarkan hasil test-retest tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat ukur berupa kuesioner yang telah disusun mampu

menghasilkan jawaban yang konsisten saat diberikan pada beberapa

subyek yang sama dengan jeda waktu tertentu.

F. Prosedur Pengambilan Data

Pada prosedur pengambilan data ini, peneliti berusaha untuk

mendeskripsikan proses pengadministrasian pengukuran. Pada penelitian survei,

(54)

Kuesioner pada penelitian ini diperoleh dalam 2 tahap, yaitu:

1. Pilot-study

Melakukan pilot study dengan memberikan pertanyaan terbuka melalui wawancara. Pada tahap ini responden dapat memberikan jawaban sesuai

dengan pendapatnya sendiri. Pada penelitian ini, peneliti melakukan

wawancara terhadap 10 responden yang terdiri dari 5 siswa pria dan 5 siswi

wanita. Jawaban responden atas setiap pertanyaan dimasukkan dalam sebuah

tabel ringkasan dan dilihat frekuensi jawaban yang muncul. Semua alternatif

jawaban yang diberikan akan digunakan sebagai alternatif jawaban pada

kuesioner utama meskipun frekuensinya kecil.

2. Kuesioner Final

Setelah melakukan pilot-study kemudian peneliti menyusun kuesioner final yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tertutup dan terbuka. Pada

pertanyaan tertutup, peneliti telah menentukan beberapa pilihan jawaban yang

diperoleh dari pilot-study dan subyek disuruh untuk memilih jawaban dari beberapa pilihan yang telah disediakan, untuk pertanyaan yang pilihan

jawaban terdiri lebih dari 2 pilihan jawaban, subyek diperbolehkan memilih

jawaban lebih dari 1 jawaban. Selain itu peneliti memberikan kebebasan

(55)

G. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu cara mengorganisasikan data sedemikian

rupa sehingga dapat dengan mudah dibaca dan dapat dengan mudah ditafsirkan

(Azwar, 1999). Tujuannya untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul,

menyajikannya dalam susunan yang baik dan rapi, untuk kemudian dianalisis.

Prosedur pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap

dalam mengolah data (Sarwono, 2006) yaitu: (a) Editing, yaitu peneliti memeriksa daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah diisi oleh responden apakah sudah

lengkap pengisiannya atau apakah jawaban yang diberikan responden sudah

sesuai dengan informasi yang ingin diperoleh. (b) Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari subyek ke dalam kategori-kategori.

Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/ kode berbentuk angka

pada masing-masing jawaban (c) Data entry merupakan aktivitas memasukkan data ke dalam program komputer, program yang digunakan adalah excel. (d)

Tabulasi, yaitu menyusun dan menghitung data hasil pengkodean, untuk

kemudian disajikan dalam tabel. Ada dua tahap dalam tabulasi, yaitu pertama

dengan cara menghitung frekuensi data dalam masing-masing kategori jawaban,

tahap kedua adalah menyusun tabel distribusi frekuensi.

H. Analisa data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang

lebih mudah dipahami untuk diinterpretasikan. Pada penelitian ini, data hasil

(56)

Pada penelitian ini keseluruhan data yang telah disusun akan disajikan

dalam bentuk distribusi frekuensi dan prosentasenya sehingga peneliti dapat

mendeskripsikan dan menganalisa dengan mudah.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa

tahap (Kriyantono, 2006), yaitu:

1. Analisis data yang dilakukan dengan metode penghitungan distribusi

frekuensi:

a. Memasukkan data mentah jawaban yang berasal dari alternatif

jawaban yang ada maupun alternatif jawaban yang muncul dalam

pilihan pertanyaan terbuka ke dalam bentuk tabel ringkasan.

b. Menghitung frekuensi dari alternatif jawaban pada pertanyaan tertutup

dan pertanyaan terbuka dengan melihat prosentasenya.

c. Menganalisis dan mendeskripsikan hasilnya.

(57)

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP PIRI 1 yang berlokasi di Jl. Kemuning 14

Baciro Yogyakarta. Penelitian pra-survei dilaksanakan pada tanggal 11-13

Agustus 2008 dengan melakukan wawancara kepada 10 responden yang terdiri

dari 5 siswa pria dan 5 siswi wanita. Sedangkan, penelitian survei dilaksanakan

pada hari Rabu tanggal 17 September 2008. Setelah penelitian survei

dilaksanakan, dengan jeda waktu ± 7 hari peneliti melakukan pengetesan kembali

kepada 5 orang siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 dengan membagikan kuesioner

yang sama kepada subyek yang sama untuk mengukur reliabilitas pada tanggal 24

September 2008.

Subyek penelitian dilakukan sebanyak 140 siswa kelas 2 SMP PIRI 1

Yogyakarta yang terdiri dari 77 siswa pria dan 63 siswa wanita. Peneliti

menyediakan kuesioner sebanyak 187 eksemplar untuk dibagikan kepada subyek.

Kuesioner yang terkumpul sebanyak 162, tetapi kuesioner yang lengkap

pengisiannya berjumlah 140 kuesioner, sehingga peneliti menggunakan 140

(58)

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Pra-Survei

Hasil pra-survei (pilot study) menunjukkan bahwa fenomena bullying memang terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta. Hal ini

terlihat dari seluruh responden yang ketika diwawancarai menjawab pernah

menjadi pelaku dan korban dari perbuatan tidak menyenangkan dari teman

sebaya berupa bentuk-bentuk kekerasan baik secara fisik, verbal, psikologis

sampai dengan pelecehan seksual dengan frekuensi lebih dari 1 kali dalam 1

minggu dan perilaku tersebut telah berlangsung lama serta masih berlangsung

sampai sekarang mereka berada di kelas 2 SMP.

Selain itu juga diperoleh berbagai macam variasi jawaban seperti

tempat-tempat bullying biasanya terjadi mulai dari tempat-tempat yang tidak terlalu mendapatkan pengawasan pihak sekolah sampai dengan tempat yang

sebenarnya mendapatkan pengawasan seperti kelas, dampak-dampak yang

dialami korban maupun pelaku bullying baik secara fisik, psikologis, akademis, dan penyesuaian sosial dengan lingkungan, pendapat korban

(59)

2. Hasil Penelitian Survei

Dibawah ini akan dilaporkan deskripsi hasil penelitian mengenai

fenomena bullying yang terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta meliputi bentuk–bentuk bullying yang dialami oleh siswa-siswi, tempat-tempat yang paling sering dijadikan lokasi untuk melakukan tindakan

bullying di lingkungan sekolah, perbedaan jumlah korban dan pelaku bullying antara siswa putra dan putri, dan dampak bullying bagi pelaku maupun korbannya.

Deskripsi hasil penelitian tersebut disajikan berupa tabel ringkasan

yang telah dihitung frekuensi dan prosentasenya.

1. Bentuk-bentuk bullying

Tabel 2

Bentuk-bentuk bullying yang terjadi pada siswa-siswi kelas 2

SMP PIRI 1 Yogyakarta

No Bentuk-bentuk bullying

Pelaku Korban

Pria Wanita Pria Wanita

f % f % f % f %

1. Mengejek/diejek 57 15.0% 38 10.0% 62 9.3% 47 7.0%

2.

Ngumpetin/diumpetin

barang-barang sekolah 27 7.1% 11 2.9% 44 6.6% 24 3.6% 3. Menjambak/dijambak 6 1.6% 20 5.3% 6 0.9% 34 5.1% 4. Mencubit/dicubit 9 2.4% 16 4.2% 21 3.1% 27 4.0% 5. Menjegal/dijegal 11 2.9% 1 0.3% 18 2.7% 12 1.8%

6.

Memberi/diberi nama

(60)

No Bentuk-bentuk bullying

Bersiul/disiulin terhadap

teman 7 1.8% 1 0.3% 2 0.3% 3 0.4%

(61)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bentuk-bentuk bullying yang sering dialami maupun dilakukan oleh siswa pria adalah bentuk bullying secara fisik misalnya menyembunyikan barang-barang teman, menjegal,

mengunci teman di kamar mandi, membuka celana teman, memukul,

mendorong, menyobek buku dan mencoret baju teman. Selain itu, tindakan

bullying secara verbal misalnya mengejek, memberi julukan, mengatakan

humor jorok, dan bersiul. Sedangkan, siswi wanita lebih banyak menggunakan

bentuk bullying secara tidak langsung misalnya mengucilkan teman, memandang sinis, meneror lewat sms, tetapi ada juga bentuk-bentuk bullying secara fisik yang dilakukan siswi wanita seperti menjambak, mencubit,

menyenggol dan menjitak. Selain itu, bentuk bullying secara verbal seperti menggosip dan memfitnah. Sedangkan, bentuk bullying secara verbal yaitu mengancam baik korban dan pelaku bullying pria dan wanita mempunyai hasil yang sama. Pada tabel 2 juga terlihat bahwa beberapa korban bullying baik pria maupun wanita menjawab pernah mengalami bentuk bullying seperti dipalak, tetapi jawaban dari pelaku bullying tidak diperoleh siswa yang menjawab pernah memalak teman sebayanya.

Tabel 3

Berapa kali bullying terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

Yogyakarta(dalam 1 minggu)

No Berapa kali bullying terjadi (dalam 1minggu)

(62)

No Berapa kali bullying terjadi (dalam 1minggu)

Pelaku

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kebanyakan dari siswa-siswi kelas

2 SMP PIRI 1 yang menjadi pelaku bullying menjawab melakukan bullying dalam 1 minggu adalah sebanyak 1-2 kali. Hasil tersebut juga sama dengan

jawaban dari korban bullying dimana mereka juga mengalami bullying dalam 1 minggu sebanyak 1-2 kali. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa bullying memang terjadi pada siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta karena baik

korban maupun pelaku mengalami dan melakukan bullying lebih dari 1 kali dalam 1 minggu.

Tabel 4

Waktu terjadinya bullying

No Waktu terjadinya

(63)

Tabel 4 menunjukkan bahwa jawaban paling banyak yang diberikan

siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 Yogyakarta sebagai korban maupun pelaku

bullying mengenai waktu terjadinya bullying adalah bahwa bullying telah terjadi sejak mereka duduk di kelas 1 dan masih berlangsung sampai sekarang.

Kemudian ada juga yang menjawab sejak kelas 2 sampai sekarang, kelas 1

saja bahkan ada yang terjadi semenjak SD sampai sekarang. Hal ini

menunjukkan bahwa bullying telah terjadi di SMP PIRI 1 Yogyakarta khususnya kelas 2 karena perilaku bullying sendiri telah terjadi berkelanjutan dan berulang.

2. Tempat-tempat terjadinya bullying

Tabel 5

Tempat-tempat bullying yang terjadi di lingkungan

SMP PIRI 1 Yogyakarta

Tabel 5 menunjukkan tempat-tempat di lingkungan sekolah SMP PIRI

1 yang menjadi tempat terjadinya bullying yaitu kelas, depan kelas, halaman

(64)

sekolah, toilet, kantin, lorong sekolah, dan dimana saja kalau ketemu teman. Sedangkan, tempat yang paling sering terjadi bullying adalah kelas yang masih merupakan salah satu tempat didalam pengawasan pihak sekolah.

3. Perbandingan jumlah korban dan pelaku bullying antara siswa putra dan putri

Tabel 6

Jawaban pernah/tidak menjadi korban bullying

Pernah/tidak Frekuensi %

Pria Wanita Pria Wanita

Pernah 77 63 55 45

Tidak 0 0 0 0

Jumlah Jawaban 140 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa seluruh siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

yaitu sejumlah 77 siswa pria (55%) dan 63 siswi wanita (45%) menjawab

pernah menjadi korban bullying dari teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1

(65)

Tabel 7

Jawaban pernah/tidak menjadi pelaku bullying

Pernah/tidak menjadi pelaku

bullying

Pria Wanita

Frekuensi % Frekuensi %

Pernah 72 51.4 60 42.9

Tidak 5 3.6 3 2.1

Jumlah Jawaban 77 55 63 45

Dari tabel 7 di atas tampak bahwa dari 140 siswa-siswi kelas 2 SMP

PIRI 1 yang terdiri dari 77 siswa pria dan 63 siswa wanita, 72 siswa pria

(51,4%) dan 60 siswi wanita (42,9%) menjawab pernah menjadi pelaku

bullying kepada teman-teman sebayanya di sekolah. Hal ini menunjukkan,

hampir semua siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 mengaku pernah menjadi

pelaku bullying terhadap teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah.

Tabel 8

Jenis kelamin pelaku bullying

No Pelaku bullying Frekuensi %

1 Teman sejenis 69 49.3 2 Teman berlawanan jenis 11 7.9

3

Teman sejenis dan berlawanan

jenis 60 42.9

(66)

Tabel 8 menunjukkan bahwa siswa-siswi yang pernah menjadi korban

bullying menjawab bahwa kebanyakan pelaku bullying adalah teman-teman

mereka yang berjenis kelamin sama dengan mereka, kemudian diikuti dengan

pelaku bullying adalah teman-teman mereka yang sejenis dan berlawanan jenis kelamin dengan mereka, sedangkan yang frekuensinya paling sedikit adalah teman-teman mereka yang berlawanan jenis kelamin dengan para korban

bullying.

4. Akibat bagi korban dan pelaku bullying

Tabel 9

Akibat terhadap korban bullying

No Akibat Frekuensi %

1 Tidak konsentrasi belajar 63 27.6 2 Tidak percaya diri 39 17.1 3 Takut ke sekolah 3 1.3 4 Mudah sensitif 22 9.6 5 Malas bersosialisasi 31 13.6

6 Cemas 14 6.1

7 Depresi 6 2.6

8 Prestasi menurun 15 6.6

9 Gelisah 18 7.9

10 Sakit fisik 11 4.8

11 Biasa saja 6 2.6

(67)

Dari tabel 9 diperoleh jawaban yang paling banyak diberikan oleh

siswa-siswi kelas 2 SMP PIRI 1 mengenai akibat sebagai korban bullying adalah tidak konsentrasi belajar, dimana tidak konsentrasi belajar merupakan

salah satu dampak terhadap bidang akademis. Hasil penelitian diatas juga

menunjukkan bahwa yang termasuk dalam akibat penyesuaian sosial yang

buruk adalah tidak percaya diri, takut ke sekolah, prestasi menurun dan malas

bersosialisasi. Sedangkan, akibat berupa gangguan psikologis adalah mudah

sensitif, cemas, depresi, dan gelisah. Korban bullying juga merasakan dampak berupa sakit fisik. Disamping beberapa akibat negatif yang dialami korban,

ada juga korban yang menganggap biasa saja terhadap perilaku bullying yang mereka alami.

Tabel 10

Reaksi perasaan korban bullying

No Perasaan Frekuensi %

1 Marah 127 40.70 2 Sakit Hati 66 21.2 3 Ingin membalas 1 0.3

4 Sebal 49 15.7

5 Sedih 34 10.9

6 Kecewa 19 6.1 7 Ingin mengadu 10 3.2 8 Ingin Memukul 3 1.0

9 Sabar 3 1.0

Jumlah jawaban 312 100

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa reaksi perasaan siswa-siswi kelas

(68)

kecewa, ingin mengadu, ingin memukul, sabar, dan ingin membalas. Akan

tetapi diperoleh jawaban reaksi perasaan yang paling banyak dialami oleh

korban bullying adalah perasaan marah.

Tabel 11

Akibat sebagai pelaku bullying

No Akibat Frekuensi %

1 Hubungan dengan teman jadi kurang

baik 72 45.3

2 Marahan dengan teman 20 12.6 3 Jadi lebih emosian 13 8.2 4 Lebih sering dibalas dikerjain 39 24.5

5 Biasa saja 15 9.4

Jumlah Jawaban 159 100

Dari tabel 11 dapat dilihat sebagian besar siswa-siswi kelas 2 SMP

PIRI 1 Yogyakarta yang menjadi pelaku bullying menjawab bahwa akibat sebagai pelaku bullying berhubungan dengan kurang bisa melakukan penyesuaian sosial yang baik seperti hubungan dengan teman menjadi kurang

baik, marahan dengan teman, dan lebih emosian. Selain itu, pelaku juga

merasakan akibat sebagai pelaku bullying mereka jadi lebih sering dibalas dikerjaiin oleh teman-temannya. Disamping beberapa dampak negatif yang

(69)

5. Pendapat korban mengapa menjadi korban bullying

Tabel 12

Pendapat dari korban mengapa menjadi korban bullying

No Pendapat f %

1 Iseng-iseng saja 40 21.1 2 Karena saya jahil duluan 18 9.5 3 Ada yang sebal terhadap saya 27 14.2 4 Teman-teman iri kepada saya 10 5.3 5 Karena saya pernah salah bicara 16 8.4 6 Teman-teman saya memang jahil 78 41.1 7 Karena tidak diberi contekan 1 0.5

Jumlah Jawaban 190 100

Tabel 12 menunjukkan bagaimana pendapat siswa-siswi kelas 2

SMP PIRI 1 yang menjadi korban bullying oleh teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah sangat beragam. Kebanyakan dari mereka

menganggap bahwa teman-teman mereka memang jahil, sehingga

kebanyakan dari pelaku sengaja melakukan bullying. Pendapat lain yaitu teman-teman mereka hanya iseng saja, ada yang sebel terhadap mereka,

karena korban jahil duluan sedangkan yang paling sedikit frekuensinya

(70)

6. Alasan pelaku melakukan bullying

Tabel 13

Alasan melakukan bullying

No Alasan melakukan bullying Frekuensi %

1 Iseng saja 86 62.8

2 Tidak ada kerjaan 12 8.8 3 Balas dendam 19 13.9 4 Pelampiasan 18 13.1

5 Sakit Hati 2 1.5

Jumlah 137 100

Dari Tabel 13 di atas terlihat beberapa alasan siswa-siswi

kelas 2 SMP PIRI 1 yang menjadi pelaku bullying terhadap teman-teman sebayanya di lingkungan sekolah, yaitu mereka menganggap

tidak ada kerjaan sehingga melakukan bullying, sebagai perbuatan balas dendam dan pelampiasan karena mendapat perlakuan yang

sama dari teman-temannya dan karena sakit hati. Sedangkan,

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 2 menunjukkan bahwa bentuk bullying yang paling banyak
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada media gula-gula dilengkapi dengan indikator phenol red, jika bakteri memfermantasi glukosa, laktosa dan sukrosa menjadi asam maka media akan berubah dari merah

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah