• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Pembahasan

Competence adalah kompetensi/kualitas yang unggul bagi peserta didik, berkaitan dengan kemampuan penguasaan kompetensi secara utuh yang disebut juga kemampuan kognitif. Competence pada Pedagogi Ignasian sangat kental bermuatan ranah kognitif dan psikomotorik, namun demikian di sana termuat juga sebagian afektif meskipun terbatas dalam kaitannya dengan keilmuan73.

Aspek Competence mengacu pada kecerdasan individu, cerdas di sini bukan hanya pengetahuan, namun juga cerdas dalam mengambil sikap.Jadi dalam hal ini,

Competence dimaknai sebagai kemampuan akademik yang memadukan unsur pengetahuan, ketrampilan dan sikap74. Seperti pada pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, terlihat perubahan dari diri siswa dalam kemampuan akademiknya, yang diukur dari ulangan harian 1, ulangan harian 2 dan ulangan harian 3. Pada aspek Competence ini terlihat bagaimana persiapan guru pada saat sebelum

      

73

Ibid., hlm. 39. 74

http://himcyoo.files.wordpress.com/2012/03/3-buku-pendidikan-karakter.pdf., hlm. 17-18. (diunduh tanggal 24 Maret 2013).

mengajar dan mempersiapkan media maupun produk yang akan dipakai untuk pembelajaran sejarah di kelas. Dalam hal ini, guru menyiapkan berbagai perangkat pembelajaran yang akan dipakai sebagai pedoman pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran tersebut terdiri dari RPP, media pembelajaran dan LKS yang Bermakna. Perangkat pembelajaran tersebut digunakan guru sebagai pedoman dalam mengajar.

Selanjutnya peneliti memilih dan memanfaatkan informan. Dalam hal ini, informan perlu direkrut seperlunya dan diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian. Agar peneliti memperoleh informan yang benar-benar memenuhi persyaratan75. Peneliti menyiapkan perlengkapan penelitian yang berupa lembar pengamatan maupun kuesioner.

Tahap pelaksanaan, peneliti sudah menyiapkan berbagai macam perlengkapan yang digunakan dalam melakukan penelitian. Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Di samping itu, ia perlu mempersiapkan dirinya, baik secara fisik maupun secara mental76. Dalam pelaksanaan ini, peneliti dengan berbagai instrumen yang sudah disiapkan hendaknya segera melakukan penelitian dan melakukan tindakan sesuai dengan yang tertera dalam instrumen penelitian. Pertama-tama, peneliti melakukan observasi, baik observasi lingkungan sekolah maupun observasi terhadap informan. Setelah melakukan pengamatan atau observasi yang mendukung dalam penelitian, peneliti kemudian melakukan wawancara terhadap informan terkait dengan persoalan yang hendak diteliti. Peneliti juga mencacat hasil data di lapangan agar

      

75

Ibid., hlm. 133 76

dapat dianalisis. Sumber informan yang peneliti pakai yaitu guru dan siswa. Subjek yang peneliti amati yaitu siswa kelas XI IIS 1. Hal yang diamati dalam tahap pelaksanaan ini yaitu peneliti mengamati bagaimana keadaan atau proses pembelajaran pada saat berlangsung.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh data

Competence (pengetahuan, keterampilan dan sikap) siswa selama proses pembelajaran sejarah dengan mengimplementasikan Paradigma Pedagogi Ignasian menggunakan LKS Bermakna, ternyata sangat baik untuk diterapkan. Hal itu terlihat ketika siswa sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas tampak sangat aktif bertanya mengenai materi yang sedang dipelajarinya yaitu Peristiwa Sekitar Prokalamsi. Siswa dengan giat memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi di depan kelas. Dengan adanya LKS yang Bermakna, siswa semakin termotivasi untuk belajar. Dengan adanya implementasi ini terjadi perubahan atau peningkatan pada aspek Competence (pengetahuan, keterampilan dan sikap) pada siswa.

Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan, guna mengetahui perubahan atau peningkatan pada aspek Competence (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) siswa. Dari mulai awal pembelajaran hingga prosesnya terjadi perubahan pada sebagian besar siswa di kelas XI IIS 1. Pada ulangan pertama nilai rata-rata kelas yaitu 93,05 dengan siswa yang berjumlah 20 siswa dan semuanya mencapai KKM yaitu 75. Pada ulangan pertama ini dilakukan untuk mengulas kembali materi yang telah diberikan oleh guru dan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa terhadap materi Sekitar Proklamasi.

Pada ulangan harian kedua, terjadi peningkatan nilairata-rata siswa, yaitu dengan rata-rata nilai siswa 93,1. Meskipun tidak besar peningkatan dan perubahan yang terjadi pada nilai siswa, namun tingkat pemahaman siswa mengalami perubahan.Hal ini terlihat pada siswa yang sudah mulai menunjukkan pemahaman mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru. Selain itu, siswa juga mulai mengerti nilai-nilai apa saja yang diambil dari materi yang telah diajarkan yaitu Peristiwa Sekitar Proklamasi.

Hasil dari aspek Competence selanjutnya yaitu ulangan harian ketiga, terjadi peningkatan dari ulangan harian pertama dan kedua, yaitu 96,65. Peningkatan ini disebabkan karena sebagian besar siswa yang sudah memahami dan mengimplementasikan makna dan nilai-nilai dari pembelajaran sejarah. Serta siswa lebih memaknai dari setiap materi pembelajaran sejarah, kemudian mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan serta perubahan yang terjadi pada aspek Competence pada siswa menunjukkan bahwa siswa mampu mengikuti dan memahami materi belajar dengan baik dan menghasilkan nilai diatas KKM.

Hasil Competence (pengetahuan, keterampilan dan sikap) siswa yang diperoleh dari ualangan harian 1, ulangan harian 2 dan ulangan harian 3 selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal itu dipengaruhi oleh karena motivasi siswa yang sangat tinggi dalam mengikuti pembelajaran sejarah. Selain faktor dari siswa yang memiliki motivasi yang tinggi, guru juga sangat berperan dalam memberikan materi belajar yang mudah dipahami serta mudah dimengerti oleh siswa, sehingga siswa memiliki semangat belajar sejarah. Dari analisi data yang peneliti lakukan dengan menggunakan penilaian data jenis PAP 1

menunjukkan siswa yang mendapatkan skor total dari setiap ulangan harian 41 sampai dengan 45 maka siswa tersebut mendapatkan nilai huruf A. Kemudian apabila jumlah skor total siswa 36 sampai dengan 40, yaitu siswa mendapakan nilai huruf B. Siswa yang mendapatkan skor total 29 sampai dengan 35 maka siswa tersebut mendapatkan nilai huruf C. Pada ulangan harian yang pertama, nilai yang dominan pada siswa kelas XI IIS 1 yaitu nilai A dan nilai B dengan 14 siswa yang mendapatkan nilai A dan 6 siswa yang mendapatkan nilai B. Skor tertinggi yang diperoleh siswa yaitu 45 mendapat nilai huruf A. Sedangkan nilai terendah diperoleh dengan skor total 37 mendapatkan nilai huruf B. Dari pengamatan yang peneliti lakukan di dalam kelas, siswa mendapatkan nilai tinggi oleh karena tingkat motivasi belajar siswa yang tinggi dan materi yang diberikan oleh guru mudah dipahami. Selain itu, LKS Bermakna juga sangat mempengaruhi cara belajar siswa yaitu memudahkan siswa dalam memahami materi belajar oleh karena materi pembelajaran disajikan lebih ringkas.

Sedangkan pada nilai ulangan harian 2, 14 siswa mendapatkan nilai A dan 6 siswa mendapatkan nilai B. Pada ulangan harian kedua ini sama seperti pada ulangan harian pertama. Namun, rata-rata nilai kelas XI IIS 1 mengalami peningkatan dari hasil rata-rata nilai ulangan harian pertama. Skor tertinggi yang diperoleh siswa yaitu 40 dengan nilai huruf A. Kemudian skor terendah yang diperoleh siswa yaitu 34 dengan nilai huruf B.

Pada ulangan harian ketiga menunjukkan bahwa skor yang diperoleh siswa kelas XI IIS 1 mencapai skor total 43 sampai dengan 45 dengan nilai huruf A. Nilai huruf A diperoleh semua siswa kelas XI IIS 1, dan dari data tersebut menunjukkan

bahwa tingkat perubahan siswa pada aspek Competence sangat menonjol. Peningkatan serta perubahan pada aspek Competence ini disebabkan oleh karena dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian sikap serta minat siswa dalam belajar sangat diperhatikan oleh guru. Kemudian, dalam pembelajaran yang berbasis Pedagogi Ignasian, siswa sangat diberikan kekebasan untuk belajar, kebebasan tersebut misalnya kebebasan dalam mengemukakan pendapat, kebebasan dalam bertanya serta kebebasan siswa dalam mencari sebuah solusi dalam setiap permasalahan materi belajar. Sebagai contohnya siswa mampu membuat makalah dan mempresentasikan sesuai dengan topik dan permasalahan yang dibahas.

Data pada aspek Competence selain nilai siswa yang dapat dijadikan sumber data, peneliti juga mempunyai hasil wawancara terhadap guru. Wawancara tersebut di dalamnya meliputi metode apa yang digunakan guru pada saat mengajar di kelas, upaya dan kendala yang dihadapi siswa ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap guru, memiliki data berupa hasil wawancara dan data dokumentasi yang dapat dijadikan sebagai data tambahan. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa upaya guru dalam mengatasi kendala kegiatan belajar dengan menggunakan metode belajar yang bervariasi, sehingga siswa tidak mudah cepat bosan ketika mengikuti pelajaran. Guru juga memotivasi siswa agar lebih giat belajar. Dengan menggunakan media LKS Bermakna, guru merasa terbantu oleh karena siswa sangat berperan aktif dalam pembelajaran.

2. Aspek Conscience

Conscience merupakan kemampuan afektif yang secara khusus mengasah kepekaan dan ketajaman hati nurani.Nilai-nilai tersebut merupakan satu kesatuan dari aspek Conscience. Hal ini menjadi pedoman untuk memahami alternatif dan menentukan pilihan oleh individu, hal yang baik maupun buruk, hal yang benar maupun salah.

Dalam aspek Conscience juga mengalami perubahan.Perubahan terlihat pada sikap siswa pada saat pertama kali pengamatan dilakukan oleh peneliti. Perubahan terjadi ketika siswa mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran sejarah. Perubahan pada aspek Conscience terjadi oleh karena dalam Pedagogi Ignasian lebih menekankan kepada suara hati siswa. Suara hati siswa tersebut dapat berupa sikap jujur dan sikap kreatif pada siswa. Kejujuran dalam kegiatan belajar sejarah dapat dilakukan siswa ketika siswa mengerjakan soal-soal pada LKS yang Bermakna. Sikap kreativitas siswa dapat dilihat pada saat siswa mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Selain itu penerapan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa sangat membantu dan memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan karakter siswa. Peneliti mengamati siswa sesuai dengan kemampuan memahami atau berkaitan dengan hati nurani yang terdapat dalam Conscience (suara hati) ketika pembelajaran sejarah berlangsung di kelas XI IIS 1. Indikator yang diamati yaitu tanggung jawab, kedisiplinan, kejujuran, kemandirian, keterbukaan, kebebasan, keadilan, kegigihan, keberanian mengambil resiko, kemampuan memberi makna hidup.

Pada saat observasi awal siswa belum menunjukkan adanya sikap siswa yang terdapat pada indikator Conscience (suara hati). Kemudian pada saat siswa mengisi LKS Bermakna yang di dalamnya terdapat aksi dan refleksi diri siswa, maka siswa tersebut kemudian mengimplementasikan sikap apa saja yang menjadi aksi mengenai materi Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan. Aksi dan refleksi yang terdapat dalam LKS Bermakna sangat membantu peneliti dalam mengamati sikap siswa yang berkaitan dengan indikator penilaian pada aspek Conscience.

Terdapat berbagai macam perubahan yang terjadi pada 20 siswa dari aspek

Conscience yang diamati oleh peneliti. Hasil pengamatan dari aspek Conscience

menunjukkan bahwa siswa lebih mampu memiah nilai-nilai yang baik dan menerapkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil dari kuesioner, dapat diketahui bahwa keadaan Conscience

(suara hati) siswa memiliki skor berani mengambil resiko 10%, keadilan 14%, kebebasan 12%, kebermaknaan 9%, kemandirian 17%, kegigihan 14%, kejujuran 10%, tanggung jawab 9%, keterbukaan 5%. Dari aspek Conscience indikator yang paling menonjol dan paling berpengaruh pada siswa kelas XI IIS 1 yaitu indikator mandiri. Mandiri tersebut merupakan keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain77. Hal ini dapat dijelaskan bahwa siswa mampu memahami materi sejarah dengan baik setelah guru menjelaskan materi belajar. Kemudian, indikator mandiri ini juga menjelaskan bahwa siswa mampu mencari solusi atas persoalan mengenai materi belajar sejarah yaitu Peristiwa Sekitar Proklamasi.Sedangkan kegigihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

      

77

merupakan tetap teguh pada pendirian atau pikiran78 yang tercermin pada sikap siswa secara giat mengikuti upacara Bendera yang rutin dilakukan pada hari Senin. Hal itu juga mencerminkan bahwa siswa-siswi kelas XI IIS 1 mencerminkan sikap cinta tanah air.

Kegigihan juga dilakukan siswa pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas, tercermin dari setiap tindakan siswa yang dengan gigih mematuhi tata tertib di sekolah. Materi belajar mengenai Peristiwa Sekitar Proklamasi mengajarkan siswa untuk lebih tekun dalam menerapkan sikap cinta tanah air, maupun sikap tanggung jawab sebagai siswa yang cinta akan Indonesia, dan mengajarkan siswa untuk menjadi generasi penerus bangsa yang mandiri, dan terbuka terhadap budaya dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian siswa mampu bersikap selektif dalam menanggapi budaya luar yang masuk ke Indonesia.

Pada aspek Conscience peneliti juga melakukan wawancara terhadap siswa. Siswa yang peneliti wawancarai yaitu siswa yang mempunyai nilai tertinggi dan terendah. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana motivasi mereka dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Namun, nilai yang tertinggi maupun nilai terendah dari kedua siswa tersebut tidak mempengaruhi sikap dan tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Sikap keduanya tetap mencerminkan siswa yang berkarakter. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kedua siswa ingin guru menggunakan metode dan model pembelajaran yang bervariasi, agar siswa lebih giat mengikuti kegiatan belajar. Selain itu dukungan dan dorongan dari guru yang

      

78

membuat siswa semangat belajar. Nilai tambahan ketika siswa rajin mengumpulkan tugas yang membuat semakin rajin mengerjakan tugas tepat waktu, sehingga mendapat skor tambahan.

3. Aspek Compassion

Sama halnya aspek Conscience, aspek Compassion merupakan kemampuan afektif, yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai bela rasa bagi sesama, dalam hal ini menjunjung tinggi sikap peduli terhadap sesama/bela rasa. Pada aspek Compassion juga terdapat nilai-nilai yang merupakan kesatuan dari aspek

Compassion, dan harus ditanamkan pada siswa

Perubahan atau peningkatan juga berhasil pada aspek Compassion (bela rasa) siswa. Perubahan dan peningkatan ini mengarah pada sikap bela rasa siswa terhadap sesama. Dalam Pedagogi Ignasian, aspek Compassion yang berupa sikap bela rasa terhadap sesama diterapkan oleh siswa ketika siswa mampu memaknai setiap materi yang sedang dipelajari kemudian siswa tersebut memanfaatkannya sebagai sikap yang dapat diteladani dan sebagai wujud dari sikap berbela rasa terhadap sesama.

Seperti aspek Conscience (suara hati), aspek Compassion (bela rasa) juga sangat berhubungan erat dengan pengembangan karakter dalam diri siswa yaitu yang berhubungan dengan bela rasa terhadap sesama. Indikator Compassion (bela rasa) yang diamati adalah kerjasama, penghargaan pada sesama, kepedulian, kepekaan, rela berkorban. Perubahan pada aspek Compassion (bela rasa) terlihat pada hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu, perubahan aspek Compassion (bela rasa) siswa juga dapat dilihat dari hasil yang diperoleh

pada kuesioner selama pembelajaran sejarah berlangsung. Pada awal penelitian, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan lembar pengamatan untuk mengetahui skala sikap Compassion siswa kelas XI IIS 1. Melalaui kuesioner tersebut maka dalam penelitian semakin terlihat adanya perubahan sikap siswa, yang ditunjukkan pada hasil kuesioner yang telah dianalisis.

Hasil observasi menunjukkan bahwa pada saat berdiskusi dalam kelompok siswa sudah mempunyai rasa untuk menghargai terhadap temannya, kemudian kerjasama dalam kelompok. Dari hasil kuesioner dapat diketahui bahwa indikator Compassion yang paling menonjol yaitu peduli dengan nilai 24,78%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah dapat menerapkan skala sikap yang terdapat dalam Compassion. Berdasarkan hasil dari kuesioner, dapat diketahui bahwa keadaan Compassion (bela rasa) siswa memiliki skor yaitu menghargai sesama,rela berkorban 26%, kepekaan 12%, kepedulian 38%, dan kerjasama 24%. Pada aspek

Compassion indikator yang paling menonjol dari siswa yaitu indikator peduli. Peduli merupakan perihal sangat peduli, sikap memprihatinkan sesuatuyang terjadi dalam masyarakat79. Indikator peduli ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian siswa satu terhadap yang lain sangat tinggi.

Bila dikaitkan dengan materi belajar siswa yaitu mengenai Peristiwa Sekitar Proklamasi, indikator peduli dapat ditunjukkan dengan sikap siswa yang menerapkan kepedulian terhadap sesama, baik peduli dengan teman yang sedang kesulitan dalam memahami materi belajar maupun peduli dengan guru yang sedang membutuhkan bantuan. Sedangkan rela berkorbanberarti bersedia dengan ikhlas

      

memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pemikiran) untuk kepentingan orang lain atau masyarakat, walaupun dengan berkorban akan menimbulkan cobaan penderitaan bagi dirinya sendiri80. Sikap itu ditunjukkan dalam tindakan siswa pada saat siswa berusaha menjadi siswa teladan guna ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia agar tidak dijajah kembali oleh bangsa lain yang ingin menguasai bangsa Indonesia.

4. Karakter

Karakter merupakan suatu fondasi kehidupan bangsa. Karakter bagi suatu bangsa memiliki fungsi memberikan arah kemana bangsa harus menuju81. Pendidikan karakter merupakan proses untuk mengembangkan pada diri setiap peserta didik kesadaran sebagai warga bangsa yang bermartabat, merdeka dan berdaulat dan berkemauan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan tersebut82. Karakter pada dasarnya diperoleh lewat interaksi dengan orang tua, guru, teman, dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran secara langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang karakter, sedang pengamatan diperoleh melalui pengalaman sehari-hari yang dilihat di lingungan termasuk media televisi83. Karakter berkaitan dengan sikap dan nilai. Jadi, karakter seseorang dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan apa yang didengar dari seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.

      

80

 http://www.ngal11.tk/rela-berkorban.xhtml. Diakses pada 26 September 2015  81

Suyanto, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: UNY Pres, 2011, hlm.158

82

Ibid.,hlm. 159

83

Karakter, menurut pengamatan filosof kontemporer Michael Novak, adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Tak seorang pun, menurut Novak, yang memiliki semua jenis budi pekerti, semua orang pasti punya kekurangan. Orang-orang dengan karakter yang mengagumkan bisa sangat berbeda antara satu dengan lainnya84. Dengan demikian, karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan, kibiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan perbuatan. Ketiganya penting untuk menjalankan hidup yang bermoral; ketiganya adalah faktor pembentuk kematangan moral.

Dari penilaian karakter siswa juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi yaitu sikap siswa yang berubah dari awal pengamatan sampai dengan siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, maupun pada saat siswa sedang berada di luar kelas. Peneliti mengamati berbagai macam gerak siswa pada saat di sekolah. Berbagai macam indikator yang peneliti amati yang berhubungan dengan karakter siswa terhadap materi belajar yaitu Peristiwa Sekitar Proklamasi. Pada awal kegiatan pengamatan, peneliti mengamati karakter siswa dengan menggunakan lembar pengamatan atau observasi. Sebagian besar siswa kelas XI IIS 1 sudah menunjukkan sikap yang berkarakter.

      

84

Terdapat beberapa siswa yang masih belum memahami bagaimana karakter diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Masih terdapat beberapa siswa yang belum bisa memaknai nilai-nilai sejarah yang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, terdapat beberapa siswa yang menganggap bahwa belajar sejarah itu sangat membosankan, sehingga mereka tidak menyimak dan memperhatikan guru pada saat menjelaskan materi belajar sejarah di depan kelas.

Keberadaan LKS Bermakna sangat membantu siswa dalam memaknai arti dari belajar sejarah, sehingga siswa mampu menerapkan nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari belajar sejarah. Instrumen lainnya yaitu dengan menggunakan kuesioner. Indikator yang paling menonjol dari penilaian karakter dengan menggunakan kuesioner yaitu terdapat pada indikator tanggung jawab. Indikator tanggung jawab tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakter siswa mampu mengimplementasikan sikap tanggung jawab yang sangat tinggi. Tanggung jawab siswa dapat tercermin dari sikap siswa dalam mengerjakan tugas tepat waktu, tanggung jawab anak sebagai siswa di sekolah yaitu dengan aktif pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Dari hasil kuesioner tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan karakter pada siswa dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan LKS Bermakna. Perubahan karakter pada diri siswa terlihat dari awal hingga akhir peneliti melakukan pengamatan. Berdasarkan hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa indikator kerja keras 14%, mandiri 12%, demokratis 12%, semangat kebangsaan 15%, cinta tanah air 14%, cinta damai 15%, dan tanggung jawab 18%.

Indikator yang paling menonjol dari aspek karakter yaitu tanggung jawab dan cinta damai. Tanggung jawab tersebut merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan cinta damai merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Cinta damai tersebut sudah tertanam dalam diri siswa, hal itu dapat dilihat dari pengamatan sehari-hari yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa ketika sedang berada di lingkungan sekolah.

D.Kendala Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, tentu saja ada beberapa kendala yang dihadapi oleh peneliti. Kendalanya yaitu pada saat datang ke sekolah dan peneliti harus menjelaskan prosedur yang harus diterapkan guru pada saat mengajar di kelas, baik pada saat menjelaskan bagaimana pembelajaran dengan menggunakan PI dan bagaimana LKS yang Bermakna diterapkan kepada siswa di kelas. Tidak

Dokumen terkait