• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi pedagogi ignasian dalam pembelajaran Sejarah dengan menggunakan LKS yang bermakna di kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi pedagogi ignasian dalam pembelajaran Sejarah dengan menggunakan LKS yang bermakna di kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean."

Copied!
216
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PEDAGOGI IGNASIAN

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN LKS YANG BERMAKNA DI KELAS XI IIS 1 SMA NEGERI 1 GODEAN

Oleh:

Marlinda Dwi Ratnani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: (1) peningkatan

Competence siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (2) keadaan Conscience siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (3) keadaan

Compassion siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (4)karakter siswa yang dominan berkembang selama pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian terapan dengan model analisis interaktif Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. Pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara, kuesioner, dan test. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Peningkatan Competence

siswa dilihat dari rata-rata nilai ulangan harian satu, dua, dan tiga yaitu 93,05; 93,1 dan 96,65. (2) Keadaan Conscience siswa menunjukkan kategori sangat tinggi dilihat dari indikator yang paling menonjol yaitu kemandirian 17% dan kegigihan 14%. (3) Keadaan Compassion siswa menunjukkan kategori sangat tinggidilihat dari indikator yang paling menonjol yaitu peduli 38% dan rela berkorban 26%. (4) Karakter siswa yang dominan berkembang pada siswa yaitu tanggung jawab 18% dan cinta damai 15%.

(2)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF IGNASIAN’S PEDAGOGY ON LEARNING HISTORY THROUGH MEANINGFUL STUDENTS’

WORKSHEET

IN XI IIS 1 STATE 1 SENIOR HIGH SCHOOL GODEAN

By:

Marlinda Dwi Ratnani Sanata Dharma University

2016

The aims of the research were to describe: (1) the improvement on students’ Competence on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students’ worksheet : (2) the condition of students’ Conscience on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students worksheet: (3) the condition of students’ Compassion on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students’ Worksheets; (4) students’ Character who improve at most during learning history based on Ignasian Pedagogy through meaningful Students’ Worksheet.

The research method used was qualitative research using analysis interactive model by Matthew B. Miles and A. Michael Huberman. Data collecting used were observation, interviews, questionnaire, and test. Data analysis used was qualitative.

The result of the research showed that (1) Improvement on students’ Competence was very high, based on the improvement of the first, the second, and the last daily test score. The scores were 93,05; 93,1; and 96,65. (2) Improvement on students’ Conscience was very high, based on the prominent indicator; they were (17%) autonomy and (14%) persistency. (3) Improvement on students’ Compassion was very high, based on the prominent indicator; they were (38%) care and (26%) willing sacrifice. (4) Students’ Characters who improve at most were (18%) responsibility and (15%) loving peace.

Keywords: 3C (Competence, Conscience and Compassion), Character, Meaningful Students’ Worksheets.

(3)

IMPLEMENTASI PEDAGOGI IGNASIAN

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN LKS YANG BERMAKNA DI KELAS XI IIS 1 SMA NEGERI 1 GODEAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

MARLINDA DWI RATNANI NIM : 111314011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016

(4)

IMPLEMENTASI PEDAGOGI IGNASIAN

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN LKS YANG BERMAKNA DI KELAS XI IIS 1 SMA NEGERI 1 GODEAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

MARLINDA DWI RATNANI NIM : 111314011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebagai ucapan terima kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan perlindungan dan kekuatan dalam hidupku

2. Kedua orang tua saya, Bapak Stefanus Sudarsono dan Khatarina Eni Noventari.

(8)

MOTTO

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (P.Syrus)

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing)

Orang-orang hebat dibidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi inspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi

(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PEDAGOGI IGNASIAN

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN LKS YANG BERMAKNA DI KELAS XI IIS 1 SMA NEGERI 1 GODEAN

Oleh:

Marlinda Dwi Ratnani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: (1) peningkatan

Competence siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (2) keadaan Conscience siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (3) keadaan

Compassion siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna; (4)karakter siswa yang dominan berkembang selama pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian terapan dengan model analisis interaktif Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. Pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara, kuesioner, dan test. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Peningkatan Competence

siswa dilihat dari rata-rata nilai ulangan harian satu, dua, dan tiga yaitu 93,05; 93,1 dan 96,65. (2) Keadaan Conscience siswa menunjukkan kategori sangat tinggi dilihat dari indikator yang paling menonjol yaitu kemandirian 17% dan kegigihan 14%. (3) Keadaan Compassion siswa menunjukkan kategori sangat tinggidilihat dari indikator yang paling menonjol yaitu peduli 38% dan rela berkorban 26%. (4) Karakter siswa yang dominan berkembang pada siswa yaitu tanggung jawab 18% dan cinta damai 15%.

(12)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF IGNASIAN’S PEDAGOGY ON LEARNING HISTORY THROUGH MEANINGFUL STUDENTS’

WORKSHEET

IN XI IIS 1 STATE 1 SENIOR HIGH SCHOOL GODEAN

By:

Marlinda Dwi Ratnani Sanata Dharma University

2016

The aims of the research were to describe: (1) the improvement on students’ Competence on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students’ worksheet : (2) the condition of students’ Conscience on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students worksheet: (3) the condition of students’ Compassion on learning History based on Ignasian Pedagogy through meaningful students’ Worksheets; (4) students’ Character who improve at most during learning history based on Ignasian Pedagogy through meaningful Students’ Worksheet.

The research method used was qualitative research using analysis interactive model by Matthew B. Miles and A. Michael Huberman. Data collecting used were observation, interviews, questionnaire, and test. Data analysis used was qualitative.

The result of the research showed that (1) Improvement on students’ Competence was very high, based on the improvement of the first, the second, and the last daily test score. The scores were 93,05; 93,1; and 96,65. (2) Improvement on students’ Conscience was very high, based on the prominent indicator; they were (17%) autonomy and (14%) persistency. (3) Improvement on students’ Compassion was very high, based on the prominent indicator; they were (38%) care and (26%) willing sacrifice. (4) Students’ Characters who improve at most were (18%) responsibility and (15%) loving peace.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Pedagogi Ignasian dalam Pembelajaran Sejarah melalui Pemanfaatan LKS Bermakna (untuk Meningkatkan Karakter Belajar Siswa) di Kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean” ini dapat terselesaikan dengan baik. Bagi saya selaku penulis dalam menyusun skripsi ini telah memberikan banyak ilmu serta pengalaman yang sangat bermanfaat dalam penyusunan sebuah karya tulis.

Dengan selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. Selaku Dekan Fakltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu. Dra. Th. Sumini, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis.

4. Bapak Drs. A. K. Wiharyanto, M.M selaku dosen pembimbing tugas akhir. 5. Bapak Hendra Kuniawan, M.Pd. selaku dosen pendamping yang telah

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSENBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitan... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Pedagogi Ignasian ... 12

(16)

3. Karakter ... 33

4. Pembelajaran Sejarah ... 36

B. Kerangka Pikir ... 40

BAB III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 43

C. Sumber Data ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Teknik Cuplikan ... 49

F. Validitas Data ... 50

G. Teknik Analisis ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 57

A. Deskripsi Latar Penelitian ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 59

C. Pembahasan ... 73

D. Kendala ... 87

BAB V PENUTUP ... .89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

Lampiran ... 97

Lampiran1: Surat Izin dan Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 98

Lampiran 2: Silabus ... 100

Lampiran 3: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis PI ... 118

(17)

Lampiran 5: Hasil wawancara guru ... 150

Lampiran 6: Rangkuman observasi aktivitas siswa ... 154

Lampiran 7: Hasil wawancara siswa ... 155

Lampiran 8: Kisi-kisi kuesioner ... 160

Lampiran 9: Kuesioner ... 161

A. Kuesioner Compassion ... 162

B. Kuesioner Conscience ... 164

C. Kuesioner Karakter ... 167

Lampiran 10: LKS yang Bermakna ... 169

Lampiran 11: Foto-foto ... 198

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengajar merupakan suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan-keputusan, termasuk mengajar sejarah. Berbicara soal sejarah, orang sering berpikir bahwa ini hanyalah menyangkut urusan sekelompok kecil anggota masyarakat yang disebut sejarawan atau peminat sejarah yang tertarik pada apa yang terjadi di waktu yang lampau demi masa lampau itu sendiri1. Sejarah juga sering dianggap urusan guru sejarah saja, yang berminat pada sejarah karena pekerjaannya sebagai guru. Dengan kenyataan seperti ini, kelihatan ada yang dilupakan yaitu, bahwa sejarah adalah urusan semua orang. Kita melupakan bahwa sejarah adalah dasar bagi terbinanya identitas nasional yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun bangsa masa kini mau pun di masa yang akan datang.

Ketidaktahuan seperti di atas bahkan sering ditunjukkan oleh kalangan guru sendiri. Mereka seperti kurang menyadari perannya dalam membina pelajaran sejarah tersebut. Hal ini tercermin dari kenyataan seringnya pengajaran sejarah di sekolah mendapat sorotan tajam dari masyarakat, karena ternyata pelajaran sejarah diselenggarakan dengan cara-cara yang kurang memadai. Sejarah bisa dirumuskan secara lebih memadai sebagai suatu studi keilmuan tentang segala sesuatu yang

      

1

(19)

telah dialami manusia di waktu yang lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu yang sekarang, kemudian tekanan perhatian diletakkan terutama pada aspek peristiwanya sendiri dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dan segi-segi urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah2. Pembelajaran sejarah, terutama sejarah nasional, adalah salah satu di antara sejumlah pembelajaran, mulai dari SD (Sekolah Dasar) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas), yang mengandung tugas menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air. Tugas pokok pembelajaran sejarah adalah character building peserta didik. Pembelajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran empati (emphatic awareness) di kalangan peserta didik, yakni sikap simpati dan toleransi terhadap orang lain yang disertai dengan kemampuan mental dan sosial untuk mengembangkan imajinasi serta sikap untuk berkreatifan, berinovasi, serta berpartisipatisi.

Pada dasarnya belajar sejarah merupakan pelajaran yang sangat berguna bagi peserta didik, oleh karena pembelajaran sejarah mampu membentuk karakter peserta didik untuk menjadi seorang patriot bagi bangsanya sendiri. Selain itu, pembelajaran sejarah juga mampu mengajarkan berbagai sikap cinta tanah air seperti halnya peserta didik mampu menanamkan sikap kepeduliannya terhadap jasa para pahlawan yang telah gugur dalam membela tanah air. Dari pembelajaran sejarah itu peserta didik mampu menumbuhkan semangat jiwa pahlawan dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semangat bela rasa dapat

      

2

(20)

terbentuk dalam diri peserta didik, selain itu peserta didik maupun warga negara Indonesia memiliki rasa toleransi satu terhadap yang lainnya.

Kemampuan untuk mengidentifikasi diri secara empatik dengan orang lain itu merupakan kecakapan sosial yang merupakan kemampuan membentuk kebersamaan dan keterikatan atau solidaritas. Toleransi akan mendidik siswa untuk memahami nilai-nilai yang tidak dianutnya meskipun bukan berarti tanpa pengetahuan atau kritik. Toleransi juga dapat mendidik siswa untuk menanamkan sikap demokratik, berjiwa besar, dalam menghargai dan menghormati pendapat dan pikiran orang lain, disertai landasan tanggung jawab dan komitmen masyarakat bangsa untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tertuang pada Pembukaan UUD 19453.

Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan nasional, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti halnya pengembangan dan penyempurnaan kurikulum, pengembangan materi pembelajaran, perbaikan sistem evaluasi, pengadaan buku dan alat-alat pelajaran, perbaikan sarana prasarana pendidikan, peningkatan kompetensi guru serta peningkatan mutu pimpinan sekolah4. Pendidikan karakter juga dapat ditanamkan dari adanya pembelajaran sejarah.

Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sikap yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebijakan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral. Karakter dimaknai sebagai cara

      

3

Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2001, hlm.2. 

4

(21)

dan perilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara5. Pendidikan karakter dari pembelajaran sejarah tersebut membuat peserta didik mampu menyadari bahwa sejarah adalah pelajaran yang sangat berguna, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Pendidikan karakter di sekolah lebih banyak berurusan dengan penanaman nilai6. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah tersebut adalah nilai cinta tanah air, nilai semangat pejuang dimana nilai ini dapat melatih peserta didik untuk terus semangat dalam mempertahankan negara Indonesia agar tidak dijajah kembali oleh bangsa lain.

Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Terdapat delapan belas indikator pendidikan karakter yang sampai saat ini terus dikembangkan pada diri peserta didik, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Adapun delapan belas indikator pendidikan karakter tersebut yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggungjawab7. Delapan belas indikator pendidikan karakter bangsa tersebut terus diterapkan dan ditanamkan pada diri peserta didik mulai usia dini hingga usia dewasa. Pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya membangun karakter bangsa mendesak untuk

      

5

Muchlas Samani & Hariyanto, Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2011, hlm.41.

6

Doni Kusuma, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo, 2007, hlm.212.

7

(22)

diterapkan. Pendidikan karakter menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global. Pendidikan karakter tersebut sangat penting dipelajari bahkan penting untuk diterapkan dalam diri peserta didik dengan alasan agar peserta didik mampu menghargai dan memiliki sikap yang bijak8. Selain itu dengan pendidikan karakter dapat mengubah cara pandang siswa terhadap masa depan bangsa.

Pada umumnya guru hanya memberikan bekal sejarah berupa materi-materi belajar, tidak disertai dengan kesimpulan berupa nilai-nilai yang dapat diambil dari pembelajaran sejarah di masa lampau. Sebagian besar dari guru, peserta didik serta masyarakat menilai bahwa sejarah hanya mengkaji dan mengulas tentang kejadian masa lalu saja, namun sejarah juga mengkaji peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi sekarang. Banyak ruang lingkup dalam sejarah, misalnya sejarah politik, sejarah negara-negara luar negeri, sejarah kebudayaan suatu bangsa, sejarah sosial, sejarah perkotaan maupun sejarah lokal.

Pentingnya sejarah untuk dipelajari, bukan berarti pembelajaran sejarah tidak mempunyai kekurangan. Kekurangan tersebut dapat ditemui ketika proses belajar mengajar sedang terjadi, banyak sekali hambatan yang ditemui ketika belajar di kelas, hambatan tersebut dapat ditemui guru maupun peserta didik itu sendiri. Kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran sejarah oleh karena anggapan peserta didik bahwa pelajaran sejarah adalah sebuah pelajaran yang membosankan, sebagian besar guru sejarah masih menggunakan model ceramah di depan kelas,

      

8

(23)

sehingga membuat peserta didik merasa malas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.

Berdasarkan observasi yang dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa peserta didik SMA Negeri 1 Godean memiliki prestasi yang sangat luar biasa. Hal itu dapat terlihat pada kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagian besar peserta didik berperan aktif dalam kegiatan belajar. Selain itu, dalam berperilaku, peserta didik menunjukkan bahwa mereka menjunjung tinggi sikap sopan santun, baik terhadap guru, karyawan maupun teman-temannya. Dari perilaku tersebut dapat dikatakan bahwa peserta didik di SMA N 1 Godean memiliki karakter yang baik namun, perlu pembenahan serta peningkatan karakter dalam diri sebagian peserta didik SMA Negeri 1 Godean. Sebab ada beberapa peserta didik yang acuh dan kurang sopan ketika guru sedang menjelaskan materi di depan kelas, peserta didik tersebut justru tidak menyimak dan berbicara dengan teman sebangkunya. Selain itu terdapat siswa yang bermain Handphone ketika pembelajaran sedang berlangsung. Kemudian terdapat beberapa siswa yang kurang peka terhadap teman kesulitan teman dalam belajar. Dengan contoh siswa tidak bersedia membantu temannya yang sedang kesulitan dalam memahami materi belajar.

Penelitian ini membahas tentang perkembangan dan perubahan Competence

(24)

Pedagogi Ignasian mampu memberikan perubahan dan peningkatan terhadap nilai maupun sikap siswa.

Dari kegiatan observasi yang telah dilakukan peneliti di sekolah SMA Negeri 1 Godean, memiliki Visi Unggul Dalam Prestasi, Menguasai IPTEK, Berbudi Pekerti Luhur dan Berwawasan Global; dan Misi dari SMA Negeri 1 Godean adalah sebagai berikut,

1. Meningkatkan budaya membaca dan menulis.

2. Meningkatkan prestasi belajar akademik dan non akademik.

3. Mempertahankan/meningkatkan kelulusan peserta didik yang mengikuti Ujian Nasional dan Ujian Sekolah.

4. Meningkatkan jumlah lulusan yang meneruskan kejenjang perguruan tinggi.

5. Meningkatkan kesehatan jasmani, rohani dan pemahaman ajaran agama sesuai agama yang dianutnya.

6. Meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan minat dan bakat. 7. Meningkatkan kemampuan penggunaan komputer.

8. Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan Mandarin9.

Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian kualiatif dengan judul “Implementasi Pedagogi Ignasian dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Pemanfaatan LKS bermakna Kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean. Desain pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian adalah penjabaran prinsip-prinsip pembelajaran ke dalam rancangan materi dan aktivitas yang meningkatkan proses belajar individu menuju keutuhan pribadinya mengikuti proses pembelajaran berdasarkan Pedagogi Ignasian10.

Dinamika pokok Pedagogi Ignasian ini adalah interaksi terus-menerus tiga unsur, yaitu pengalaman, refleksi dan aksi, di dalam proses belajar mengajar. Tiga

      

9 

https://www.SMA-Negeri-1-Godean/422721157818075?sk=info&tab=page_info.Di unduh pada 7 Maret 2015.

10

(25)

unsur itu dilengkapi dengan unsur pelengkap yaitu “konteks” yang menjadi tempat pengalaman itu berlangsung dan evaluasi setelah sebuah aksi terlaksana. Bergerak dalam sebuah langkah spiral, semakin lama semakin mendalam untuk tiap-tiap unsurnya11. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan aspek

Competence (pengetahuan, keterampilan, sikap), Conscience (suara hati),

Compassion (bela rasa), dan karakter siswa kelas XI IIS 1 SMA N 1 Godean.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan Competence siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna?

2. Bagaimana keadaan Conscience siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna?

3. Bagaimana keadaan Compassion siswa dalam pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna?

4. Karakter apakah yang paling dominan berkembang selama pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui LKS bermakna?

      

11

(26)

C. TujuanPenelitian

Dari rumusan masalah tersebut, dapat dideskripsikan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan peningkatan Competence (pengetahuan, ketrampilan, sikap) siswa kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean dengan implementasi pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui pemanfaatan LKS Bermakna.

2. Mendeskripsikan keadaan Conscience (hatinurani) siswa kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean dengan implementasi pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui pemanfaatan LKS Bermakna.

3. Mendeskripsikan keadaan Compassion (bela rasa) siswakelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Godean dengan implementasi pembelajaran sejarah berbasis Pedagogi Ignasian melalui pemanfaatan LKS Bermakna.

4. Mendeskripsikan karakter yang dominan berkembang selama pembelajaran sejarah pada siswa SMA Negri 1 Godean.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Lembaga Sekolah

Sebagai umpan balik dalam meningkatkan aspek Competence (pengetahuan, keterampilan, sikap), perkembangan Conscience (hatinurani), perkembangan

(27)

pelajaran sejarah, dan meningkatkan penggunaan media pembelajaran LKS di sekolah.

2. Bagi Universitas

Sebagai sarana pengenalan visi dan misi Universitas Sanata Dharma melalui pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian di SMA N 1 Godean maupun sekolah-sekolah non Kristiani lainnya. Serta sebagai bahan evaluasi untuk mendukung dan memperbaiki sistem pendidikan.

3. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam penyampaian materi pembelajaran sejarah oleh guru agar tidak terkesan kurang menarik bagi peserta didik. Sehingga peserta didik mampu menjadi aktif dan memahami, bahwa pelajaran sejarah bisa memberikan banyak makna dan nilai-nilai kehidupan yang dapat berguna bagi perkembangan bangsa, khususnya bagi generasi muda.

4. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menarik minat belajar peserta didik dalam aspek Competence (pengetahuan, keterampilan, sikap), Conscience

(28)

5. Bagi Peneliti

(29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pedagogi Ignasian

a. Pengertian Pedagogi Ignasian

Pedagogi Ignasian merupakan sebuah paradigma pendidikan yang bersumber dari kharisma St.Ignasius pendiri Serikat Jesuit12. Tujuan dari Pedagogi Ignasian yaitu perkembangan pribadi yang utuh yang melakukan perbuatan yang didasari oleh pemikiran yang menalar, yang kemudian mendorong siswa untuk berdisiplin, berinisiatif, mengembangkan integritas dan berpikir jernih. Secara praktis penerapan model pembelajaran dengan pendekatan Pedagogi Ignasian biasanya dirumuskan dalam sebuah sistem yang memiliki unsur-unsur pokok: konteks

(context),-pengalaman (experince) – refleksi (reflection)- aksi (action)- evaluasi

(evaluation). Berdasarkan siklus ini, seorang pengajar dapat mendampingi para pelajar untuk memudahkan proses belajar dan perkembangan dengan cara menatap kebenaran dan menggali arti manusiawinya.

Dalam pendidikan berbasis Pedagogi Ignasian, refleksi mengambil peran yang penting.Dengan melakukan refleksi, siswa menimbang dan memilih pengalaman-pengalamanya untuk menemukan dirinya yang otentik. Dengan cara

      

12

(30)

ini, ia dapat mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan martabatnya yang luhur. Adapun prinsip-prinsip Pedagogi Ignasian antara lain13:

1. Guru berperan melayani siswanya, peka terhadap bakat dan kesulitan siswa, terlibat secara pribadi, dan membantu pengembangan kemampuan internal setiap siswanya.

2. Siswa perlu terlibat secara aktif dalam studi, penemuan, dan kreativitas pribadi.

3. Hubungan antara guru dan siswa bersifat pribadi dan berkelanjutan. 4. Silabus dan pengajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. 5. Isi dan bahan ajar (pendidikan) diatur dalam urutan yang bsersifat logis. 6. Pengulangan dan perbaikan (preview dan review) sunguh-sunguh

diupayakan demi penguasaan yang lebih baik, asimilasi yang lebih baik, dan pandangan yang lebih mendalam.

7. Keadaan materi lebih disukai dari pada keluasaan cakupan. Pedagogi Ignasian dapat dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut:

1) Konteks

Konteks pemikiran dalam Pemikiran Pedagogi Ignasian, pada cara belajar yang dajarkan St. Ignatius yang menerima akan keterbukaan pada sebuah bimbingan jiwa maka siswa perlu terbuka mengenai nilai-nilai yang luhur. Seorang pendidik haruslah memulai proses pembelajarannya dari diri siswa (Student centered learning) dengan memahami sebanyak mungkin konteks-konteks yang mampu melingkupi siswa sebagai subyek yang akan ditantang, didorong, dan didukung untuk mencapai perkembangan pribadi yang utuh14.

Konteks nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari, mencakup pada keluarga, kelompok sebaya, situasi sosial, lembaga pendidikan, politik, ekonomi, serta segala yang berhubungan dengan kenyataan-kenyataan

      

13

Ibid.,hlm. 9.

14

(31)

sehari-hari. Secara keseluruhan konteks ini dapat mempengaruhi siswa kearah yang lebih baik ataupun lebih buruk, maka penting adanya refleksi dalam bersikap, berpresepsi dan mengambil keputusan. Penting adanya pengertian-pengertian yang dibawa seorang siswa ketika memulai proses belajar, pemahaman yang sebelumnya serta studi yang sebelumnya termasuk hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Selain hal itu semua, suasana kelembagaan merupakan hasil jaringan dari berbagai norma, harapan dan relasi yang mampu menciptakan suasana sekolah, misalnya perhatian terhadap mutu akademik, kebebasan akademik, dan hubungan interelasi dengan guru-siswa, dengan dilandasi rasa saling percaya, sehingga berguna dalam pembentukan pribadi seorang siswa dalam memahami dan mendalami nilai-nilai. Pengenalan terhadap sebuah konteks, akan membantu guru menentukan bentuk dan cara pemberian pengalaman melalui pembelajaran sehingga siswa dapat menarik makna dari pengalaman utuhnya selama belajar bagi hidupnya sendiri dan orang lain.

2) Pengalaman

(32)

bidang ilmu yang di bahas, siswa didorong untuk menyaring fakta, menimbang perasaannya, dan memilah nilai-nilai yang telah mereka kenal terkait dengan bidang ilmu yang mereka simak.

Pada tahap ini siswa, diajak mencari pemahaman baru dengan melakukan perbandingan, kontras, evaluasi, analisis dan sintesis atas semua kegiatan mental serta psikomotorik untuk memahami realitas secara baik. Pengalaman yang di olah merupakan pegalaman hidup mereka sendiri atau pengalaman yang diperoleh dari membaca dan mendengarkan.

Melalui pengalaman dalam proses belajar mengajar, siswa mengalami suatu suatu tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta, ide, dan masukan baru baik dari pengajar maupun dari sesame pelajar lain. Dengan demikian, konteks yang dibawa oleh siswa, sekarang dihadapkan pada suatu pengalaman baru. Pengalaman baru ini memungkinkan siswa untuk sepaham dengan konteks sebelumnya yang telah dimiliki.

3) Refleksi

(33)

dari pokok materi yang dipelajari dan diharapkan pengalaman mahasiswa menjadi bermakna sehingga mampu mendorong melakukan aksi (tindakan). Refleksi harus menjadi proses formatif yang membentuk kesadaran peserta didik mengenai sikap, kebiasaan, nilai, cara pandang dan cara berpikir mereka. Kegiatan refleksi mempunyai tujuan yaitu siswa dapat menangkap arti atau nilai-nilai hakiki dari apa yang telah dipelajari, dapat menemukan keterkaitan antar pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya,, siswa dapat memahami implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya serta dapat membentuk hati nurani. Refleksi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Memahami kebenaran dan yang dipelajari secara utuh.

b) Mengenali sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam menelah sesuatu.

c) Memperdalam pengalaman tentang implikasi yang telah dimengerti bagi diri sendiri dan bagi orang lain.

d) Mengusahakan mencapai makna untuk diri sendiri tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan kebenarannya.

e) Memulai dengan memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya terhadap orang lain.

Dalam proses refleksi, ada hal yang penting dilakukan guru yaitu:

(34)

efektif. Kedua, guru menghormati kebebasan individu mahasiswa untuk berefleksi dan memilih tindakannya. Ketiga, siswa merefleksikan pengalaman belajarnya dengan bimbingan guru. Keempat, guru dan siswa bersedia saling berbagi refleksinya dalam rangka memperkaya pemaknaan belajar. Kelima, siswa dibimbing untuk berani berpikir, bersikap dan bertekad untuk bertindak menurut panggilan hati nurani.

4) Tindakan

Sikap, nilai, dan cita-cita itu adalah hasil pengolahan siswa dalam refleksi. Pemaknaan pengalaman yang diperoleh melalui refleksi tersebut dimaksudkan agar siswa mampu mengambil keputusan dan bertindak dengan semangat magis (the power to do more/unggul). Tindakan adalah kegiatan yang mencerminkan pertumbuhan batin berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan.

Tindakan memiliki dua aspek internal dan eksternal. Aspek internal merupakan pertumbuhan batin yang terjadi berkat proses refleksi. Aspek eksternal adalah manifestasi dari pertumbuhan batin itu. Dengan demikian tindakan selalu mencakup dua tahap, yaitu pilihan-pilihan batin (hasil dari refleksi pengalaman) dan manifestasi lahiriahnya (perwujudan nyata) yang dapat dipertanggung jawabkan. Tindakan mencakup dua langkah:

(35)

mempertimbangkan kembali pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Disinilah pembelajar dihadpakan pada makna dan nilai yang menyodorkan pilihan-pilihan yang harus diambil.

b. Menyatakan pilihan secara lahir. Pada suatu ketika, makna-makna hidup, sikap, nilai-nilai, yang telah menjadi bagian dari dirinya, mendorong peserta didik berbuat sesuatu yang konsisten dengan keyakinan barunya. Kalau maknanya positif, peserta didik akan meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman yang bermakna positif. Kalau maknanya negatif, peserta didik akan berusaha memperbaiki, mengubah, mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan pengalaman yang negatif itu.

Dalam proses pembelajaran yang dimaksud dengan tindakan adalah memaknai hasil pembelajaran dengan pikiran dan hati untuk mewujudkan pengetahuannya dalam praktik kehidupan nyata. Dengan demikian pembelajaran disini sudah mencapai tahap pengambilan sikap, posisi batin atau niat untuk berbuat sesuai dengan pengetahaun yang diperolehnya. Pengetahuan menjadi sesuatu yang tidak hanya teoritis dan mandul, melainkan terarah ke kehidupan kongkrit.

(36)

a) Siswa

Dalam proses pembelajaran, siswa menggunakan pengetahuannya secara bermakna yaitu dengan melalui, pertama, penentuan prioritas-prioritas. Kedua, pengambilan keputusan. Ketiga, penemuan eksperimental.

Keempat, pemecahan masalah. Kelima, penelitian. Keenam, pelayanan berdasarkan kasih.

b) Guru

Guru berperan untuk menumbuhkan aksi dengan jalan menantang imajinasi dan melatih kehendak para mahasiswa untuk memilih serangkaian tindakan yang paling baik, yaitu tindakan berdasarkan refleksi atas apa yang sudah dipelajari. Dalam pembelajaran, mengobservasi tindakan sebagai hasil dari refleksi pengalaman memang merupakan tantangan tersendiri bagi pendidik. Tindakan dapat saja terwujud segera setelah refleksi tetapi dapat juga tindakan mewujud jauh hari setelah refleksi, karena keputusan-keputusan melakukan tindakan sangat tergantung pada situasi yang dihadapi pelajar.

5) Evaluasi

(37)

program15. Tujuan pendidikan Jesuit adalah membentuk manusia yang berkepribadian utuh, kompeten secara intelektual, bersedia untuk selalu berkembang, bersikap religius, serta penuh kasih dan tekad untuk berbuat adil dalam pelayanan yang tulus kepada sesama umat Allah.

Evaluasi dalam pembelajaran adalah aktivitas untuk memonitor perkembangan akademis peserta didik. Evaluasi merupakan proses sistematis pengumpulan, pengolahan dan pengambilan keputusan atas data tentang suatu objek untuk selanjutnya dipertimbangkan pemberian nilai atas objek tersebut berdasarkan pada suatu kriteria tertentu. Dalam evaluasi pembelajaran yang menjadi objek penelitian adalah proses dan hasil belajar. Evaluasi hasil pembelajaran atau evaluasi hasil belajar antara lainmenggunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar sebagai prestasi belajar, dalam hal ini adalah penguasaan kompetensi oleh setiap siswa.

Hasil dari proses evaluasi ini merupakan umpan balik bagi siswa maupun guru. Bagi siswa, hasil evaluasi ini bermanfaat untuk memperbaiki cara belajarnya, sedangkan bagi guru merupakan masukan untuk memperbaiki cara dan metode pembelajaran. Dalam Pedagogi Ignasian, evaluasi tidak hanya dilakukan pada aspek akademis siswa tetapi juga pada aspek kemanusiaan. Agar desain pembelajaran tidak kehilangan rohnya, maka perlunya kesesuaian, keserasian, dan keselarasan anatara desain materi, desain strategi pembelajaran dan desain evaluasi.

      

15

(38)

b. Model dan Desain Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian

Kegiatan pembelajaran perlu dirancang agar memberikan dampak optimal bagi pembelajar. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian merupakan upaya pertajam model-model pembelajaran yang telah dikembangkan sebelumnya dengan memasukan unsur-unsur yang terkandung dalam Pedagogi Ignasian.Pedagogi Ignasian adalah sebuah paradigma. Model pembelajaran bebasis Pedagogi Ignasian adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan fokus pencapaian tujuan pembelajaran yang meliputi 3C (Competence, Conscience dan Compassion). Competence adalah kemampuan kognitif, conscien adalah kemampuan afektif untuk menentukan pilihan-pilihan yang dapat dipertangung jawabkan secara moral, sedangkan compassion adalah kemampuan psikomotorik dan kemampuan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan sepanjang hidup dan disertai dengam motivasi untuk mengunakannya demi sesama

Desain pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian adalah penjabaran prinsip-prinsip penjabaran prinsip-prinsip pembelajaran ke dalam rancangan materi dan aktivitas yang meningkatkan proses belajar individu menuju keutuhan pribadinya mengikuti siklus Pedagogi Ignasian.

c. Konsep 3C (Competence, Conscience, dan Compassion)

(39)

keterpaduan hasil belajar yang serupa dengan keterpaduan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik16. Untuk itu, akan dibahas lebih lanjut tentang konsep Competence (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap), Conscience (hati nurani), dan Compassion (bela rasa).

1) Competence

Competence adalah kompetensi/kualitas yang unggul bagi peserta didik, berkaitan dengan kemampuan penguasaan kompetensi secara utuh yang disebut juga kemampuan kognitif. Competence pada Pedagogi Ignasian sangat kental bermuatan ranah kognitif dan psikomotorik, namun demikian di sana termuat juga sebagian afektif meskipun terbatas dalam kaitannya dengan keilmuan17.

Aspek Competence mengacu pada kecerdasan individu, cerdas di sini bukan hanya pengetahuan, namun juga cerdas dalam mengambil sikap.Jadi dalam hal ini, Competence dimaknai sebagai kemampuan akademik yang memadukan unsur pengetahuan, ketrampilan dan sikap.18

2) Conscience

Conscience merupakan kemampuan afektif yang secara khusus mengasah kepekaan dan ketajaman hati nurani. Maka dari itu, terdapat nilai-nilai yang ada dalam Conscience, seperti:19 moral, tanggung jawab, kejujuran, kemandirian, keterbukaan, kebebasan, kedisiplinan, ketekunan,

      

16

Ibid, hlm.39.

17

Ibid.,hlm. 39. 18

http://himcyoo.files.wordpress.com/2012/03/3-buku-pendidikan-karakter.pdf., hlm. 17-18. (diunduhtanggal 24 Maret 2013).

19

(40)

kegigihan, ketahanan uji, keberanian mengambil resiko, kemampuan member makna hidup.

Nilai-nilai tersebut merupakan satu kesatuan dari aspek Coscience. Hal ini menjadi pedoman untuk memahami alternatif dan menentukan pilihan oleh individu, hal yang baik maupun buruk, hal yang benar maupun salah.

3) Compassion

Sama halnya aspek Conscience, aspek Compassion merupakan kemampuan afektif, yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai bela rasa bagi sesama, dalam hal ini menjunjung tinggi sikap peduli terhadap sesama/bela rasa. Pada aspek Compassion juga terdapat nilai-nilai yang merupakan kesatuan dari aspek Compassion, dan harus ditanamkan pada siswa, seperti20; kerja sama, penghargaan pada sesame, kepedulian, kepekaan terhadap kebutuhan orang lain, keterlibatan dalam kelompok, kemauan untuk berbagi.

Dalam hubungannya dengan penelitian ini, diharapkan pada pembelajaran berbasis PI dapat meningkatkan ketiga aspek tersebut melalui pemanfaatan media LKS yang Bermakna.Tingkat Competence (pengetahuan, ketrampilan, sikap), Conscience (suara hati), dan Compassion (bela rasa) merupakan hal yang ukur untuk menentukan keberhasilan penelitian ini.

Perlu diperhatikan pula beberapa faktor yang mempengaruhi tercapainnya tingkat Competence (pengetahuan, ketrampilan, sikap), Conscience (suara hati), dan Compassion (bela rasa), antara lain kondisi

      

20

(41)

fisiologis dan psikologis. Pada kondisi fisiologis pada umumnya juga perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran jika seseorang belajar dalam keadaan jasmani yang segar akan berbeda dengan seseorang yang belajar dalam keadaan sakit.

2. LKS Bermakna

Bahan ajar cetak yang satu ini sudah tidak asing lagi yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru di sekolah pada umumnya menggunakan lembar kerja siswa (LKS) sebagai buku acuan siswa, di dalam lembar kerja siswa tersebut pada umumnya terdapat materi dan soal-soal yang harus dikerjakan oleh peserta didik itu sendiri. Peneliti akan menggunakan LKS sebagai media pada saat melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Godean Yogyakarta. Peneliti berharap agar LKS tersebut dapat bermanfaat sebagai media sekaligus dapat membantu peserta didik dalam mengikuti pembelajaran sejarah. Selain itu, LKS juga diharapkan mampu membantu peserta didik sehingga lebih mengerti dan memahami materi pembelajaran yang sedang disampaikan oleh guru. Jenis LKS yang akan peneliti pakai sebagai media pembelajaran yaitu LKS yang Bermakna.

(42)

merupakan hal yang mengandung makna, mempunyai makna21, berarti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS yang Bermakna merupakan lembar kegiatan siswa yang mempunyai banyak arti.

Lembar kerja siswa biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai22. Sementara, menurut pandangan Andi Prastowo, LKS bukan merupakan singkatan dari Lembar Kegiatan Siswa akan tetapi Lembar Kerja Siswa, yaitu materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, peserta didik akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu, peserta didik juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk mamahami materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut23.

Pentingnya LKS bagi kegiatan pembelajaran tidak lepas dari fungsi, tujuan, dan manfaat LKS itu sendiri. LKS sebagai bahan ajar mempunyai empat fungsi yaitu, pertama, LKS sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa. Kedua, LKS sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan. Ketiga, LKS sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. Keempat, LKS memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.

      

21

Mochtar Buchori, Refleksi Tentang Pendidikan Bermakna Menuju Indonesia Baru, Jakarta,Yayasan Bhumiksara.2002,hlm. 65. 

22

Andi Prastowo, Paduan Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan, Yogyakarta, IKAPI, 2012, hlm. 203.

23

(43)

Kemudian ada empat poin penting yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu: pertama, menyajikan bahan ajar yang memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan. Kedua, menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penugasan siswa terhadap materi yang diberikan. Ketiga, melatih kemandirian belajar siswa. Keempat, memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada siswa24.

Kemudian, LKS memiliki banyak manfaat bagi pembelajaran, di antaranya melalui LKS kita mendapat kesempatan untuk memancing siswa secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang bisa diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah metode “SQ3R” atau Survey, Question, Read, and Review,

(menyurvei, membuat, pernyataan, membaca, meringkas, dan mengulang).” Adapun penjelasan masing-masing tahap itu adalah sebagai berikut:

1. Tahap survey, pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk membaca secara pintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika ringkasan diberikan.

2. Tahap question pada kegiatan ini, peserta didk diminta untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat membaca meteri yang diberikan.

3. Tahap read, pada kegiatan ini, peserta didik dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi dan membubuhkan tanda tangan khusus pada materi yang diberikan. Contohnya, peserta didik diminta untuk membubuhkan tanda kurung pada ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah kita siapkan pada question.

4. Tahap recite, pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca, kemudian diminta utnuk meringkas materi menggunakan kalimat mereka sendiri.

5. Tahap review, pada kegiatan ini, peserta didik diminta sesegera mungkin untuk melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah selesai memperlajari materi tersebut25.

      

24

Ibid., hlm. 206. 25

(44)

Penggunaan LKS dapat melatih siswa belajar mandiri dan memudahkan siswa untuk memahami materi karena siswa belajar sesuai dengan kemampuannya dan dapat mengulang materi sampai siswa yang bersangkutan dapat memahami materi tersebut dengan baik. Selain itu, penggunaan LKS dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sejarah.

LKS yang disusun sedemikian rupa dengan tujuan untuk memudahkan proses pembelajaran mempunyai macam-macam bentuk. Beberapa bentuk LKS yang dapat membantu proses pembelajaran yaitu:

(45)

mereka amati dengan konsep yang akan mereka bangun dalam benak mereka.

b. LKS yang Aplikatif-Integratif (Membantu Siswa Menerapkan dan Mengitegrasikan Berbagai Konsep yang Telah Ditemukan)

Peserta didik berlatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya LKS yang membantu peserta didik menerapkan konsep demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Caranya dnegan memberikan tugas kepada merekan untuk melakukan diskusi, kemudian meminta mereka untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Dengan peserta didik dilatih utnuk belajar menghormati pendapat orang lain dan berpendapat secara bertanggung jawab maka hal ini telah memberikan sebuah jalan bagi terimplemintasikannya nilai-nilai demokrasi dalam diri peserta didik.

c. LKS yang Penuntun (Berfungsi sebagai Penuntun Belajar)

LKS penuntun berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika meraka membaca buku sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku.

d. LKS yang Penguatan (Berfungsi sebagai Penguatan)

(46)

mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran. Selain itu sebagai pembelajaran pokok, LKS ini cocok untuk pengayaan.

e. LKS yang Pratikum (Berfungsi sebagai Petunjuk Pratikum)

Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kuumpulan LKS. Dengan demikian dalam LKS bentuk ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu isi (content) dari LKS.26

Peranan LKS sebagai media pembelajaran selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan dalam praktek pembelajaran. Kelebihan dan kelemahan LKS yaitu:

a. Kelebihan LKS sebagai media pembelajaran

1) Dari aspek penggunaan, LKS merupakan media yang paling mudah, dapat dipelajari di mana saja dan kapan saja tanpa harus menggunakan alat khusus.

2) Dari aspek pengajaran, LKS dibandingkan dengan media pembelajaran jenis lain bisa sikatakan lebih unggul. Karena merupakan media yang canggih dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar tentang fakta dan mampu menggali prinsip-prinsip umum dan abstrak dengan menggunakan argumentasi yang realistis.

      

26

(47)

3) Dari aspek kualitas penyampaian pesan pembelajaran, LKS mampu memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi musik, gambar dua dimensi, serta diagram dengan proses yang cepat.

4) Dari aspek ekonomi, LKS lebih murah dibandingkan dengan media pembelajaran yang lain27.

b. Kelemahan media LKS sebagai media pembelajaran

1) Tidak mampu mempresentasikan gerakan, pemaparan materi bersifat inear.

2) Sulit memberikan bimbingan kepada pembaca yang mengalami kesulitan memahami bagian-bagian tertentu.

3) Sulit memberikan umpan balik untuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang kompleks dan mendalam.

4) Cenderung digunakan sebagai hafalan. Ada sebagian guru yang menuntut siswanya untuk menghafalkan data, fakta dan angka. Tuntutan ini akan membatasi penggunaan hanya untuk alat menghafal.

Dengan adanya kelebihan dan kelemahan LKS tersebut maka dalam penyusunan LKS diharuskan inovatif dan kreatif. Karena, LKS yang inovatif dan kreatif akan menciptakan proses pembelajaran yang lebih menyenangkan. Dalam penyusunan LKS kita harus memahami langkah-langkah penyusunannya yaitu sebagai berikut:

      

27

(48)

1. Menyusun Peta Kebutuhan LKS

Peta sangat diperlukan untuk mengetahui materi apa saja yang harus ditulis dalam LKS. Peta ini juga bisa digunakan untuk melihat sekuensi atau urutan materi dalam LKS. Sekuensi LKS ini sangat dibutuhkan dalam menentukan prioritas penulisan materi.

2. Menentukan Judul LKS

Perlu kita ketahui bahwa judul LKS ditentukan atas dasar tema sentral dan pokok bahasannya diperoleh dari hasil pemetaan kompetensi dasar, materi pokok.

3. Penulisan LKS

(49)

membacanya lebiah jauh materi tersebut. Kemudian yang terakhir yaitu tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang seharusnya siswa dapat melakukannya. Keempat, perhatikan struktur LKS.Ini merupakan langkah terakhir dalam penyusunan LKS, yaitu menyusun materi berdasarkan stuktur LKS.28

Untuk membuat sebuah LKS yang bermakna, maka ada satu poin penting yang harus diperhatikan, yaitu menjadikannya sebagai bahan ajar menarik bagi siswa. Untuk mengembangkan LKS yang “kaya manfaat”, perlu memperhatikan dua hal penting yaitu desain pengembangan dan langkah-langkah pengembangannya, antara lain sebagai berikut:

a. Menentukan Desain Pengembangan LKS

LKS didesain untuk digunakan siswa secara mandiri.Artinya, guru hanya berperan sebagai fasilitator, siswalah yang berperan secara aktif dalam mempelajari materi yang terdapat dalam LKS. Batasan umum yang dapat dijadikan pedoman pada saat menentukan desain LKS, yaitu: ukuran, kepadatan halaman, penomoran halaman, dan kejelasan.

b. Langkah-langkah Pengembangan LKS

Untuk mengembangkan LKS yang baik, ada empat langkah yang perlu ditempuh, yaitu: pertama, penentuan tujuan pembelajaran.

      

28

(50)

Dalam langkah ini, kita harus menentukan desain menurut tujuan pembelajaran. Kedua, pengumpulan materi. Pada langkah pengumpulan materi ini hal terpenting yang perlu dilakukan adalah menentukan materi dan tugas yang akan dimasukkan dalam LKS.

Ketiga, menyusun elemen atau unsur-unsur LKS. Pada bagian inilah, kita mengitergrasikan desain dengan tugas. Keempat, pemeriksaan dan penyempurnaan. Setelah melakukan tiga tahap sebelumnya hal selanjutnya yang harus dilakukan yaitu melaksanakan pengecekan kembali terhadap LKS yang sudah dikembangkan29.

3. Karakter

Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain: kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berpikir logis. Oleh karena itu, penanaman pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik dalam lingkungan sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan (exposure) media massa30.

      

29

Ibid, hlm. 277.   30

(51)

Menurut Dony Kusuma, pendidikan karakter merupakan dinamika pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai-nilai sehingga menghasilkan disposisi aktif, stabil dalam diri individu. Dinamika ini menbuat pertumbuhan individu menjadi semakin utuh31. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala upaya yang dilakukan guru, yang mampu memenagruhi karakter perserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Sikap hormat dan tanggung jawab dan seluruh nilai lain yang berasal dari keduanya memberi kandungan moral pada sekolah yang dapat dan harus diajarkan dalam sebuah lingkungan demokratis. Sekolah membutuhkan lebih dari sekedar daftar mengenai nilai-nilai yang harus diajarkan. Sekolah membutuhkan konsep karakter serta komitmen untuk mengembangkannya dalam diri setiap siswa32. Karakter yang baik adalah sesuatu yang kita inginkan bagi anak-anak kita. Filosof Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup tingkah laku yang benar tingkah laku benar dalam hal berhubungan dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Aristoteles mengingatkan kita tentang sesuatu yang di zaman modern ini cenderung kita lupakan yaitu hidup dengan budi pekerti yang berarti menjalani kehidupan dengan berbudi baik untuk diri sendiri (misalnya kontrol diri dan tidak berlebih-lebihan) maupun untuk orang lain (seperti kedermawanan dan rasa simpati), dan kedua macam budi pekerti ini saling

      

31

Ibid, hlm. 19. 32

(52)

berhubungan. Kita harus bisa mengontrol diri hasrat kita, nafsu kita agar bisa melakukan hal yang benar pada orang lain.

Karakter menurut pengamatan filosof kontemporer Michael Novak, adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Tak seorang pun, menurut Novak, yang memiliki semua jenis budi pekerti, semua orang pasti punya kekurangan. Orang-orang dengan karakter yang mengagumkan bisa sangat berbeda antara satu dengan lainnya33. Dengan demikian, karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan: pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan, kibiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan perbuatan. Ketiganya penting untuk menjalankan hidup yang bermoral; ketiganya adalah faktor pembentuk kematangan moral.

Dengan seringnya tawuran antar pelajar dan menurunnya karakter berkebangsaan pada generasi maka dicetuskan pendidikan karakter bangsa sebagai wujud pendidikan karakter kebangsaan kepada peserta didik. Pendidikan karakter bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaannya pendidikan karakter bangsa Indonesia tidak berdiri sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajan-pelajaran yang ada dengan memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan (habit)

      

33

(53)

yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Terdapat delapan belas indikator pendidikan karakter yang sampai saat ini terus dikembangkan pada diri peserta didik, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Adapun delapanbelas indikator pendidikan karakter tersebut yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Delapan belas indikator pendidikan karakter bangsa tersebut terus diterapkan dan ditanamkan pada diri peserta didik mulai usia dini hingga usia dewasa. Pendidikan karakter sebagia bagian dari upaya membangun karakter bangsa mendesak untuk diterapkan. Pendidikan karakter menjadi vital dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia yang dapat menghadapi tantangan regional dan global34.

4. Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran merupakan proses yang tidak bisa dianggap remeh dalam proses kemajuan suatu bangsa. Dalam pembelajaran sejarah, peran penting pembelajaran terlihat jelas bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga proses pendewasaan peserta didik untuk memahami identitas, jati diri dan kepribadian bangsa melalui pemahaman terhadap peristiwa sejarah35. Sebagai pendidik haruslah adaptif terhadap perkembangan peserta didik dan perkembangan zaman. Meskipun sejarah bercerita tentang peristiwa pada masa lalu, bukan berarti

      

34

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, hlm.20.

35

(54)

sejarah tidak bisa diajarkan secara kontekstual. Selain itu, dalam pembelajaran sejarah sangat penting untuk menyampaikan fakta, akan tetapi yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana mengupas fakta-fakta tersebut dalam intisari nilai yang terdapat di dalamnya sehingga si pembelajar akan menjadi lebih mawas diri sebagai akibat dari pemahaman nilai.

Sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang mengandung arti pohon. Dalam bahasa Yunani Kuno sendiri sejarah yaitu “historia” (dibaca “istoria”) yang berarti “belajar dengan cara bertanya-tanya”. Pengertian sejarah itu sendiri merupakan suatu kejadian atau peristiwa. Kejadian atau peristiwa itu terjadi sekali tidak dapat diulang atau terulang lagi. Menurut Kuntowijoyo, sejarah dimaksudkan sebagai rekontruksi masa lalu dan yang direkontruksi sejarah adalah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami manusia.

Dari pengertian sejarah tersebut, dapat kita ketahui bahwa pelajaran sejarah merupakan pelajaran yang bermanfaat bagi para generasi muda. Pelajaran sejarah bertujuan menciptakan wawasan historis atau perspektif sejarah. Disamping itu, pelajaran sejarah juga mempunyai fungsi sosio-kultural, membangkitkan kesadaran historis. Hal ini dapat membangkitkan inspirasi dan aspirasi kepada generasi muda bagi pengabdian kepada negara dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban. Dengan mempelajari sejarah dengan benar maka akan bermanfaat untuk kehidupan yang akan datang.

(55)

1) Pembelajaran sejarah mengajarkan tentang kesinambungan dan perubahan.

2) Pembelajaran sejarah mengajarkan tentang jiwa zaman. 3) Pembelajaran sejarah bersifat kronologis.

4) Pembelajaran sejarah pada hakekatnya adalah mengajarkan tentang bagaimana perilaku.

5) Kulminasi dari pembelajaran sejarah adalah memberikan pemahaman akan hukum-hukum sejarah36.

Belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya. Peserta didik yang belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam dirinya, baik itu kognitif, afektif, dan psikomotor37. Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman38.

Menurut Ernest R. Hilgard dalam belajarmerupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Chaplin membatasi belajar dalam dua macam rumusan, yang pertama belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Sedangkan rumusan yang kedua, belajar adalah proses memperoleh tanggapan-tanggapan sebagai akibat adanya latihan khusus.

Berbeda dengan Skinner dan Chaplin, Hintzman dalam bukunya The Psykhology of Learning and Memory berpendapat bahwa “Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior” (Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan,

      

36

Ibid, hlm.59. 37

E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK, Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2006,hlm. 189.  

38

(56)

disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tertentu). Sedangkan pendidikan dalam perspektif nasional, seperti yang ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara, dimaksudkan terutama sebagai “Pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsnya dan ditujukan untuk keperluan prikehidupan yang dapat mengaangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia39.

Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didaskan pada kondisi pembelajaran yang ada. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.

Sedangkan pengertian sejarah menurut Huizingaadalah pertanggungjawaban masa silam40. Dalam pertanggungjawaban tersebut manusialah yang menentukan arti masa silam itu. Artinya masa silam bukanlah masa silam sebagai tabula rasa. Melainkan masa silam yang lembaran-lembarannya telah ditulisi oleh manusia dengan tindakan-tindakannya. Tindakan-tindakan itulah yang dinamakan sejarah-sebagai-peristiwa. Dalam proses pertanggungjawaban masa silam yang adalah sejarah-sebagai-peristiwa itu, maka

      

39

I.Gde Widja, Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana, 1988, hlm. 53.

40

(57)

manusia berhak dan wajib memberikan arti sehingga sejarah-sebagai-peristiwa tersebut menjadi sejarah-sebagai-kisah, sejarah-sebagai-tulisan, yang mempunyai pokok kaidah sejarah sebagai ilmu41.

B.Kerangka Pikir

Pendekatan ataupun paradigma pembelajaran Pedagogi Ignasian merupakan pengembangan karakter siswa yang dilakukan dengan mengintegrasi 3 pendekatan dalam model yaitu pengembangan karakter melalui kegiatan kurikuler yaitu pembelajaran, melalui kegiatan kokurikuler, dan melalui kegiatan ekstra kurikuler. Pedagogi Ignasian mengusahakan pendampingan untuk menghasilkan siswa yang memiliki karakter utuh dan tajam dalam kompetensi (Competence), suara hati (Conscience), dan hasrat bela rasa (Compassion) mempergunakan pendekatan Pedagogi Ignasian.

Ketika Paradigma digunakan, mampu memberikan pengaruh pada pembelajaran sejarah yang diterapkan oleh guru dengan menggunakan metode yang jauh berbeda dengan media konvensional yang banyak digunakan oleh guru sejarah pada umumnya, maka peneliti memilih menggunakan media pembelajaran dengan pemanfaatan LKS yang memiliki makna sehingga paradigma Pedagogi pun dapat digunakan, dan diterapkan kepada siswa bukan hanya mengerti namun juga mampu mengambil nilai-nilai yang berhubungan dengan Pedagogi Ignasian. Dengan hal tersebut diharapkan mampu menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran LKS yang bermakna sesuai dengan paradigma Pedagogi Ignasian

      

41

(58)
[image:58.612.103.528.226.600.2]

yaitu Competence, Consience, Compassion. Pedagogi Ignasian diterapkan dalam pembelajaran sejarah yang di dalamnya meliputi guru dan siswa, pembelajaran sejarah tersebut menggunakan media LKS yang Bermakna dengan tujuan untuk meningkatkan aspek Competence, Consciene dan Compassion siswa. Hasil dari peningkatan aspek Competence, Consciene dan Compassion tersebut merupakan bentuk perubahan yang terjadi dari penerapan Pedagogi Ignasian dalam proses pembelajaran melalui LKS yang Bermakna. Dari hasil penilaian dengan menggunakan LKS yang Bermakna, maka guru mampu melihat dan menilai perubahan nilai siswa dari aspek Competence, Consciene dan Compassion siswa. Oleh karena siswa dapat menerapkan nilai-nilai dari setiap indikator yang diamati. Seperti terlihat dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

PEDAGOGI IGNASIAN

GURU PEMBELAJARAN

SEJARAH

MEDIA

PEMBELAJARAN (LKS

BERMAKNA)

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Godean yang terletak di Jl. Sidokarto No. 5 Sidokarto, Godean, Sleman, Yogyakarta.Kondisi yang dimiliki sekolah SMA Negeri 1 Godean berada di dekat jalan utama Yogya-Godean terletak 100 meter dari jalan utama menjadikan sekolah ini cukup ramai dengan lalu-lintas yang terjadi di pagi dan sore hari, sebab jalan Godean merupakan jalan utama untuk mencapai Yogyakarta dari wilayah Barat.

SMA Negeri 1 Godean berada di wilayah yang sangat strategis. Oleh karena SMA Negeri 1 Godean mudah untuk dicari dan letaknya dekat dengan jalan raya utama. Sekolah tersebut juga mempunyai lahan yang sangat luas, yang di dalamnya terdapat sebuah Musola yang digunakan untuk tempat beribadah siswa beserta seluruh warga sekolah. SMA Negeri 1 Godean merupakan sekolah yang ramah lingkungan. Hal itu dapat dilihat ketika peneliti hendak pergi ke sekolah untuk melakukan penelitian. Sekolah lengkap dengan berbagai macam fasilitas di dalamnya. Terdapat lapangan basket yang digunakan untuk olah raga siswa, dan mempunyai area parkiran yang luas.

2. Waktu Penelitian

(60)
[image:60.612.102.534.161.543.2]

Berikut ini merupakan pemaparan pelaksanaan penelitian di sekolah. Tabel 1. Jadwal Peneitian

Kegiatan

Bulan

Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan 1 Observasi

2 Persiapan

3 Pengambilan data I 4 Pengambilan data II 5 Pengolahan data 6 Penyusunan laporan

B.Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Penelitian Kualitatif (Qualitative research) adalah sutu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok42. Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh David Williams menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah, dengan menggunakan metode ilmiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah43. Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara

      

42

Nana Syahodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 60

43

(61)

terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang44.

2. Strategi Penelitian (studi kasus)

Strategi analisis kualitatif, umumnya tidak digunakan sebagai alat mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak dipermukaan itu. Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta bukan sekedarmenjelaskanfaktatersebut45. Dalam penelitian kualitatif, tidak sekedar mendeskripsikan sebuah fenomena, sehingga fenomena itu “tak berangka”, namun yang terpenting adalah menjelaskan makna, mendeskripsikan makna fenomena yang muncul, yaitu makna dibalik makna46. Penelitian ini menggunakan studi kasus.Studi kasus adalah suatu kajian yang rinci tentang satu latar, atau subjek tunggal, atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau suatu peristiwa tertentu47. Penelitian ini menggunakan studi kasus karena studi kasus memberikan deskripsi yang padat penting bagi penelitian naturalistik. Studi kasus adalah grounded ini memberikan perspektif ekperiensial. Studi kasus bersifat holistik, sebab peneliti menyajikan sebuah gambar yang dapat dipercaya bagi para partisipan sebenarnya. Studi kasus dapat mengkomunikasikan lebih dari yang dapat dikatakan didalam bahasa yang proposional dengan pemanfaatan LKS Bermakna.

      

44

Ibid., hlm. 5 45

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 144. 46

Ibid., hlm.150 47

(62)

C.Sumber Data 1. Informan

Informan adalah orang-dalam latar penelitian48. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Pemanfaatan informan bagi peneliti ialah agar dalam waktu relatif singkat banyak informasi yang terjaring. Proses pengambilan informasi berupa data tidak dapat terlepas terhadap sumber data, maka sumber yang peneliti gunakan dalam memperoleh sumber data yang lengkap, sesuai dan tepat adalah Guru Sejarah dan Siswa Kelas XI IIS 1.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Jadwal Peneitian
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data: Model Alir
Tabel 2: Hasil nilai ulangan harian siswa kelas XI IIS 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah keberlakuan UUD 1945 tersebut menjadi alasan untuk melakukan perubahan UUD 1945 karena secara tekstual memang Bung Karno menyatakan UUD 1945 adalah “Undang-Undang Dasar

4.1.4 Hasil dan pembahasan prediksi beban puncak pada hari libur nasional.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi satu di antara syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

An electron is added to the triple bond, generating a radical anion, which is protonated to generate a vinyl radical.. The anti stereochemistry arises from the two alkyl groups

Selan melalu aturan adat yang umumnya tdak tertuls, beberapa nagar juga mencoba untuk memperkuat tata aturan tentang hutan melalu Peraturan Nagar. Meskipun tidak

Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PERSARAFAN.. DI SUSUN