• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN

4.2 Pembahasan Kasus Utama

4.2.1 Analisis Pengkajian

Dari hasil pengkajian yang dilakukan perawat terhadap status fisik dan fungsional pasien pada pasien DM. Pada unsur fungsional, perawat perlu mengkaji kemampuan pasien dalam status fungsional, kardiovaskular, paru, gastrointestinal, sistem ginjal dan keadaan kognitif pasien. Perawat juga perlu mengkaji mobilisasi fisik pasien. Penelitian oleh Glacomozzi, D’Amrogi, Cesinaro, macellari dan Ucoioll (2008) dalam Taufiq (2011) menyatakan bahwa pasien yang menderita DM yang lama dan neuropati perifer menunjukkan penurunan biomekanik dan penekanan pada kaki yang abnormal karena penurunan mobilisasi pada ankle.

Data dasar pengkajian yang terus menerus memberi informasi penting tentang gangguan mobilitas fisik. Proses pengkajian dilakukan pada dua orang pasien yaitu Tn. M dan Tn. E. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. M memperoleh hasil bahwa mobilitas fisik merupakan keluhan yang paling utama akibat DM. Tn. M mengeluh kaki kanannya membengkak, berisi cairan nanah, merasa lemah seperti tidak bertenaga dan terasa berat jika digerakkan dan tidak berkurang jika diistirahatkan sedangkan pengkajian pada Tn. E didapatkan keluhan nyeri dibagian kedua lutut kanan dan kiri yang mengalami resiko atau keterbatasan mobilitas fisik diakibatkan DM. Nyeri dirasakan di bagian ekstremitas bawah dan nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Dari hasi pengukuran Tn. M menggunakan goniometri kekuatan sendi sebelum dilakukan

latihan rentang gerak sendi yaitu dorsofleksi 70 dan plantarfleksi 310, sedangkan dari hasil pengukuran Tn. E menggunakan goniometri kekuatan sendi sebelum dilakukan latihan rentang gerak sendi yaitu dorsofleksi 120 dan plantarfleksi 340.

Latihan rentang gerak sendi merupakan salah satu jenis latihan fisik, komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih yaitu kelenturan dengan menggerakkan otot dan sendi. Latihan fisik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan rentang gerak sendi adalah mengoptimalkan gerakan otot, meningkatkan kebugaran jasmani, mengurangi resiko cedera otot dan mengurangi ketegangan dan nyeri otot (Potter & Perry, 2002).

4.2.2 Analisis Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian, ada tiga diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. M yang meliputi : gangguan mobilisasi fisik, gangguan intergritas kulit, dan gangguan rasa nyaman nyeri sedangkan pada Tn. E diagnosa keperawatan yang muncul : gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan mobilisasi fisik dan kurang pengetahuan. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah gangguan mobilisasi fisik. Mobilisasi fisik merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehtan (Alimul, 2009).

Gangguan mobilisasi fisik pada Tn. M dan Tn. E terjadi akibat DM itu sendiri. Gangguan mobilisasi fisik terjadi akibat tidak biasanya menggerakkan anggota tubuh. Namun, dengan adanya aplikasi terapi latihan rentang gerak sendi

pada bagian yang mengalami gangguan mobilitas dilakukan secara tepat maka gangguan mobilisasi fisik akan teratasi.

4.2.3 Analisis Perencanaan

Dari diagnosa utama yang ditetapkan berdasarkan tujuan aplikasi yang dilakukan maka dibuat keputusan penyelesaian masalah berdasarkan NIC dan NOC. Intervensi yang akan dilakukan adalah pemberian latihan rentang gerak sendi pada ekstremitas guna meminimalkan kecacatan setelah terkena DM. Pemberian terapi latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif berupa latihan gerakan pada bagian kaki atau pada bagian ekstremitas yang mengalami kontraktur sangat bermanfaat untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak seperti adanya kekakuan sendi (Irfan, 2010).

Pemberian terapi latihan rentang gerak sendi dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak serta mencegah otot yang tidak digunakan secara berlebihan dan kontraktur sendi. Pemberian terapi latihan rentang gerak sendi sangat bermanfaat sehingga dianjurkan untuk mengaplikasinya pada pasien DM (Kwakkel, 2004). Pemberian terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka semakin besar kemungkinan pengembalian fungsi juga komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah dan kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain (Bethesda, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2012) terdapat peningkatan kekuatan otot yang dilakukan pada 10 pasien dengan rata-rata

peningkatan kekuatan otot meningkat antara intervensi (0,30) dan sesudah intervensi (1,80) dan dari hasil penelitian sebelumnya dilakukan Maria (2011) terdapat kekuatan otot meningkat antara intervensi (2,93) dan sesudah intervensi (4,2) (Rahmi, 2012).

Pada Tn. M dan Tn. E sangat cocok dilakukan terapi latihan rentang gerak sendi untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya gangguan mobilisasi fisik yang akan dilakukan berkesinambungan, benar dan tepat karena dengan melakukan latihan rentang gerak sendi secara terpadu dan sedini mungkin maka semakin besar kemungkinan pengembalian fungsi.

4.2.4. Analisis Implementasi dan Evaluasi

Dari perencanaan intervensi yang telah dilakukan melalui evaluasi kegiatan tertera pada tinjauan pustaka maka implementasi yang fokus dibahas adalah aplikasi latihan rentang gerak sendi untuk mengurangi gangguan mobilisasi fisik. Pada Tn. M dan Tn. E dengan diagnosa primer gangguan mobilisasi fisik maka perlu kompetensi untuk mengatasi masalah secara tepat dan mempunyai efek yang sangat signifikan untuk evaluasi keadekuatan mobilitas fisik secara maksimal. Tindakan keperawatan yang cocok dan sistematis serta terencana adalah latihan rentang gerak sendi.

Adapun tindakan keperawatan yang diberikan yakni latihan rentang gerak sendi mengenai manfaat, tujuan, dan cara melakukan latihan rentang gerak sendi. Gerakan latihan rentang gerak sendi ini bisa dilakukan saat berada ditempat tidur dan dalam keadaan duduk dengan hasil yang diperoleh berdasarkan evaluasi

menggunakan goniometri. Pelaksanaan tindakan keperawatan ini adalah dalam bentuk penerapan latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif pada pasien DM. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus sampai 8 September 2015 sebanyak dua kali sehari dalam sehari. Tindakan dilakukan dengan posisi tidur pada area persendian kaki.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Ulliya, et al (2007), dipanti Werdha Wening Wardoyo Unggaran subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibiltas sendi diukur sebelum dilakukan ROM setelah 3 minggu dan setelah 6 kali latihan ROM (Range Of Motion). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Kesimpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM (Range Of Motion) meningkat fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 350 atau 43,750 (Ulliya, et al 2007).

Dari tindakan keperawatan yang dilakukan secara berangsur-angsur maka hasil evaluasi yang didapatkan pengkajian Tn. M dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi sebesar 19,70, gerakan plantarfleksi sebesar 45,40 terjadi perubahan rentang gerak sendi tetapi tidak mendekati normal yang disebabkan adanya luka pada jari kaki, terdapat balutan luka dan kekakuan karena tidak digerakkan sedangkan hasil evaluasi pengkajian Tn. E dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi sebesar 26,80, gerakan plantarfleksi sebesar 48,20 terjadi perubahan rentang gerak sendi yang sudah mendekati normal dilihat dari hasil observasi pasien dapat melakukan latihan rentang gerak sendi secara mandiri

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Ulliya, 2007) latihan ROM efektif mencegah terjadinya kontraktur, dan kekakuan sendi.

4.2.5 Analisis Praktik Berbasis Pembuktian (Evidance Based Nursing Practice)

Dengan memaparkan hasil analisa dan sintesa secara kritis hasil aplikasi terkait masalah keperawatan utama masalah gangguan mobilisasi fisik merupakan pengalaman melaksanakan evidance based nursing pada kasus yang dikelola selama praktek profesi ners.

a. Masalah (P)

Masalah gangguan mobilisasi fisik sering terjadi pada pasien DM mengakibatkan peningkatan aliran darah, yang berdampak terhadap tekanan peningkatan vena pada kaki tersebut dan akan membentuk edema yang akan mempengaruhi difusi oksigen dan nutrisi. Dari kasus yang dikelola pasien sudah mengalami gangguan mobilisasi fisik namun seiring dengan waktu keadaan pasien DM dengan tidak digerakkannya kaki yang mengalami mobilisasi fisik sangat beresiko mengalami masalah pada persendian.

b. Intervensi (P)

Intervensi yang dilakukan di RS pada DM adalah aplikasi latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif pada bagian kaki yang mengalami gangguan mobilisasi fisik selama 14 hari dan dilakukan dalam sehari 2 kali. c. Comparation (C)

Membandingkan hasil evaluasi perkembangan sebelum dan sesudah dilakukan aplikasi latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif pada bagian yang mengalami gangguan mobilisasi fisik.

d. Output (O)

Ketika pertemuan terakhir dengan pasien, evaluasi masalah gangguan mobilisasi pada Tn. M dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi sebesar 19,70, gerakan plantarfleksi sebesar 45,40 terjadi perubahan rentang gerak sendi tetapi tidak mendekati normal yang disebabkan adanya luka pada kaki, terdapat balutan luka, dan kekakuan karena tidak digerakkan dan pada Tn. E didapatkan hasil gerakan dorsofleksi sebesar 26,80, gerakan plantarfleksi sebesar 48,20 terjadi perubahan rentang gerak sendi yang sudah mendekati normal pasien dapat melakukan latihan rentang gerak sendi secara mandiri.

4.3.1 Penelaah Kritis (Critical Review)

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien DM dengan gangguan mobilisasi fisik adalah menggerakkan anggota tubuh yang mengalami gangguan mobilisasi. Untuk meminimalkan kecacatan setelah mengalami DM adalah dengan rehabilitasi. Rehabilitasi pasien DM salah satunya adalah latihan rentang gerak sendi atau Range Of Motion (Wina, 2009). Latihan rentang gerak sendi terbagi menjadi dua yaitu latihan rentang gerak sendi aktif dan latihan rentang gerak sendi pasif (Brunner & Suddarth, 2002).

Pada periode praktika senior pada tanggal 26 Agustus sampai 8 september, ners mendapat kesempatan untuk merawat pasien yang mengalami gangguan mobilisasi fisik. Pada teknik pelaksanaannya ners melakukan pengkajian rentang gerak sendi dengan menggunakan goniometri terapi latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif. Hasil evaluasi praktek berdasarkan pembuktian dari aplikasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Tn. M berusia 77 tahun, pekerjaan pensiunan TNI, tanggal masuk rumah sakit 24 agustus 2015 diruangan RA2, didiagnosa DM tipe II. Masalah keperawatan utama berdasarkan aplikasi yang dilakukan adalah latihan rentang gerak sendi pasif pada bagian yang mengalami gangguan mobilisasi fisik selama 14 hari dengan sehari 2 kali maka evaluasi keadaan pasien yang ditemukan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi 19,70, gerakan plantarfleksi 45,40 terajdi perubahan rentang gerak sendi tetapi tidak mendekati normal yang disebabkan adanya luka pada kaki, terdapat balutan luka, dan kekakuan karena tidak digerakkan. Tn. E berusia 72 tahun, pekerjaan pensiunan perumnas, tanggal masuk 22 Agustus 2015 diruangan RA2, didiagnosa DM tipe II. Masalah keperawatan utama berdasarkan aplikasi yang dilakukan adalah latihan rentang gerak sendi aktif pada bagian yang mengalami gangguan mobilisasi fisik selama 14 hari dengan sehari 2 kali maka evaluasi keadaan pasien yang ditemukan dengan menggunakan goniometri gerakan dorsofleksi 26,80, gerakan plantarfleksi 48,20 terjadi perubahan rentang gerak sendi yang sudah mendekati normal pasien dapat melakukan latihan rentang gerak sendi secara mandir

BAB V

Dokumen terkait