• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan hukum pengembangan hortikultura di Indonesia berupa UU, PP,peraturanmenteri pertanian (Permentan) yang menjadi modal penting dalam penyusunan kebijakan pengembangan hortikultura di antaranya UU No. 12 tahun 1992 tentang Budidaya Pertanian, UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura,disamping itu, ada beberapa dokumen pendukung penyusunan kebijakan seperti dokumen cetak biru (Blueprint) pembangunan Hortikultura 2011–2025, Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2015–2045. Keberadaan dokumen- dokumen ini memberi warna sekaligus muatan dalam penyusunan rencana strategi pengembangan hortikultura 2015–2019.Potensi lain pengembangan hortikultura, yaitu keanekaragaman hayati, ketersediaan lahan pertanian, agroklimat dan agroekosistem, dukungan teknologi, ketersediaan tenaga kerja,sistem perbenihan hortikultura,dan ketersediaan pasar.Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan hortikultura, yaitu payung hukum belum sepenuhnya menjadi acuan penetapan kegiatan hortikultura, pembinaan teknis belum optimal, kapasitas sumber daya manusia belum memadai, kelembagaan hortikultura masih lemah, dan penerapan inovasi teknologi belum optimal.

Komoditas hortikultura yang potensial dikembangkan sebanyak 323 komoditas, terdiri atas buahbuahan sebanyak 60 jenis, sayuran sebanyak 80 jenis, biofarmaka sebanyak 66 jenis dan tanaman hias sebanyak 117 jenis. Dari jumlah komoditas tersebut, sampai akhir tahun 2007 hanya 70 jenis yang tercatat dalam data statistik.Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Sesuai SK Menteri Pertanian Nomor : 511/Kpts/PD310/9/2006, komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas yang terdiri atas 60 jenis buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat dan 117 jenis komoditas florikultura. Arsil & Djatna (2011) menyatakan bahwa hortikultur khususnya sayuran merupakan produk yang memiliki peluang pasar sangat terbuka. Permintaan sayuran diprediksikan akan meningkat setiap tahunnya. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah pertambahan jumlah penduduk dengan laju berkisar 1.8% pertahun dengan tingkat konsumsi sayuran berkisar 36.63 kg/kapita/tahun.

Penetapan komoditas unggulan didasarkan pada kriteria sebagai berikut ini 1) berdampak terhadap ekonomi makro, 2) produksi, 3) luas area, 4) potensi ekspor, 5) substitusi impor, 6) jumlah pelaku usaha, 7) nilai ekonomi, 8) potensi nilai tambah, 9) ketersediaan teknologi, 10) kebutuhan bahan baku industri, 11) permintaan domestik, dan 12) pangsa pasar relatif dalam kelompok komoditas. Hal tersebut perlu penetapan dan pengembangan komoditas prioritas hortikultura nasional.Terkait dengan penetapan komoditas unggulan hortikultura maka telah diterbitkan Permentan No. 76/Permentan/OT.140/12/2012 tentang Syarat dan Tatacara Penetapan Produk Unggulan Hortikultura dan mengacu pada Permentan No. 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian

dan Kementan No. 45/Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan cabai, bawang merah, dan jeruk nasional. Adapun komoditas hortikultura yang akan secara intensif mendapat perhatian utama pada level nasional pada periode 2015 sampai 2019 adalah: aneka cabai, bawang merah, dan jeruk.

Sistem perlindungan hortikultura memiliki peran yang strategis dalam menghasilkan produk hortikultura bermutu. Wujud dari sistem perlindungan hortikultura antara lain pengendalian OPT ramah lingkungan, pemanfaatan biopestisida, pemantauan residu, pengelolaan Dampak Perubahan Iklim (DPI), peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan tanaman (sarana dan prasarana perlindungan), sinergisme sistem perlindungan tanaman hortikultura dalam pemenuhan persyaratan SPS-WTO. Oleh karena itu, pengembangan sistem perlindungan hortikultura perlu mendapatkan prioritas dalam pembangunan hortikultura (Kementan 2015).

Sektor pertanian merupakan sektor utama penunjang perekonomian di Kabupaten Tanggamus,tanaman pangan dan hortikultura merupakan subsektor utama dalam sektor pertanian yang penunjang perekonomian di Kabupaten Tanggamus.Sayuran merupakan komoditas pertanian yang memiliki harga cukup tinggi di pasaran.Tanaman sayuran dapat secara nyata mendatangkan keuntungan bagi petani, sehingga banyak petani. Tanaman sayuran yang menjadi unggulan di kabupaten ini antara lain sawi, terung, tomat, mentimun, dan cabai. Lahan sayuran tertinggi di Kabupaten Tanggamus terdapat di Kecamatan Sumberejo, sedangkan Kecamatan Gisting berada pada urutan keduaPemberdayaan petani sayuran di Kabupaten Tanggamus saat ini dilakukan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura melalui program dan kebijakan secara langsung oleh Penyuluh Pertanian Lapangan, Pengamat OPT, Unit Pelaksana Teknis Pertanian di masing- masing kecamatan.

OPT di Kabupaten Tanggamus yang menyerang tanaman sayuran dari hasil survei menunjukkan intensitas serangan hama dan kejadian penyakit pada lokasi polikultur agroforestri pada kisaran 7.2% sampai 81.67% dan 0.65% sampai 100%, sedangkan lokasi polikultur agroforestri pada kisaran 8.83% sampai 26.67% dan 0.65% sampai 26.67%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi tidak tercapai produksi cukup tinggi yang juga ada perbedaan pada lahan polikultur pertanian intensitas serangan lebih tinggi dibandingkan dengan dengan lahan polikultur agroforestri. Perbedaan tersebut tidak lepas bahwa pola tanam memiliki andil pada lahan polikultur agroforestri yang lebih beragam memilik dampak terhadap intensitas serangan OPT. Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa ada perbedaan intensitas serangan pada tipologi yang berbeda sehingga dapat disarankan pola polikultur agroforestri bisa dijadikan rujukan untukpelaksanaan program sistem PHT yang merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadapberbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaansumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antargenerasi.

Salah satu pertimbangan dasar pentingnya melakukan penerapan teknologi PHTadalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan,

top down, danbersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunanpemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan.PHT memadukan berbagai metode pengelolaan tanaman budidaya dalam perpaduan yang paling efektif dalam mencapai stabilitas produksi, dengan seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan.UU No.12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang salah satu pasalnya menyatakan supaya mengendalikan OPT dengan cara PHT. PHT meliputi empat prinsip dasar, yaitutanaman budidaya yang sehat, melestarikan dan mendayagunakan fungsi musuh alami, pemantauan lahan secara mingguan, dan petani menjadi ahli PHT di lahannya sendiri dengan komponen, yaitupengendalian secara fisik, mekanik, cara bercocok tanam, varietas tahan, hayati, regulasi/karantina, dan kimia,

Analisis keberlanjutan usahatani sayuran di Kabupaten Tanggamus berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan telah diperoleh dengan hasil indeks keberlanjutan yang berbeda-beda pada setiap dimensi. Dari lima dimensi yang dikaji, ternyata hanya sosial yang memiliki indeks dengan nilai 60.9 dengan kriteria cukup berlanjut, sedangkan empat dimensi lain termasuk kurang berlanjut, yaitu ekologi 48.54; ekonomi 51.39; teknologi 38.36; dan kelembagaan 40.61. Nilai ini dengan kategori kurang berkelanjutan memerlukan perbaikan pada atribut-atribut sensitif agar kondisi yang terjadi saat sekarang dapat diintervensi dan ditingkatkan menjadi berkelanjutan.Beberapa skenario untuk meningkatkan keberkelanjutan di atas nilai 80 dengan menekankan atribut tertentu dalam bentuk kebijakan operasional.Analisis kebijakan adalah upaya mencapai kehendak untuk mengatasi isu-isudan masalah yang terjadi di masyarakat.Genesis kebijakan itu diawali denganpengenalan isu-isu yang berkembang di masyarakat dan mendefinisikannyamenjadi suatu masalah.Tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebutdituangkan dalam bentuk kebijakan.Dasar utama dalam analisis kebijakan adalahpendefinisian masalah.Analisis keberlanjutan dari beberapa atribut merupakan identifikasi masalah yang outputnya sebagai input dalam menyusun kebijakanan. Sinukaban (2010)penggunaan usahatani konservasi telah mampu menurunkan laju erosi dan meningkatkan pendapatan petani serta ditentukan oleh kemampuan petani membiayai pemeliharaan sistem usahatani tersebut disamping kemampuan melaksanakan pengendalian erosi secara teknis.

Pengelolaan lahan berkelanjutan memiliki 5 pilar dasar sasaran, yaitu produktivitas (productivity), keamanan (security),perlindungan (protection), viabilitas (viability),penerimaan (acceptability)(Samekto 2011).Beberapa cara yang berbeda untuk merancangsistem pertanian inovatif untuk pembangunan berkelanjutan seperti menciptakan sistem pertanian baru, mengidentifikasi dan memperbaiki sistem pertanian yang dibangun oleh kearifan lokal, memberikan alat dan metode untuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan kompetensi petani dan sistem evaluasi yang diusulkan oleh para ilmuwan dan identifikasi kondisi

ekonomi, sosial dan organisasiyang dapat membantu para stakeholderr untuk mengadopsi sistem pertanian (Lichtfouseet al. 2009). Keseluruhan atribut yang teridentifikasi kemudian menjadi prioritas pada pengambilan kebijakan. Secara keseluruhan atribut sensitif dari setiap dimensi ( Tabel 7.1).

Tabel 7.1 Atribut sensitif dari hasil analisis metodeRap IPM

Atribut tersebutmerupakan input dalam menyusun kebijakan dengan teknik A’WOT juga diskenariokan dalam bentuk dinamikberupa proyeksi waktu (temporal) dengan sistem dinamik dengan alat bantuPowersim.Hasil analisis A’WOT menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berupa penyusunan regulasi dan standar operasional dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur implementasi PHT dan GP prioritas utama.Sedangkan prioritas lain yang perlu dipertimbangkan adalah intensifikasi pertanian dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas, aman, dan berwawasan lingkungan dalam rangka ketahanan dan kemandirian pangan dan memperkuat kelembagaan petani, permodalan, dan asuransi pertanian.

Integrasi hasil data kondisi saat ini lokasi penelitian, penilaian keberlanjutan, sistem dinamik, dan A’WOT disarankan ada dalam penyusunan kebijakan dan strategi serta diprioritaskan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Tanggamus. Dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi terdapat beberapa rekomendasi,sebagai berikut:

No. Dimensi Atribut

1 Ekologi Konservasi lahan miring Pupuk

Rotasi tanaman Residu pestisida Benih sayuran

2 Ekonomi Dukungan permodalan

Akses pasar

Intensitas pengendalian OPT Biaya pestisida

3 Sosial Frekuensi penyuluhan

Partisipasi keluarga petani Keanggotaan kelompok tani 4 Teknologi Penggunaan pupuk

Teknologi pengendalian gulma Penggunaan pestisida nabati Pola tanam dan pascapanen 5 Kelembagaan Kelompok tani dan Gapoktan

SLPHT/SLTT

Landasan hukum/peraturan PHT Lembaga penelitian pertanian

a. Alternatif strategi terpilih maka rekomendasi yang dapat dilakukan adalah penyusunan regulasi dan standarisasi operasional (Perda) yang mengatur implementasi PHT dan GAP, memperkuat kelembagaan petani, permodalan, dan asuransi pertanian, dan penyusunan legalitas operasional perlindungan dan pemberdayaan petani

b. Menetukan tataruang berupa zona lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus melalui peraturan daerah

c. Memperkuat kelembagaan petani

d. Merevitalisasi lembaga pembiayaan dan asuransi pertanian

Skenario merupakan suatu alternatif rancangan kebijakan yangmemungkinkan

dapat dilakukan dalam kondisi nyata yang ada di lapangan.

Denganmempertimbangkan kondisi model yang telah dibangun menggambarkan bahwa usahatani tanaman sayuran dapat berkelanjutan, makaperlu disusun skenario implementasi kebijakan atau program. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan tindakanstrategis di masa depan dengan cara menentukan faktor- faktor kunci yang berperanpenting terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan (Tabel 7.2).

Tabel 7.2 Matrik skenario dan program implementasi kebijakan

No Kebijakan Program Aktor

1 Menyusunan regulasi dan standarisasi operasional (Perda) yang mengatur implementasi PHT dan GAP

•Penyusun Perda PHT dan GAP

•Menyusun pedoman teknis

implementasi PHT dan GAP

•Bupati, DPRD

•Dinas Pertanian dan Kehutanan

2 Menentukan tata ruang berupa zona lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Tanggamus •Penetapan/review RTRW sebagai Perda LP2B

•Penyusunan rencana rinci tata ruang berikut peraturan zonasi pertanian tangan pangan berkelanjutan

•Penyusunan pedoman teknis

lingkungan kawasan pertanian pangan berkelanjutan

•Bupati dan DPRD

•Bappeda

•Dinas Pertanian dan Kehutanan

3 Memperkuat kelembagaan petani

•Peningkatan peran Gapoktan dan kelompok tani

•Menambah jumlah PPL dan POPT

•Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan penyuluh dan petani melalui pelatihan dan penelitian

•Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pengetahuan tentang usaha-usaha konservasi lahan dengan berbagai metode konservasi

•Sistem informasi harga sayuran (berbasis aplikasi)

•Dinas Pertanian dan Kehutanan

•Dinas Pertanian dan Kehutanan

•Dinas Pertanian dan Kehutanan •Dinas Kehutanan •Dinas Perdagangan 4 Merevitalisasi lembaga pembiayaan dan asuransi pertanian

•Revitalisasi lembaga pembiayaan pertanian seperti koperasi unit desa, simpan pinjam, dan lain lain

•Membentuk penjaminan kredit

pertanian

•Penyusunan Perda perlindungan dan pemberdayaan petani

•Asuransi tanaman sayuran

•Meningkatkan jumlah perusahaan asuransi pertanian

•Subsidi premi asuransi pertanian

•Dinas Perdagangan

•Dinas Perdagangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) •Pemda dan DPRD •Perusahaan Asuransi •Otoritas Jasa Keuangan (OJK) •Dinas Pertanian

Dokumen terkait