• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi Di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi Di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL USAHATANI BERKELANJUTAN BERBASISSISTEM

PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN SAYURANDATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

Oleh :

Sudiono

P062120134

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

.

Bogor, Februari2017

Sudiono

(4)
(5)

RINGKASAN

SUDIONO. Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh SURJONO HADI SUTJAHJO, NURHENI WIJAYANTO, PURNAMA HIDAYAT, dan RACHMAN KURNIAWAN.

Kebutuhan sayuran yang tersedia dengan cukup, nilai gizi, cita rasa dan keamanan pangan merupakan tuntutan konsumen.Tuntutan tersebut memerlukan ketentuan cara berproduksi sayur yang baik mengacu pada ketentuan Good Agriculutral Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-GAP). Tanaman sayuran dalam budidayanya menghadapi kendala produksi seperti hama, penyakit dan gulma yang berdampak kurang maksimalnya produksi yang dihasilkan. Konsep GAP dan pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan konsep yang saling melengkapi yang pada akhirnya bermuara pada keberlanjutan usahatani berwawasan lingkungan.

Tujuan utama penelitian ini adalahmenyusun model strategi kebijakan usahataniberkelanjutan berbasis sistem PHT pada tanaman sayuran dataran tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, dengan tujuan antara adalah (1) menganalisis kondisi saat ini berupa karakteristik lingkungan (biofisik, kimia, sosial, ekonomi), jenis dan intensitas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman sayuran, dan indek keanekaragaman vegetasi, 2)menganalisis status berkelanjutan usahatani berbasis sistem PHTdan GAP pada tanaman sayuran dataran tinggi, (3) menganalisis sistem dinamik usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT dan GAP, dan (4) merumuskan arahan kebijakan dan strategi usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dataran tinggi berbasis sistem PHT.

Metode penelitian dilakukan secara eksploratif berorientasi pada tujuan dengan tahapan, yaitu studi literatur (desk study) yang dilanjutkan survei lapangan, analisis laboratorium, dan wawancara.Analisis keanekaragaman vegetasiberdasarkan Indeks Shannon, intensitashama dan penyakit.Status keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah penelitian dianalisis dengan teknik

Multi Dimensional Scaling (MDS) untuk dimensi-dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan. Model sistem dinamik usahatani padatahapan pengembangan model, yaitu analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, simulasi model, dan pengujian model dengan alat bantuPowersim. Formulasi dan strategi kebijakan menguggunakan teknik A’WOT merupakan kombinasi AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan analisis SWOT (Stengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats)

.

(6)

sampai 26.67%. Intensitas serangan hama dan kejadian penyakit lokasi polikultur agroforestri lebih rendahdibandingkan polikultur pertanian.

Ada 20 atribut dari 63 atribut yang sensitif terhadap status keberlanjutan. Indeks keberlanjutan usahatani tanaman sayuran termasuk kriteria kurang berkelanjutandengan indeks gabungan sebesar 48.13. Indeks keberlanjutan yang paling tinggi adalah dimensi sosial dan ekonomi masing-masing sebesar 60.90 dan 51.39 termasuk kriteria cukup berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi, teknologi dan kelembagaan masing-masing sebesar 48.54;38.36; dan 40.61 termasuk kriteria kurang berkelanjutan.

Hasil simulasi dengan menggunakan sistem dinamik untuk menentukan rumah tangga petani, pendapatan petani, dan luas lahan sayuran di Kabupaten Tanggamus berdasarkan kondisi saat ini dengan 3 (tiga) skenario,yaitu skenario saat ini (tanpa intervensi), pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 104.929 KK yang meningkat pada tahun 2030 menjadi 128.613 KK pendapatan petani pada akhir periode simulasi menjadi Rp434.526.807 dari luas lahan seluas 4.029 ha, skenario pesimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.753 KK yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 116.252 KK dengan pendapatan pada skenario ini menjadi Rp470.170.405 dari luas lahan 4.243 ha, dan skenario optimis pada tahun 2017 rumah tangga petani sebesar 100.111 KK yang mengalami peningkatan pada tahun 2030 menjadi 107.892 KK dengan pendapatan petani secara total menjadi Rp508.916.172 pada lahan seluas 4.464 ha.

Hasil analisis A’WOT faktor kekuatan utama adalah beberapa jenis sayuran yang dapat dibudidayakan dengan baik di Kabupaten Tanggamus,tersedianya sarana infrastruktur yang baik, yaitu jalan dan akses untuk proses produksi dan pemasaran, dan tersedianya sarana produksi (benih) yang cukup baik kualitas maupun kuantitas. Sedangkan faktor kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu lembaga pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang, tahap implementasi teknologi PHT danGAP masih menemui banyak kendala, dan jumlah rumah tangga yang menekuni profesi sebagai petani masih dominan. Faktor peluang yang ada, yaitu tersedianya teknologi PHT dan GAP,kampanye pemanfaatan produk dalam negeri dan mengurangi impor bahan pangan semakin kuat, dan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraaan petani sayuran sangat tinggi. Ancaman yang perlu diperhatikan, yaitu belum ada landasan operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, lembaga pembiayaan (modal) untuk usahatani tanaman sayuran sangat kurang, dan pada tahap implementasi teknologi, dan GAP masih menemui banyak kendala.Enam strategi yang menjadi prioritas dengan urutan, yaitupenyusunan regulasi dan standarisasi operasional yang mengatur implementasi PHT dan GAP, memperkuat kelembagaan petani, permodalan, dan asuransi pertanian; penyusunan legalitas operasional perlindungan dan pemberdayaan petani, intensifikasi pertanian dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas, aman, dan berwawasan lingkungan dalam rangka ketahanan dan kemandirian pangan, optimalisasi alih teknologi melalui sosialisasi atau penyuluhan teknologi PHT dan GAP tanaman sayuran,dan pengembangan teknologi pengendalian berbasis sistem PHT yang murah dan alternatif sarana produksi yang efektif dan efisien.

(7)

SUMMARY

SUDIONO. The Sustainable agribusiness model based on integrated pest management system for vegetables in highland of Tanggamus District in Lampung Province.Supervised by SURJONO HADI SUTJAHJO, NURHENI WIJAYANTO, PURNAMA HIDAYAT, and RACHMAN KURNIAWAN

Consumers demand sufficient vegetable availability with high nutrient and good taste. This demand requires a good vegetable production technique referring to a Good Agriculture Practice (GAP), which is relevant for Indonesia conditions (Indo-GAP). Vegetable and its cultivation face production issues including pests, diseases, and weeds that reduce maximum production. The GAP concept and

Integrated Pest Management (IPM) are mutually completing concepts that lead to agribusiness sustainability with environmental insight.

The main objective of this research was to make a sustainable agribusiness strategy model based on integrated pest management system for vegetables in highland of Tanggamus District in Lampung Province with the following objectives(1) to analyze the current conditions in the characteristics of environmental (biophysical, chemical, social, economic), the intensity of pests and diseases on crops of vegetables, and the diversity of vegetation index, (2) to analyze the sustainability of agribusiness based on integrated pest management system for vegetables in highland; (3) to build a sustainable agribusiness model based on a dynamic system; and (4) to formulate policies and strategies for sustainable vegetable agribusiness in highland based on integrated pest management.

This was an explorative research method oriented to objectives with the following steps: desk studies, which were followed by field surveys, laboratory analysis, and interviews. Shannon Index base analysis the vegetation biodiversity.Sustainability statuses in research locations were analyzed by using

Multi-Dimensional Scaling (MDS) technique. The dynamic agribusiness model system was built with steps including need analysis, problem formulation, system identification, model simulation, and model testing with Powersim software. The policy and strategy formulations were conducted by using A’WOT technique; a combination of AHP (Analytical Hierarchy Process) analysis and SWOT (Stengths, Weaknesses, Opportunities,and Threats) analysis.

The results of the study were the environmental characteristics of the level of soil fertility between low to moderate, pesticide residues below the maximum allowed, anddiversity index on the polyculture of agroforestry is greater than the polycultureof agriculture typology with a ratio of 0.74:0.64; but both include the category of biodiversity that little or low (less than 1 (H '<1)). The intensity of pest in the polyculture of agroforestry lowerr than polyculture of agriculturetypology the range of 7.20% to 81.67% and 3.04% to 26.67% and the incidence disease in polyculture of agriculture ranged from 0.65% up to 100% and polyculture of agroforestry typology 0.65% up to 68.00%.

(8)

technology,and institutions amounted to 48.54; respectively; 38.36; and 40.61 belong to less sustainable category.

The simulation results of dynamic system to determine the farmer families, the income of farmers and land vegetables in Tanggamus District. A policy with three scenarios were: the existing scenario (without intervention), that in 2017 the farmer families were 104.929 families and they would develop into 128.613 families in 2030, and the farmers’ incomes in the end of simulation period would be Rp434,526,807 in 4.029 ha field width; the pessimistic scenario there were 100.753 farmer families which would decrease into 116.252 farmer families in 2030 and their income scenario would be Rp470.170.405 in 4.243 ha field width; and the optimistic scenario 100,111 farmer families would grow into 107.892 farmer families in 2030 with income of Rp508.916.172 in 4.464 ha.

The results of the analysis of the main strengths A'WOT there were factors which form the basis for sustainable farming that some types of vegetables that can be grown well in Tanggamus District consist of, the availability of good infrastructure; namely roads and access to the production and marketing process; and the availability of production inputs (seed) which quite good quality and quantity. While the weakness factor that must be considered, namely financial institutions (capital) for vegetable crop farming is very less, at this stage of the implementation of IPM and GAP are still encountered many obstacles, and the number of households who pursue the profession as a farmer is still dominant. Factor is the availability of existing opportunities IPM and GAP, campaigns use of domestic products and reduce food imports grew stronger, and the government's commitment to improve the welfare of farmers of vegetables is very high. Threats to note that there is no operational basis for the protection and empowerment of farmers, financial institutions (capital) for vegetable crop farming was less, and at the stage of technology implementation, and GAP are still encountered many obstacles. The six strategies are a priority in the order that is drafting the regulation and standardization of operational regulations for implementing IPM and GAP, institutional strengthening farmers, capital, and agricultural insurance, the preparation of operational legality protection and empowerment of farmers, the agriculture intensification to improve quantity, quality, safety, and environmental insight for food security and autonomy, to optimize technology transfer through socialization or education of integrated pest management and good agriculture practice for vegetable cultivation, and the technology development based on inexpensive integrated pest management and alternatives for effective and efficient production.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

MODEL USAHATANI BERKELANJUTAN BERBASISSISTEM PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN SAYURAN DATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

Oleh :

Sudiono

P062120134

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Purnomo, MS

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng

Penguji pada Promosi Doktor: 1. Prof. Dr. Ir. Purnomo, MS

(13)
(14)

Judul Disertasi : Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

Nama Mahasiswa : Sudiono

NRP : P062120134

Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof Dr IrSurjono Hadi Sutjahjo, MS Ketua

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Anggota

Dr Ir Purnama Hidayat, MSc Anggota

Dr Rachman Kurniawan, SSi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 8 Desember 2016

(15)
(16)
(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 dengan judul Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada BapakProf Dr Ir Surjono Hadi. Sutjahjo, MS; Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS; Dr Ir Purnama Hidayat, MSc; dan Bapak Dr Rachman Kurniawan, SSi. MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Misyanto dari Pengamat Hama Penyakit (PHP) Provinsi Lampung, Dr Ir Soni Isnaini beserta staf Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus, serta Bapak Prof Dr Ir Purnomo, MS selaku Ketua Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung sebagai narasumber atau pakar dan Dr Ir Subeki, MSi selaku Kepala Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu analisis residu pestisida. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari2017

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... ` xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Kerangka Pemikiran ... 6

Tujuan Penelitian... 8

Manfaat Penelitian ... 9

Kebaruan Penelitian(Novelty) ... 9

Tahapan Penelitian ... 9

2 KONDISI UMUMWILAYAH PENELITIAN ... 12

Sejarah dan Letak Geografis Kabupaten Tanggamus ... 12

Potensi Unggulan Daerah ... 14

Perkembangan Tanaman Sayuran ... 15

Penggunaan Lahan ... 15

Hidrologi ... 17

3 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEANEKARAGAMAN DAN KEJADIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN ... 18

Abstrak ... 18

Pendahuluan ... 18

Metode Penelitian ... 20

Hasil dan Pembahasan ... 21

Kesimpulan ... 35

4 ANALISIS STATUS BERKELANJUTAN USAHATANI TANAMAN SAYURAN BERBASIS SISTEM PENGENDALIAN HAMA TERPADU ... 37

Abstrak ... vvv 37 Pendahuluan ... 37

Metode Penelitian ... 39

Hasil dan Pembahasan ... 42

Kesimpulan ... 53

5 ANALISIS SISTEM DINAMIK USAHATANI TANAMAN SAYURAN BERKELANJUTAN ... 54

Abstrak ... 54

Pendahuluan ... 54

Metode Penelitian ... 56

Hasil dan Pembahasan ... 63

(20)

6 KEBIJAKAN DAN STRATEGI USAHATANI TANAMAN

SAYURANBERKELANJUTAN ... 77

Abstrak ... 77

Pendahuluan ... 77

Metode Penelitian ... 79

Hasil dan Pembahasan ... 84

Kesimpulan ... 94

7. PEMBAHASAN UMUM... 96

8. KESIMPULAN DAN SARAN UMUM ... 102

Kesimpulan Umum ... 102

Saran Umum ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 110

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 21.1 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis, alat batu analisis yang

dipakai, dan output 11

Tabel 2.1 Luas, jumlah pekon, jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten

Tanggamus 12

Tabel 2.2 Luas panen dan produksi tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus

tahun 2013 dan 2014 16

Tabel 2.3 Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Tanggamus 17

Tabel 3.1 Deskripsi lokasi penelitian di Kabupaten Tanggamus 23

Tabel 3.2 Kondisi lingkungan dan karakteristik tanah lokasi penelitian 25

Tabel3.3 Hasil analisis residu pestisida dibandingkan batas maksimum residu 26

Tabel 3.4 Luas dan produksi tanaman sayuran di wilayah penelitian tahun 2014 27

Tabel 3.5 Hasil analisis residu pestisida dibandingkan batas maksimum residu 28

Tabel 3.6 Keanekaragaman tanaman pada tipologi polikultur pertanian dan

polikultur agroforestri di Kabupaten Tanggamus 28

Tabel 3.7 Indeks keanekaragaman (H’) vegetasi pada tipologi polikultur

pertanian di Kabupaten Tanggamus 29

Tabel 3.8 Indeks keanekaragaman (H’) vegetasi pada tipologi polikultur

agrodorestri di Kabupaten Tanggamus 30

Tabel 3.9 Jenis dan intensitas serangan hama tanaman sayuran pada tipologi polikultur pertanian dan polikultur agroforestri di Kabupaten

Tanggamus u 32

3.10 Indeks keanekaragaman tumbuhan (H’)vegetasi tumbuhan dan intensitas serangan hama pada tanaman sayuran di Kabupaten

Tanggamus 33

Tabel 3.11 Jenis dan kejadian penyakit pada beberapa tanaman sayuran pada tipologi polikultur pertanian dan polikultur agroforestri di Kabupaten

Tanggaamus 34

Tabel 3.12 Indeks keanekaragaman vegetasi(H’) dan kejadian penyakit pada

tanaman sayuran di Kabupaten Tanggaamus 35

Tabel 4.1 Kriteriaindeks dan status berkelanjutan 40

Ta4.2 Kelompok dimensi dan atribut PHT dan GAP 41

Tabel 4.3 Bagan skenario kebijakan peningkatan IKB usahatani tanaman

sayuran berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 52

Tabel 4.4 Kondisi eksisting dan perkiraan indeks keberlanjutan dengan 3

skenario kebijakan 52

Tabel 5.1 Analisis kebutuhan stakeholder 58 Tabel 5.2 Analisis formulasi masalah 59 Tabel 5.3 Data validasi model berdasarkan perkembangan penduduk, rumah

tangga petani dan luas tanaman sayuran 66

Tabel 5.4 Hasil simulasi penduduk dan rumah tangga petani skenario tanpa

intervensi, skenario optimis dan pesimis (jiwa/KK) 71

(22)

Tabel 5.6 Hasil simulasi luas tanaman sayuran dengan skenario tanpa

intervensi, pesimis dan optimis 74

Tabel 5.7 Skenario pada parameter model 75

Tabel 6.1 Matrik SWOT strategi usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT

tanaman sayuran dataran tinggi 82

Tabel 6.2 Matrik TOWS 84

Tabel 6.3 Matriks IFE usahatani berkelanjutan berbasis sistemPHT di

Kabupaten Tanggamus 85

Tabel 6.4 Matriks EFE usahatani berkelanjutan berbasis sistemPHT di

Kabupaten Tanggamus 87

Tabel 6.5 Rekapitulasi hasil penentuan skala prioritas strategi usahatani

berkelanjutan berbasis sistemPHT di Kabupaten Tanggamus 94

Tabel 7.1 Atribut sensitif dari hasil analisis metode Rap IPM 99 Tabel 7.2 Matrik skenario dan program implementasi kebijakan 101

DAFTARGAMBAR

an

Gambar 1.1 Kondisi saat iniusahatani tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus 5

Gambar 1.2 Diagram alur kerangka pemikiran 8

Gambar 1.3 Kerangka penelitian model usahatani berkelanjutan berbasis sistem

PHT 10

Gambar2.1 Peta lokasi penelitian 13

Gambar4.1 Ilustrasi indeks usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT pada

tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus 40

Gambar4.2 Prosedur analisis MDS 41

Gambar4.3 Hasil analisis sensitivitas dimensi ekologi 44

Gambar4.4 Hasil analisis sensitivitas dimensi ekonomi 45

Gambar4.5 Hasil analisis sensitivitas dimensi sosial 47

Gambar4.6 Hasil analisis sensitivitas dimensi teknologi 48

Gambar4.7 Hasil analisis sensitivitas dimensi kelembagaan 50

Gambar4.8 Indeks keberlanjutan usahatani tanaman sayuran berbasis sistem PHT

di Kabupaten Tanggamus 5 dimensi 51

Gambar4.9 Bagan IKB usahatani tanaman sayuran berbasis sistem PHT 5

dimensi dan 3 skenario 52

Gambar5.1 Tahapan pemodelan sistem dinamik 56 GambarGambar3.10 Struktur hierarki dengan Prioritas SWOT5.2 Diagram inputoutput 56 61

Gambar5.3 Causal Loop Diagram model usahatani tanaman sayuran berbasis

sistem PHT 62

Gambar5.4 Menu model usahatani berkelanjutan(Powersim Studio 5) 63

Gambar5.5 Model dinamik submodel sosial 64

Gambar5.6 Model dinamik submodel ekonomi 65 Gambar5.7 Model dinamik submodel lingkungan 66

Gambar5.8 Stock flow diagram 68

Gambar5.9 Grafik hasil simulasi skenario jumlah penduduk dan rumah tangga

(23)

Gamba5.10 Grafik hasil simulasi skenario pendapatan dan biaya produksi (Rp)

(skenario tanpa intervensi, pesimis dan optimis) 72

Gabar5.11 Grafik hasil simulasi skenario luas lahan sayuran (ha) (tanpa

intervensi, optimis dan pesimis) 74

Gambar6.1 Bagan alir tahapan metode analisis hibrida SWOT–AHP (A’WOT) 81 Gambar6.2 Strukturhierarki dengan prioritas SWOT 83

Gambar6.3 Matriks IE (Internal-Eksternal) usahatani berkelanjutan berbasis

sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 88

Gambar6.4 Matriks SWOT usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT di

Kabupaten Tanggamus di Provinsi Lampung 90

Gambar6.5 Struktur hirarki usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT di

Kabupaten Tanggamus 92

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Atribut atribut dan skor usaha tani berkelanjutan berbasis sistem PHT pada tanaman sayuran dataran tinggi di Kabupaten Tanggamus,

Provinsi Lampung 110

Lampiran2 Data analisis faktor internal usahatani tanaman sayuran berkelanjutan

berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 114

Lampiran3 Rekapitulasi analisis faktor internal usahatani tanaman sayuran

berkelanjutan berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 117

Lampiran4 Data analisis faktor eksternalusahatani tanaman sayuran

berkelanjutan berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 118

Lampiran5 Rekapitulasi analisis faktor eksternal usahatani tanaman sayuran

berkelanjutan berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 121

Lampiran6 Rekapitulasi faktor yang berperan internal usahatani tanaman sayuran

berkelanjutan berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 122

Lampiran7 Rekapitulasi faktor yang berperan eksternal usahatani tanaman

sayuran berkelanjutan berbasis sistem PHT di Kabupaten Tanggamus 123

(24)

DAFTAR ISTILAH 1 Sayuran dataran tinggi dan

rendah

Sayuran dataran tinggi diklasifikasi berdasarkan ketinggian,yaitu sayuran dataran tinggi dengan ketinggian > 600 mdpl dan dataran rendah pada ketinggian 200 sampai 300 mdpl

2 AHP (Analytical Hierarchy Process)

Suatu teknik untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang dapat diambil

3 Polikultur tanaman pertanian (polikultur pertanian)

Penanaman pada sebidang tanah dengan berbagai jenis tanaman. Penggunan istilah polikultur pertanianyang dimaksud dalam penelitian ini adalah lokasi pertanian intensif pada lahan milik petani yang dilakukan penanaman dengan beberapa jenis tanaman sayuran dan atau tanaman budidaya lainnya 4 Polikultur tamanan hutan

(polikultur agroforestri)

Penanaman pada sebidang tanah dengan berbagai jenis tanaman. Penggunan istilah polikultur agroforestri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lokasi pertanian agroforestri pada lahan hutan kemasyarakatan (Hkm) yang dilakukan penanaman dengan berbagai jenis tanaman hutan dan tanaman sayuran

5 Sistem dinamik Sistem dinamik ini merupakan bagian dari

konsep system thinking yang dapat diartikan sebagai cara memandang masalah sebagai sebuah sistem secara menyeluruh dan adanya keterkaitan antar unsur-unsur sistem atau komponen sistem dalam periode tertentu atau waktu

6 Keanekaragaman vegetasi Keseluruhan keanekaragaman spesies

tumbuhan yang diperlihatkan suatu daerah mulai dari keanekaragaman genetik, jenis, dan ekosistem.

7 Kejadian penyakit Merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang patogen dari total tanaman yang diamati

(25)

9 Keanekaragaman jenis vegetasi

Keanekaragaman didekati melalui pendekatan kekayaan jenis (species richness) dan kelimpahan jenis (species abundance). Kekayaan jenis ditentukan oleh banyaknya jumlah spesies di dalam suatu komunitas

dimana semakin banyak jenis yang

teridentifikasi maka kekayaan spesiesnya pun tinggi. Kelimpahan spesies adalah jumlah individu dari tiap spesies. Kajian kelimpahan spesies dapat juga diteruskan pada kajian kemerataan spesies dimana kajian ini menunjukkan kelimpahan spesies yang tersebar antar spesies tersebut. Semakin merata jumlah individu masing-masing spesies ditemukan di berbagai tempat, maka semakin merata dan melimpah spesies tersebut

10 Pendekatan sistem Satu set elemen atau komponen yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan terorganisir untuk menghasilkan suatu tujuan. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis

11 Multi dimensional scalling(MDS)

Merupakan salah satu teknik peubah ganda yang dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu obyek lainnya berdasarkan penilaian kemiripannya, dalam penelitian adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan

12 SWOT (strength,

weaknesses opportunities threats)

Alat untuk menyusun suatu strategi dalam

mengembangkan suatu kegiatan yang

didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang

13 A’WOT Perpaduan antara analisis SWOT dan AHP

merupakan sruktur hierarkiuntukproses perencanaan strategisberdasarkan studiSWOT 14 Rapid for integrated pest

management

Perangkat lunak modifikasi Rapfish. Teknik penilaian cepat yang memperkirakan status keberlanjutan dengan menggunakan teknik

scoring pada atribut (indikator).

15. Powersim Studio 5 Powersim merupakan sebuah sebuah perangkat lunak simulasi berbasis Windows kepanjangan dari Powerful Simulation.

(26)

simulasi model system dynamics. Software-software yang didesain untuk membuat simulasi model system dynamics selain

Powersim,yaitu: Dynamo, Vensim, Stella,dan

(27)

1PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan komoditas hortikultura yang kebutuhannya terus meningkat sehingga diperlukan penerapan agroteknologi tanaman sayuran antara lain benih, pupuk, perubahan iklim, dan organisme pengganggu tanaman (OPT) untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Serangan OPT terjadi sejak tanaman masih dalam proses produksi di lapangan (fase vegetatif maupun generatif) namun juga ketika produksinya telah dipanen (pascapanen). Perkembangan serangan OPT yang tidak dapat dikendalikanberdampak kepada timbulnya masalah-masalah lain yang bersifat sosial, ekonomi, dan ekologi. Ada beberapa jenis OPT, yaitu berupa hama, penyakit, dan gulma, yang menjadi faktor pembatas terutama karena dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil produksi. Serangan OPT dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas dan mutu sehingga belum dapat memenuhi sasaranyang ditetapkan. Perkiraan kehilangan hasil akibat oleh OPT secara nasional pada tahun 2013 sebesar 9.103.320 ton setara Rp734,310.000.000.Komoditas utama sayuran yang terserang OPT adalah bawang merah, cabai, ketang, kubis, dan tomat. Hama dan penyakit penting yang menyerang komoditas sayuran adalah ulat daun, trotol, lalat buah, busuk buah, layu, penggerek umbi, busuk lunak, pengerak daun dan buah, ulat krop, dan akar gada (Kementan 2013).

Salah satu upaya untuk mempertahankan produksi tanaman sayuran dalam mengatasi serangan OPT adalah pengendalian hama terpadu (PHT). Konsep PHT telah mendapat dukungan politis melalui Undang-Undang (UU) No. 12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman, peraturan pemerintah (PP)No. 5/1996 tentang Perlindungan Tanaman. Penerapan PHT pada tanaman sayuran lebih banyak

menghadapi kendala dibandingkan dengan tanaman pangan dan

perkebunan.Selain jenis tanaman sayuran yang cukup banyak, OPT pada tanaman sayuran juga lebih bervariasi dan kompleksitas juga cukup tinggi. Kendala lain adalah persepsi konsep PHT masih belum seragam dan menyeluruh, pola tanam monokultur,penggunaan pestisida dalam pengedalian OPT pada tanaman sayuran masih menjadi pilihan utama akibat dari tekanan atau penetrasi yang kuat dari pelaku bisnis pestisida, dan kelembagaan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini.

(28)

Tanggamus yang merupakan salah satu sentra produksi tanaman sayuran di Provinsi Lampung.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan pengelolaan usahatani tanaman sayuran dengan konsep pembangunan berkelanjutan ialah (a) sulitnya melakukan penilaianberkelanjutan terhadap pengelolaan usahatani yang bersifat multi dimensi, (b) bagaimana dampak dari penilaianberkelanjutan terhadap formulasi kebijakan pengelolaan usahatani di masa yang akan datang,dan (c) Bagaimana definisi operasional dalam pengelolaan usahatani yang mencakup berbagai dimensi tersebut, mengingat belum adanya ukuran operasional berkelanjutan pengelolaan usahatani. Hambatan operasional dalam usahataniialah(a) ketersedian lahan pertanian sangat terbatas dan cenderung berkurang, (b) biaya pengolahan tanah untuk komoditi tanaman hortikultura (sayuran) relatif mahal, (c) biaya sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida untukusahatani tanaman sayuran relatif tinggi, (d) ketersediaan informasi alternatif usahatani tanaman sayuran yang menguntungkan relatif terbatas, (e) biaya transportasi komoditi pertanian relatif mahal, dan (f) kemampuan petani komoditi tanaman sayuran (Wahyuet al. 2005).

Kebutuhan konsumen saat ini tidak hanya nilai gizi, cita rasa, namun juga ketersediadan keamanan pangan. Menghadapi tuntutan konsumen tersebut dan dalam rangka menghasilkan produk sayur aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan, maka perlu ketentuan cara berproduksi sayur yang baik yang mengacu kepada ketentuan Good Agricultural Practices(GAP) atau praktek pertanian yang baik yang relevan dengan kondisi Indonesia (Indo-GAP). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT, penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability). Produk sayuran yang memiliki sertifikat prima satu, prima dua dan prima tiga merupakan bentuk kepastian tidak hanya untuk konsumen dan petani tetapi juga kelestarian lingkungan hidup.Konsep GAP dan PHT merupakan konsep yang saling melengkapi yang bermuara pada keberlanjutan usahatani yang berwawasan lingkungan.

(29)

Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem penggunaanlahan yang mana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan atau hewan dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksiekologi dan ekonomi.Pembahasan agroforestri terdiri atas berbagai bidang ilmu, seperti ekologi, agronomi, kehutanan, botani, geografi, dan ekonomi.Agroforestri lebih tepat diartikan sebagai tema penghimpun, yang dibahas dari berbagai segi sesuai dengan minat masing-masing bidang ilmu.Sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi, ekonomi dan antar unsur unsurnya (De Forestaet al. 1991 dalam De Forestaet al. 2000).

Permasalahan

Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Agung. Kabupaten Tanggamus diresmikan berdasarkan UU No. 2 Tahun 1997, tanggal 21 Maret 1997.Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.731.61 km² dan akhir tahun 2012 berpenduduk sebanyak659.289 jiwa dengan kepadatan penduduk 241 jiwa per kilometer persegi. Wilayah Kabupaten Tanggamus sebagian besar berupa daratan yang tersedia, dataran tinggi dan dataran rendah.Beberapa sektor unggulan yang ada di Kabupaten Tanggamus, yaitu pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata, dan pertambangan.

Kabupaten Tanggamus memiliki wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kota Agung Utara dan KPHL Batutegi. Penetapan KPHL Kota Agung Utara di Kabupaten Tanggamus sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.379/Menhut-II/2011 tanggal 18 Juli 2011 seluas ± 56.020 ha.Penetapan KPHL Batutegi di Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.650/Menhut-II/2010 tanggal 22 November 2010 seluas ± 58.162 ha.Luas hutan yang telah dikonversi menjadi hutan kemasyarakatan (Hkm) saat ini sekitar 15.000 ha yang dikelola 14 gabungan kelompok tani.Perambahan hutan merupakan salah satu masalah yang menghadapi saat ini, ada sekitar 7.500 ha hutan KPHL Kota Agung Utara telah dirambah.Kondisi tersebut pemerintah daerah Kabupaten Tanggamus dan Kementerian Kehutanan telah melakukan kesepakatan kerja sama dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan.

(30)

Hambatan penting dalam mengelola tanaman sayuran adalah adanya gangguan OPT. Nismah dan Susilo (2008) menjelaskan bahwa tanaman hortikultura seperti tanaman sayuran merupakan salah satu andalan masyarakat sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan, bahkan bisa dijadikan sebagai sumber devisa melalui ekspor, namun usahatani tanaman tersebut tidak terlepas gangguan dari seperti hama, penyakit dan gulma, sehingga dampak hal tersebut kurangnya maksimal produksi yang dihasilkan.

Berbagai teknologi pengendalian terus dikembangkan dan diterapkan namun belum secara maksimal memberikan hasil.Kendala lain dalamusahatani tanaman sayuran adalah fluktuasi harga yang menyebabkan minat petani berkurang melakukan usahatani.Indikasi akibat OPT pada tanaman tomat adalah penurunan produksi tomat akibat serangan OPT di Kabupaten Tanggamus dari 2.518,8 ton pada tahun 2010 menjadi 1.567,2 ton pada tahun 2011 (BPS 2013b, Heriani et al.

2013). Penyakit kuning di wilayah Lampungtelah menyebar sejak tahun 2000 terutama di sentra-sentra tanaman tomat dan tanaman cabai. Penyakit kuning disebabkan oleh virus gemini yang ditularkan vektor kutu kebul yang memiliki kisaran inang, yaitu tomat,cabai, kacang tanah, dan babadotan (gulma) merupakan inang yang baik bagi kutu kebul,kejadian penyakit tersebut pada tanaman cabai di Kabupaten Tanggamusberkisar 70% sampai 84% (Sudionoet al.

(31)

Potensi Kabupaten Tanggamus saat ini di bidang adalah pertanian khususnya tanaman sayuran, baik di lokasi lahan pertanian yang dilakukan secara polikultur pada lahan non kawasan hutan maupun di lokasi lahan hutan kemasyarakatan atau agroforestri kawasan hutan khususnya beberapa lokasi di KPHL Kota Agung Utara. Secara umum pola tanam yang diterapkan adalah polikultur, namun demikian dengan adanya program hutan kemasyarakatan, pertanian dilakukan dengan pola wanatani atau agroforestri. Pertanian yang

Ekonomi Penyakit penting Hama penting

Biofisik dan kimia

Tipologi polikultur (pertanian dan agroforestri)

• Produksi tanaman sayuran tidak optimal

• Organisme penggangu tanaman

1. Lonjakan penduduk Kabupaten Tanggamus 2. Sebagian besar wilayah adalah hutan 3. Kesejahteraan petani rendah

4. Terbatas lahan untuk pertanian sayuran

5. Pertanian monokultur, polikultur, dan agroforestri KABUPATEN TANGGAMUS

Sosial

Gambar 1.1 Kondisi saat ini usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus

Pendapatan usahatanirendah

Pertanian tidak berkelanjutan Pengelolaan hama dan penyakit tanaman

(32)

diusahakan di wilayah Kabupaten Tanggamus terutama Kecamatan Gisting, Sumberejo, danTalang Padangbaik di lokasi polikultur pertanian maupun agroforestri adalah tanaman sayuran. Permasalahan pengelolaan hama dan penyakit menjadi kendala utama di Kabupaten Tanggamus, baik dari aspek teknologi seperti petani lebih mengutamakan penggunan pestisida, namun juga aspek lain adalah sosial berupa keterbatasan pengetahuan dan pendapatan petani yang rendah sehingga belum secara optimal dapat pengelola usahataninya dari gangguan OPT, sehingga usahatani yang dikelola oleh masyarakat tidak berkelanjutan (Gambar 1.1).

PHT yang ada saat ini dirasakan belum efektif, hal tersebut menjadi kelemahan konsep tersebut yang dalam implementasi lebih menekankan aspek ekologi dan ekonomi, sedangkanGAP dalam pengelolaan tanaman sayuran belum optimal sehingga berdampak tidak hanya hasil pertanian namun juga kesejahteraan petani yang belum memadai. Aspek sosial belum menjadi perhatian, sehingga pelaksanaannya membutuhkan perbaikan.Pertimbangan tersebut maka penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun model usahatani berkelanjutan berbasissistem PHT melalui beberapa tahapan, yaitu menganalisis keanekaragaman habitat (pertanian dan agroforestri), intensitas serangan OPT,kondisi sosial ekonomi petani, dan mengukur status pertanian berkelanjutan dan menyusun model dinamik dan formulasi strategi kebijakan.

Berdasarkan uraian di atas maka muncul pertanyaan penelitian pada usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus, yaitu:

1. Bagaimana kondisi pertanian khusus usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, dan ekologi?

2. Bagaimana status keterlanjutan usahatani tanaman sayuran dataran tinggi yang kurangatau tanpa mengindahkan kaidah-kaidah berkelanjutan termasuk keanekaragaman, sehingga implemetasi konsep PHTdan GAP dapat menunjang produksi tanaman sayuran?

3. Bagaimana model pengelolaan usahatani tanaman sayuran dataran tinggi? 4. Apakebijakan dan strategi pengelolaan usahatani tanaman sayuran

berbasissistem PHT?

Kerangka Pemikiran

(33)

yang bersifat non-eksak seperti interaksi kehidupan sosial budaya antara petani yang mengelola lahan polikultur pertanian maupunagroforestri.

Penerapan PHT sejak tahun 1989 telah dilakukan tidak hanya pada tanaman pangan seperti padi,tetapi juga tanaman sayuran.Faktanya hal tersebut jauh dari harapan justru terjadi peningkatan penggunaan pestisida yang terdaftar dari tahun ke tahun. Laporan Komisi Pestisida Deptan Tahun 2006 ada 1.207 merek dagang

(termasuk herbisida) yang terdaftar, kemudian tahun 2010 meningkat menjadi 1.750 merek dagang, tahun 2012 menjadi 2.475 merek dagang, dan tahun 2016 sebanyak 3.207 yang diproduksi oleh 343 perusahaan (Kementan 2016) .

Budi daya pertanian sayuran monokultur secara ekonomi untuk jangka pendek menguntungkan bagi para pelaku di bidang pertanian, tetapi dalam jangka waktu panjang tidak demikianadanya. Pertanian intensif adalah kegiatan monokulur yang berdampak pada penurunan keanekaragaman tanaman secara drastis mengakibatkan perubahan ketersedian pangan di dunia semakin memburuk (Altieri & Nicholls 2004).Yaherwandiet al. (2007) melaporkan bahwa perbedaan struktur lanskap pertanian mempengaruhi keanekaragaman parasitoid, hal tersebut juga berbeda antara musim kemarau dan musin hujan.

Statuskeberkelanjutan usahatani ditentukan berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu aspek sosial, ekonomi dan ekologi dengan menggunakan analisis multikriteria atau Multi DimensionalScaling(MDS).Pengembangan kebijakan dan strategi usahatani tanaman sayuran di dataran tinggi dapat digunakan metode pendekatan sistem yang mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, sosial budaya, teknologi, dan kelembagaan dalam suatu analisis yang runut.Dimensi tersebut penting diperhatikan dalam pembangunan mencapai tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan yang pada akhirnya berbasissistem PHT.Kondisi tersebut dapat diketahui status berkelanjutan usahatani tanaman sayuran di dataran tinggi.Informasi status berkelanjutan ini merupakan hal yang penting dalam pengelolaan usahatani tanaman sayuran.

(34)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran di atas maka tujuan

utama penelitian ini adalah menyusun model strategi kebijakan

usahataniberkelanjutan berbasissistem PHT pada tanaman sayuran dataran tinggi di Kabupaten Tanggamus,Provinsi Lampung,untuk mencapai tujuan utama diatas maka dirancangtujuan antara sebagai berikut.

Gambar 1.2 Diagram alir kerangka pemikiran

Ya

Tidak

Goal:Usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dataran tinggi

Analisis biofisik, kimia,sosial

ekonomi

Analisis keanekaragaman

Analisis berkelanjutan (MDS)

Pendekatan sistem

Analisis kebutuhan

Formulasi permasalahan

Identifikasi sistem

Pengedalian hamapenyakit tanaman sayuran Tutupan Lahan

 Polikultur tanaman pertanian (Polikultur pertanian)  Polikultur tanaman hutan

(Polikultur agroforestri)

Model usahatani berkelanjutan tanaman sayuran berbasis sistem dinamik

Skenario usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT tanaman sayuran

dataran tinggi

Kebijakan dan strategi usahatani bekelanjutan berbasis sistem PHT pada tanaman sayuran

dataran tinggi

Berkelanjuta n

Usahatani tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus saat ini

Biofisik, kimia

Ekonomi

(35)

1) Menganalisis kondisi saat iniberupa karakteristik lingkungan (biofisik, kimia, sosial ekonomi), jenis dan intensitas serangan OPT pada tanaman sayuran, dan indeks keanekaragaman vegetasi.

2) Menganalisis status berkelanjutan usahatani berbasissistem PHTdan GAP pada tanaman sayuran dataran tinggi.

3) Menganalisis sistem dinamik usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT dan GAP.

4) Merumuskan arahan kebijakan dan strategi usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dataran tinggi berbasissistem PHT.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan Provinsi Lampung sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan usahatani sayuran dataran tinggi pola polikultur pertanian dan agroforestri yang berkelanjutan.

2. Memberikan informasi keanekaragaman tipologi polikultur pertanian dan agroforestri sebagai landasan konseptual dan operasional PHT.

3. Petani setempat sebagai sumber informasi dalam usahatani tanaman sayuran khususnya PHT.

4. Pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya mengenai kajian keanekaragaman untuk usahatani tanaman sayuran lebih khusus lagi dalam rangka pengelolaan pertanian berkelanjutan.

5. Formula kebijakan dan strategi yang dapat direkomendasi atau diusulkan dalam rangka usahatani berkelanjutan tanaman sayuran dengan titik utama pengendalian OPT.

Kebaruan Penelitian (Novelty)

Nilai kebaruan dalam penelitian ini mencakup dua hal, yaitu dari segipendekatan dan dari segi hasil (output). Segi pendekatan menggunakan analisis keberlanjutan secara multikriteria dengan memadukan unsur, komponen dan taktik PHT dan GAP, sedangkan dari hasil berupa pemikiran pengelolaan usahatani tanaman sayuran berupa rumusan alternatif kebijakan dan strategi perlindungan petani di Kabupaten Tanggamus.

Tahapan Penelitian

Tujuan penelitianmelalui beberapa tahapan (Gambar 1.3), yaitu: 1) Tahap persiapan dan pengumpulan data sekunder

2) Tahap pengumpulan dan klasifikasi data 3) Tahap analisis dan sintesis

(36)

Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi

 Pemetaan dan penetapan unit sampling

 Penyusunan kuesioner

 Persiapan alat/bahan survei lapang/laboratorium

Gambar 1.3 Kerangka penelitian model usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT

Rekomendasi kebijakan dan strategi model usahatani berkelanjutan berbasis sistem PHT tanaman sayuran dataran

tinggi

Skenario strategi usahatani berkelanjutan untuk mewujudkan sistem PHT tanaman sayuran

• Penilaian berkelanjutan ussahatani sayuran RAP IPM(ekologi, sosial ekonomi, teknologi,dan kelembagaan) (Multi Dimensional Scaling) • Model usahatani berkelanjutan tanaman sayuran berbasis sistem dinamik

(37)

Rancangan penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan utama dan tujuan antara, yang mencakup: pengumpulan berbagai jenis data dari berbagai sumber,teknik pengambilan contoh, teknik analisis data, alat bantu analisis,dan output yang ditargetkan (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis, alat batu analisis yang dipakai dan output.

No. Tujuan penelitian Jenis data Teknik

analisis

(38)

2 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Sejarah dan Letak Geografis Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Lampung, ibu kota kabupaten adalah Kota Agung. Kabupaten Tanggamus saat ini memiliki 20 kecamatan dan 278 pekon/desa(Tabel 2.1).Kabupaten Tanggamus diresmikan berdasarkan UU No.2 Tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997.Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.855.46 km² dan berpenduduk sebanyak 659.289 jiwa dengan kepadatan penduduk 185.52 jiwa/km². Nama Kabupaten Tanggamus diambil dari nama Gunung Tanggamus yang berdiri tegak di jantung Kabupaten Tanggamus (BPS 2013a).

Tabel2.1 Luas, jumlah pekon, jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Tanggamus

No Nama kecamatan

Jumlah pekon/ kelurahan

Ibukota

Jumlah penduduk

(jiwa)

Luas (km²)Kepadatan (km²)

1. Wonosobo 23 Tanjung Kurung 47.742 209.63 164.25

2. Semaka 20 Sukaraja 41.864 170.90 203.93

3. Bandar Negeri Semuong

10 Sanggi 29.661 98.12 181.73

4. Kota Agung 12 /3 Kota Agung 52.504 76.93 488.42

5. Pematang Sawa 13 Way Nipah 17.619 185.29 93.74

6. Kota Agung Barat 16 Negara Batin 23.541 101.30 181.06

7. Kota Agung Timur 11 Kagungan 22.502 73.33 248.89

8. Pulau Panggung 20 Tekad 38.116 437.21 66.59

9. Ulu Belu 15 Ngarip 40.832 323.08 79.50

10. Air Naningan 7 Air Naningan 33.182 186.35 193.94

11. Talang Padang 19 Talang padang 52.361 45.13 946.13

12. Sumberejo 13 Margoyoso 35.640 56.77 524.22

13. Gisting 8 Kuta Dalom 43.890 32.53 1.026.41

14. Gunung Alip 11 Banjar Negeri 20.422 25.68 717.06

15. Pugung 26 Rantau Tijang 65.522 232.40 228.40

16. Bulok 8 Sukamara 23.386 51.68 381.08

17. Cukuh Balak 18 Putih Doh 25.537 133.76 167.99

18. Kelumbayan 8 Napal 10.995 121.09 90.80

19. Kelumbayan Barat 6 Sidoarjo 13.029 240.61 80.45

20. Limau 10 Napal 20.944 53.67 191.60

Jumlah 278 659.289 2.855.46 185.52

(39)

Lokasi Penelitian

Model Usahatani Berkelanjutan Berbasis Sistem Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Sayuran Dataran Tinggi di

Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung

Legenda

Kabupaten Tanggamus

Lokasi Penelitian

Kota Agung

(40)

Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada pada tahun 1889 saat Belanda mulai masuk di wilayah Kota Agung.Pada waktu itu pemerintahan telah dilaksanakan oleh pemerintah adat yang terdiri atas 5 (lima) marga yang dipimpin olehPesirah, yaitu:

1. Marga Gunung Alip (Talang Padang) 2. Marga Benawang

3. Marga Belunguh 4. Marga Pematang Sawa 5. Marga Ngarip.

Lokasi penelitian terletak pada ketinggian antara 500 sampai 900 meter dari permukaan laut (m dpl) dengan kisaran suhu udara 18 sampai28˚C(Gambar 2.1).Penetapan lokasiini didasari dengan pertimbangan, yaitu (1) penggunaan lahan usahatani sayuran dataran tinggi pada pertanian di non kawasan hutan (polikultur pertanian) dan kawasan hutan (agroforestri) dan (2) Lokasi penelitian secara administrasi dan lanskap terletak menjadi satu kesatuan.

Secara geografis Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104°18’03”sampai 105°12’57” Bujur Timur dan 5°05’00”sampai 5°56’55” Lintang Selatan.Satu dari dua teluk besar yang ada di Provinsi Lampung terdapat di Kabupaten Tanggamus, yaitu Teluk Semaka dengan panjang daerah pantai 200 km yang muara pada sungai Way Semangka dan Way Sekampung yang bermuara di pantai timur Sumatera. Selain itu Wilayah Kabupaten Tanggamus dipengaruhi oleh udara tropik pantai dan dataran pegunungan dengan temperatur udara yang sejuk dengan rata-rata 28°C.

Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Tanggamus adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Barat, Pesisir Barat dan Kabupaten Lampung Tengah.

• Sebelah Selatan : Samudera Indonesia. • Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Barat.

• Sebelah Timur : Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Tanggamus mempunyai luas daratan dan laut dengan topografi wilayah bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian antara 0 sampai 2.115 m dpl (BPS 2013a).

Potensi Pertanian Unggulan Daerah

(41)

dikembangkan antara lain; pertambangan emas, bahan galian seperti granit dan batu pualam atau marmer,di samping itu juga terdapat sumber air panas dan panas bumi yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pembangkit energi listrik alternatif.Jumlah usaha pertanian di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 sebanyak 102.566 kepala keluarga (KK)dikelola oleh rumah tangga dan 10 dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum yang meningkat 5.13% dari tahun 2003sebanyak 97.567 rumah tangga petan.Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum terbanyak berlokasi di Kecamatan Kota Agung, Gisting,dan Cukuh Balak, yaitu sebanyak 2 perusahaan dan paling sedikit di Kecamatan Kota Agung Timur, Pugung, Kelumbayan, dan Limau, yaitu sebanyak 1 perusahaan,sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga usaha pertanian hanya terdapat di Kecamatan Kota Agung Barat (BPS 2013a).

Hasil Sensus Pertanian 2013 produksi tanaman padi tahun 2012 mengalami kenaikan dibanding tahun 2011, hal ini dipengaruhi oleh luas panen, nilai produktivitas tanaman padi rata-rata mencapai 5.56 ton/ha. Produksi tanaman buah-buahan terbesar adalah durian sebesar 66.365 ton, disusul kemudian salak sebesar 23.170 ton.Produksi komoditas perkebunan tahun 2012 terbesar adalah kopi sebesar24.252.08 ton. Kecamatan Pugung merupakan penghasil kopi terbesar mencapai 55.20% dari total produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Tanggamus. Komoditas kelapa dalam 11.569.95 ton mencapai 26.33%. Populasi ternak besar di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2012 mencapai 8.136 hewan ternak yang terdiri atas 5.981 ternak sapi dan 2.155 ternak kerbau. Kecamatan Sumberejo merupakan kecamatan dengan populasi ternak sapi terbanyak 1.375 ekor sedangkan untuk kerbau paling banyak terdapat di kecamatan Cukuh Balak sebanyak 305 ekor.Populasi ternak kecil sebesar 171.230 ekor yang terdiri atas 164.325 ternak kambing dan 6.905 ternak domba. Kecamatan Gisting dan Sumberejo dapat dikatakan sebagai sentra ternak kambing dengan populasi ternak mencapai 13.77% dan 13.53%, Kecamatan Gisting merupakan Kecamatan dengan populasi ternak unggas terbesar dengan 24.71% (BPS (2013b) .

Perkembangan Tanaman Sayuran

(42)

Tabel 2.2 Luas panen dan produksi tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus tahun 2013dan 2014

No. Komoditas sayuran

Tahun 2013 Tahun 2014

Luas panen(ha) Produksi (ton) Luas panen(ha) Produksi (ton)

• Bawang merah 35 182 42 218

• Bawang daun - - -

-• Kentang 2 2 152 396

• Kubis 246 3.075 246 3.075

• Lobak - - -

-• Sawi 230 1.559 230 1.559

• Cabai 772 5.942 788 6.092

• Terung 735 3.420 735 3.420

• Tomat 488 845 488 845

• Mentimun 396 4.855 398 4.954

• Kacang

panjang

674 5.472 677 5.500

• Buncis 421 3.439 421 3.439

• Kangkung 278 498 278 498

• Bayam 163 409 163 409

• Labu siam 152 781 154 792

Total 4.820 30.988 4.848 31.221

Sumber: BPS 2015

Penggunaan Lahan

(43)

Tabel 2.3 Komposisi penggunaan lahan di Kabupaten Tanggamus

No Penggunaan lahan Luas (ha)

1. Lahan pertanian

Total lahan pertanian 158.034

2. Lahan bukan pertanian

• Rumah, bangunan dan halaman

• Hutan negara

• Rawa rawa

• Lainya (jalan, sungai, dan lain lain)

18.268 98.516 559 18.873

Total lahan bukan pertanian 130.918

Luas lahan 268.858

Sumber: BPS 2013a

Hidrologi

(44)

3 ANALISIS KARAKTERISTIK LINGKUNGAN DAN INTENSITAS SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT

TANAMAN

ABSTRAK

Pengelolaan tanaman sayuran tidak terlepas dari adanya gangguan OPT yang berdampak terhadap kualitas dan kuantitas produksi sayuran yang dalam perkembangan organisme tersebut dipengaruhi oleh agroekosistem. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik lingkungan, keanekaragaman vegetasi dan intensitas serangan hama penyakit tanaman pada tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus. Metode penelitian yang digunakan, yaitu analisis laboratorium, keanekaragaman vegetasi berdasarkan Indeks Shannon, intensitas serangan hama dan kejadian penyakit. Hasil penelitian karakteristik lingkungan berupa kesuburan tanah dengan kriteria rendah sampai sedang, residu pestisida dibawah batas maksimum yang diperbolehkan,dan indeks keanekaragaman pada tipologi polikultur agroforestri lebih besar dibandingkan dengan tipologi polikultur pertanian dengan nilai perbandingan 0.74:0.64 keduanya termasuk kategori keanekaragaman yang sedikit atau rendah (lebih kecil dari 1 (H’ < 1)). Intensitas serangan hama dan penyakit pada lokasi polikultur agroforestri pada kisaran 7.2% sampai 81.67% dan 0.65% sampai 100%, sedangkan lokasi polikultur agroforestri pada kisaran 8.83% sampai 26.67% dan 0.65% sampai 26.67%. Intensitas serangan hama dan kejadian penyakit lokasi polikultur agroforestri lebih rendah dibandingkan polikultur pertanian.

Kata Kunci: Agroforestri, indeks Shannon, polikultur, agroforestri, pengendalian hama terpadu

Pendahuluan

Tipologi atau lanskap pertanian memiliki kualitas estetik yang berbeda satu sama lain,hal ini bergantung pada keanekaragaman jenis tanaman yang dibudidayakan. Pertanian intensif dan agroforestri merupakan contoh perbedaan keanekaragaman jenis pertanian. Kedua jenis pertanian tersebut berperanan tidak hanya pada aspek produksi namun juga aspek lingkungan lainnya seperti keanekaragaman hama dan patogen tanaman. Keanekaragaman hayati (biodiversity) yang merupakan semua komposisi jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat menentukan tingkat produktivitas pertanian.Keanekaragaman hayati dalam lanskap pertanian menarikperhatian banyak pihak karena memberikan kontribusi signifikan untuk produktivitas pertanian, keamanan pangan, keuntungan finansial, dan konservasi keseluruhan keanekaragaman hayati secara global (Liuet al.2013).

(45)

utama, yaitu (i) fungsi patrimonial, (ii) fungsi agronomi, dan (ii) fungsi ekologis. Fungsi keanekaragaman hayati sesuai dengan hubungan dengan kegiatan pertanian menjelaskan resistensi terhadap tekanan biotik dan abiotik. Keanekaragaman hayati juga terlibat dalam fungsi ekologis melalui keberadaan habitat khusus dengan spesies tertentu. Relevansi alat penilaian yang diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi dampak dari praktik pertanian pada kompartemen yang berbeda dari keanekaragaman hayati pada skala lanskap. Metode yang berbeda seperti pengukuran langsung dengan indeks keanekaragaman hayati, indikator biotik dan model dijelaskan dan kesesuaian dan batasan-batasannya dibahas. Produksi pertanian dapat terkait dengan berbagaifungsi biodiversitas.

Keanekaragaman hayati dapat mempengaruhi hama, penyakit, kekeringan, dan kekurangan unsur hara dan mendukung fungsi tanaman seperti reproduksimelalui penyerbuk.Perlindungan tanaman terhadap penyakit merupakan bagian penting dari praktek pertanian. Keanekaragaman organisme tumbuhan dan tanah dapat membantu untuk mengontrol mikroorganisme patogen, terutama jamur dan nematoda. Selain itu, penyakit dikontrol dengan keanekaragaman hayati membantu mengurangi input pestisida, rotasitanaman dan keanekaragaman organisme dalambahan organik dengan tujuan meningkatkanaktivitas biologi tanah (Clergueet al.2005).

Sistem alam dan pertanian bergantung pada sumber daya alam keanekaragaman tanah, air dan biologis. Masing-masing sumber daya memberikontribusi terhadap produktivitas dan integritas ekosistem pertanian. Mempertahankan sumber daya alam memerlukan beberapa pemahaman tentang proses yang beroperasi di ekosistem pertanian dan kelompok utama organisme yang mendorong proses ini di tanah, air, dan vegetasi. Siklus nitrogen melibatkan nitrifikasi, fiksasi nitrogen, konversi amonia menjadi nitrit dan nitrat, dekomposisi bahan organik dan mineralisasi nitrogen organik. Bakteri,jamur, dan mikroorganisme tanah lainnya dapat membatu proses perubahan dalam proses terbentuknya mineral (Colloffet al.2003).

Keanekaragaman tumbuhan pada agroekosistem dapatmengurangi dampak hama dan penyakit melalui beberapa cara baik secara individual maupun kombinasidi antaranya beberapa efek tekanan hama secarapencahayaan (visual) dan penciuman hama, gangguan siklus kehidupan hama, penurunan inokulum karena tidak adanya tanaman inang, mekanisme antagonis,ketahanan fisiologis tanaman karena kecukupan unsur hara bagi tanaman, konservasi musuh alami dan efek lanskap pertanian seperti penghalang fisik danperubahan iklim mikro (Ratnadasset al.2012).

(46)

hamapenyakit dengan indikator seperti tingkat serangan, produksi rendah, residu pestisida, dan lain lain. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berupa masukan agrokimia (terutama pestisida dan pupuk) telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki (Altieriet al. 1984; Altieri 1999; Scherr et al. 2008). Pengelolaan lingkungan pertanian dan kehutanan sebagai kunci untuk konservasi keanekaragaman hayati yang secara signifikan meningkatkan kekayaan dan kelimpahan spesies, sedangkan pengurangan pepohonan juga dapat meningkatkan serangan hama dan patogen (Batary et al.

2011; Tomback et al. 2016), pepohonan memberikan layanan ekologi dalam memperkuat serangga yang menguntungkan (Alujaet al.2014).

Sistem pertanian di negara-negara berkembang di mana pertanianukuran relatif kecil, vegetasi memberi kesempatan untuk mengurangi dampak serangan hamadan penyakit melalui praktek keanekaragaman.Caratersebut demikian penting untuk pelaksanaansistem pertanian berkelanjutan(Simon et al.2010,Muniappan & Heinrichs2014). Tujuan pengelolaanhama adalah untuk memberikan kontribusi untuk keberlanjutan pertanian dengan yang berbeda aspek seperti ketahanan pangan, hubungan seimbang antara manusia dan ekosistem, dan konservasi jasa ekosistem.Seringkali upaya untuk diversifikasi agroekosistem mengurangi aspek negatif pertanian modern atau industri pertanian (Timprasertet al.2014; Gurret al.2013, Savaryet al.2012).

Kabupaten Tanggamus salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan sentra tanaman sayuran dengan beberapa komoditas seperti cabai, tomat, terung, kubis, kacang buncis, dan lain lain. Beberapa hambatan dalam mencapai produksi optimum yang paling menonjol adalah adanya serangan OPT,berbagai teknik pengendalian terus diterapkan namun silih berganti serangan OPT pada beberapa komoditas tanaman sayuran di daerah tersebut tidak pernah mengalami penurunan.Keanekaragaman merupakan agrosistem alami yang sampai saat ini diyakini dapat mengontrol secara alami keberadaan OPT. Keanekaragaman tumbuhan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan sehingga keberlanjutan ekosistem tersebut dapat memberikan dampak pada perkembangan OPT di Kabupaten Tanggamus.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik lingkungan, keanekaragaman vegetasi dan intensitas serangan hamaserta kejadian penyakit tanaman pada tanaman sayuran di Kabupaten Tanggamus.

Metode Penelitian

Tempat dan Waktu. Penelitian dilakukan di Kecamatan Gisting dan Sumberejo Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Maret 2015 sampai November 2015.

(47)

pada tipologi polikultur tanaman pertanian (polikultur pertanian)dan polikultur tanaman hutan (polikultur agroforestri). Selain data tersebut di atas data primer lain diperoleh hasil pengukuran di lapanganberupa data mikroklimat (kelembaban dan temperatur).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei teknik kuadrat (quadrat sampling technique) yang penempatannya dilakukan secara purposive mewakili unit lahan (tipologi) kawasan.Tipologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu polikultur pertaniandan agroforestri dilakukan untuk mengukur struktur dan komposisi vegetasi serta keanekaragaman kondisi ekosistem.Ukuran masing-masing petak penelitian kurang lebih 400 m² pada titik terpilih (sebanyak 5 titik sampel).Masing-masing titik sampel sebagai lokasi pengambilan sampel vegetasi dan kejadian hama dan penyakit. Indeks keanekaragaman jenis adalah ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya yang merupakan penggabungan kekayaan dan kesamaan jenis (species richness dan evenness).Penentuan indeks keanekaragaman jenis ditentukan berdasarkan Indeks Shannon (Shannon index) berdasarkan Shannon dan Wienner (1949)dalamLudwig & Reynolds (1988) dengan persamaan berikut.

Besaran nilai indeks keanekaragaman didefinisikan bila (1) Nilai H’ > 3, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu areal adalah melimpah atau tinggi,(2) Nilai H’ 1 < H’ < 3, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu areal adalah sedang, dan (3) Nilai H’ < 1, menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu areal adalah sedikit atau rendah (Fachrul, 2007).

Intensitas serangan OPT berupa intensitas serangan hama dan kejadian penyakit pada tanaman sayuran pada petak penelitian (titik sampel) dihitung menggunakan rumus berikut.

P= (n/N) x 100%

P = Intensitas/ luas serangan/kejadian hama/penyakit n = jumlah tanaman terserang/luas tanaman terserang

N = jumlah tanaman yang diamati/luas tanaman yang diamati

=

Keterangan:

H = Indeks Shannon

ni = Jumlah individu suatu spesies

(48)

Hasil dan Pembahasan Deskripsi Lokasi

Penelitian dilakukan di sekitar Desa Gisting Atas, Gisting Bawah dan Gisting Permai Kecamatan Gisting, Wonoharjo, Sumber Mulyo, Simpang Kanan Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus. Lokasi tersebut ditempuh dari Bandar Lampung dalam waktu ± 2 jam. Lokasi tersebut terletak pada ketinggian antara 500-900 m dpl dengan kisaran suhu udara 18sampai 28˚C. Secara geografis Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104°18’03”sampai 105°12’57” Bujur Timur dan 5°05’00”sampai 5°56’55” Lintang Selatan, dengan topografi datar sampai bergelombang.

(49)

Tabel 3.1 Deskripsi lokasi penelitian di Kabupaten Tanggamus

Faktor Lingkungan dan Karakteristik Lahan

Suhu udara harian rata-rata untuk daerah tipologi polikultur pertanian 24.8˚C dan tipologi agroforestri 22°C dengan kelembaban udara 88.4% dan 90.6%. Kisaran pH pada kedua tipologi menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan kisaran 4.3 sampai 6.3, pH tersebut masih termasuk rendah hal tersebut sesuai kriteria PPT (1983), Rata-rata pH tipologi polikultur pertanian lebih tinggi dari pada tipologi polikultur agroforestri, hal tersebut akibat dari serasah yang mengalami dekomposisi pada permukaan lebih banyak sehingga tanah mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi yang menyebabkan sedimen tanah menjadi asam, pH asam atau rendah dapat berpengaruh sekali pada penghancuran bahan organik yang menjadi lambat. Nitrogen merupakan unsur hara yang paling sering berada dalam keadaan defisiensi untuk tanaman dan merupakan unsur hara makro keempat yang terpenting setelah karbon, hidrogen dan oksigen.

Kandungan nitrogen contoh tanah pada lokasi penelitian untuk tipologi polikultur pertanian berkisar antara 0.07% sampai 0.19% dan tipologi polikultur agroforestri berkisar antara 0.07% sampai 0.27%, dengan hara nitogen dari sangat rendah sampai rendah. Kandungan P dan Kdipergunakan untuk menilai status kesuburan tanah menurut kriteria PPT (1983),kandungan P tersedia contoh tanah

Lintang Selatan Bujur Timur

Gisting Bawah, Gisting 05˚ 25’ 30" 104˚43’57" 512 Cabai, kubis, buncis, sawi, terong, tomat

Simpang Kanan, Sumberejo 05˚ 23’ 23" 104˚ 43’ 10" 536 Cabai, buncis, kubis, padi sawah

Sumber Mulyo, Sumberejo 05˚ 22’ 21" 104˚ 43’ 11" 490 Cabai, buncis, terong, padi sawah, jabon, pepaya, pisang, mindi

Wonoharjo, Sumberejo 05˚ 22’ 21" 105˚ 23’ 16" 496 Tomat, kubis, buncis, kacang panjang, cabai, terong, padi sawah, kelapa, mindi

Gisting Atas, Gisting 05˚ 26’ 40" 104˚ 43’ 42" 568 Tomat, cengkeh, pisang, kelapa, mindi, pala, pepaya

Gisting Permai, Gisting 05˚ 27’ 13" 104˚ 42’ 57" 600 Terong, jabon, jati putih, pala, pepaya, kakao, karet, mindi, kopi Gisting Atas, Gisting 05˚ 26’ 06" 104˚42’22" 767 Cabai, kubis, tomat, sawi, pala,

pisang, mahoni, kopi, petai, jati, mindi, advokat

Gisting Atas, Gisting 05˚ 26’ 07" 104˚.42'.11" 806 Sawi, loncang, kubis, cabai, karet, pisang, bambu, kakao, kopi, mindi, pepaya

Gisting Atas, Gisting 05˚ 26’ 00" 104˚ 42’ 09" 842 Cabai, kubis, sawi, pisang, mahoni, mindi, lamtoro, medang, pule

Gisting Atas, Gisting 05˚ 25’ 59" 104˚ 42’ 03" 900 Kubis, terung, loncang, pisang, kapri, mahoni, pule, kopi, aren, advokat, pepaya

Desa Kordinat Lokasi (GPS) Elevasi

Gambar

Gambar 1.1 Kondisi saat ini usahatani tanaman sayuran di
Gambar 1.2 Diagram alir kerangka pemikiran
Gambar 1.3 Kerangka penelitian model usahatani berkelanjutan
Tabel 1.1 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis, alat batu analisis yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan flora dilakukan pada 9 titik petak ukur pengamatan yang terletak di Taman Hutan Raya Gunung Tumpa, sedangkan untuk bentang alam, sarana dan fasilitas serta

Data yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis menggunakan software statistik SPSS versi 22, yang menunjukkan bahwa faktor efektifitas sistem informasi

10Base5, which is part of the IEEE 802.3 baseband physical layer specification, has a distance limit of 1640 feet - 500 meters - per

banyak serta alat main yang digunakan masih sedikit dan terbatas kemudian mungkin juga kurangnya wawasan pendidik mengenai sentra itu sendiri karena pendidik yang

54 Menyiapkan data laporan BMN Staff Pelaksana 30 menit 55 Membuat rencana pengadaan barang Staff Pelaksana 45 menit 56 Melaksanakan usulan penghapusan barang Staff Pelaksana

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,maka penelitian tentang perbedaan S-metophrene dan B.thuringiensis terhadap kematian larva nyamuk Anopheles spp di Kecamatan Nongsa

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan, pertumbuhan potensial, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan cash

Kaki 2 memberi trigger dari tegangan yang tinggi (Vcc) menuju 1/3 Vcc(&lt;1/3 Vcc), kaki 3(output) akan high tegangan yang tinggi (Vcc) menuju 1/3 Vcc(&lt;1/3 Vcc), kaki