• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan

Dalam dokumen PROGRAM STUDI PSIKOLOGI (Halaman 85-91)

Tahap selanjutnya adalah bagian dimana peneliti menuliskan keseluruhan hasil penelitian dari ketiga informan dalam bentuk deskripsi struktural secara kronologis dan dikaitkan dengan variabel-variabel psikologis yang terkandung di dalamnya. Selain itu, peneliti juga membuat tabel berisi rangkuman hasil dari wawancara dengan ketiga informan.

Tabel 4. Hasil Penelitian

Informan Informan T (34) Laki-laki Informan L (19) Perempuan Informan M (23) Perempuan Latar belakang singkat difabel, diremehkan keluarga korban bullying, korban kekerasan di keluarga korban pelecehan seksual, pernah menggugurkan Percobaan bunuh diri minum racun, menabrakkan diri ke kereta, minum cairan pembersih lantai

menjatuhkan diri dari lantai dua, self harm, tidak makan dalam jangka waktu yang lama, menabrakkan diri ke palang

self harm, minum obat dengan dosis tinggi, menusuk diri dengan pisau

Titik balik sadar masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Tuhan

mendengarkan lagu dari grup idol dan merasa bahwa masih perlu mendalami kehidupan

berawal untuk menghukum diri dan akhirnya menemukan harapan untuk membuka panti asuhan Aspek resiliensi Regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri, peningkatan aspek positif Regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, efikasi diri, peningkatan aspek positif Regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, efikasi diri, peningkatan aspek positif

Pemaparan unit-unit yang memiliki makna psikologis telah dipaparkan secara detail dengan gabungan dari ketiga informan. Pada bagian ini, peneliti akan berupaya untuk menyampaikan hasil sintesis dari unit-unit psikologis tersebut dengan menuliskannya kembali menjadi sebuah kronologi singkat yang bersumber dari pengalaman ketiga informan sekaligus kaitannya dengan variabel psikologis yang ditemukan dalam penelitian ini.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, salah satu faktor risiko paling berpengaruh pada perilaku bunuh diri adalah rangkaian peristiwa kehidupan negatif yang lebih dikenal dengan negative life events (Joiner & Rudd, 2000). Negative life events dapat menyebabkan perubahan pola hidup menjadi lebih negatif atau merugikan sebagian besar individu (Tzheng, Su, Chiang, Kuan, & Lee, 2010).Perubahan pola hidup negatif tampaknya bisa berupa pengisolasian diri dari dunia luar dan juga memilih untuk tidak makan karena sengaja untuk menyakiti diri sendiri seperti yang dilakukan oleh informan L dan M.

Dalam sebuah studi, ditemukan bahwa depresi dan keputusasaan dapat menjadi mediator dalam hubungan negative life events dengan perilaku bunuh diri hal ini didukung oleh penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa risiko perilaku bunuh diri akan meningkat seiring dengan peningkatan keputusasaan (Tzheng, Su, Chiang, Kuan, & Lee, 2010). Hal tersebut menumbuhkan ideasi bunuh diri yang dapat memicu perilaku bunuh diri pada seorang individu (Klonsky, May, & Saffer, 2016). Ketiga informan memiliki pengalaman yang menyakitkan bagi mereka. Selain karena pengalaman, informan L juga memiliki pandangan negatif pada dirinya sendiri; “Tapi mungkin ehm pathetic sifat yang aku pandang itu apa ya pathetic. Ehm tidak bisa melakukan apa-apa, tidak berguna kalau tidak ada orang lain.” Pernyataan informan L didukung dengan penelitian yang mengatakan bahwa selain pengalaman, merasa terjebak dalam hidup dan juga pandangan negatif pada diri dapat pula menimbulkan rasa sakit (Klonsky, May, & Saffer, 2016).

Menurut Klonsky, May & Saffer (2016) jika ada seseorang yang mengalami rasa sakit dan keputusasaan kemudian mempertimbangkan untuk melakukan bunuh diri tetapi memiliki keterhubungan yang lebih kuat dengan dunia sekitarnya, maka ia hanya akan sampai di ideasi

bunuh diri dan tidak melakukan percobaan bunuh diri. Namun, apabila rasa sakit yang dialami lebih besar dari hubungan dengan dunia sekitarnya maka seorang individu akan memutuskan untuk bunuh diri. Teori ini diwujudnyatakan ketiga informan dalam pengalaman mereka melakukan percobaan bunuh diri. Informan T, L, dan juga M merasa tidak memiliki ikatan yang kuat dengan keluarga, teman dan dunia disekitar mereka kala itu, saat mereka merasakan sakit yang luar biasa. Hal tersebut menyebabkan ketiga informan memutuskan untuk mengakhiri hidup bahkan sampai mencoba beberapa kali percobaan.

Melalui rangkaian kejadian yang menyakitkan tentunya akan memiliki bekas tersendiri dalam benak masing-masing individu. Setiap individu, tanpa terkecuali, pasti pernah mengalami sebuah kejadian buruk yang lazim kita sebut dengan negative life events yang masing-masing individu memiliki konteks yang berbeda satu sama lain, sama halnya dengan ketiga informan. Hal ini seturut dengan pernyataan Mowbray (2011) yang mengatakan bahwa seorang individu pasti akan mengalami kejadian dari waktu ke waktu selama perjalanan hidupnya. Kejadian demi kejadian akan membentuk suatu skema dimulai dari konteks kehidupan seorang individu yang kemudian mempengaruhi cara pandangnya terhadap suatu kejadian yang ia alami.

Beberapa perilaku dan tindakan bunuh diri tidak sampai menyebabkan kematian dikarenakan berbagai faktor, bisa karena suatu kejadian yang di luar rencana misalnya seperti informan L yang tersangkut kemudian hanya terjatuh dan luka, bisa juga seperti informan T dan informan M yang memiliki orang-orang yang mengulurkan tangannya kepada mereka. Tentunya, kejadian di luar rencana tersebut membuahkan sesuatu untuk dimasukkan ke dalam proses refleksi hidup mereka yang biasa disebut dengan titik balik kehidupan.

Berkat dorongan dari luar yang membantu mereka untuk kembali menjalani hidup, keinginan untuk hidup perlahan muncul dari dalam diri dan membentuk sebuah harapan baru. Harapan tersebut kemudian memunculkan beberapa aspek resiliensi yang kemudian menjadikan ketiga informan sebagai pribadi yang resilien.

Ketiga informan dalam penelitian ini, memiliki konteks kehidupan yang berbeda satu sama lain. Informan T yang merupakan individu berkebutuhan khusus memiliki konteks kehidupan yang berbeda dengan informan L yang adalah seorang mahasiswi inferior, begitu pula pasti ada perbedaan konteks pada informan M yang adalah seorang wanita yang pernah menggugurkan kandungannya. Kejadian demi kejadian dalam konteksnya masing-masing menimbulkan respon yang berbeda-beda pula pada tiap informan penelitian ini. Akan tetapi, persamaan dari ketiganya adalah memilih untuk melakukan percobaan bunuh diri. Ketika mengalami „kegagalan‟ dalam percobaannya masing-masing, ketiga informan akhirnya memutuskan untuk bangkit menjalani hidup dengan banyak alasan yang berbeda satu-sama lain. Satu yang pasti dari ketiga informan ini adalah mereka telah mampu menjadi individu yang resilien.

Ketika seorang individu mampu untuk memaknai kejadian buruk dalam hidupnya dengan sebuah adaptasi positif maka individu tersebut dikatakan memiliki resiliensi (Mowbray, 2011). Reivich and Shatte (2002, seperti dikutip dalam Ifdil & Taufik, 2012) menyatakan bahwa seorang individu yang resilien akan memiliki ketujuh aspek resiliensi dalam dirinya. Hal ini sudah terbukti pada ketiga informan, bahwa mereka sudah memiliki aspek-aspek resiliensi dan telah menjadi pribadi yang resilien karena bisa memunculkan adaptasi positif dalam perjalanan hidup mereka selama ini. Informan T memiliki tujuh aspek resiliensi dalam dirinya yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri, peningkatan aspek positif. Informan L dan M masing-masing memiliki enam aspek resiliensi dalam diri mereka yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, efikasi diri, peningkatan aspek positif.

Ketiga informan bisa menjadi pribadi yang resilien dikarenakan ketiganya mulai kembali menjalin dengan dunia luar serta pelan-pelan mengubah cara pandang bahwa ada hal menyakitkan di dunia namun pasti akan ada hal menyenangkan yang masih belum mereka alami. Selain itu hadirnya figur support membuat mereka semakin menerima keadaan di dunia

ini dan juga figur support ini bisa menjadi teman cerita bagi ketiga informan ini. Namun, figur support tidak melulu individu yang nyata hadir di samping kita, bisa jadi ia adalah seorang yang ada di dunia maya seperti artis kesukaan atau idola yang seperti menemani lewat karya-karyanya di dunia maya. Hal yang dapat membantu menumbuhkan resiliensi juga adalah harapan dan spiritualitas. Harapan bisa membantu menumbuhkan resiliensi karena harapan membuat seorang individu tetap bertahan menjalani kehidupan dan membuat individu tersebut berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi harapannya. Spiritualitas bagi sebagian orang bisa menjadi suatu hal yang efektif untuk menenangkan diri sehingga pikiran dapat berpikir dengan lebih logis terhadap apa yang sedang dialami.

Bagan Hasil Penelitian

Negative life events

Perasaan rendah diri

Rasa sakit hati Menarik diri dari

dunia

Perilaku percobaan bunuh diri dan

gagal Figur support Spiritualitas Titik balik Harapan Resiliensi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen PROGRAM STUDI PSIKOLOGI (Halaman 85-91)

Dokumen terkait