• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bacillus licheniformis RO3 2 Abstract

A 48 4.80 A4IQG0 31 Superoxide dismutase [ Geobacillus thermodenitrificans NG80-2]

7 PEMBAHASAN UMUM

Sebagaimana tersaji pada Bab-bab sebelumnya, fokus penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap protease fibrinolitik mikroba dari oncom merah dan tempe gembus dengan tahapan penelitian (1) mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba dari pangan fermentasi oncom merah dan tempe gembus yang dapat memproduksi protease fibrinolitik, (2) melakukan pemanfaatan tepung oncom merah sebagai media produksi protease fibrinolitik mikroba, (3) melakukan pemurnian dan karakterisasi enzim yang dihasilkan oleh mikroba terpilih, dan (4) melakukan studi proteomik enzim protease fibrinolitik dari mikroba pangan fermentasi.

Jawaban terhadap tujuan penelitian telah dipublikasi dalam beberapa artikel ilmiah berikut: 1) Proteolytic and fibrinolytic activities of several microorganisms screened from Red Oncom and Tempeh Gembus, Indonesian fermented soybean cakes, abstraknya telah dipresentasikan secara oral pada 4th Annual International Symposium on Wellness, Healthy Lifestyle and Nutrition di Yogyakarta pada 30 November – 1 Desember 2013, sedangkan artikel lengkapnya telah diterima untuk dipublikasikan pada Malaysian Journal of Microbiology, 2) The use of red oncom powder as potential production media for fibrinogenolytic protease derived from Bacillus licheniformis RO3, telah dipresentasikan secara oral pada International Symposium on Food and Agro-Biodiversity di Semarang pada 16 – 17 Sepetember 2014 dan artikel lengkapnya sedang dalam proses telaah untuk diterbitkan pada

Proceedia Food Science Elsevier, 3) Purification and characterization of a fibrinolytic enzyme from Bacillus pumilus 2.g isolated from Tempeh Gembus, an Indonesian fermented food, telah diterima untuk dipublikasikan pada Preventive Nutrition and Food Science Journal (PNF) Vol 19(3): 213-219, (4) Studi proteomik protease fibrinolitik ekstraseluler dari Bacillus licheniformis RO3 dan

Bacillus pumilus 2.g yang diisolasi dari pangan fermentasi indonesia, berupa manuskrip yang siap didaftarkan pada jurnal nasional terakreditasi Dikti. Pembahasan umum terhadap masing-masing tujuan penelitian akan dikupas lebih mendalam dalam bab ini.

Isolasi dan Identifikasi Mikroba dari Pangan Fermentasi Oncom Merah dan Tempe Gembus yang dapat Memproduksi Protease Fibrinolitik

Proses fermentasi merupakan suatu proses yang mendayagunakan aktivitas metabolisme suatu mikroba tertentu atau campuran dari beberapa spesies mikroba untuk menghasilkan senyawa tertentu. Salah satu pemanfaatan teknologi fermentasi adalah dalam industri pangan. Masyarakat di Indonesia tidak asing dengan pangan fermentasi karena banyak pangan fermentasi yang menjadi makanan sehari-hari, diantaranya adalah oncom merah dan tempe gembus.

Oncom adalah makanan asal Indonesia yang populer di daerah Jawa Barat. Makanan ini adalah produk fermentasi yang dilakukan oleh beberapa jenis kapang. Ada dua jenis oncom, yaitu oncom merah dan oncom hitam. Oncom merah didegradasi oleh kapang oncom Neurospora sitophila (Sastraatmadja et al. 2002) atau N. intermedia (Wood 1998) sedangkan oncom hitam didegradasi oleh kapang

tempe Rhizopus oligosporus dan/atau jenis-jenis Mucor (Sastraatmadja et al.

2002).

Oncom merah umumnya dibuat dari ampas tahu, yaitu kedelai yang telah diambil proteinnya dalam pembuatan tahu, sedangkan oncom hitam umumnya dibuat dari ampas kacang tanah yang dicampur ampas singkong atau tepung singkong (tapioka), agar mempunyai tekstur yang lebih baik dan lebih lunak. Walaupun kedua bahan substrat tersebut berupa limbah, kandungan gizinya masih cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan manusia.

Tempe gembus merupakan pangan fermentasi yang sangat populer dikonsumsi masyarakat lapisan bawah secara luas, terutama di Jawa Tengah. Tempe gembus dibuat dari bahan dasar ampas tahu melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme yang sama yang digunakan pada pembuatan tempe kedele, yaitu Rhizopus sp. Komposisi zat gizi tempe gembus mirip dengan tempe kedele meskipun kadarnya lebih kecil (Sulchan & Endang 2007). Seperti halnya tempe kedele, tempe gembus diketahui mengandung zat-zat yang dapat mempengaruhi kadar lipid darah (Sulchan & Rukmi 2007). Efek hipokolesterolemik pada tempe gembus terhadap hewan coba tikus menunjukkan hasil yang nyaris sama dengan tempe kedele (Sabudi et al. 1997). Aktivitas fibrinolitik dari tempe yang difermentasi dengan Fusarium sp. BLB telah diteliti oleh Sugimoto et al. (2007), namun aktivitas fibrinolitik dari tempe gembus belum pernah diteliti.

Gambar 1 Oncom merah (A) dan tempe gembus (B)

Pada penelitian ini, ditemukan 43 isolat yang dapat tumbuh dalam media

skim milk agar (SMA) dan memiliki potensi menghasilkan protease yang ditandai dengan kemampuannya dalam menghasilkan zona bening pada media SMA. Enam belas isolat (RO1-19) berasal dari oncom merah segar, 11 isolat (ROa-k) berasal dari oncom merah yang telah mengalami perlakuan pemanasan 80oC selama 15 menit, 7 isolat (1-7.g) dari tempe gembus segar, dan 6 isolat (a-f.g) dari yang telah mengalami perlakuan pemanasan 80oC selama 15 menit.

Media SMA sering digunakan untuk isolasi mikroba penghasil protease karena praktis dan murah. Kemampuan mikroba mendegradasi susu skim yang terdapat dalam media yang ditujukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni menandakan bahwa isolat tersebut berpotensi sebagai mikroba penghasil enzim protease.

Uji aktivitas fibrinolitik dengan metode cakram fibrin bertujuan untuk mencari isolat yang mampu menghasilkan enzim fibrinolitik. Fibrin merupakan komponen protein utama dalam pembekuan darah, yang terbentuk dari fibrinogen oleh thrombin (Voet  Voet 1990). Enzim yang dihasilkan oleh 43 isolat yang

54

berpotensi menghasilkan protease diuji dengan modifikasi metode cakram fibrin (Hwang et al. 2007). Cakram fibrin dibuat dengan mereaksikan fibrinogen dengan thrombin sehingga terbentuk benang-benang fibrin. Hasil dari skrining menggunakan cakram fibrin menunjukkan bahwa dari ke-43 isolat yang dapat membentuk zona bening pada media SMA, terdapat 3 isolat yang tidak dapat membentuk zona bening pada cakram fibrin, yaitu isolat RO4, RO12, dan RO13 . Zona bening terbesar dihasilkan oleh isolat 2.g. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua mikroba yang mampu mendegradasi protein susu skim juga dapat mendegradasi protein fibrin. Seperti enzim fibrinolitik yang dihasilkan dari

Bacillus licheniformis KJ-31 yang diisolasi dari Jeotgal, pangan fermentasi Korea, hanya mampu mendegradasi fibrin dan fibrinogen dengan baik, namun tidak mampu mendegradasi bovine serum albumin, kasein, dan susu skim (Hwang et al.

2007).

Aktifitas fibrinolitik suatu protease juga dapat dilakukan secara in situ

dengan metode zimografi. Substrat yang digunakan adalah fibrinogen 0,1% (b/v). Aktivitas enzim dan konsentrasi protein yang dimasukkan dalam gel sekitar 0,01- 0,53 mU dan 0,34-1,59 µg. Dari 43 isolat, hanya 39 isolat yang menunjukkan aktivitas fibrinogenolitik. Empat isolat yang tidak mampu mendegradasi fibrinogen adalah isolat RO12, RO13, a.g, dan c.g. Pada uji aktivitas fibrinolitik menggunakan cakram fibrin, isolat RO12 dan RO13 tidak mampu mendegradasi fibrin. Sehingga dapat dipastikan bahwa isolat RO12 dan RO13 mampu mendegradasi susu skim dalam media SMA, namun tidak mampu mendegradasi fibrin maupun fibrinogen. Sedangkan isolat RO4 mampu mendegradasi susu skim pada media SMA, tidak mampu mendegradasi fibrin pada uji menggunakan cakram fibrin, namun mampu mendegradasi fibrinogen pada uji menggunakan zimografi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Isolat RO4 memiliki aktivitas spesifik pada fibrinogen.

Pada Bab 3 Gambar 2 menunjukkan bahwa beberapa isolat mampu menghasilkan enzim protease fibrinolitik dengan pola fraksi yang hampir sama dan hanya beberapa isolat yang memiliki fraksi protein dengan berat molekul (BM) yang rendah. Pola fraksi yang hampir sama kemungkinan besar menunjukkan bahwa beberapa isolat berasal dari jenis yang sama. Pola fraksi protein dari berbagai protease fibrinolitik dirangkum pada Bab 3 Tabel 2. Isolat yang mengasilkan enzim fibrinolitik dengan fraksi berberat molekul rendah atau <50 kDa adalah RO1, RO2, RO3, RO4, RO8, RO10, RO11, RO14, RO16, RO17, RO18, RO19, ROa, ROb, ROc, ROd, ROe, ROf, ROg, ROh, ROi, ROk, 1.g, 2.g, 3.g, 4.g, 5.g, 6.g, dan 7.g.

Beberapa enzim fibrinolitik dari mikroba yang telah diteliti dan dikarakterisasi menunjukkan bahwa enzim tersebut memiliki berat molekul yang relatif rendah. Nattokinase dari B. natto memiliki BM 27,7 kDa (Fujita et al.

1993; Sumi et al. 1987), subtilisin DFE dari B. amyloliquefaciens DC-4 memiliki BM 28 kDa (Peng et al. 2003), CK dari Bacillus sp. CK memiliki BM 28,2 kDa (Kim et al. 1996), subtilisin DJ-4 dari Bacillus sp. DJ-4 memiliki BM 29 kDa (Kim & Choi 2000), enzim jeotgal dari Bacillus sp. KA38 (Kim et al. 1997).

Tahap identifikasi mikroba dimulai dengan pewarnaan gram dan spora yang dilakukan pada semua isolat yang mampu menghasilkan enzim fibrinolitik. Dari 28 isolat, yang teridentifikasi sebagai Bacillus, yang ditandai dengan bentuk basil, gram positif, dan menghasilkan spora adalah isolat RO1, RO2, RO3, RO16, RO17,

RO18, RO19, semua isolat dari oncom merah yang telah dipanaskan, yaitu isolat ROa, ROb, ROc, ROd, ROe, ROf, ROg, ROh, ROi, ROj, dan ROk, isolat dari tempe gembus segar yaitu 1.g, 2.g, 3.g, 4.g, 5.g, 6.g, dan semua isolat dari tempe gembus yang telah dipanaskan, yaitu isolat a.g, b.g, c.g, d.g, e.g, dan f.g.

Tahap identifikasi selanjutnya tidak dilakukan pada semua isolat karena beberapa isolat menghasilkan protease fibrinolitik dengan pola fibrinolitik yang hampir sama dan isolat yang dipilih adalah isolat yang kemungkinan aman. Isolat RO1, RO2, dan RO3 terlihat memiliki pola fibrinolitik yang sama, sehingga dipilih isolat RO3 untuk identifikasi selanjutnya. Begitu pula pada isolat RO16, RO17, dan RO19 hanya dipilih isolat RO19. Di antara isolat ROa-k, dipilih isolat ROg dan ROj. Sebelum masuk pada uji biokimiawi menggunakan kit API 50CHB, dilakukan uji katalase pada isolat yang dipilih yaitu isolat RO3, RO19, ROg, ROj, dan 2.g untuk memastikan bahwa isolat tersebut adalah Bacillus.

Hasil uji biokimia menunjukkan bahwa isolat RO3 teridentifikasi sebagai B. licheniformis (99,9%), isolat RO19 sebagai B. cereus 1 (71,7%), isolat ROg sebagai Brevibacillus laterosporus (99,3%), isolat ROj sebagai B. cereus 1 (40,5%), dan isolat 2.g sebagai B. pumilus (99,7%). Target isolasi adalah mikroba penghasil protease fibrinolitik yang aman sehingga hanya isolat RO3 dan 2.g yang dipilih untuk penelitian tahap berikutnya. Identifikasi molekuler dengan analisis 16s-rRNA menunjukkan bahwa isolat RO3 teridentifikasi sebagai B. licheniformis (96%) dan isolat 2.g sebagai B. pumilus (97%).

Genus Bacillus telah diketahui banyak ditemukan pada makanan fermentasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ogbadu dan Okagbuet (1988) berhasil mengidentifikasi tiga Bacillus yang berperan utama dalam fermentasi kacang- kacangan (Parkia biglobosa) makanan khas Afrika, yaitu B. subtilis, B. pumilus, dan B. licheniformis. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ouoba et al.

(2003) hanya menemukan dua Bacillus yang berperan utama dalam pangan fermentasi kacang-kacangan Afrika, soumbala, yaitu Bacillus subtilis dan B. pumilus. Bacillus subtilis dan B. licheniformis juga merupakan strain yang banyak ditemukan pada makanan fermentasi Korea, chungkookjang (Joo et al. 2007).

Genus Bacillus yang berhasil diisolasi dari pangan fermentasi di berbagai negara memiliki manfaat yang beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Olajuyigbe dan Ajele (2008) berhasil mengisolasi B. licheniformis Lbbl-11 dari

“iru”, pangan fermentasi dari Afrika, yang mampu memproduksi protease

ekstraseluler. Kwon et al. (2004) berhasil mengisolasi B. pumilus JB-1 yang mampu meningkatkan sistem imun dari pangan fermentasi Korea, chungkookjang. Bacillus pumilus yang mampu mendegradasi bisphenol A (BPA) berhasil diisolasi oleh Yamanaka et al. (2007) dari makanan fermentasi Korea, Kimchi. Bacillus subtilis dan B. pumilus yang diisolasi dari pangan fermentasi kacang-kacangan Afrika, soumbala, mempunyai aktivitas antimikroba (Ouoba et al. 2007).

Genus Bacillus penghasil enzim fibrinolitik juga telah banyak dilaporkan, terutama strain B. subtilis, Bacillus sp, B. amyloliquefaciens, dan B. licheniformis. Hwang et al. (2007) berhasil mengisolasi B. licheniformis KJ-31 dari jeotgal, pangan fermentasi dari Korea, yang mampu memproduksi enzim fibrinolitik dengan berat molekul 37 kDa. Bacillus amyloliquefaciens DC-4 dari douchi, pangan fermentasi kedelai dari Cina (Peng & Zhang 2002), Bacillus sp. CK dari

chungkookjang, saus kedelai fermentasi dari Korea (Kim et al. 1996), Bacillus sp. strains DJ-2 dan DJ-4 dari doenjang, Korea (Choi et al. 2005; Kim & Choi 2000),

56

dan Bacillus sp. KA38 dari jeotgal, ikan asin fermentasi dari Korea (Kim et al.

1997) telah berhasil diisolasi dan mampu menghasilkan enzim fibrinolitik kuat.

Bacillus natto yang merupakan Bacillus subtilis yang diisolasi dari natto, pangan fermentasi kedele dari Jepang adalah strain yang telah banyak diteliti manfaatnya dan telah banyak diaplikasikan.

Tabel 1 Bacillus dari pangan fermentasi

Mikroba Pangan Deskrisi Nama Enzim Referensi

B. natto Natto, Jepang Kedelai fermentasi Nattokinase (NK) Fujita et al. 1993 B. amyloliquefaciens DC-4 Douchi, Cina Kedelai fermentasi Subtilisin DFE Peng et al. 2003 Bacillus sp. CK Chungkook- jang, Korea Saus kedelai fermentasi CK Kim et al. 1996 Bacillus sp. DJ-4 Doen-jang, Korea Saus kedelai fermentasi Subtilisin DJ-4

Kim & Choi 2000 Bacillus sp. DJ-2 Doen-jang, Korea Saus kedelai fermentasi bpDJ-2 Choi et al. 2005

Bacillus sp. KA38 Jeot-gal, Korea Ikan asin fermentasi Jeot-gal enzyme Kim et al. 1997 B. subtilis QK02 Kedelai fermentasi Kedelai fermentasi QK-1 dan QK-2 Ko et al. 2004

Bacillus firmus NA-1 Natto Kedelai fermentasi

-- Seo & Lee 2004

B. subtilis IMR-NK1 Natto Kedelai fermentasi

-- Chang et al.

2000

Bacillus sp. KDO-13 Soybean paste, Korea Pasta kedelai -- Lee et al. 2001 Bacillus sp. Kimchi, Korea Sayuran fermentasi -- Noh et al. 1999

B. licheniformis RO3 Oncom merah, Indonesia Fermentasi ampas tahu -- Penelitian ini B. pumilus 2.g Tempe gembus, Indonesia Fermentasi ampas tahu -- Penelitian ini

Nilai gizi dan manfaat lain bagi kesehatan dari oncom merah dan tempe tempe gembus telah banyak dilaporkan (Depkes 1993; Sulchan & Endang 2007). Tempe gembus dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL (low density lipoprotein), dan menaikkan rasio HDL/LDL (Sulchan & Rukmi 2007). Namun penelitian mengenai mikroba apa saja yang terlibat dalam proses fermentasi oncom merah dan tempe gembus masih sangat terbatas.

Penelitian ini adalah yang pertama kalinya melaporkan mikroba penghasil protease fibrinolitik yang berhasil diisolasi dari oncom merah dan tempe gembus. Walaupun mikroba utama yang berperan dalam fermentasi ampas tahu pada pembuatan oncom merah dan tempe gembus adalah kapang, namun beberapa bakteri dapat tumbuh dan ikut berperan dalam fermentasi hingga dapat dihasilkan oncom merah dan tempe gembus yang layak untuk dikonsumsi.

Pemanfaatan Tepung Oncom Merah sebagai Media Produksi Protease Fibrinogenolitik Mikroba

Protease fibrinogenolitik maupun fibrinolitik yang diperoleh dari mikroba mempunyai kelebihan, yaitu dapat diproduksi dalam jumlah besar, produktifitasnya mudah ditingkatkan dan mutunya lebih seragam dan harganya lebih murah. Hal ini menyebabkan meluasnya penggunaan mikroba sebagai penghasil enzim.

Kacang-kacangan seperti kedelai dan hasil perikanan yang difermentasi ternyata memiliki aktivitas fibrinolitik yang kuat. Pangan fermentasi kedelai yang terkenal di Indonesia adalah tempe, oncom, dan tempe gembus. Berbeda dengan tempe, oncom dan tempe gembus merupakan pangan fermentasi ampas kedelai. Ampas kedelai atau lebih dikenal sebagai ampas tahu adalah limbah hasil pembuatan tahu.

Tabel 2 Komposisi gizi ampas tahu per 100 g bahan (Depkes RI 1993)

Energi dan zat gizi Kandungan

Energi (kkal) 414 Protein (g) 26,60 Lemak (g) 18,30 Karbohidrat (g) 41,30 Kalsium (mg) 19,0 Fosfor (mg) 29 Besi (mg) 4,00

Ampas tahu sebenarnya masih mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, tetapi kebanyakan sifat organoleptiknya kurang disukai. Ampas tahu dengan proses fermentasi (oncom merah) lebih disukai sebagai makanan daripada tanpa fermentasi. Ampas tahu merupakan produk olahan dari tahu yang kemungkinan sifat proteinnya hampir sama dengan tahu dan kedelai, walaupun telah mengalami banyak perubahan karena perlakuan tertentu selama proses pembuatan tahu, seperti pemanasan. Disebutkan dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan, kandungan zat gizi ampas tahu sebenarnya cukup tinggi yaitu mengandung 26,6% protein, 18,3% lemak, dan 41,3 % karbohidrat dalam 100 g. Kandungan zat gizi ampas tahu yang masih cukup tinggi dan terdapat dalam jumlah yang banyak memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba penghasil enzim untuk kesehatan. Ampas tahu juga masih mengandung mineral walaupun dengan kadar yang cukup rendah (Tabel 2).

Tingginya biaya produksi enzim merupakan salah satu hambatan suksesnya aplikasi protease di industri. Pemilihan media produksi merupakan faktor kritis untuk fermentasi enzim fibrinolitik. Mikroba penghasil enzim fibrinolitik

58

memiliki karakteristik fisiologis yang beragam sehingga perlu dilakukan optimasi komponen nutrisi dan kondisi lingkungan untuk pertumbuhannya dan untuk produksi enzim fibrinolitik.

Isolat yang dipilih untuk dilakukan optimasi pertumbuhan dengan media tepung oncom merah adalah isolat yang didapat dari oncom merah segar, yaitu B. licheniformis RO3. Pemilihan ini didasarkan pada aktivitas fibrinolitik dari B. licheniformis RO3 yang lebih rendah dari B. pumilus 2.g, isolat dari tempe gembus. Dengan optimasi media pertumbuhan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas enzim yang dihasilkan. B. licheniformis RO3 telah dicoba ditumbuhkan pada 3 media yang berbeda, yaitu Luria-bertani broth (LB), ½ LB + susu skim 1% (b/v) (LBS), dan ½ LB + tepung oncom merah 1% (b/v) (LBO). Di dalam media LB, B. licheniformis RO3 dapat memproduksi protease dengan aktivitas tertinggi 0,024 U/ml atau 0,157 U/mg setelah 36 jam fermentasi. Pada media LBS, aktivitas tertinggi yaitu 0,022 U/ml atau 0,152 U/mg setelah 48 jam fermentasi. Hasil terbaik ditunjukkan saat B. licheniformis RO3 ditumbuhkan pada media LBO media dengan aktivitas tertinggi 0,051 U/ml atau 0.283 U/mg setelah 48 jam fermentasi.

B. licheniformis RO3 yang berhasil diisolasi dari oncom merah segar dapat ditumbuhkan pada media yang mengandung tepung oncom merah dan menghasilkan aktivitas protease fibrinogenolitik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan media komersil. Hasil ini disebabkan oleh adanya kemampuan adaptasi B. licheniformis RO3 pada media asilnya. Protease fibrinogenolitik yang dihasilkan dari B. licheniformis RO3 dengan media produksi LBO memiliki pH optimum 8 dan suhu optimum 60oC.

Beberapa pati dan dekstrin merupakan sumber karbon terbaik untuk Bacillus amyloliquefaciens DC-4 dalam menghasilkan enzim fibrinolitik karena memiliki aktivitas amilase tinggi (Peng & Zhang 2002). Agrebi et al. (2009) melaporkan bahwa Bacillus subtilis A26 mampu menghasilkan enzim fibrinolitik optimum pada media yang mengandung 40,0 g/L gandum, 3,53 g/L kasein pepton, 4,0 g/L CaCl2, 3,99 g/L NaCl, 0,01 g/L MgSO4, dan 0,01 g/L KH2PO4, pH 7,78. Optimasi

media mengakibatkan produksi fibrinolitik meningkat 4,2 kali lipat (269,36 U/mL) dibandingkan dengan yang diperoleh dengan media awal (63,45 U/mL).

Bacillus subtilis Natto B-12 menghasilkan aktivitas nattokinase, salah satu enzim fibrinolitik, tertinggi ketika maltosa digunakan dalam media produksi. Sebaliknya, produsi enzim sangat rendah ketika sukrosa digunakan sebagai sumber karbon. Konsentrasi tinggi sukrosa dapat menghambat bakteri memproduksi protease, sedangkan maltosa dapat menurunkan represi katabolit dan menginduksi produksi enzim. Karbamid dan amonium sulfat dapat menurunkan produksi nattokinase. Dedak gandum membantu meningkatkan rendemen enzim. Dedak tersusun dari pati (12-18%), protein (15-18%), serat makanan (35-50%), lemak (3-5%), dan abu (4-6%). Dampak positif dari dedak gandum disebabkan karena memperkaya aminofenol, vitamin, mineral, dan enzim. Komposisi media terbaik agar Bacillus subtilis Natto B-12 dapat menghasilkan nattokinase dengan aktivitas tinggi adalah maltosa 2%, dedak gandum 3%, NaCl 0,5%, KH2PO4 0,1%, K2HPO4 0,4%, dan MgSO4.7H2O 0,05%, pH 7,0 (Wang et al. 2009).

Tepung oncom merah mengandung protein 23,2 %, lemak 3,5 %, karbohidrat 62,3 %, dan abu 4,95 %. Penambahan tepung oncom merah pada

media produksi dapat meningkatkan aktivitas protease fibrinolitik kemungkinan disebabkan karena kandungan protein, serat, maupun komponen vitamin dan mineralnya. Komponen serat diperkirakan sebagai penyumbang terbesar kandungan karbohidrat yang terukur tinggi pada tepung oncom merah. Kandungan protein yang tinggi pada tepung oncom merah dapat digunakan sebagai substrat bagi mikroba B. licheniformis RO3 dalam menghasilkan protease fibrinogenolitik.

Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Fibrinolitik

Pemurnian dan karakteristik enzim fibrinolitik mikroba pangan yang sudah terbukti aman dan efektivitasnya sebagai agen trombolitik perlu lebih banyak diteliti. Karakteristik enzim fibrinolitik mikroba dari pangan fermentasi asal Indonesia sangat diperlukan dalam pengembangan selanjutnya sebagai obat trombolitik yang aman ataupun aplikasinya sebagai pangan fungsional.

Isolat yang dipilih adalah B. pumilus 2.g. Pengaruh empat media yang berbeda terhadap kurva pertumbuhan dan aktivitas fibrinolitik B. pumilus 2.g dilakukan untuk mengetahui media komersil terbaik bagi B. pumilus 2.g dalam menghasilkan enzim fibrinolitik. Aktivitas fibrinolitik tertinggi (187 U/mg protein) teramati pada fase stasioner di dalam media NB, yaitu pada jam ke-72 dan stabil hingga jam ke-96. Aktivitas fibrinolitik dalam media LB, BHI, dan TSB jauh lebih rendah, yaitu 29 U/mg protein pada LB (96 jam), 11 U/mg protein pada BHI (96 jam), dan 74 U/mg protein pada TSB (96 jam). Penelitian lain melaporkan bahwa media TSB adalah media terbaik untuk pertumbuhan B. amyloliquefaciens CH51 dalam menghasilkan enzim fibrinolitik setelah 50 jam inkubasi dan NB adalah media terbaik kedua (Kim et al. 2009). Sedangkan LB adalah media terbaik bagi B. licheniformis CH3-17 (Jo et al. 2011b). Hasil ini menjelaskan bahwa media terbaik bagi pertumbuhan mikroba penghasil enzim fibrinolitik sangat bervariasi tergantung pada organismenya. Lingkungan pertumbuhan sangat mempengaruhi aktivitas fibrinolitik yang dihasilkan.

Bacillus pumilus 2.g menghasilkan beberapa fraksi protease yang memiliki aktivitas fibrinolitik kuat. Enzim fibrinolitik dengan berat molekul 20 kDa telah dimurnikan dari 3 L supernatan kultur B. pumilus 2.g dengan tahapan pengendapan amonium sulfat 80%, kromatografi penukar ion menggunakan matriks CM-Sephadex C-50, dan kromatografi hidrofobik menggunakan matriks

Phenyl Sepharose 6-FF. Tahapan pemurnian menggunakan Phenyl-Sepharose column chromatography, memberikan tingkat kemurnian hingga 16 kali dengan

yield sebesar 25%.

Beberapa kajian tentang pemurnian enzim fibrinolitik telah banyak dilakukan. Enzim fibrinolitik dari B. licheniformis KJ-31 berhasil dimurnikan dengan tahapan pengendapan amonium sulfat 75%, kromatografi penukar ion menggunakan matriks DEAE-Sepharose FF, dan filtrasi gel menggunakan

Sepharyl S-200 menghasilkan peningkatan aktivitas spesifik hingga 19 kali dengan yield 0,2% (Hwang et al. 2007). Penelitian lain yaitu enzim fibrinolitik dari B. amyloliquefaciens CH51 berhasil dimurnikan dengan tahapan pengendapan amonium sulfat 80%, kromatografi penukar ion menggunakan matriks CM-Sephadex C-50, dan kromatografi hidrofobik menggunakan matriks

60

Tabel 3 Karakteristik berbagai enzim fibrinolitik mikroba

Enzim BM, pI, pH dan suhu optimum Stabilitas pH dan suhu Keterangan Referensi Nattokinase 27,7 kDa, pI 8,6 Stabil pada pH 7-12 dan di bawah 50oC Protease serin kelompok subtilisin Fujita et al. 1993; Sumi et al. 1987 Subtilisin DFE 28 kDa, pI 8,0, pH 10, 48oC Stabil pada pH 6-10 dan di bawah 50oC selama 60 menit Protease serin kelompok subtilisin Peng et al. 2003 CK 28,2 kDa, pH 10, 70oC Stabil pada pH 7-10,5 dan di bawah 50oC selama 60 menit Protease serin alkali termofilik Kim et al. 1996 Subtilisin DJ- 4 29 kDa, pH 10, 40oC Stabil pada pH 4-11 pada suhu ruang selama 48 jam Protease serin serupa plasmin Kim & Choi 2000 Subtilisin QK-2 28 kDa, pH 8,5, 55oC Stabil pada pH 3-12, 40oC selama 30 menit Protease serin kelompok subtilisin Ko et al. 2004 Enzim Jeot- gal 41 kDa, pH 7,0, 40oC Stabil hingga 70oC, pH 7-9 Metaloprotease, Zn2+ pada sisi aktif Kim et al.

Dokumen terkait