• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyayatan Pewarnaan (PAS)

PEMBAHASAN UMUM

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Sulawesi yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.1068/Kpts-11/1992 tanggal 18 novemver 1992 dengan luas kawasan 287.115 ha. Secara geografis terletak antara 0025’ – 0044’ LU dan 16024’ – 16040’ BT sedangkan secara administrative pemerintahan terletak di dua wilayah yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow (Provinsi Sulawesi utara) dan Provinsi Gorontalo.

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, fungsi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan alam dan satwa liar, serta fungsi pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan TNBNW merupakan habitat dari 127 jenis mamalia sulawesi, 79 (62%) di antaranya merupakan jenis endemik, juga terdapat 235 jenis burung darat, 84 jenis (36%) di antaranya unik; dan dari 104 jenis reptilia, 29 (28%) di antaranya endemik Sulawesi; 17 dari 38 (45%) jenis tikus asli; 20 dari 24 (83%) jenis kelelawar buah. Inilah yang membuat kawasan ini merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di dunia secara umum dan khusus Sulawesi bagi keanekaragaman biologi atau keanekaragaman hayati (Lee R.J. et al. 2001 ).

Komposisi jenis floristik pada setiap lokasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone cukup bervariasi. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, tercatat sebanyak 301 jenis flora yang tergolong kedalam 114 marga dan 45 suku. Kekayaan jenis flora pada masing-masing tingkatan bervariasi pula. Tingkat semai dan tumbuhan bawah, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Torout. Tingkat sapihan, kekayaan jenis tertinggi adalah Di hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Doloduo. Sedangkan untuk tingkat tiang, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Doloduo dan terendah adalah hutan G.Kabila. Tingkat pohon, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Doloduo.

Hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya terjadi peningkatan jumlah jenis yang sangat signifikan. Menurut Whitmore (1989), keberadaan TNBNW memiliki arti yang sangat penting bagi dunia secara umum dan Indonesia secara khusus karena TNBNW merupakan kawasan konservasi keanekaragaman hayati terpenting di Sulawesi karena memiliki

keanearagaman hayati yang unik, endemik dan khas sebagai perwakilan “Wallaceae Area”.

Hal ini menunjukkan bahwa TNBNW mempunyai sumberdaya hayati tumbuhan yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Kawasan TNBNW perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan keberadaannya sebagai kawasan lindung mengingat kawasan TNBNW tidak saja mempunyai arti penting bagi konservasi keanekaragaman hayati dalam melestarikan spesies langka dan endemik akan tetapi juga berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pada umumnya jenis-jenis pohon endemik Sulawesi merupakan salah satu komponen mata rantai ekosistem karena merupakan habitat dan sumber makanan pokok bagi satwa yang juga khas/endemik Sulawesi seperti Macaca nigra (yaki/monyet), anoa (Anoa quarlesi), kus-kus, tarsius (tarsius spectrum) dan aneka jenis burung. Selain itu juga jenis-jenis pohon endemik Sulawesi (beberapa jenis kayu seperi kayu hitam/eboni (Diospyros celebica), kayu besi (Intisia bijuga), kayu linggua, meranti ,dan cempaka (Emmerillia ovalis), Knema celebica, Ficus minahassae (lengkusei), Cinnamomum celebicum; hasil non kayu seperti rotan, dammar (Agathis celebica), berbagai jenis bambu, anggrek khas seperti Vanda celebica, Cymbidium finlaysonianum, Grammatophyllum speciosum, Dendrobium indivisum, Phalaenopsis amabilis, Dendrobium macrophyllum. Dendrobium macrophyllum merupakan salah satu anggrek langka yang dilindungi undang-undang. Jenis palem endemik seperti Areca vestiaria, Pigafeta elata/wanga, Livistonya rotundifoli/woka, Pinanga caesia/palem hitam, Arenga pinnata/aren, memiliki mutu yang tinggi sehingga bernilai ekonomi yang tinggi pula baik di pasar lokal maupun internasional (Yuzami & Hidayat, 2002; Mogea, 2002).

Melihat kekayaan dan potensi yang tersimpan di dalam kawasan TNBNW, sudah seharusnya dilakukan upaya bioprospeksi. Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian, pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab mengeksploitasi habis

kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan dianalisa.

Berdasarkan hasil pengamatan pada ke lima lokasi penelitian, analisis terhadap jumlah jenis yang ada dalam berbagai tingkat flora, terlihat bahwa secara umum jumlah jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah di kelima wilayah mempunyai jumlah jenis yang paling tinggi, selanjutnya jumlah jenis tersebut berkurang untuk tingkat sapihan, tiang dan tingkat pohon. Hal ini menunjukkan pola umum vegetasi hutan tropik yang senantiasa mengalami proses dinamika. Hal ini memunjukkan bahwa flora TNBNW masih mencerminkan struktur hutan tropik yang ditandai oleh tidak pernah dijumpai jenis tunggal dengan frekwensi tinggi dan merajai dalam suatu wilayah hutan seperti yang diungkapkan (Kartawinata et al., 1983; Ogawa et al., 1965; Yamada, 1975).

Persebaran kelas frekwensi jenis flora masing-masing tingkatan pada setiap lokasi terlihat sebading. Seluruh wilayah memiliki heterogenitas yang tinggi, hal ini terlihat dari data secara keseluruhan sebagian besar jenis flora memiliki jenis flora dengan frekwensi < 5 %, namun terdapat 3tiga jenis yaitu Eboni / Diospyros celebica, Maumar / Nauclea celebica,dan Maranthes corymbosa yang mempunyai frekwensi relatif < 10 %.

Hasil analisis terhadap Indeks Nilai Penting (INP) flora yang ada, terlihat bahwa regenerasi flora di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone cukup baik, hal ini diketahui dari dominasi jenis-jenis yang ada. Lokasi Doloduo, Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Diospyros celebica, yang diikuti jenis kayu raja (Cassia fistula); cempaka (Emerrellia ovalis);Sangkongan (Ochrosia acuminata); tanjung (Mimusops sp); Kapuraca (Callophyllum inophyllum) ; Nantu (Cynometra ramiflora. Jenis Nauclea celebica/maumar merupakan jenis yang mendominansi lokasi hutan Torout, diikuti jenis Ficus benjamina/beringin, Cedrela celebica/dolipoga, Octomeles sumatrana/binuang, Celtis philippensis, Diospyros ebenum/buniok. Lokasi hutan Tumokang didominasi oleh jenis sumeding/ Pangium edule, diikuti jenis Nephellium lapaceum/bolangat; Baccaurea javanica;

Macaranga sp., Caryota sp. Nilai INP tertinggi di hutan Matayangan ditemukan pada jenis pala hutan Knema celebica, diikuti jenis Canarium hirtusum / papako; C. balsamiferum/, Celtis phillipinensis, Palaquium obtusifolium/Nantu;

Dyospyros hiernii /kayu eboni hitam. Nilai INP tertinggi lokasi G.Kabila, ditemukan pada jenis Dracontomelon dao/Rao, diikuti jenis kayu batu (Maranthes

corymbosa);kayu nantu Palaquium obtusifolium, jenis cempaka Elmerillia ovalis, Nauclea celebica/ maumar; Pomosion Polyalthia rumphii, Dyospyros hiernii/kayu eboni hitam, kayu wasian/Elmerillia celebica.

Pada masa yang akan datang, pada jangka pendek tidak terdapat kecenderungan akan terjadi perubahan dominansi dari jenis flora yang memiliki INP tertinggi pertama ke INP tertinggi kedua, tetapi pada jangka panjang terlihat adanya kecenderungan perubahan tersebut, meskipun demikian jenis-jenis yang dominan saat ini masih akan ditemukan. Disamping itu terdapat kemungkinan terjadi perubahan dominansi ketiga, keempat dan kelima.

Indeks keanekaragaman flora untuk masing-masing lokasi beragam. Gunung Kabila mempunyai indeks keanekaragaman tertinggi untuk flora tingkat semai dan flora tingkat sapihan. Sedangkan untuk Indeks keanekaragaman tertinggi flora tingkat tiang dan flora tingkat pohon terdapat pada lokasi hutan Tumokang. Keanekaragaman yang tinggi tersebut tercermin dari kelimpahan dan persebaran frekwensi masing-masing jenis yang umumnya relatif rendah (Dony dan Denhalm, 1985).

Berdasarkan data analisis vegetasi, dilakukan inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat di sekitar TNBNW. Hasil inventarisasi tumbuhan obat di kawasan TNBNW, tercatat 121 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai ramuan obat. Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, data tumbuhan obat di kawasan TNBNW masih sangat sedikit. Hasil inventarisasi Pangemanan (1992), terdapat 169 jenis tumbuhan obat, tetapi hanya 20 % (34 jenis) berasal dari kawasan TNBNW. Sedangkan Zuhud (1994) mencatatat terdapat 99 jenis tumbuhan obat, tapi hanya 11 jenis yang berasal dari hutan TNBNW. Nasution (1995) mencatat 51 jenis tumbuhan obat di kawasan sebelah Timur TNBNW. Laporan terakhir pada tahun 2004 Simbala dan kawan-kawan mencatat 65 jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow. Ditinjau dari segi kwantitas atau tingkat keanekaragaman tidak jauh berbeda. Tetapi jika dilihat dari kajian kwalitas pemanfaatan tumbuhan terlihat bahwa kajian yang dilakukan umumnya masih terbatas pada kajian empirik sedangkan aspek ekologi, etnobotani, dan fitokimia jenis tumbuhan masih sangat terbatas bahkan belum ada yang mengkaji dari sudut pandang (ekologi, etnobotani, dan fitokimia) secara bersamaan.

Studi etnobotani sangat diperlukan untuk mengungkap sistim pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional. Pengungkapan sistim pengetahuan ini sangat mendesak untuk dilaksanakan karena masih banyak pemanfaatan tumbuhan oleh berbagai suku di kawasan ini namun belum didata. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aspek ekologi dan etnobotani secara bersamaan sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang keanekaragaman tumbuhan obat di sekitar TNBNW sebagai acuan untuk konservasi dan pengembangan ilmu serta untuk penelitian lebih lanjut.

Kehidupan masyarakat di kawasan TNBNW masih sangat tergantung dari sumberdaya alam yang tersedia disekitarnya. Seperti halnya masyarakat pedalaman lainnya di Indonesia, masyarakat di sekitar kawasan TNBNW juga memiliki sistim pengetahuan tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan dan lingkungan di sekitarnya. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNBNW, tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan obat baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Atau dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

Persepsi masyarakat tentang sakit adalah apabila anggota tubuhnya mengalami gangguan yang dapat mempengaruhi aktifitasnya. Berdasarkan pada penyebabnya, mereka mengelompokkan sebagai berkut :

a. Sakit akibat adanya gangguan yang berasal dari alam lingkungannya (misalnya pohon, batu, air, hutan, dan angin).

b. Sakit yang disebabkan karena “kirman orang/guna-guna”

c. Penyakit umum yaitu sakit yang dapat disembuhkan dengan mengkonsumsi bahan tradisional atau pergi berobat ke Puskesmas. Dalam hal ini ramuan obat merupakan langkah awal dalam pengobatan. Masing-masing kelompok penyakit tersebut memiliki cara penyembuhannya sesuai penyebabnya. Penyembuhan penyakit yang disebabkan karena gangguan dari alam atau guna-guna, maka penyembuhannya harus meminta bantuan kepada ahli pengobat tradisional yang biasa dikenal dengan istilah “dukun”. Kesembuhan penderita sangat tergantung dari keahlian dan kekuatan ahli pengobat tradisional tersebut.

Tidak semua masyarakat lokal memiliki tingkat pengetahuan yang sama tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Hal tersebut sangat berkaitan dengan ilmu dan pengetahuan seseorang. Umumnya pengetahuan dan kepercayaan tentang kegunaan/khasiat suatu jenis tumbuhan tidak hanya diperoleh dari pengalamannya, tetapi keampuhan seringkali dikaitkan dengan nilai-nilai magis.

Dukun tidak sembarangan mengajarkan atau menurunkan pengetahuan, seni dan ketrampilannya kepada orang lain kecuali kepada keluarganya, dan itupun ada persyaratan tertentu, bahkan ada yang hanya lewat mimpi sang dukun. Seperti halnya yang ada di Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow ini ada beberapa dukun yang memperoleh cara pengobatan tradisional ini dari mimpi mereka, dan sampai sekarang sudah banyak masyarakat yang mdengandalkan jasa Dukun tersebut dan ternyata sembuh padahal banyak di antara penderita yang sudah berobat ke Dokter tapi tidak sembuh. Lain halnya dengan dukun yang ada di Kecamatan Modayag yaitu daerah yang berada di kawasan antara Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Gunung Ambang, pengetahuan obat tradisional diwariskan secara turun temurun dari orang tua kepada anak atau cucunya akan tetapi juga harus melalui beberapa persyaratan tertentu dimana anak yang diwariskan harus mendampingi sang ayah selama pengobatan penderita dan saat mencari dan mengumpulkan ramuan obat tersebut dari kebun terdekat atau bahkan dari dalam hutan yang jaraknya jauh dari tempat pemukiman penduduk. Dalam mengobati penderita/pasien,ada beberapa persyaratan yang tidak boleh dilanggar oleh sang Dukun seperti tidak boleh menerima pemberian uang atau barang dari penderita. Hal ini jika dilanggar maka akan mengurangi khasiat dari ramuan yang dibuat oleh sang Dukun sehingga penyakit tidak sembuh.

Berdasarkan hasil pengamatan, masyarakat setempat memandang alam sebagai suatu sistem yang teratur, seimbang dan harmonis. Timbulnya penyakit disebabkan adanya pengaruh faktor fisik (makanan, cuaca, racun,kuman dan lain sebagainya) dan faktor non fisik yaitu yang berhubungan dengan alam supranatural (kekuatan gaib dan sejenisnya). Oleh sebab itu dalam pengobatan suatu penyakit, selain memanfaatkan tumbuhan obat, juga mengandalkan kemampuan para dukun yang menggunakan mantra, jimat atau kepercayaan pada benda-benda yang dianggap keramat. Selain itu juga masih banyak aturan- aturan yang harus dipatuhi atau berbagai pantanggan yang tidak boleh dilanggar. Pandangan masyarakat mengenai sakit dan sehat sangat berkaitan

erat dengan kepercayaan yang dianutnya. Mereka menganggap bahwa seorang yang menderita sakit, disebabkan oleh seseorang dan datangnya gaib. Pandangan ini menyebabkan reaksi terhadap setiap penyakit seringkali bukan berusaha mencari obatnya tetapi terlebih dahulu mencari penyebab atau latar belakang penyakit tersebut. Dalam hal ini pemikiran masyarakat tersebut nampak rasional, karena adanya asumsi bahwa penyakit itu pasti ada penyebabnya. Bagi masyarakat modern yang berpikir positif, memberikan pola pikir yang berlainan bahwa penyakit itu disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk dalam tubuh orang yang bersangkutan. Jika dilihat dari pola pikir masyarakat, terlihat bahwa ada persamaan yaitu bahwa sesuatu yang terjadi pasti ada penyebabnya. Perbedaannya adalah bahwa pola pikir mereka masih sangat erat kaitannya dengan alam gaib. Sedangkan pola pikir positif yang didasarkan pada penalaran, orang akan berusaha mencari realitas dari suatu masalah atau peristiwa. Apabila penyebab masalah penyakitnya telah ditemukan maka langkah berikut yang dilakukan adalah menghubungi orang yang menyebabkan sakit guna memohon maaf. Biasanya kepada penderita akan diberikan air untuk diminum agar penyakitnya sembuh.

Persepsi masyarakat tentang kondisi sehat adalah apabila dalam aktivitasnya, tubuh tidak mengalami gangguan dan hambatan untuk bekerja. Sehat menurut mereka adalah keadaan dimana hubungan antara masyarakat dengan linkungannya berjalan harmonis atau lancar dan tidak mengalami gangguan. Oleh sebab itu berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, pelaksanaan upacara adat, dianggap sebagai upaya menjaga hubungan dengan alam tetap serasi.

Meskipun dunia pengobatan modern makin bertambah pesat, bahkan telah mempengaruhi pola hidup masyarakat di pedalaman, bukan berarti pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan sebabagai ramuan obat telah menghilang. Masyarakat setempat masih memanfaatkan keanekaragaman jenis tumbuhan sebagai bahan obat.

Pengetahuan tradisional masyarakat ini merupakan aset bangsa dalam pengelolaan adatif pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan obat untuk pengembangan obat asli Indonesia di masing-masing wilayah, sesuai dengan karakteristik sumberdaya tumbuhan obat dan masyarakat di masing-masing wilayah Indonesia. Potensi ini merupakan aset nasional yang bernilai sangat

strategis dan sangat tinggi untuk mengembangkan manfaat baru dari berbagai hasil tumbuhan untuk kepentingan manusia di dunia obat-obatan.

Menurut Ervizal (1994) masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih banyak yang menggunakan obat tradisional yang bersumber dari alam dan sebagaian dari tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan obat potensial. Selanjutnya Franswort dan Soejarto (1993) mengemukakan bahwa 74 % dari 121 bahan senyawa aktif yang telah menjadi obat-obat modern yang penting di USA seperti digitoxin, reserpin, tubocurarine dan ephedrin berasal dari pengetahuan obat tradisional dari kawasan hutan tropika. Tetapi ironisnya sampai saat ini tidak satupun masyarakat tradisional di kawasan hutan tropika memperoleh imbalan dari hasil pengembangan dan komersialisasi pengetahuan obat tradisional mereka.

Para cendekiawan Indonesia masih menganggap sepele akan kehebatan obat-obatan yang berasal dari tanaman Indonesia, belum ada Fakultas Kedokteran yang khusus mengajarkan tanaman obat-obatan; di Indonesia tanaman yang dikenal sebagai tanaman obat baru 500 spesies, sedangkan di Cina 11.146 spesies tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Di Cina ada 140.396 orang sarjana yang ahli tanaman obat dan 30 buah rumah sakit sudah menggunakan obat-obat tradisional sebagai obat. Sedangkan di Indonesia sarjana Kedokteran yang ahli akan tanaman obat masih relative sedikit, demikian pula belum ada rumah sakit terkenal yang menggunakan obat tradisional sebagai obat andalan. Sedangkan di Cina, obat-obatan tradisional sudah dimasukkan sebagai kurkulum di 30 perguruan tinggi Kedokteran. Penduduk juga menggunakan obat tradisional sebagai pencegahan penyakit. Ada perbedaan penerapan khasiat tumbuhan obat antara Traditional Chinese Medicine (TCM) dengan modern Chinese medicine, penerapan penggunaan herbal menurut kedokteran konvensional. Pada kedokteran konvensional, tumbuhan obat semata-mata dipandang dari khasiatnya seperti analgetik, antipiretik anti radang, anti neoplasma, hemostatik diuretic, imuno stimulator, peluruh kentut(karminatif), peluruh dahak, peluruh haid, peluruh keringat (diaforetik), dan sebagainya. Sedangkan pada konsep pengobatan tradisional cina (TCM) penggunaan Chinese herbal untuk pengobatan didasari oleh sifat dan kemampuan tanaman obat. Tanaman obat itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan energi (sifat), rasa, gerakan, dan rute meridian (Soemitro, 2003).

Berdasarkan hasil deskripsi 121 jenis jenis tumbuhan obat yang ditemukan di kawasan TNBNW, dilakukan penentuan jenis tumbuhan obat yang paling berpotensi untuk penelitian lebih lanjut karena tidak semua tumbuhan yang ditemukan di lanjutkan sampai pada uji fitokimia, hal ini berkaitan erat dengan waktu dan dana yang tersedia. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, dari 121 jenis tumbuhan obat yang di temukan, dilakukan penentuan jenis tumbuhan berpotensi yang diperoleh dengan cara memilih 10 jenis tumbuhan obat berdasarkan beberapa kriteria berikut : (1) nilai budaya (ICS), (2) nilai penting (INP), (3) nilai ekologi, (4) nilai ekonomi, (5) pemasaran, (6) nilai tambah, (7) syarat tumbuh, (8) budidaya, (9) pengembangan. Selanjutnya dengan metode perbandingan eksponensial ditentukan satu jenis tumbuhan yang paling berpotensi. Sepuluh jenis tumbuhan obat yang dimaksud adalah

Diospyros celebica /eboni/k.hitam, Knema celebica/pala hutan, Areca vestiaria/pinang yaki, Calamus sp. /rotan, Arenga pinnata /seho, Mangostana indica/manggis hutan, Ficus minahassae/dumpagon, Aglaia minahassae/pisek,

Pandanus sp. /pondang, Remusativa vivipara/Talas

Jenis-jenis tumbuhan tersebut merupakan jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan taman nasional untuk kebutuhan sebagai obat tradisional. Keberadaan atau ketersediaan jenis-jenis tumbuhan tersebut di atas untuk sementara masih cukup melimpah terutama di kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone. Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, jenis Pinang Yaki (Areca vestiaria) dan Pala hutan (Knema celebica),

Nauclea celebica, merupakan jenis tumbuhan endemik Sulawesi ( Lee et al, 2001; Whitmore, 1989; Yuzammi dan Hidayat, 2002; Mogea, 2002 ).

Pada umumnya jenis-jenis pohon yang endemik Sulawesi merupakan salah satu komponen mata rantai ekosistem karena merupakan habitat dan sumber makanan pokok bagi satwa yang juga khas/endemik. Diospyros celebica

/ eboni merupakan jenis tumbuhan yang banyak dicari orang secara legal maupun illegal. Jenis kayu yang sudah terkenal di dalam dunia perdagangan kayu internasional karena berkualitas tinggi untuk indusri rumah, kerajinan tangan termasuk kerajinan patung Bali menggunakan bahan kayu hitam ini (Yuzammi, 2002). Diospyros celebica merupakan suku Ebenaceae, status langka karena sering diburu untuk kayunya. Ficus minahasae merupakan maskot flora Sulawesi utara, di kawasan TNBNW merupakan habitat kuskus, buahnya merupakan makanan satwa hutan. Sedangkan Areca vestiaria / pinang

yaki merupakan habitat monyet hitam yang juga merupakan salah satu satwa endemik Sulawesi. Buah pinang yaki merupakan makanan bagi monyet hitam dan satwa hutan lainnya.

Hasil perhitungan Metode Perbandingan Eksponesial (MPE) terhadap kesepuluh tumbuhan berdasarkan kriteria tingkat nilai penting jenis (INP), nilai pemanfaatan jenis tumbuhan (ICS), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran, dampak nilai tambah jenis kepada masyarakat, syarat tumbuh yang sesuai, ketersediaan teknologi budidaya yang memadai, dan potensi pengembangan jenis. Jenis tumbuhan yang mencapai jumlah tertinggi adalah . Areca vestiaria

(pinang yaki), diikuti Knema celebica /pala hutan, Diospyros celebica / eboni,

Calamus sp./rotan, Remusativa vivipara/talas, Pandanus sarasinorum/pondang,

Mangostana indica/manggis hutan, .Aglaia minahassae/pisek, Ficus minahassae/dumpagon. Dengan demikian maka jenis tumbuhan obat paling berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Areca vestiaria (pinang yaki).

Pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) merupakan tumbuhan yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Untuk itu pengkajian terhadap aspek ekologi, fenologi, dan pemanfaatan tumbuhan pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) perlu dilakukan. Penelitian ini akan membawa terobosan baru dalam penemuan senyawa-senyawa bioaktif unggulan khas tropis, khususnya Daerah Sulawesi Utara yang merupakan kawasan peralihan antara Zona Malaysia dan Australia yang dikenal dengan "Wallaceae Area" yang memiliki beranekaragam karakteristik dan keunikan jenis tumbuhan.

Sesungguhnya setiap tumbuhan mengandung zat aktif yang biasa digunakan untuk pengobatan. Didalam satu tanaman terdapat fitokimia (kandungan kimia organik dari tumbuhan) yang kadang kala berkhasiat obat, fitohormon (nutrisi, hormone estrogen, vitamin, dan mineral).

Penapisan senyawa bioaktif dari jaringan tumbuhan memerlukan metode yang tepat, sederhana dan cepat. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Hasil uji toksisitas

terhadap larva udang A.salina Leach diperoleh nilai 334.988 ppm. Nilai LC50 di bawah 1000 ppm, ini menunjukkan bahwa biji pinang yaki memiliki potensi bioaktif. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara farmakologis toksik terhadap hewan uji. Menurut Meyer et al. 1982, Solis et al. 1983 penelitian National Centre Institut (NCl) Amerika Serikat, suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman

Dokumen terkait