Keberadaan tanaman penaung pada buddaya kopi memberikan keuntungan dalam hal suplai bahan baku bahan organic dalam bentuk seresah. Proses dekomposisi seresah dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban lingkungan.
Temperatur mempengaruhi kecepatan dekomposisi bahan organik terutama kaitannya dengan jenis mikroba dekomposer dominan (Hanafiah, 2005). Pada umumnya kecepatan dekomposisi akan meningkat seiring dengan bertambahnya temperatur hingga mencapai temperatur maksimal 30 - 35oC (Parr, 1978).
Kelembaban ideal untuk proses dekomposisi tergantung bahanyang akan mengalami dekomposisi, kertas membutuhkan kelembaban 70% sedangkan bahan berserat seperti jerami membutuhkan kelembaban 85 - 90% (Chen,etal., 2000).
Gambar 4-6 menunjukkan kondisi iklim yaitu kelembaban (%), suhu udara (oC) dan curah hujan (mm) di lokasi penelitian. Lingkungan di pertanaman kopi memiliki suhu udara 18.6 – 20.1 oC, dimana suhu udara tertinggi pada bulan Mei, dan terendah pada bulan Desember. Demikian juga dengan kondisi kelembaban udara tertinggi pada bulan Nopember, dan terendah pada bulan Juli. Kondisi iklim ini menunjukkan bahwa lingkungan tumbuh tanamankopi memiliki kondisi lingkungan yang menyebabkan proses dekomposisi bahan organik tidak berlangsung intensif. Hal ini dapat dilihat dari kadar C dan N tanah di beberapa ketinggian yang bernilai tinggi.
Untuk memperoleh mutu hasil yang tinggi, buah kopi yang dipetik sesudah masak yakni waktu kulit buah berwarna merah. Untuk kopi arabikawaktu yang
96 diperlukan dari terbentuknya kuncup bunga hingga siap dipanen yaitu 6 – 8 bulan. Panen dilakukan pada kisaran bulan Juni, maka saat pembungaan adalah sekitar bulan November-Desember dimana jumlah hari hujan cukup tinggi (gambar 4) sehingga mempengaruhi pembentukan bunga yang dihasilkan. Bunga yang dihasilkan tetap ada pada tangkai buah walau pada waktu pembesaran buah, kecuali pada ketinggian > 1500 mdpl tidak terdapat bunga baru pada tangkai buah. Hal ini terjadi karena sinar matahari yang terus merangsang pembungaan.
Menurut Camagro (2010), Produktivitas biji kopi Arabika sangat dipengaruhi oleh variabilitas iklim, dan karenanya sangat dipengaruhi oleh osilasi iklim secara alami. Osilasi erat kaitannya dengan penyinaran dan suhu udara. Menurut Taketay (1999), kisaran suhu tahunan rata-rata optimal yang dinyatakan untuk Kopi Arabika adalah 18–21oC, atau hingga 24oC. Walaupun pada suhu di atas 23oC, perkembangan dan pematangan buah mengalami percepatan, seringkali menyebabkan menurunnya kualitas kopi. Penurunan produksi akibat fluktuasi penyinaran dan suhu telah dilaporkan oleh Davis et.al (2012), dimana penurunan produksi yang disebabkan kondisi bioklimatik lingkungan tumbuh kopi Arabika dapat menyebabkan penurunan produksi yang paling dapat ditoleransi sebesar 38%, dan terburuk bahkan mencapai 100%.
Beban buah yang lebih tinggi mengurangi ukuran biji karena persaingan antara karbohidrat selama waktu buah mengisi. hasil ini dapat diimbangi dengan pengelolaan pertanian seperti pemupukan, pemangkasan pohon untuk membantu petani meningkatkan keberlanjutan perkebunan kopi, menghasilkan biji kopi
ukuran yang lebih besar dan lebih tinggi kualitas dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan mereka(Vaast et.al, 2006).
Ketinggian tempat berkorelasi dengan suhu, curah hujan dan sinar matahari.
Sehubungan dengan kondisi ini semakin tinggi tempat pembudidayaan, maka suhu semakin rendah dengan intensitas sinar matahari yang tinggi. Cita rasa kopi Arabika semakin baik dengan semakin tingginya tempat. Kondisi ini berkaitan dengan keberadaan suhu dalam masa pembungaan, pengisian buah, dan pematangan buah. Hal ini yang diperkirakan berpengaruh terhadap cita rasa kopi Arabika. Semakin tinggi tempat juga terlihat semakin baik mutu fisik biji kopi yang ditunjukkan oleh rendahnya persentase biji hitam, terserang hama, dan cacat.
(Karim dan Hifnalisa, 2012)
Iklim juga berpengaruh besarterhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai muncul sejak cabang primer sebelum berbunga. Dan ini terus dirasakan pada saat pembukaan bunga hingga jalannya penyerbukan, pertumbuhan buah muda untuk tumbuh buah tua dan matang, pada tanaman kopi.
Menjelang musim kemarau umumnya cuaca mulai membersihkan, udara tidak pernah menjadi berawan. Karena hujan sudah mulai berkurang, itu berarti bahwaradiasi matahari akan lebih, maka suhu juga akan meningkat.
Cabang primer (plagiotrop) bunga tumbuh mulai mempersiapkan pertumbuhan.
Pada ketinggian 1400-1500 mdpl terlihat pertumbuhan cabang yang lebih baik demikian juga jumlah cabang perpohon. Oleh karena itu, semakin banyak radiasi, maka persiapan pembentukan bunga pada pohon kopi akan lebih cepat.
98 Sebaliknya, jika iradiasi berkurang, persiapan lambat dan jumlah bunga dalam penyusunan pohon kopi juga rendah.
Perbedaan dalam ketersediaan radiasi matahari dapat menyebabkan modifikasi dalam struktur dan fungsi daun tanaman kopi, seperti perubahan fisiologis (Baliza et al., 2012) dan morfologi (Martin et al, 2014). Penyesuaian tanaman dalam menghadapi perubahan intensitas cahaya dilakukan melalui efisiensi penyerapan foton, pengaturan reaksi fotosistem II (PS II) dan fotosistem I (PS I) serta fiksasi karbon (Neri et al, 2003). Diantara ketiga jenis reaksi yang terjadi di dalam kloroplas tersebut, efisiensi penyerapan foton dan pengaturan PS II dan PS I menjadi tahap penting karena penyerapan foton menjadi dasar terbentuknya ATP dan glukosa sebagai produk akhir fotosintesis. Peristiwa ini di pengaruhi juga oleh adanya perubahan morfologi daun, seperti penipisan dan pelebaran ukuran daun yang berpengaruh pada stomata konduktan (gs) (Martins et al, 2014). Penyesuaian serapan foton akan berakibat pada penyesuaian serapan cahaya yang dibutuhkan oleh daun, yaitu dengan menghasilkan lebih banyak thylakoids per granum dan lebih banyaknya grana per chloroplas. Menurut Taiz &
Zeiger (2010) factor yang dapat mempengaruhi laju fotosintesis adalah aktivitas Rubisco, regenerasi ribulose bisphosphate (RuBP) dan metabolisme gliseral dehide 3 fosfat (G3P). Aktivitas rubisco dan RuBP sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya sedangkan metabolisme G3P ditentukan oleh fiksasi CO2. Teori ini terbukti dengan peningkatan diameter kanopi kopi pada kondisi yang ternaungi (Tabel 8, 10 dan 13).
Namun demikian, beberapa temuan terdahulu berkaitan dengan pengaruh naungan pada tingkat fotosintesis tanaman kopi telah menunjukkan hasil yang bertentangan. Peningkatan asimilasi bersih CO2 diamati pada daun tanaman kopi di bawah radiasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan daun yang menerima radiasi lebih rendah (Friend, 1984; Fahl et al., 1994; Morais et al., 2004;
Nascimento et al., 2006; Araújo et al., 2008; Gomes et al., 2008; Chaves et al., 2008, Bote at al., 2018). Sebaliknya, penulis lain menemukan bahwa tanaman kopi di bawah naungan menghasilkan tingkat fotosintesis yang lebih tinggi, dimana laju fotosintesis tanaman teduh hampir dua kali lipat dari tanaman di bawah sinar matahari penuh (Kumar & Tieszen, 1980; Freitas et al., 2003).
Karena stomata sangat responsif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laju transpirasi, pergerakannya juga dapat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan uap daun-ke-udara (Kim et al., 2004). Namun, di bawah naungan, penurunan suhu udara dan intensitas cahaya meningkatkan persentase kelembaban relatif di udara di sekitar tanaman kopi dan selanjutnya mengurangi defisit tekanan uap antara bagian dalam daun dan atmosfer. Penurunan defisit tekanan uap iniakan menurunkan laju transpirasi daun sehingga meningkatkan potensi air daun. Di bawah kondisi ini, aperture stomata akan meningkat, dan memberikan peluang lebih baik bagi CO2 untuk disebarkan ke dalam daun.
Beer,et al. (1998) mengemukakan bahwa manfaat yang akan diperoleh dengan penggunaan penaung pada tanaman kopi Arabika tergantung pada banyak faktor. Namun tiga faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah; (1) tujuan produksi, (2) ketersediaan input, dan (3) karakteristik lingkungan. Sejalan dengan
100 itu, Da Matta (2004) mengemukakan bahwa apabila kopi Arabika ditanam pada tanah yang tidak bermasalah dengan pasokan unsur hara dan air yang optimal maka kopi Arabika tanpa naungan akan memberi produksi lebih tinggi. Dari sudut pandang ekologi, pohon penaung merupakan pilar penting pembangunan agroekosistem kopi berkelanjutan sehingga menjadi salah satu syarat dalam sertifikasi kopi (RDV-The World Bank,2002). Fungsi dan manfaat ekologis yang diberikan oleh pohon penaung antara lain; (1) sebagai penambat karbon, (2) mengurangi kehilangan tanah karena erosi, (3) meningkatkan bahan organik dan unsur hara tanah melalui seresah dan fiksasi nitrogen kalau naungannya legum, (4) menekan pertumbuhan gulma, dan (5) recoveri unsur hara yang tercuci dari kedalaman tanah.
Dari segi sumbangan nutrisi tanah, keberadaan pohon penaung penting dalam menyumbang unsur hara terutama nitrogen untuk menggantikan kehilangan unsur hara yang terangkut panenbuah kopi Arabika. Data analisis kadar N organik pada seresah diperoleh kadar N pada lokasi pertanaman dengan penggunaan penaung lebih tinggi dibandingkan pada tegakan kopi tanpa penaung, yaitu 1.09 % berbanding 0.89%. Hairiah,et al. (2000) melaporkan bahwa produktivitas seresah pohon penaung hasil pangkasan jauh lebih banyak dengan kandungan N yang lebih tinggi sehingga akan memberi sumbangan hara yang lebih signifikan. Oleh karena itu agroeko sistem kopi Arabika berpohon penaung umumnya memerlukan masukan pupuk yang lebih rendah daripada agroekosistem kopi rabika tanpa pohon penaung (Baon et al., 2003; Evizaldan Prasmatiwi, 2005).
Seresah dan bahan organik merupakan sumber energi dan sumber karbon bagi kehidupan organisme dalam tanah. Organisme tanah, baik makro maupun mikro organisme memberikan manfaat ekologis yang penting keberlanjutan agro ekosistem. Organisme tanah berperan dalam siklus karbon dan unsur hara tanah, modifikasi struktur tanah, serta interaksi jaring makanan (food web). Komunitas organisme tanah berperanan langsung maupun tidak langsung terhadap produktivitas agro ekosistem (Barrios, 2007).
Nutrisi hara yang tersedia dari pupuk anorganik sangat penting dalam menghasilkan tanaman kopi yang lebih tinggi daripada pupuk organik yang membutuhkan waktu untuk terurai dan menghasilkan nutrisi yang diperlukan.Jadi, ketika pupuk organik terurai, tanaman sudah mendapatkan manfaat dari pupuk anorganik yang menghasilkan pertumbuhan tanaman kopi yang lebih baik.
Menggunakan pupuk organik dan mengintegrasikannya dengan pupuk anorganik yang dikelola untuk menghasilkan pola pertumbuhan (diukur melalui daun dan pengembangan primer) yang sebanding dengan tingkat yang direkomendasikan pupuk anorganik.Selain itu, humus kompos dapat menambah sumber nutrisi tanah organik lainnya yang dapat dikombinasikan dengan pupuk anorganik seperti bubur kopi kompos, kotoran sapi, kotoran unggas, kue saringan tebu dan sisa tanaman. Meskipun hasil menunjukkan bahwa kopi tumbuh lebih baik dengan penggunaan pupuk anorganik, namun data pertumbuhan menunjukkan bahwa tidak terjadi pengaruh pertumbuhan yang seragam/seimbang akibat penggunaan pupuk anorganik ini. Sedangkan pupuk kandang dan bahan organik dalam bentuk kompos memiliki pertumbuhan proporsional yang paling signifikan yang
102 menunjukkan bahwa sumber nutrisi organik mampu memberikan pasokan nutrisi yang seimbang. Menurut Chemura (2014), pertumbuhan yang seimbang dari tanaman yang disediakan oleh pupuk organik sangat penting untuk tanaman seperti kopi yang bagian vegetatifnya seperti daun tidak dipanen.
Apabilakondisi kesuburan dan lingkungan kurang mendukung, kopi dengan pohon penaung cenderung tetap berbuah dengan baik setiap tahun, sedangkan kopi tanpa penaung akan berbuah lebat berseling dengan berbuah tidak lebat pada tahun berikutnya. Defisiensi hara, defisit air karena kemarau, dan terjadinya pembuahan yang lebat pada kopi Arabika tanpa penaung akan membawa kepada kelelahan pohon kopi yang dapat menyebabkan turunnya produksi tahun berikutnya. Pohon penaung kopi akan dapat mengurangi faktor penyebab mati ranting pucuk.
Penggunaan opsi kesuburan tanah organik adalah salah satu atribut kunci dari pertanian berkelanjutan. Mempertahankan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah untuk pertumbuhan tanaman dan efisiensi lingkungan membutuhkan input bahan organik yang terurai menjadi unsur hara dan digunakan oleh tanaman.
Produksi berkelanjutan menjadi kebutuhan bagi sektor kopi untuk tetap kompetitif dalam perdagangan global melawan kelebihan pasokan danfluktuasi harga yang dalam beberapa tahun mengakibatkan harga kopikrisis. Bahan organik tanah memainkan peran penting dalam retensi kelembaban dan oleh karena itu penggunaan pupuk organik dianggap sebagai strategi adaptasi perubahan iklim.
Kelembaban tanah penting dalam dekomposisi bahan organik dan membuat
nutrisi dari pupuk organik dan anorganik tersedia untuk tanaman (El-Kader,et al.
2010).
Hara Nitrogen yang tersedia dari pupuk anorganik sangat penting dalam memproduksi tanaman kopi yang lebih tinggi daripada pupuk organik yang membutuhkan waktu untuk terurai dan menghasilkan nutrisi yang diperlukan.
Dengan demikian, perbedaan antara pupuk organik dan pupuk anorganik mungkin karena keterlambatan yang diperlukan pupuk organik untuk memberi manfaat bagi tanaman, tidak seperti pupuk anorganik. Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman tidak dapat disamakan seperti halnya terhadap pada lingkar, karena ketebalan batang, tidak seperti pertumbuhan apikal, lebih inisiasikan oleh ketersediaan P yang cenderung lebih berlimpah dalam sumber pupuk organik (Chemura, 2014).
Meskipun hasil menunjukkan bahwa kopi tumbuh lebih banyak ketika diterapkan dengan pupuk anorganik, partisi pertumbuhan menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan seimbang akibat penggunaan pupuk ini. Penggunaan pupuk kandang dan bahan organik memiliki pertumbuhan proporsional yang paling signifikan yang menunjukkan bahwa sumber nutrisi organik mampu memberikan pasokan nutrisi yang seimbang. Fenomena ini tidak seperti pupuk anorganik yang hanya memasok nutrisi dalam formulasi mereka yang dapat mendukung pertumbuhan beberapa bagian tanaman tertentu. Terkait hal ini, Zafar etal. (2011) menjelaskan N dapat mendukung pertumbuhan tinggi tanaman dan daun baru tanaman, sedangkan P yang merupakan proporsi terkecil dalam pupuk
104 organik akan menjadi penting untuk pengembangan bagian-bagian kayu dari tanaman.
Peningkatan suhu udara pada kondisi tidak ternaungi mempengaruhi kualitas cita rasa karena terpengaruhnya berbagai sintesa di dalam biji kopi selama proses pematangan, seperti sukrosa, trigonelin, asam klorogenik, kafein, yang menyebabkan penurunan kualitas organoleptic (Geromel,etal., 2008; Ky,etal., 2001; Vaast,etal., 2006).Lebih lanjut menurut Bote dan Struik (2011), biji kopi yang dihasilkan dari tanaman dalam kondisi tidak ternaungi menghasilkan biji dengan kualitas organoleptik yang lebih rendah (dalam hal keasaman, tubuh dan rasa) dibandingkan dengan kopi yang ditanam dalam kondisi ternaungi. Mirip dengan penurunan tingkat naungan, ketinggian tumbuh yang lebih rendah telah ditemukan memiliki efek negatif pada kualitas kopi karena peningkatan suhu udara rata-rata mempercepat proses pematangan buah dan karenanya, mengubah komposisi biokimia biji kopi.
Pembentukan tunas baru setelah pemangkasan menghasilkan perubahan pada tanaman, terutama di sumber karbohidrat dan nitrogen. Jumlah nutrisi yang disimpan dankemampuan sumber energi untuk mengatur translokasi nutrisi sangat menentukan keberhasilan pembentukan cabang baru. Pemangkasan pada sebagian cabang tanaman dapat meningkatkan laju asimilasi karbon bersih di dalam kelompok daun tanaman yang tersisa, dan meningkatkan jumlah cahaya yang menembus ke dalam kanopi. Hal ini juga dapat mengimbangi pengurangan fotosintesis pada seluruh dasar tanaman yang terkait dengan penurunan luas daun setelah pemangkasan (Morais, etal., 2012).Secara keseluruhan, semua parameter
pertumbuhan dan produksi (pertumbuhan cabang produktif, kanopi, jumlah dompolan, dan jumlah buah per dompolan) tidak dipengaruhi oleh faktor pemangkasan. Oleh karena itu, dari sudut pandang ilmiah, pemangkasan dapat dilakukan sebagai alternatif untuk meningkatkan sanitasi tanaman, baik sebelum ataupun setelah panen, seperti yang diusulkan oleh Fonseca,et al., (2007).Hasil ini menunjukkan bahwa pemangkasan akan membantu mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dan dengan demikian, dapat menghasilkan biaya produksi yang lebih rendah.
Tabel 16. Pengaruh Interaksi Naungan, Pemangkasan dan Pemupukan Terhadap Produksi Tandan(bh) Kopi Arabika pada beberapa ketinggian
Kombinasi 1200-1300 1300-1400 1400-1500 produktif/tanaman; DKnp= diameter kanopi tanaman(cm); JTd=
jumlah dompolan/tanaman; JBh= jumlah buah/dompolan;
106 Pertumbuhan generatif yang berkaitan dengan parameter produksi pada zona ketinggian 1200-1300 mdpl menunjukkan paket perlakuan Naungan dengan pemangkasan petani dan pupuk kandang (N1P1O2) menghasilkan pertumbuhan jumlah tandan dan jumlah buah per tandan kopi yang paling tinggi. Sedangkan pada zona ketinggian pertengahan (1300-1400 mdpl) sebaran perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan generatif lebih beragam, namun yang terbaik adalah pada kombinasi perlakuan naungan dengan pemangkasan rekomendasi dan pupuk TSP (N1P2O3). Kondisi yang berbeda diperoleh pada zona ketinggian 1400-1500 mdpl, dimana parameter pertumbuhan jumlah tandan paling banyak dihasilkan oleh kombinasi Naungan dengan pemangkasan petani dan pupuk kandang (N1P1O2) sebesar 19,3 tandan per pohon, namun jumlah buah per tandan terbanyak dihasilkan pada kombinasi tanpa naungan dengan pemangkasan rekomendasi dan dosis pupuk petani (N0P2O0) sebanyak 21,3 buah per tandan.
Tabel 17. Pengaruh Interaksi Naungan, Pemangkasan dan Pemupukan Terhadap Produksi Berat (g)Kopi Arabica pada beberapa ketinggian
Kombinasi 1200-1300 1300-1400 1400-1500 Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata
pada uji LSD 5%. BBsh= berat basah buah/tanaman (g); Bkrg= berat kering buah/tanaman (g)
Tabel 17 menunjukkan pada zona ketinggian 1200-1300 mdpl paket perlakuan Naungan dengan pemangkasan petani dan pupuk kompos ampas kopi (N1P1O1) menghasilkan efisiensi produksi biji kering kopi yang paling tinggi, yaitu 38,2% terhadap berat basah biji kopi. Sedangkan zona ketinggian pertengahan (1300-1400 mdpl) menghasilkan efisiensi produksi sebesar 46,9%
terhadap biji basah yang diperoleh pada kombinasi perlakuan Naungan dengan pemangkasan rekomendasi dan pupuk kandang (N1P2O2). Paket teknologi budidaya yang paling optimal dalam menghasilkan produksi pada zona ketinggian 1400-1500 mdpl adalah N1P1O3 dengan efisiensi produski biji kering terhadap biji basah sebesar 26,7%.
Tabel 18. Karakteristik Cacat Fisik Biji Kopi Arabika pada Ketinggian Tempat yang Berbeda
Kriteria 1.200-1.300 mdpl 1.300-1.400 mdpl 1.400-1.500 mdpl
N0 N1 N0 N1 N0 N1
Jamur 3 5 4 7 0 0
Serangga 129 137 127 195 77 174
Biji Muda 111 85 40 26 25 51
Biji Rusak 35 53 35 58 43 51
Terkait kualitas biji kopi Arabika, cacatfisik biji sangat berperan terhadap penentuan mutu biji kopi Arabika yang dihasilkan (Tabel 18). Hasil penelitian dalam hal ini menunjukkan cacat biji kopi yang dominan adalah adanya jamur/serangga pada biji kopi, biji muda dan cacat biji berupa biji berlubang. Biji berlubang tersebut disebabkanadanya serangan hama penggerek buah kopi Arabika (Hypothenemus hampei). Intensitas serangan hama penggerek buah kopi, dominan dipengaruhi oleh kondisi pengelolaan kebun.Serangan hama tersebut
108 dapat dikendalikan dengan cara sanitasi dan penurunan kerapatan populasi melalui pemangkasan. Sanitasi dapat dilakukan dengan cara melakukan petik awal buah terserang, rampasan (memetik seluruh buah pada akhir panen), dan lelesan (mengambil seluruh buah kopi yang jatuh di tanah pada akhir panen). Selain sebagai penyebab biji kopi Arabika berlubang, serangan hama penggerek buah juga dapat menyebabkan jenis cacat berupa biji pecah karena rapuh, dan biji hitam pecah terutama pada biji berlubang banyak.
Keberadaan serangga pada biji kopi erat kaitannya dengan kondisi lingkungan. Semakin teduh penaung, maka perkembangbiakan serangga menjadi lebih instensif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga,etal. (2015), bahwa diantara permasalahan dalam budidaya kopi adalah serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) atau penggerek buah kopi (PBKo). Hama Hypothenemus hampei ini selain menyerang biji kopi di pertanaman juga dapat menyerang biji kopi sewaktu di penyimpanan. Serangan hama Hypothenemus hampei menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hasil secara nyata.
Serangan pada stadia buah muda dapat menyebabkan keguguran buah sebelum buah masak, sedangkan serangan pada stadia buah masak menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan berat dan kualitas biji. Untuk mengurangi perkembangan serangga ini, pengendalian hayati dan terpadu sangat disarankan.
Untung (2010) menyatakan bahwa dapat dilakukan modifikasi lingkungan seperti melakukan pemangkasan sehingga kondisi lingkungan yang tidak terlalu lembab dapat mengurangi aktifitas imago Hypothenemus hampei di perkebunan kopi.
Penelitian ini juga menjelaskan pengaruh positif dari adanya pohon pelindung terhadap produksi dan kualitas kopi di semua tingkat ketinggian, pemupukan dan sistem pemangkasan. Keberagaman biodiversity pada kondisi tanaman kopi ternaungi mampu menarik kelimpahan dan keanekaragaman penyerbuk yang lebih tinggi dan memberikan manfaat terhadap tanaman kopi dalam hal penyerbukan. Menurut Krishnanet al., (2012) Coffea canephora diserbuki oleh angin (67%) dan/atau serangga (33%), dan serangga meningkatkan jumlah buah hingga 50%. Meskipun angin adalah cara penyerbukan yang penting dalam budidaya kopi, serangga ternyata dapat meningkatkan kualitas buah kopi (Nesper et al., 2017).
Paket teknologi budidaya yang paling optimal dari segi produktivitas hasil harus selaras dengan kualitas cita rasa kopi yang dihasilkan. Hasil penelitian mengindikasikan penerapan sistem budidaya kopi arabika yang diperlakukan naungan (agroforestry) disertai dengan pemupukan dan perwatan yang tepat dapat menghasilkan biji kopi dengan kualitas spesialti. Kondisi ini terlihat dari sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mendokumentasikan adanya penurunan produktivitas kopi dalam sistem monokultur (Boreux et al., 2013, 2016; dan Vaast & Raghuramulu, 2012).
Oleh karena itu, pengembangan kopi arabika yang optimal di Kabupaten Humbang Hasundutan memerlukan penerapan tiga teknologi yang saling terkait, yaitu penggunaan tanaman penaung dari jenis Dadap dan Asan yang mempunyai karakteristik tanaman cepat tumbuh dan tidak menjadi kompetitor bagi tanaman kopi. Pemakaian tanaman penaung, selain untuk aspek agronomi, juga dimaksudkan untuk fungsi ekologi yaitu menjaga stabilitas suhu udara di daerah dataran tinggi Humbang Hasundutan sehingga tipologi iklim setempat tetap sesuai untuk wilayah budidaya kopi.
110