• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANDING/TERGUGAT I DALAM POKOK PERKARA

Dalam dokumen PENGADILAN TINGGI MEDAN (Halaman 89-105)

PENGADILAN TINGGI MEDANBT = 100o000 030 090 s/d 100o000 150 000

PEMBANDING/TERGUGAT I DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa terhadap Memori Banding Pembanding/Tergugat I, halaman 8/d 14, point 4 s/d 8 adalah memori banding yang tidak jelasatau tidak sempurna, karena pada point 3 halaman 7 s/d 8 alinea I, memori banding Pembanding menanggapi terhadap pertimbangan majelis hakim atas eksepsi, selanjutnya halaman 8 s/d 14 point 4,5,6,7,8 menanggapi pertimbangan majelis hakim tentang pokok perkara, akan tetapi Pembanding/Tergugat I tidak memberikan identifikasi yang jelas dalam memori bandingnya terhadap eksepsi dan memori banding terhadap pokok perkara, sehingga menjadikan memori banding yang tidak jelas (obscuur libel), dengan demikian memori banding tersebut harus ditolak atau tidak dapat diterima.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

2. Bahwa dalil yang dikemukakan Pembanding/Tergugat I point 4 sub a,b,c tidak tepat dan menyesatkan, bahwa menurut ketentuan pasal 163 HIR/283 Rbg dan pasal 1865 KUIHPerdata menentukan :

“ Barang siapa yang mendalilkan mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa untuk menegaskan haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain, haruslah membuktikan adanya hak itu adanya peristiwa itu.”

Membuktikan dalam arti Yuridis tidak lain memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang menerima perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Kemudian alat-alat bukti dalam hukum acara perdata diatur dalam pasal 164 HIR/284 Rbg, 1866 KUHPerdata.

Bahwa dalam perkara ini bukti yang disampaikan Penggugat/Terbanding I sebanyak 68 bukti surat/tulisan yang terdiri dari bukti P-1 s/d P-55 dan 4 (empat ) orang saksi dan 3 (tiga) orang ahli (vide hal. 37 s/d 46 putusan majelis hakim dalam perkara ini dan halaman 85 pertimbangan majelis hakim dalam perkara ini), dalam perkara ini bukti yang dikemukakan Penggugat menanggapi dalil Tergugat I/Pembanding yang dikemukakan diatas tentang Gouvernement Besluit (G.B) No.50, tanggal 25 Juni 1924, Penggugat/Terbanding menanggapinya dengan bukti yang disampaikan Penggugat/Terbanding di depan sidang Pengadilan yaitu bukti P-11 Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/Pdt/PT.MDN/2012, 4 Juni 2012 sudah inkracht, yang pada intinya mengemukakan lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas Register 40.GB No.50 tanggal 25 Juni 1924 dan Surat GUBSU No.5/1077 No.2608/3 tersebut aslinya berbahasa Belanda, dan telah dirubah dan ditambah dengan Bahasa Indonesia dan direkayasa menjadi batas kawasan yang telah diusulkan areal Pemasukan baru. Bahwa selain itu Putusan Pengadilan Tinggi Medan tersebut telah diperkuat dengan bukti Penggugat/Terbanding Bukti P-12 yaitu Putusan Mahkamah Agung PK No.66 PK/Pdt/2014, tanggal 26 Oktober 2015, yang intinya menolak Permohonan PK dari Tergugat I/Pembanding terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan tersebut.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Bahwa selain itu juga Penggugat/Terbanding telah mengajukan bukti P-23a De Wetboeken Wetten en Verordeningen, Benevens De Grondwet Van De Republiek Indonesia, P-23b, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia disusun menurut Sistem ENGELBRECHT, P-23c, STAATSBLAD Van Nederlandsch – Indie Over her jaar 1924 yang menyatakan GB 50 tertanggal 24 Juni Tahun 1924 tidak terdapat dalam staatsblaad tersebut. Bahwa prinsip dalam hukum acara perdata tentang pembuktian, bukti yang relevan dengan perkara.mutlak diterima dan dipertimbangkan sebagai alat bukti, karena bukti yang disampaikan Penggugat/Terbandingadalah relevan dalam perkara a quo, adalah tepat pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya.

Bahwa putusan pidana Nomor 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST, tanggal 28 Juni 2006 atas nama Terpidana DL.Sitorus dan Putusan Mahkamah Agung RI No 2642K/Pid/2006, tanggal 12 Februari 2007 adalah putusan yang tidak didasari dengan sumber hukum yang sah, sebagaimana telah dibuktikan dengan bukti P-3 s/d P-8, dan keterangan 4 (empat) orang saksi Fakta yaitu Ahmad Yani Hasibuan dkk (vide putusan halaman 50 s/d 57), dengan demikian dalil Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.

3. Bahwa dalil Tergugat I/Pembanding point 5 sub angka 1 s/d 6, halaman 9,10,11, sama sekali tidak benar dengan alasan sebagai berikut :

3.1. Bahwa majelis hakim dalam pertimbangannya telah memberikan pertimbangan hukum yang didasarkan alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar, hal ini ditandai dengan secara cermat, jelas dan lengkap, telah dengan seksama mempertimbangkan bukti surat/tulisan dan keterangan saksi yang disampaikan Penggugat/Terbanding I, maupun Tergugat I/Pembanding dan Tergugat II, III sebagaimana pertimbangannya halaman 88 s/d 92. Bahwa uraian yang disampaikan Tergugat I/Pembanding point 5 sub 1,2,3 adalah demikian kebenarannya, dan sebelum majelis hakim sampai kepada pertimbangannya sebagaimana halaman 92, telah lebih dulu memberikan pertimbangan

PENGADILAN TINGGI MEDAN

hukum atas perkara ini, pada halaman 88 alinea 4,5 yaitu tentang Sejarah Padang Lawas dan Tapanuli Selatan, berdasarkan pendapat Pakar Hukum Adat antara lain : RM.Subanindyo Hadiliuwih,SH, yang menjelaskan dahulu hasil penelitian Van Vollenhoven, kemudian dari buku karangan Prof.Dr.Soerjono Soekanto,SH.,MA, kemudian Soleman B.Taneko, SH Edisi kedua Penerbit Rajawali-Jakarta.

3.2. Bahwa dari pendapat para ahli tersebut pada halaman 89 pertimbangan Majelis Hakim mengemukakan “ Di Tapanuli terdapat tata susunan rakyat sebagai berikut : Bagian-bagian clan (marga) masingmasing mempunyai daerah sendiri dst …. (vider halaman 89 pertimbangan majelis hakim)

3.3. Bahwa selanjutnya pada halaman 90 alinea II, B. dalam pertimbangannya majelis hakim mengemukakan, B. Sunirat telah menyusun daftar nama-nama masyarakat hukum adat berdasarkan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tahun 1981–56 dst…(vide pertimbangan majelis hakim halaman 90 alinea II), selanjutnya pada halaman yang sama alinea II baris terakhir dan dilanjutkan halaman 91 aliea I, dikemukakan Pemerintah Pusat yang menyatakan tentang Masyarakat hukum adat atau masyarakat adat atasan dst…, dan saksi dari Tergugat III PANGALOAN HARAHAP pada intinya menjelaskan “Dari dulu sudah banyak kehidupan Masyarakat Adat masih berlangsung dan masih ada sampai sekarang dan masih diakui oleh pemerintahan daerah setahu saksi sebelum tahun 1981 sampai dengan sekarang, karena setiap ada pesta di desa saksi dan di Padang Lawas Raja Panusunan Bulung harus ada, setelah uraian-uraian yang dikemukakan diatasMajelis Hakim dalam pertimbangannya mengemukakan Majelis Hakim memahami bahwa dari dahulu sampai dengan saat itu tentang masyarakat hukum adat atau masyarakat adat atasan disebut kuria di Tapanuli Selatan dan Luhat di Padanglawas masih tetap ada atau diakui secara Nasional Neggara Republik Indonesia. Jika dihubungkan dengan dalil Tergugat I/Pembanding halaman 9

PENGADILAN TINGGI MEDAN

point 5 sub 1,2,3, adalah merupakan pengakuan terhadap hak tradisional masyarakat hukum adat, dan hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.45/PUU-IX/2011mempertahankan Pasal 81 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tetap sah dan mengikat, dan beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi lainnya secara jelas mengakui masyarakat hukum adat atas lahan sengketa antara lain Putusan No.34/PUU-IX/2011, No.35/PUU-X/2012, No. 35/PUU-VIII/2010.

3.4. Bukti yang dikemukakan Tergugat I/Pembanding, dalam perkara ini yaitu bukti TI-13 tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena adalah foto copy dari foto copy, dalam hal ini Penggugat/Terbanding menolaknya, hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 701K/Sip/1974, tanggal 14 April 1976, yang pada prinsipnya bukti foto copy dari foto copy bukanlah bukti yang sah menurut hukum, dengan demikian pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini sudah tepat dan memberikan keadilan menurut hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan demikian dalil Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.

4. Bahwa pada point 6 sub a/d dan angka 1, 2 halaman 11,12,13 memori banding Tergugat I/Pembanding adalah tidak benar, dengan alasan sebagai berikut :

4.1. Sebelum menanggapi memori banding selanjutnya lebih dulu Penggugat/Terbanding menanggapi memori banding sub b, yaitu adanya bukti terselubung, bahwa pada pemeriksaan perkara kepada para pihak Majelis hakim telah memberikan kesempatan menyampaikan bukti kepada para pihak secara seimbang sesuai dengan prinsip asas Hukum Acara Perdata“Mendengar Kedua Belah Pihak”, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang : atau disebut asas “audi et alteram partem”.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Selain itu menurut Pasal 13 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : Semua pemeriksaan sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali menentukan lain “. Dalam perkara a quo, Tergugat I/Pembanding hanya menyampaikan bukti surat/tulisan di depan sidang pengadilan sebanyak 17 bukti yang terdiri dari bukti TI-I s/d TI-17, akan tetapi dalam memori bandingnya ditambah dengan bukti TI-18, TI-19, TI-20, berdasarkan alasan hukum yang dikemukakan diatas Penggugat/Terbanding secara tegas menolak bukti tersebut dijadikan sebagai alat bukti, dengan alasan tidak disampaikan di depan sidang Pengadilan.

4.2. Bahwa atas dalil Tergugat I/pembanding, pointt 6 sub a, c, d dan angka 1, 2 dari sub d adalah merupakan satu kesatuan, Tergugat I/Pembanding, hanya mengulang-ulang saja, dan tidak menguraikan dalil-dalil yang baru, sekalipun demikian, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, perlindungan dan pengakuan konstitusi hak-hak tradisional telah dijelaskan dengan Putusan MK No.35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013 yang intinya menyatakan “

“ Bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat tidak termasuk hutan Negara”

Hal mana juga merupakan ketentuan yang dianut oleh UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal 15 dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, tanggal 9 Februari dan diputuskan tanggal 21 Februari 2012, tentang pemahaman dan pemaknaan Penetapan Kawasan Hutan, harus melalui empat tahapan yaitu :

“ Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan Pengukuhan/Penetapan, penunjukan hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari pemerintahan yang demokratis.”

4.3. Bahwa selain itu setelah Majelis Hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi

PENGADILAN TINGGI MEDAN

“ Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

hal mana dalam fakta persidangan diperoleh melalui keterangan saksi (vide halaman 99 putusan dalam perkara a quo), saksi Muhammad Ali Arsyad, Ir.Rachmat Ajie, Prie Supriadi, Ir.Dede Mardiko, Ir.Bowo Heri Satmoko, Ir.Purnama Gandhi NZ, MM.

Bahwa Majelis Hakim berdasarkan keterangan saksi-saksi tersebut Padanglawas belumlah dapat saat itu menyatakan sebagai kawasan hutan, karena belum memenuhi syarat, salah satunya belum pernah temu gelang, pada hal syarat tersebut mutlak harus dipenuhi dalam penentuan suatu wilayah untuk dinyatakan sebagai kawasan hutan/kawasan hutan Negara.

Bahwa Saksi Ir. Bowo Heri Satmoko, yang pada saat itu sebagai Kepala Bidang Areal Penggunaan Hutan sejak tahun 2005, pada halaman 999 pertimbangan majelis hakim yang merupakan keterangan saksi dalam perkara pidana, halaman 182 putusan pidana pada pokoknya menjelaskan

“Penetapan Kawasan hutan dikawasan hutan padang lawas belum dilaksanakan”

(vide putusan pengadilan dalam perkara ini halaman 99 dan 100),

berdasarkan uraian-uraian tersebut putusan majelis dalam perkara ini sudah tepat menurut hukum, dan dalil-dalil Tergugat I/Pembanding secara tegas harus ditolak.

5. Bahwa memori banding Tergugat I/Pembanding point halaman 13, 14, pointt 7 sub 1/d 6 adalah tidak benar dengan alasan sebagai berikut :

5.1. Bahwa TergugatI/Pembanding tidak mengerti tentang pemahaman ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945, mengenai arti dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bahwa sebagaimanadalam pembukaan UUD 1945, mempunyai maksud agar Negara dapat memenuhi

PENGADILAN TINGGI MEDAN

kewajibannya, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan juga mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa dalam Putusan MK No.002/PUU-I/2003 Mahkamah memandang perlu menegaskan bahwa adanya hak penguasaan oleh Negaraatas bumi, air dan seluruh kekayaan alam yang ada didalamnya itu menunjukkan bahwa konsepsi hak yang dianut oleh UUD 1945, berkenan dengan 3 hal yang dimaksudbumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan air itu. Dalam pengarahannya Mahkamah mengemukakan 3 (tiga) hal yaitu :

1. Bagi Negara bahwa hak menguasai yang diberikan oleh UUD 1945 kepadanya bukanlah demi negara itu sendiri melainkan terikat pada tujuan pemberian hak itu yakni untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Bagi orang perorangan pemegang hak atas tanah termasuk badan hukum dengan penegasan tersebut berarti untuk kepastian bahwa dalam hak atas tanah yang dipunyanya itu melekat pula pembatasan-pembatasan yang lahir dari adanya hak penguasaan dari Negara.

3. Bagi pihak-pihak yang bukan pemegang punya hak atas tanah juga diperoleh kepastian bahwa mereka tidak semata-mata dapat meminta Negara untuk melakukan tindakan penguasaan atas tanah yang terhadap tanah itu sudah melekat suatu hak tertentu.

Dari yang dikemukakan diatas Penggugat/Terbanding mengelola tanah tersebut berdasarkan hak-hak tradisional yang diakui oleh UUD 1945, dan sebagian tanah tersebut telah bersertifikat Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, dengan demikian putusan Pengadilan Negeri Sidimpuan dalam perkara ini sudah benar.

5.2. Bahwa terhadap dalil Tergugat I/Pembanding yang hanya merupakan pengulang saja terhadap ketentuan pasal 4 ayat

PENGADILAN TINGGI MEDAN

(1) dan ayat (2)UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, point 7 sub 2,3.

Bahwa Tergugat I/Pembanding sama sekali tidak memahami ketentuan yang di kemukakan dalam pasal tersebut jika dihubungkan dengan perkara ini, sebagaimana dalam Pasal 15 UU No.41/1999 tentang Kehutanan dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, tanggal 9 Februari 2012 dan diputus tanggal 21 Februari 2012, tentang pemahaman dan pemaknaan penetapan kawasan hutan harus melalui empat tahapan yaitu :

“ Penunjukan, Penata Batasan Pemetaan danPengukuhan/Penetapan, tanpamana Penunjukan hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari pemerintahan yang demokratis.”

Dengan demikian dalil dari Tergugat I/Pembanding tersebut tidak relevan sama sekali dengan perkara a quo dan secara tegas harus ditolak.

5.3. Bahwa apa yang dikemukakan Tergugat I/Pembanding point 7 sub 4,5,6, halaman 13 dan 14, sama-sekali tidak benar, dengan alasan sebagai berikut: Surat Menteri PertanianNo.923/Kpts/Um/12/1982, tanggal 27 Desember 1982, Surat Menteri Pertanian tersebut tidak berlaku lagi berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.44 Tahun 2005, dan SK Menteri Kehutanan tersebut juga tidak berlaku lagi, berdasarkan Putusan M.A.RI No.47P/HUM/2011, tanggal 2 Mei 2012 (vide Bukti P-28).

Bahwa Putusan M.A. RI No.2642K/Pid, tanggal 12 Februari 2007, adalah Error in objecto, sebagaimana dalam bukti P-3 s/d P-8, dan keterangan saksi Fakta yang bernama 1. Ahmad Yani Hasibuan,2. Zulkarnain Simamora,3. Humala Pontas Harahap, 4. Amlan Harahap,karena Penggugat/Terbanding tidak pernah mengelola lahan di lokasi sebagaimana disebut-sebut dalam Surat Dakwaan JPU, berdasarkan uraian diatas bahwa pertimbangan Majelis dalam perkara ini sudah tepat

PENGADILAN TINGGI MEDAN

menurut hukum, oleh karenanya dalil Tergugat I/Pembanding dalam Memori bandingnya secara tegas harus ditolak.

6. Bahwa Memori Banding Tergugat I point 8 sub a angka 1 s/d 8 dan sub b, hanya pengulangan saja, hal ini ditandai tentang GB No.50, 25 Juni 1924 dan Berita Acara Penyerahan Tanah, serta Keputusan Menteri PertanianNo.923/Kpts/Um/12/1982, tanggal 27 Desember 1982, berikut putusan-putusan perkara pidana berdasarkan Surat Dakwaan JPU tentang objek perkara Error in objekto, yang semuanya putusan Pidana tersebut sejak semula direkaya Majelis Hakim dalam perkara ini (vide putusan halaman 94 s/d halaman 102) telah mempertimbangkan dengan seksama, dengan jelas, cermat dan komplit, dengan demikian dalil Tergugat I/Pembanding dalam memori bandingnya secara tegas harus ditolak.

Bahwa berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan diatas, mohon Ketua Pengadilan Tinggi Medan atau Yang Mulia Majelis Hakim Tinggi yang memeriksa dan mengadili perkara ini dan memutuskan sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan kontra memori banding Penggugat/Terbanding.

2. Menolak seluruh memori banding Tergugat I/Pembanding. 3. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan

No.46/Pdt.G/2016/PN.PSP, tanggal 22 September 2016. Yang dimohonkan banding oleh Tergugat I/Pembanding.

4. Menghukum Tergugat I/Pembanding membayar biaya dalam kedua pemeriksaan dalam perkara.

Membaca relas pemberitahuan memeriksa berkas perkara (Inzage) Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp yang dibuat oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Padangsidimpuan kepada Turut Tergugat/Turut Terbanding II pada tanggal 22 Desember 2016, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Medan kepada Tergugat II/Turut Terbanding I pada tanggal 5 Januari 2017, oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Medan kepada Tergugat III/Pembanding I pada tanggal 6 Januari 2017, olerh Jurusita Pengganti ada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Penggugat/Terbanding pada tanggal 9 Januari 2017, oleh Jurusita Pengganti Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Tergugat I/Pembanding II pada

PENGADILAN TINGGI MEDAN

tanggal 31 Januari 2017 untuk mempelajari berkas perkara di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi Medan;

TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa permohonan banding dari Tergugat I/ Pembanding I dan Tergugat III/Pembanding II telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta turunan putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tanggal 22 September 2016 nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp dan telah pula membaca serta memperhatikan dengan seksama surat memori banding yang diajukan oleh Tergugat I/Pembanding I dan surat kontra memori banding yang diajukan oleh Penggugat/Terbanding majelis hakim tingkat banding akan mempertimbangkan sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding setelah mencermati dan memperhatikan putusan majelis hakim tingkat pertama tanggal 22 September 2016 Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp berikut berita acara persidangan telah diperoleh fakta hukum sebagai berikut :

- Bahwa Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia

Belanda Nomor 50 yang dikeluarkan di Batavia tanggal 25 Juni 1924

telah dirobah dan di tambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa’,

sebagaimana Putusan Nomor 434/PDT/2011/PT.MDN yang telah berkekuatan hukum tetap adalah terjemahan yang tidak sah atau tidak dapat diterima secara hukum, karena dari aslinya berbahasa Belanda telah di robah dan ditambah dengan bahasa Indonesia dan direkayasa

;

- Bahwa “Berita Acara mengenai “dari hutan yang akan dijadikan Hutan tetap yang bernama Kawasan Hutan Padang Lawas dengan Register No. 40 di Kecamatan Barumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara, ditunjuk sebagai hutan tetap

PENGADILAN TINGGI MEDAN

dengan surat penetapan penunjukkan G.B,25 Juni 1924 No.50, tanggal 6 Juni 1978, yang ditunjuk dengan surat Keputusan dari Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara tanggal 18 Desember 1972 No. 704/I/GSU dan S.K. Bupati Kepala Daerah TK. II Tapanuli Selatan No.967/77 tanggal 2 September 1977 untuk menetapkan batas-batas yang tetap dari Kawasan Hutan Padang Lawas tidak ada ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara sebagai pejabat yang mengetahui dan tidak ada tandatangan Gubernur Kepala Daerah Tk I Propinsi Sumatera Utara sebagai Pejabat yang mengetahui dan menyetujui, hal tersebut bertentangan dengan hukum atau dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan dalam Pasal 7

Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (2) dan (2), serta Pasal 9 Ayat (1) beserta pejelasan Pasal 7 dan 8, serta Pasal 9 ;

- Bahwa Saksi-saksi dalam berkas perkara Putusan Nomor : 481/Pid.B/2006/ PN.JKT.PST yang dakwaannya diajukan oleh Tergugat II dan kemudian diberikan kepada Tergugat I dan Tergugat III menerangkan yang intisarinya yaitu : Saksi Ir. Surachmanto Hutomo.,Msc dibawah sumpah menerangkan dalam halam 81 alinea ke 6 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa Saksi tidak mengetahui dengan pasti dan tidak

mengetahui dengan jelas dimana lokasi Koperasi Bukit Harapan di TGHK atau di Register 40” dan dalam halaman 87 aliniea ke 8 pada

pokoknya menjelaskan “Bahwa dalam Audit dikatakan proses

pemetaan kawasan hutan belum temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan sebagai hutan tetap”, Saksi Muhammad Ali Arsyad yang

saat itu bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan hutan, pada halaman 112 aline 1 dibawah sumpah menerangkan “Bahwa tata batas yang Saksi

nyatakan sudah dilaksanakan sebagian adalah tata batas belum temu gelang” dan “..proses menteri menetapkan kawasan hutan berdasarkan Berita Acara Tata Batas yang telah temu gelang belum dilaksanakan”, Saksi Ir. Rachmat Ajie yang saat itu bertugas

sebagai Inspectur Jenderal Wilayah I dan wilayah kerja meliputi seluruh Sumatera Utara, pada halaman 121 alinea ke 7 dibawah sumpah menjelaskan “Bahwa di dalam audit dalam kesimpulan ada kalimat

PENGADILAN TINGGI MEDAN

“…belum pernah temu gelang sehingga belum dapat ditetapkan

sebagai hutan tetap”, Saksi Prie Supriadi yang saat itu bertugas

sebagai Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, pada halaman 141 alinea ke 6 pada pokoknya menjelaskan “….proses pembuatan peta

kawasan hutan belum pernah temu gelang, sehingga belum dapat disebutkan sebagai hutan tetap” dan pada halaman 144 alinea ke 4

menjelaskan pada pokoknya “Areal yang dikuasai Koperasi Bukit

Harapan bukan Register 40”, Saksi Ir. Deka Mardiko yang saat itu

bertugas di Departemen Kehutanan sebagai Kepala Bidang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan pada Halaman 163 alinea ke 8 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa Berita Acara Penataan Batas digunakan untuk

Pemetaan Kawasan Hutan, Penataan batas kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang” dan pada halaman 164 alinea 1 pada pokoknya

menjelaskan “bahwa yang dimaksud dengan temu gelang kawasan

hutan adalah batas-batas yang sudah diyakini sebagai batas-batas kawasan hutan” juga alinea 2 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa pemetaan kawasan hutan dilakukan setelah temu gelang”, serta

pada halaman 166 alinea ke 1 pada pokoknya menjelaskan “Bahwa

pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukkan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawan hutan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak dan luas kawasan hutan”, Saksi Ir.Bowo Heri Satmoko, saat itu

menjabat sebagai Kepala Bidang Areal Penggunaan Hutan sejak bulan Juli

Dalam dokumen PENGADILAN TINGGI MEDAN (Halaman 89-105)