• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGADILAN TINGGI MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGADILAN TINGGI MEDAN"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N

Nomor 78/PDT/2017/PT.MDN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada Pengadilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara :

1. Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, beralamat di Gedung Manggala Wanabhakti, di Jl.Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, semula disebut TERGUGAT I sekarang PEMBANDING I ;

Dalam Perkara ini diwakili Kuasanya yaitu 1. Krisna Rya.,S.H.,M.H, 2. Supardi.,SH., 3. Bambang Wiyono.,SH.,MH., 4. Drs.Afrodian Lutoifi.,SH.,M.Hum., 5.Yudi Ariyanto.,SH.,MT., 6. Mariana Tuty Sirait.,SH., 7. Hatoni.,SH., 8. M. Zaenuri.,SH., 9. Francisca Budyanti.,SH.,MH., 10. Wijayadi Bagus Margono.,SH., kesemuanya adalah Pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang beralamat di Gedung Manggala Wanabakti Blok VII Lt. 3, Jl. Gatot Soebroto, Senayan Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 April 2016 yang telah terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor : 79/2016 SK tanggal 26 April 2016 ;

2. Pemerintah Republik Indonesia cq Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara cq Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan 20147, semula disebut TERGUGAT III sekarang PEMBANDING II;

Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya : 1. Zainuddi.,SP Jabatan Kasubbag Umum pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara., 2. Albert Sibuea.,SH.,MAP Jabatan Kepala Seksi Pengamanan Hutan pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 3. Ramlan.,SH Staf pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km 5.5 No 14 Marindal Medan 20147, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Pebruari 2016 yang terdaftarkan di

(2)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor : 39/2016 SK tanggal 24 Pebruari 2016 ;

M e l a w a n

1. Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan disingkat “KPKS BUKIT HARAPAN”, yang berkedudukan di Desa Tanjung Botung Kecamatan Barumun Tengah, Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara untuk semula disebut PENGGUGAT sekarang TERBANDING;

Dalam Perkara ini diwakili oleh Kuasanya: 1.Marihot Siahaan S.H.,M.H dan 2. Nurdin Siregar SH.,MH, Para Advokat dan Pengacara pada Kantor Marihot Siahaan & Rekan beralamat di Jalan Prapanca Raya No.28-29 Kelurahan Pulo, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 1260, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 22 Desember 2015 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan Nomor : 167/2015 SK tanggal 30 Desember 2015;

2. Jaksa Agung Republik Indonesia, cq Kepala Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, beralamat di Jl.Jenderal Abdul Haris Nasution No.1 C Medan 20146, semula disebut TERGUGAT II sekarang TURUT TERBANDING I ;

3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia cq. Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Propinsi Sumatra Utara cq. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan, beralamat di Jl. Wilem Iskandar No.8 Padang Sidempuan, semula disebut TURUT TERGUGAT sekarang TURUT TERBANDING II ;

Pengadilan Tinggi tersebut ;

Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini ;

TENTANG DUDUK PERKARA

Mengutip serta memperhatikan surat gugat Penggugat tanggal 30 Desember 2015 yang diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan pada tanggal 30 Desember 2015 dalam Register

(3)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Perkara Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp, dan perbaikan surat gugat tanggal 19 April 2016, telah mengajukan gugatan sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat adalah suatu badan hukum Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKS-BH), dan telah memperoleh Pengesahan dari Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah RI, dengan Badan Hukum No.07/BH/KDK2.9/IX/1998, tanggal 26 September 1998 sebagaimana telah dirubah dengan kepengurusan saat ini :

- Ketua : Ir. Jonggi - Sekretaris : Nimrod S,SH . - Bendahara : Tety Sitorus

2. Bahwa Koperasi tersebut didirikan untuk tujuan melakukan kegiatan mengelola/pembudidayaan kebun-kebun kelapa sawit diatas tanah/lahan kepunyaan masyarakat adat setempat yang menjadi petani Kelapa Sawit, yang berada di areal Padang Lawas (bukan kawasan hutan) yang diperoleh berdasarkan hak tradisionil yang turun temurun yang seluruhnya ± 23.000 Ha didalamnya termasuk jalan, rawa basah, sekolah dan fasilitas lingkungan hidup lainnya yang seluas ± 5.000, dan sebagai telah bersertifikat Hak Milik yang diterbitkan Turut Tergugat. Masyarakat adat setempat tersebut juga sebagai anggota dari Penggugat/ KPKS Bukit Harapan .

Bahwa letak Perkebunan yang dikelola Penggut berdasarkan titik koordinat sebegai berikut :

- LU = 010 23’ 37” s/ d 010 33’ 24” - BT = 1000 03’ 09” s/ d 1000 15’ 00” Dengan batas-batasnya sebagai berikut :

Sebelah Utara : Dengan Areal Perkebunan PT. Firs Mujur Plantations dan Industri (FMP & I)

Sebelah Timur : Dengan Areal HPHTI PT. SSPI

Sebelah Selatan : Dengan Jalan Good Win arah ke Sindur/Batas Propinsi Riau

Sebelah Barat : Dengan JLn Ex PT. Barakaz dan KUD Langkimat . 3. Bahwa dalam melaksanakan kegiatannya Penggugat dibantu PT.TOR

GANDA sebagai pendamping dalam hal Pembinaan teknik management dan modal, yang semula semuanya berjalan lancar ;

(4)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

4. Bahwa kemudian kegiatan pengelolaan kebun kelapa sawit tersebut terganggu/tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Para Tergugat baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sebagaimana akan diuraikan dibawah ;

5. Bahwa terkait pengajuan gugatan ini, Penggugat mempunyai kepentingan hukum langsung dalam mengajukan gugatan ini karena lahan kebun kelapa sawit seluas ± 23.000 Ha yang dikelola Penggugat secara keliru telah dinyatakan dirampas oleh Tergugat II dengan alasan berdasarkan dakwaan dan tuntuan JPU yang kemudian dikabulkan oleh Putusan Pidana No. 481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juli 2006 jo Putusan PT. Jakarta No. 194/PID/2006/PT.DKI, tanggal 11 Oktober 2006 jo Putusan No. 2642 K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007 jo Putusan No. 39 PK/2007, 16 Juni 2008 ;

6. Bahwa dalam dakwaan JPU tersebut yang pada dasarnya mengkriminalisasi DL.Sitorus (Direktur Pendamping Penggugat) yaitu dengan sewenang-wenangnya menyebutkan bahwa DL.Sitorus telah menduduki kawasan hutan Negara tetap tanpa ijin Menteri Kehutanan, yang menurutnya didasarkan pada :

1. Gouvernement Besluit (GB) No.50 Tahun 1924 tanggal 25 Juni 1924 yang direkayasa melalui terjemahan yang tidak benar ;

2. Surat Keputusan Menteri Kehutanan (sic. Menteri Pertanian) nomor 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukkan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara seluas 3.780.132.02 Ha, (yang tidak berlaku lagi karena diganti dengan SK. Tergugat II Nomor 44 Tahun 2005 yang yang juga tidak berlaku karena dinyatakan oleh Mahkamah Agung Tidak Sah) ;

Bahwa JPU dalam dakwaannya tersebut, telah dengan sengaja dan secara keliru menyatakan lokasi perkebunan yang terletak di Kecamatan Barumun Tengah sebagai Kawasan Hutan yang seolah-olah benar disebutkan dalam GB No.50 tahun 1924, tetapi surat aslinya tidak pernah diperlihatkan oleh JPU selama persidangan perkara Pidana tersebut diatas, sehingga kemudian dengan Surat Keputusan Tergugat I Nomor 44 Tahun 2005 dijadikan dasar untuk menyatakan lokasi GB 50/1924 sebagai kawasan hutan yang selanjutnya disebut-sebut Register 40, padahal dalam kenyataannya hal tersebut tidak benar karena GB No.50 Tahun 1924 dalam

(5)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

bahasa aslinya tidak pernah menyatakan lokasi tersebut sebagai kawasan hutan produksi melainkan menyebut perkampungan, penggembalaan ternak penduduk kampung, dan lahan-lahan untuk dipertimbangkan sebagai rencana bagi pembangunan hutan yang baru. Bahkan sampai saat terakhir dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), GB No.50 yang dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan pidana dan merampas perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat sesungguhnya sudah di rekayasa dengan merubah GB No.50 melalui terjemahan kedalam Bahasa Indonesia, yang secara umum dan menyeluruh menyimpang dari fakta-fakta hukum yang sebenarnya, terlebih lagi jikalau GB No.50 tersebut tidak tercatat dalam daftar Staatsblaad Tahun 1924 yang harus menjadi dasar keberlakuan atau kekuatan mengikat ;

Lagipula dokumen tersebut tidak pernah dicocokan dengan dokumen asli untuk dapat diterima sebagai alat bukti yang sah (Vide Halaman 30, 31 Putusan No. 434/PDT/2011/PT.MDN, Halaman 2 Putusan nomor 134K/TUN/2007), dan Staatsblad Hindia Belanda Tahun 1924 juga tidak menyebut adanya Gouvernement Besluit (GB) No.50 tersebut sebagaimana terlihat dari daftar isi Staatsblad tahun 1924 ;

7. Bahwa dakwaan JPU tersebut diatas menyebutkan seolah-olah PT.Torus Ganda dan Penggugat menduduki secara tidak sah Hutan Negara tetap seluas 23.000 ha yang disebutkan terletak di Hutan Negara Kawasan Hutan Produksi Padang Lawas Kecamatan Simangambat (dahulu Kecamatan Barumun Tengah) Kabupaten Tapanuli Selatan, namun tidak menjelaskan dengan rinci posisi kordinat yang pasti secara spasila sebagai keharusan demi kepastian hukum dengan ketat (Lec stricta dan lex certa) sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan yang menyebabkan kekeliruan dalam eksekusinya sebagaimana terjadi dalam perkara a quo. Dengan demikian dakwaan JPU tersebut tidak benar karena lokasi Perkebunan yang dikelola Pengugat yang menyebabkan lahirnya amar putusan pidana “merampas” kebun milik Penggugat seluas seluas 23.000 ha merupakam pelanggaran Hak Asasi Manusia Penggugat yang sah ;

8. Bahwa dari fakta-fakta yang disebutkan diatas nyata-nyata JPU jelas telah keliru dalam menentukan luas lokasi (locus) dari objek sengketa dan objek barang bukti dalam perkara pidana karena lokasi perkebunan yang dikelola Penggugat (dengan pendampingnya PT.TORUS

(6)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

GANDA) bukan yang dimaksud dalam Dakwaan JPU, sehingga tidak ada alasan menurut hukum untuk merampas lahan perkebunan sawit yang dikelola Penggugat dengan pendampingan PT.TORUS GANDA yang luasnya + 23.000 ha. Kekeliruan tersebut terjadi karena baik Tergugat I maupun Tergugat II tidak pernah melakukan pemeriksaan setempat (plaatselijkonderzoek) dan JPU tidak pernah mampu menentukan batas-batasnya sesuai koordinat geographis sebagaimana mestinya ;

9. Bahwa terlepas dari kelalaian JPU yang tidak melakukan pemeriksaan setempat dan tidak pernah mampu menentukan batas batas dengan cara sebagaimana mestinya yang disebutkan diatas, ternyata kegiatan dalam lokasi yang disebutkan dalam dakwaan JPU yang dikelola Penggugat tanpa ijin dari Menteri Kehutanan, padahal hal tersebut tidak benar, justru sebaliknya karena anggota Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan mengelola tanah masyarakat adat yang sebagian sudah memperoleh sertifikat hak milik (SHM) dan oleh karena itu bukan dalam kawasan hutan yang awalnya diperoleh berdasarkan hak tradisionil yang turun menurun seluas ± 23.000 Ha, dan dikelola sesuai dengan tujuan Koperasi dengan meminta pendampingan Management, financial maupun administrasi dan operasional dari PT. Tor Ganda ;

10. Bahwa selain daripada itu lokasi yang dikelola Penggugat berdasarkan hak-hak tradisionalnya dalam masyarakat hukum adat yang diperoleh dari Marga Hasibuan yang menjadi anggota Koperasi Parsub yang diakui dan dilindungi pada jaman penjajahan sampai sekarang dan saat ini sebagian besar sudah memperoleh SHM. Dan setelah kemerdekaan sampai saat ini hak-hak tradisional dimaksud diatas jelas-jelas diakui dan diatur konstitusi Negara RI sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi :

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang” ;

11. Bahwa perlindungan dan pengakuan konstitusi atas hak-hak traditional tersebut telah jelas-jelas ditegaskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013 yang intinya menyatakan :

“bahwa hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat tidak termasuk hutan Negara”

(7)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

hal mana juga merupakan ketentuan yang dianut oleh UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan khususnya Pasal 15 dan Putusan MK No.45/PUU-IX/2011, tanggal 9 Februari 2012 tentang pemahaman dan pemaknaan penetapan Kawasan Hutan harus melalui empat tahapan, yaitu :

“Penunjukan, Penata Batasan, Pemetaan dan Pengukuhan/Penetapan, tanpa mana Penunjukkan hutan tanpa proses tahapan tersebut adalah praktek dari pada pemerintahan otoriter dan bukan merupakan praktek dari pemerintahan yang demokratis” ;

12. Bahwa selain itu di lokasi Penggugat yang disebut-sebut oleh JPU berada di 5 (lima) desa sebagai locus delicti perbuatan pidana yang didakwakan kepada DL. Sitorus pada kenyataannya terdapat sebanyak 43 badan usaha diantaranya termasuk BUMN, PMA, yang mengelola perkebunan Kelapa Sawit tanpa dipermasalahkan sebagai perkara pidana oleh Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah ataupun Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, yaitu antara lain :

1)PT.Hexa Setia Sawita, 1.1176ha, 2)PT.Sumber Sawit Makmur, 2.072ha, 3)PT.Damai Nusa Sekawan, 2.384ha, 3)PT.Agro Mitra Karya Sejahtera, 21.543.23ha, 4)PT.First Mujur Plantation dan Industri, 15.000ha 5)PT.Wonorejo Perdana, 15.000.00ha. 6)PT.Austindo/PT.Eka Pendawa Sakti, 11.238ha, 7)PT.Barumun Raya Padang Langkat, 2.372.97ha, 8)PT.Sinar Tika Portibi Jaya Plantation, 1.679.12ha, 9)PT.Mazuma Agro Indonesia (MAI), 12.266.43ha, 10)PT.Karya Agung Sawita (KAS), seluas 14.374.86ha, 11)PT.Perkebunan Nusantara II, seluas 4.000ha, 12)PT.Sibuah Raya, seluas 1.750.00ha, 13)PT.Perkebunan Nusantara IV, 1.294.20 ha, 14)PT.Toga Saudara Makmur, 192.55ha, dll, sebagaimana disebutkan dalam laporan hasil audit Tim Interdep Mei 2005 .

Anehnya lahan KUD Serbaguna yang dinyatakan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup berada di dalam kawasan hutan Register 40 yang kemudian dipergunakan oleh JPU mendakwa DL. Sitorus menduduki kawasan hutan tanpa ijin Menteri LHK, ternyata oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/2011/PT.MDN (yang sudah berkekuatan hukum tetap), dinyatakan tidak dalam kawasan hutan dan justru kepemilikan tanah masyarakat anggota KUD serbaguna yang didasarkan pada 624 624 SHM telah dinyatakan sah. Keraguan menjadi nyata karena Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan SK

(8)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

No.922/Kpts-II/1992 tanggal 19 September 1992 yang memberikan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) seluas 104.800 Ha kepada PT. Inhutani IV, sedangkan luas Register 40 berdasarkan SK No. 923/Kpts/Um/12/1982 hanya seluas 75.622 Ha, sehingga menimbulkan pertanyaan hukum dimanakah lokasi lahan yang didakwakan kepada DL. Sitorus ;

13. Bahwa Lahan yang dikelola Penggugat tersebut telah ikut dituntut oleh Tergugat II dan dinyatakan dirampas untuk Negara dan telah diputus dengan Putusan No.2642K/Pid/2006, ternyata benar-benar keliru, perampasan mana dilaksanakan dengan menyerahkan lahan tersebut kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sumut (Vide Berita Acara penyerahan rampasan tanggal 26 Agustus 2009), dengan fakta dan hukum demikian telah dapat menunjukkan terjadinya kesewenangan-wenangan pemerintah (penguasa) sebagaimana yang disebutkan oleh putusan Mahkamah Konsitusi No . 45/PUU/2012 sebagai praktek pemerintah otoriter sehingga lahan milik masyarakat Adat Marga Hasibuan dan sebagian sudah bersertifikat Hak Milik, dan yang diatasnya Negara pernah menerbitkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada 5 Perusahaan secara tidak sah (secara sepihak tanpa melibatkan/mendapat persetujuan masyarakat yang berhak) ;

Bahwa berdasarkan HPH yang pernah dikeluarkan sebagaimana dimaksud diatas, lahan dibabat, tanpa ada tanggungjawab reboisasi, akibatnya tanah tersebut menjadi lahan kritis sehingga kemudian masyarakat Luhat Ujung Batu (sebagai pihak yang berhak atas lahan/tanah-tanah adat tersebut yang sebagian besar juga sudah bersertifikat hak milik), berusaha untuk memanfaatkan tanah-tanah tersebut dengan berencana akan menanam tumbuhan yang dinilai produktif dan mempunyai nilai ekonomis yaitu pohon kelapa sawit ;

14. Bahwa perampasan dan penyerahan Lahan Kebun Kelapa Sawit tersebut diatas, dikarenakan DL. Sitorus/Dirut PT. Torusganda (Pendamping) telah dikriminalisasi dengan mempersalahkannya seolah-olah DL. Sitorus secara melawan hukum mengelola kawasan hutan seluas 24.000 Ha (dalam rangka kerjasama dengan Koperasi Parsub) dengan menggunakan alasan alasan yang dibuat-buat, antara lain :

(9)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

- Berita Acara Penyerahan Tanah Kawasan Hutan Padang Lawas dari Masyarakat kepada Gubernur Sumut, Tanggal 20 Mei 1981 Seluas 12,000Ha, Tanggal 26 Mei 1981 seluas 10,000ha tanggal 06 Juni 1981 seluas 8.000 ha; (yang semuanya tidak pernah ada aslinya) ;

- Keputusan Menteri Kehutanan (sic Menteri Pertanian) nomor 923/Kpts/Um/12/1902, tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan areal hutan di wilayah Propinsl Dati I Sumut Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) telah dikeluarkan seolah-olah didasari GB 50 tersebut diatas ;

- Peraturan Daerah Propinsi Sumut No.7 Tahun 2003 tentang Rencana TataRuang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumut tahun 2003– 2018 ; - Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No.14 Tahun 1998

tentang RTRW Kab.Dati II Tapanuli Selatan ;

Bahwa areal tersebut diatas seolah-olah dilarang untuk diduduki tanpa ijin dari Menteri Kehutanan Rl sesuai ketentuan pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (padahal kawasan tersebut bukanlah kawasan hutan sesuai dengan putusan MK dan Putusan Pengadilan Tinggi tersebut diatas, dan terlebih-lebih hukum adat tentang hak-hak tradisional masyarakat adat).

15. Bahwa sebagaimana telah disebutkan diatas ternyata lahan yang dirampas dalam eksekusi (26 Agustus 2009) yang dilakukan oleh Tergugat II dan diserahkan kepada Tergugat III dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara telah dinyatakan bukan Kawasan hutan berdasarkan sebagaimana disebut dalam Putusan sebagai berikut :

 Putusan PK PTUN No.06.PK/TUN/2008 Tanggal 05 Mei 2008 ;

 Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/ PT.MDN/2012, tanggal 4 Juni 2012. (sudah berkekuatan Hukum Tetap. Tidak ada Kasasi) ; Dengan demikian baik Penggugat maupun DL. Sitorus selaku Direktur PT.TORUSGANDA tidak pernah melakukan kegiatan di daerah terlarang secara bertentangan dengan hukum yang berlaku in casu hukum adat tentang perlindungan hak-hak tradisional. Hal ini dikuatkan dengan adanya Putusan Perdata Pengadilan Tinggi Medan nomor 434/PDT/2012/PT.MDN, tanggal 4 Juni 2012 (sudah inkracht) yang intinya mengatakan tidak ada kawasan hutan di areal yang dijadikan kebun-kebun Kelapa Sawit

(10)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

masyarakat anggota PARSUB yang dikelola PARSUB dengan pendampingan PT. TORUS GANDA;

16. Bahwa Berdasarkan Putusan-Putusan Pengadilan terkait dengan kasus yang sama dengan kasus Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan, Tergugat I telah diperintahkan untuk menyerahkan lahan Kebun Sawit seluas + 23.000 Ha yang dikelolanya, dan membatalkan semua pernyataan ataupun surat-surat keputusannya tentang Kawasan Hutan yang dikelola KPKS Bukit Harapan yang kasusnya sama dengan Penggugat, akan tetapi Tergugat I tidak mau menyerahkan dan membuat pembatalan surat pernyataan/keputusannya sesuai dengan perintah Pengadilan TUN dan hal tersebut telah secara tidak langsung mengakibatkan timbulnya kerugian bagi Penggugat ;

17. Bahwa masyarakat Luhat Ujung Batu dan Simangambat yang sebagian juga sebagai anggota PARSUB adalah sebagai pihak yang berhak secara sah atas lahan yang dipermasalahkan, padahal masyarakat tesebut adalah generasi ketujuh Marga Hasibuan yang hidup di Desa Tanah Adat Ulayat Padang Lawas seluas + 178.000 ha sebagaimana juga yang diketahui dan diakui pemerintah Belanda/Kolonial atas adanya hak ulayat masyarakat hukum adat dimaksud (vide UUD 1945 sebelum perubahan). Bahwa Para Penggugat hidup secara turun temurun dan selalu memanfaatkan sumber daya alam di lokasi tersebut sebagai sumber penghidupan ;

18. Bahwa berkaitan dengan yang dikemukakan diatas, berdasarkan ketentuan pasal 12 Ayat (1) UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (LN.Tahun 1960 No.104), yang menyatakan:

“Segala Usaha bersama dalam lapangan agraria di dasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya”.

Sehingga dengan demikian DL. Sitorus secara bersama-sama dengan PARSUB telah melaksanakan amanah yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) UUPA tersebut.

19. Bahwa berkaitan dengan apa yang dikemukakan diatas, menurut ketentuan Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dikatakan sebagai berikut:

“Bahwa penunjukan kawasan hutan adalah salah-satu tahap dalam proses pengukuhan kawasan hutan, dan ketentuan demikian harus memperhati-kan kemungkinan adanya hak-hak perseorangan atau

(11)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

ulayat pada kawasan hutan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan sehingga jika demikian terjadi, maka penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan harus mengeluarkannya dari kawasan hutan agar tidak merugikan bagi masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan” ;

Oleh karena hal yang demikian, maka pada saat penataan batas dan pemetaan batas kawasan hutan Pemerintah/ Menteri Kehutanan seyogianya terlebih dahulu harus mengeluarkan semua tanah yang menjadi Hak ulayat masyarakat adat setempat (anggota Parsub KPKS Bukit Harapan) dari areal kawasan yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan, tetapi dalam kenyataannya hal demikian tidak dilakukan. Dengan demikian terbukti Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu telah melanggar Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 tersebut diatas dan Putusan M.K.No.45/PUU–IX/2011, 21 Pebruari 2012 ;

20. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/PDT/PT.MDN, tanggal 4 Juni 2012, di mana yang menjadi Tergugat adalah Menteri Kehutanan RI dan bukti yang diajukan Menteri Kehutanan sebagai T–1, adalah Gouvernement Besluit (G.B) No.50, 25 Juni 1924, yang diterjemahkan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia oleh Siti Warian Prawirasastra yang hanya dalam bentuk fotocopy yang tidak pernah ada aslinya ;

21. Bahwa pada halaman yang sama, dalam pertimbangan Majelis Hakim Tinggi Medan dinyatakan, bahwa selanjutnya surat lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas Reg.40 yang berskala 1:100.000 Gouvernement Besluit 25 Juni 1924 No.50 (padahal dalam kenyataan GB No.50 Tahun 1924 tidak memiliki lampiran peta) dan Surat Gubernur Sumatra Utara 5 Nopember 1977 No.26081/3, tidak memuat keterangan apa-apa, tetapi hanya tertulis sebagai berikut :

- Jalan ;

- Batas Areal Perladangan ;

- Batas kawasan yang telah diusulkan ; - Areal Pemasukan baru;

22. Bahwa dalam pertimbangan selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas Reg.40 GB No50 tanggal 25 Juni 1924 dan Surat GUBSU No.5/1077

(12)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

No.26081/3 tersebut aslinya berbahasa Belanda, dan dirobah dan ditambah dengan Bahasa Indonesia dan direkayasa menjadi; batas kawasan yang telah diusulkan areal Pemasukan baru ” .

23. Bahwa pada halaman 31 alinea I, pertimbangan Majelis Hakim Tinggi Medan mengemukakan sebagai berikut :

" Menimbang bahwa lampiran peta kawasan hutan Padang Lawas adalah foto copy yang telah terjadi perubahan secara umum dan menyeluruh Padang Lawas menjadi kawasan hutan register 40 dan tidak menyebut nama Desa Parsombaan, Kecamatan Barumun, tidak sesuai dengan daftar yang ditetapkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Batavia tanggal 25 Juni 1924 (No.50) tidak ada Desa Parsombaan, Kecamatan Barumun dalam daftar Kawasan Hutan dan Peta Kawasan Hutan Padang Lawas, Kawasan Hutan Register 40 karena foto copy yang tidak ada aslinya oleh karena itu harus ditolak”.

Bahwa fakta yang diabaikan oleh putusan bahwa GB No. 50 Tahun 1924 tanggal 25 Juni 1924 sesungguhnya tidak mempunyai lampiran Peta, akan diperhadapkan dengan alat bukti yang diajukan Penggugat yang dibuat oleh ahli Pemetaan resmi sebagaimana akan disajikan dalam tahapan pembukian, dengan stadar pemetaan metode proyeksi : Universal Transverse Mercator (UTM) Datum : World Grid System 84 (WGS84) Zone N telah ternyata terjadi kekeliruan penentuan locus delicti dakwaan JPU terhadap DL Sitorus dan lokasi daripada lahan perkebunan yang dikelola Penggugat .

Dengan demikian, jelas-jelas dan secara nyata terbukti bahwa telah terjadi diskriminasi, kriminalisasi terhadap diri DL.Sitorus karena pada kenyataannya terdapat banyak perusahaan dilokasi tersebut diatas yang melakukan kegiatan pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit tetapi justru tidak dituntut dan tidak diajukan kedepan sidang Pengadilan. Oleh karenanya kriminalisasi, diskriminasi yang dilakukan terhadap diri DL.Sitorus adalah Jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi, karena UUD 1945 secara tegas mengamanatkan dalam pasal 27 ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut:

(13)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Kemudian dalam pasal 28I ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan :

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Dan juga jelas-jelas terbukti secara nyata bahwa perkebunan Kelapa sawit yang dikelola Penggugat tersebut adalah bukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud JPU.

24. Bahwa jika perkara ini dihubungkan dengan Putusan M.K. No.45/PUU– IX/2011, 21 Pebruari 2012, yang amar Putusannya sebagai berikut :

 Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya ;

 Frasa di tunjuk dan atau pasal 1 angka 3 UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2004 tentang Penetapan PERPU UU No.1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.86, TLNRI No.4412 bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 ;

 Frasa “ditunjuk dan atau“ dalam pasal 1 angka 3 UU nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaiman telah diubah dengan UU No.19 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU (LNRI Tahun 2004 No.86 TLNRI No.4412) tidak mempunyai kekuatan Hukum mengikat ;

 Memerintahkan Pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI sebagaimana mestinya.

25. Bahwa dalam hal ini putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”) harus berlaku surut, tentang hak yang diakui sebelum jaman kemerdekaan tetap keberadaanya, oleh karena itu MK yang mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk menguji UU terhadap UUD RI Tahun 1945, maka Putusan MK harus dihormati yang merupakan pengawasan terhadap UU yang bertentangan dengan UUD 1945, oleh karena itu Putusan MK harus diikuti, dengan

(14)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

demikian Hak Ulayat sebagaimana dalam Pasal 3 UUPA No.5/1960 menyatakan :

Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi“.

26. Bahwa berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas terbukti bahwa Penggugat adalah sebagai Pihak yang berhak secara sah mengelola dan membudidayakan perkebunan Kelapa Sawit diatas tanah seluas ± 23.000 ha tersebut yang terletak lokasinya sangat jauh dan berbeda dengan letak lokasi yang disebutkan dalam dakwaan JPU dan Putusan Pidana dimaksud (bukan lokasi yang didakwakan) dan bukan di kawasan hutan karena sebagian sudah diterbitkan sertifikat Hak Milik dan sebagian lagi tanah hak tradisonal dan sesuai juga dengan Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.434/Pdt/PT.Mdn, tanggal 4 Juni 2012 dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewidjs) . 27. Bahwa dari fakta-fakta diatas terbukti Para Tergugat telah menghalangi

Penggugat mengelola dan membudidayakan perkebunan Kelapa Sawit dilahan tersebut, sehingga perbuatan Para Tergugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata ;

28. Bahwa karena dalam perkara TUN yang telah diputus sampai tingkat Peninjauan Kembali, (Vide Putusan MA No.06.PK/TUN/2008, 05 Mei 2008), yang amarnya intinya menyatakan batalnya Surat Keputusan Tergugat I S.419/Menhut-II/2014, Putusan PT Medan yang sudah inkracht No.434/PDT/2011/ PT.MDN, 04 Juni 2012 yang intinya menyatakan perkebunan Kelapa Sawit yang terletak di Padang Lawas tidak termasuk dalam Kawasan Hutan, Hal mana jelas diketahui Para Tergugat, sehingga oleh karenanya Tergugat I mempunyai hak/wewenang untuk melarang/ mengancam siapa saja untuk membeli hasil kebun kelapa sawit dari kebun yang di kelola Penggugat, sebagaimana surat Tergugat I No.S.13/Menlhk-Setjen/RHS/ 2015, tanggal 25 Juni 2015 ;

29. Bahwa apa yang diamanatkan dalam pasal 27 ayat (1) dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945 adalah kewajiban untuk memperlakukan semua Warga

(15)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Negara Indonesia sama kedudukannya dimuka hukum oleh karena itu tidak boleh ada perbedaan/diskriminasi perlakuan antara warga Negara yang satu dengan yang lain dalam penegakan hukum, sehingga tidak tepat jika DL. Sitorus didudukkan Jaksa Penuntut Umum sebagai Terdakwa, dalam Perkara Pidana (Putusan Kasasi No.2642K/Pid/2006, tanggal 12 Pebruari 2007), sedangkan dilain pihak Perusahaan yang lain dibiarkan begitu saja. Dengan demikian Terbukti perbuatan Tergugat II dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Medan-Sumut, melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan membuat Berita Acara tertanggal 26 Agustus 2009, tentang Penyerahan Barang Rampasan berupa :

- Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan Padang Lawas seluas + 23.000 ha yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.TOR GANDA beserta bangunan yang ada diatasnya ;

- Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas + 24.000 ha yang dikuasai oleh Koperasi PARSUB dan PT. TORUS GANDA beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya ;

30. Bahwa kemudian pada tanggal 21 April 2015 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah membuat Suratnya No.S.174/Menlhk-II/2015, perihal, Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatra Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan, dan kemudian tanggal 25 Juni 2015 Tergugat I (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI), membuat Surat lagi melalui suratnya No.S.13/Menlhk-Setjen/RHS/2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI, intinya melarang dan mengancam kepada pihak yang melakukan transaksi dengan Parsub dan KPKS Bukit Harapan, dalam suratnya yang terdiri dari III poin, lengkapnya dikutip berbunyi sebagai berikut :

I. Bahwa Areal Perkebunan seluas 47.000 Hektar beserta seluruh bangunan di atasnya di Kawasan Register 40 Padang Lawas Provinsi Sumatra Utara, saat ini dikuasai secara illegal oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda serta Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda. Berdasarkan Putusan MA Nomor 2642K/Pid/2006 merupakan hak Negara ;

II. Bahwa segala kegiatan atau transaksi berkaitan dengan perkebunan dan seluruh bangunan di atasnya di Kawasan Register 40 Padang Lawas yang saat ini dikuasai secara illegal oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda serta Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda yang dilakukan

(16)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

tanpa melalui Negara merupakan kegiatan melawan hukum Negara Republik Indonesia, dan dapat dipidana ;

III. Bahwa Pemerintah mengalihkan manajemen perkebunan sawit beserta seluruh bangunan diatasnya di dalam Kawasan Register 40 Padang Lawas, Provinsi Sumatra Utara sebagaimana dimaksud Negara, dalam hal ini kepada BUMN RI ;

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, dikatakan lebih lanjut bahwa Tergugat I meminta dukungan Ketua Umum GAPKI untuk memberitahukan kepada anggota GAPKI agar tidak melakukan transaksi dengan KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda serta Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda. Dalam hal terjadi transaksi, Tergugat I mengancam akan mengenakan pidana dan memproses secara hukum.

31. Bahwa sebagaimana dikemukakan diatas Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda sebagai pendamping di areal Padang Lawas (bukan kawasan hutan) berdasarkan hak tradisional yang turun temurun yang seluruhnya 24.000 Ha dan sebagian dari lahan tersebut sudah bersertifikat Hak Milik, sehingga Putusan Pidana No.481/PID.B/2006/ PN.JKT.PST Jo Putusan No.2642K/PID/2006 yang inti amarnya bahwa Terdakwa DL.Sitorus dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana mengerjakan dan menggunakan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Dan merampas barang bukti berupa perkebunan Kelapa Sawit 47.000 Ha yang di kuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. TORGANDA beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya dan Koperasi Parsub dan PT. TORUS GANDA, padahal putusan pidana tersebut telah terkoreksi melalui putusan :

- Putusan PK Pengadilan TUN No.06 PK/TUN/2008, tanggal 05 Mei 2008. - Putusan Pengadilan Tinggi. Medan No.434/PDT/PT.MDN/ 2012,

tanggal 4 Juni 2011 (sudah berkekuatan hukum tetap, tidak Kasasi dan PK Menteri Kehutanan ditolak MA) .

Bahwa surat Tergugat I tersebut telah mengakibatkan tersendatnya pendistribusian dan penjualan hasil kelapa sawit Penggugat, sehingga menimbulkan kerugian kepada Penggugat, dan dengan demikian Perbuatan Tergugat I adalah merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata ;

32. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat I, dengan mengeluarkan surat No.S.174/ Menlhk-II/2015 dan

(17)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

No.S.13/Menlhk-Setjen/ RHS/2015 Penggugat telah mengalami kerugian materiil sampai saat ini, dengan perhitungan sebagai berikut :

- Kerugian berupa hasil produksi yang dilarang dijual, yaitu 1 (satu) bulan = Rp.5.000.000,- (Lima Juta rupiah) per hektar ;

- Bahwa disamping kerugian materiil yang diderita Penggugat, juga mengalami kerugian immaterill, selaku badan hukum Koperasi PARSUB, bersama anggotanya, akibat perbuatan Tergugat I,II, dan III telah mengganggu ketenangan/kedamaian, dan kepastian berusaha bagi penggugat dalam mengelola dan mengerjakan Kebun Kelapa Sawit di area Padang Lawas tersebut, bahkan banyak anggota koperasi stress, sakit, dan tertekan, yang jika dihitung secara adil dengan uang, maka kerugian yang diderita Penggugat adalah sebesar Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) ;

33. Bahwa karena yang melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Penggugat adalah Tergugat I, II, III, sehingga Penggugat memohon agar Majelis Hakim dalam Perkara ini, menghukum Tergugat I, II, III secara tanggung renteng membayar ganti-rugi materill kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) per hektar dalam satu bulan, terhitung sejak tanggal 21 April 2015 sampai gugatan ini didaftarkan (selama 8 bulan), sehingga seluruhnya berjumlah ± 23.000 ha x 8 x Rp 5.000.000 = Rp 920.000.000.000 (sembilan ratus dua puluh milyar rupiah) secara tunai dan sekaligus ;

34. Bahwa Kerugian immateril sebagaimana dikemukakan diatas yang diderita Penggugat sebesar Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) mohon Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menghukum Tergugat I, II, III membayarnya kepada Penggugat secara Tunai dan sekaligus ;

35. Bahwa karena Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit diluar lokasi yang dimaksud dalam putusan Pidana tersebuat diatas melainkan diatas dan atas hak-hak tradisional masyarakat adat yang diakui oleh konstitusi, yang paralel dengan Putusan TUN nomor 06.PK/TUN/2008, tanggal 05 Mei 2008 Jo Pasal 116 ayat (2) UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN jo Pasal 97 ayat (9) huruf a UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN. Maka penggugat mohon agar majelis Hakim yang mengadili perkara ini menyatakan sah menurut hukum Penggugat mengelola dan

(18)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

membudidayakan perkebunan kelapa sawit tersebut, termasuk untuk menjual dan menerima hasil penjualannya ;

36. Bahwa karena Penggugat mengelola perkebunan kelapa sawit adalah dengan cara yang tidak melawan hukum, diluar lokasi yang dimaksud dalam dakwaan dan Putusan Pidana tersebut diatas maka Penggugat memohon Majelis Hakim untuk terlebih dahulu mengeluarkan putusan provisi agar Para Tergugat tidak menghalangi Penggugat untuk mengelola dan membudidayakan serta melakukan perbuatan yang berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit tersebut, sebagai berikut :

a. Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, surat yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak pemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;

b. Pernyataan bahwa Penggugat berhak untuk meneruskan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak yang berhak ;

(19)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

37. Bahwa karena Tergugat III, dalam hal ini selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, selaku pejabat yang wajib mengetahui bahwa areal Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola Penggugat seluas ± 23.000 Ha adalah bukan di kawasan hutan akan tetapi di areal Padang Lawas yang dipunyai masyarakat berdasarkan hak tradisional yang turun temurun yang diakui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 3 UUPA Tahun 1960 dan berdasarkan Sertifikat Hak Milik yang secara sah diterbitkan Turut Tergugat, akan tetapi justru sebaliknya Tergugat III telah ikut menandatangani Berita Acara Penyerahan Barang Rampasan dan menerima penyerahan yang dilakukan oleh Tergugat III, tanggal 26 Agustus 2009, sehingga dengan demikian perbuatan Tergugat III adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata .

38. Bahwa ada kekhawatiran yang sangat beralasan para Tergugat secara semena-mena akan memaksakan eksekusi dari diktum yang non-eksekutabel (tidak dapat dilaksanakan), sehingga untuk mengindari kerugian yang lebih besar bagi Pengguggat dan seluruh anggotanya yang juga adalah masyarakat setempat yang menggantungkan nafkah/penghidupan pada pengelolaan perkebunan sawit beserta hasilnya, agar gugatan perkara ini tidak menjadi sia-sia Penggugat mohon Yang Mulia Majelis Hakim dalam Perkara ini untuk terlebih dahulu meletakkan sita milik atas objek sengketa berupa kebun kelapa sawit yang dikelola Penggugat ;

Untuk menentukan letak yang pasti dari Objek sengketa yang Penggugat mohon untuk disita bersama ini dimohon kepada Bapak Pengadilan Negeri agar menentukan sita atas lokasi objek sengketa dengan menggunakan instrument Global Positioning System (GPS) sehingga diperolah koordinat geografis secara spasial dengan akurat dan yang dapat menghindarkan masalah kesalahan penentuan objek perkara (error in objecto) seperti yang dialami dalam putusan Pidana No.481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo Putusan PT. Jakarta No.194/Pid/2006/PT.DKI, 11 Oktober 2006 jo Putusan No.2642K/PID/ 2006 tanggal 12 Februari 2007 jo Putusan No.39PK/PID.SUS/2007, tanggal 16 Juni 2008 ;

39. Bahwa agar putusan dalam perkara ini dilaksanakan oleh Tergugat I, II, III, mohon yang mulia Majelis Hakim perkara ini menghukum, memerintahkan Tergugat I,II, III untuk bertanggung jawab membayar uang paksa

(20)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

(dwangsom) Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) setiap hari, apabila Tergugat I, II, III tidak melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum yang pasti ;

40. Bahwa karena sifat perkara ini sangat exepsionil dan sangat penting mengingat kepentingan yang sangat pokok sebagai sumber nafkah anggota Koperasi Parsub (Penggugat) dan demi kemanusiaan, mohon Majelis Hakim perkara ini agar putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu, walaupun ada banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;

41. Bahwa Turut Tergugat ditarik sebagai pihak dalam perkara ini, mengingat objek perkara ini adalah langsung berhubungan dengan kewenangan turut Tergugat selaku organ Pemerintah yang telah mengeluarkan ribuan Sertifikat Hak Milik dan puluhan Hak Guna Usaha di Areal Padang Lawas yang diklaim sebagai Kawasan Hutan oleh para Tergugat, termasuk sebagian dari sertifikat yang diterbitkan Turut Tergugat diatas lahan yang dikelola Penggugat dan telah dirampas Tergugat II dan diserahkan kepada Tergugat III secara semena-mena. Dengan demikian mohon Majelis hakim perkara ini menyatakan turut Tergugat tunduk dan mentaati putusan dalam perkara ini ;

Berdasarkan hal-hal yang Penggugat kemukakan diatas mohon Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini kiranya berkenan memutuskan sebagai berikut :

DALAM PROVISI ;

1. Menyatakan dan menetapkan sebelum perkara ini memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, surat yang dikeluarkan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak pemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;

2. Pernyataan bahwa Penggugat berhak untuk meneruskan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari kebun kelapa sawit dimaksud tanpa ada gangguan dari pihak manapun

(21)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I tidak melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak yang berhak ;

3. Menyatakan surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan RI No. S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 Perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Tapanuli Selatan kepada Penggugat dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten effct), karena melanggar konstitusi sebagaimana dimuat dalam pembukaan UUD-1945 tentang tujuan dibentuknya NKRI adalah untuk melindungi segenap bangsa ;

4. Memerintahkan Tergugat I, II dan III serta Turut Tergugat untuk tidak menghalangi Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun menurun dan hak kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;

5. Menyatakan Putusan Provisi berlaku sejak dibacakan atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan Provisi ini bila Tergugat I, II, III lalai atau tidak melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai perkebunan kelapa sawit (PKS) dimaksud sehingga tidak diperlukan acara penyerahan dari Tergugat II atau dari pihak manapun juga, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil penjualannya sebagai pihak yang berhak ;

DALAM POKOK PERKARA :

(22)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

2. Menyatakan Perbuatan Para Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad) ;

3. Menyatakan sah dan berharga sita yang diletakan diatas objek sengketa ; 4. Menyatakan sah dan berharga putusan provisi tentang pernyataan Hakim

bahwa :

a. Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, surat yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan, kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI yang berkaitan dengan pengelolaan dan pembudidayaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola Penggugat berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) berada dalam status quo ;

b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. No.S.174/MenLhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan, Bupati Padang Lawas Utara, dan Bupati Tapanuli Selatan, kepada Penggugat, dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015, tanggal 25 Juni 2015, yang ditujukan kepada Ketua Umum GAPKI sebagai tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten effect) ;

c. Kehabsahan hak Penggugat untuk meneruskan pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan menjual/ menerima hasil dari kebun kelapa sawit dimaksd tanpa ada gangguan dari pihak manapun juga termasuk dari Para Tergugat, terhitung sejak dibacakan Putusan Provisi atau setidak-tidaknya dalam waktu 14 hari setelah adanya pembacaan putusan provisi ini bila Tergugat I tidak melaksanakannya secara sukarela, maka Pengadilan berdasarkan Putusan ini telah memberikan hak secara serta merta kepada Penggugat untuk meneruskan kembali mengelola dan menguasai lahan perkebunan kelapa sawit dimaksud sehingga tidak diperlukan

(23)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

acara penyerahan dari Tergugat I, serta menjual hasil pengelolaannya serta menerima hasil penjualan sebagai pihak yang berhak ;

5. Menyatakan Gouvernement Besluit (G.B) No.50 tanggal 25 Juni 1924 yang tidak pernah ada aslinya dan tidak terdaftar dalam staatsblad Hindia Belanda Tahun 1924, tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk penetapan kawasan hutan di Padang Lawas ;

6. Menyatakan bahwa Penggugat mengelola Perkebunan Kelapa Sawit di areal Padang Lawas berdasarkan hak-hak tradisonil yang turun temurun seluruhnya 23.000 ha, yang sebagian lahan tersebut sudah bersertifikat Hak Milik yang diakui oleh Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 3 UUPA Tahun 1960 adalah sah menurut hukum ;

7. Menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan Penggugat bukan di lokasi yang di-sebutkan dalam Dakwaan maupun Putusan Pidana No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo Putusan No.39PK/PID.SUS/2007, Tanggal 16 Juni 2008 ;

8. Menyatakan bahwa amar putusan Pidana No. 481/PID.B/2006/PN.JKT. PST tanggal 28 Juni 2006 Jo Putusan PT.DKI Jakarta No. 194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 Jo Putusan MA.RI No. 2642K/PID/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo Putusan No.39PK/Pid.Sus/2007 tanggal 16 Juni 2008 yang bunyinya “merampas barang bukti” berupa Perkebunan Kelapa Sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas ± 23.000 ha yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT.Torganda beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dan Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas ± 24.000 ha yang dikuasai oleh Koperasi PARSUB dan PT.Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, dirampas untuk Negara, adalah amar putusan yang tidak sah dan batal demi hukum serta tidak dapat dieksekusi (non executable) ;

9. Menyatakan Perkebunan Kelapa Sawit dikawasan hutan Padang Lawas seluas + 23.000 ha beserta seluruh bangunan yang ada diatasnya, adalah hak Penggugat yang sah ;

10. Menyatakan Berita Acara Eksekusi yang dilakukan Tergugat II tanggal 26 Agustus 2009 yang diserahkan kepada Tergugat III tidak sah dan tidak berharga karena bertentangan dengan hukum ;

(24)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

11. Menyatakan sah menurut hukum, Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit yang menjadi haknya termasuk untuk menjual hasil perkebunan dan menerima hasil penjualannya sesuai dengan putusan Peninjauan Kembali Peradilan TUN No.06.PK/TUN/2008, tanggal 05 Mei 2008 Jo Pasal 116 ayat (2) UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN jo Pasal 97 ayat (9) huruf a UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN ;

12. Menyatakan tidak sah, dan tidak berharga Berita Acara Eksekusi tanggal 26 Agustus 2009 yang dibuat Tergugat II dan Tergugat III ;

13. Menghukum Tergugat I, II, III dan Turut Tergugat untuk tidak menghalangi Penggugat mengelola dan membudidayakan Perkebunan Kelapa Sawit berdasarkan hak tradisional masyarakat adat secara turun temurun dan hak kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) ;

14. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar ganti-rugi materiil kepada Penggugat sebesar Rp.920.000.000.000,-(Sembilan ratus dua puluh milyar rupiah) secara tunai dan ganti-rugi immaterill sebesar Rp.1.000.000.000.000,-(satu triliun rupiah) ;

15. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) setiap hari, akibat keterlambatan/ lalai melaksanakan atau mematuhi putusan ini, terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang pasti ;

16. Menyatakan Putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada banding maupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;

17. Menyatakan turut Tergugat tunduk dan taat terhadap putusan ini ;

18. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini ;

Apabila yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono) .

Membaca jawaban Tergugat I terhadap gugatan Penggugat tersebut yang pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

I. . DALAM EKSEPSI

1. Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak Berwenang untuk Memeriksa dan Mengadili Perkara a quo (Kompetensi Absolut)

(25)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Penggugat dalam Petitum memori gugatnya pada angka 4 huruf (a) halaman 24 mengajukan permohonan kepada majelis hakim a quo untuk menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (buiten effect) Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT. Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta PT. Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tentang Register 40 Padang Lawas yang ditujukan kepada ketua GAPKI .

Terhadap petitum Penggugat tersebut, Tergugat I tanggapi sebagai berikut :

a. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor : 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diatur bahwa : “Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitas” .

b. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 9 Undang-undang Nomor : 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diatur bahwa : “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukumTata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulakan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata” .

c. Bahwa Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT.

(26)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta PT. Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tentang Register 40 Padang Lawas merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Tergugat I), yang bersifat :

Konkret, karena keputusan tersebut berisi Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub).

Individual, karena Keputusan TUN tersebut ditujukan kepada pihak tertentu

dhi. Ketua GAPKI.

Final, karena Keputusan tersebut sudah memiliki akibat hukum untuk dilaksanakan, yaitu GAPKI berhak untuk tidak menerima hasil perkebunan yang berasal dari pihak lain harus menghormati Keputusan tersebut (erga omnes).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, karena Petitum Penggugat berisi permohonan kepada Majelis Hakim untuk menyatakan tidak sah Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, maka yang berwenang untuk memutuskan dan mengadili adalah badan peradilan Tata Usaha Negara, sehingga Pengadilan Negeri Padangsidimpuan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo (kompetensi absolute) ;

Dengan demikian cukup beralasan bagi majelis Hakim a quo untuk menjatuhkan putusan sela dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet onvantkelijke verklaard) ;

(27)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Dalil Penggugat angka 6 halaman 5 s/d 6 yang intinya menyatakan bahwa Penggugat sangat mempunyai kepentingan hukum langsung dalam gugatan ini adalah dalil yang tidak beralasan hukum, dengan alasan :

a. Azas dasar dalam hukum acara Perdata adalah azas point d’interet point d’action, yang berarti bahwa barangsiapa yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan ;

b. Dalam perkara a quo, Penggugat mendalilkan mengenai putusan tanggal 28 Juni 2006 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 194/Pid/2006/PT.DKI tanggal 11 Oktober 2006 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 jo. Putusan Mahkamah Nomor : 39 PK/Pid.Susu/2007 tanggal 26 Juni 2008 ;

c. Bahwa dalam putusan tersebut huruf b di atas, yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde), Darianus Lungguk Sitorus dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam bentuk sebagai perbuatan berlanjut ;

d. Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang bukti yang disita berupa :

- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas + 23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya ;

- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas + 24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya.

Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Keuangan;

e. Bahwa terhadap perkebunan sebagaimana butir d di atas, telah dilakukan eksekusi administrasi oleh Kejaksaan Tinggi Medan sesuai Berita Acara tanggal 26 Agustus 2009 ;

f. Bahwa meskipun sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), Penggugat secara melawan hukum masih

(28)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

menguasai objek perkara dimaksud, yang sebenarnya di rampas dan di kelola oleh Negara ;

Dengan demikian, maka Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum untuk mengajukan gugatan a quo, sehingga cukup alasan bagi Majelis Hakim a quo untuk menjatuhkan Putusan sela dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet ontankelijke verklaard) ;

II. DALAM POKOK PERKARA ;

1. Segala uraian yang terdapat dalam pokok perkara ini merupakan satu kesatuan dengan eksepsi yang telah di sampaikan di atas ;

2. Bahwa tanah sengketa a quo merupakan adalah Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas berdasarkan :

1) Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde) Nomor : 2642/Pid/2006 tanggal 12 Februari 2007 ;

2) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.579/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara ;

3. Dalil Penggugat angka 2 s/d 3 Halaman 2 yang intinya menyatakan bahwa atas tanah objek sengketa a quo telah diadakan kerjasama pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit antara Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) dengan PT. Torus Ganda atas lahan seluas 23.000 Ha yang berada di Kecamatan Simangambat (Dahulu Kecamatan Barumun Tengah) yang bukan merupakan kawasan hutan, adalah dalil yang tidak berdasar hukum dengan alasan ;

a. Bahwa tanah objek sengketa merupakan kawasan hutan sebagaimana uraian angka 2 di atas ;

b. Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya kausa yang halal ;

c. Bahwa karena obejk perjanjian merupakan kawasan hutan Register 40 Padang Lawas yang belum memperoleh izin dari Tergugat I sesuai kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yaitu Undang-udang Nomor : 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu “Mengatur dan menetapkan

(29)

hubungan-PENGADILAN TINGGI MEDAN

hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbutan hukum mengenai kehutaan” maka kausa perjanjian kerjasama pengelolaan perkebunan Kelapa Sawit antara Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) dengan PT. Torus Ganda atas lahan seluas 23.000 ha adalah tidak halal .

d. Bahwa oleh karena causa (objek) yang diperjanjikan adalah tidak halal/tidak sah maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukm (Vanrechtswegw Nietig), sehingga dianggap tidak benar ada . Dengan demikian dalil Penggugat tidak berdasarkan hukum dan harus ditolak .

4. Dalil Penggugat Angka 5 Halaman 2 yang intinya menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga mengganggu kegiatan perkebutan Penggugat adalah tidak berdasar hukum dengan alasan :

a. Bahwa tanah objek sengketa merupakan kawasan hutan sebagaimana uraian angka 2 diatas ;

b. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebrurai 2007 tanah objek sengketa telah dijadikan sebagai kawasan hutan dan dirampas oleh Negara untuk diserahkan kepada Departement Kehutanan ;

Dengan demikian tidak terdapat unsure perbuatan melawan hukum pada diri Para Tergugat, sehingga dalil Penggugat tidak beralasan hukum dan harus di tolak ;

5. Dalil Penggugat angka 13 halaman 6, angka 19 Halaman 9, Angka 27 Halaman 12 yang intinya menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu melanggar Pasal 15, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Pebruari 2012 dan Putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013 adalah dalil yang tidak beralasan hukum dengan alasan :

a. Berdasarkan pertimbangan Hukum Majelis Mahkamah Konstitusi pada angka 3.14 Putusan Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Februari 2012, dinyatakan “Bahwa meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(30)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2004, mempergunakan frasa “ditujukan atau ditetapkan” dalam Pasal 81 Tetap sah dan mengikat”.

b. Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor: 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tanggal 21 Pebruari 2012.

Dalam hukum tata Negara, keberlakuan suatu peraturan perundang-undangan didasarkan pada asa proaktif, artinya berlakunya untuk jangka waktu ke depan dan tidak retroaktif/ kebelakang.

c. Bahwa tempus delicti tindak pidana kehutanan atas nama Darianus Lungguk Sitorus dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 adalah sebelum diucapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 45/PUU-IX/2011 tanggal 21 Pebruari 2012.

Berdasarkan uraian tersebut huruf a s/d c di atas, maka GB dan Keputusan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 923/Kpts/UM/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 yang telah menunjuk Register 40 Padang Lawas sebagai kawasan hutan adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

d. Terkait Putusan MK Nomor : 35/PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013, Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan permohonan pembatalan Pasal 67 Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dengan demikian quod non Penggugat adalah masyarakat adat, maka pengukuhan keberadaannya harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Fakta hukumnya Penggugat tidak dapat menunjukkan Paraturan Daerah yang mengukuhkan keberadaan Penggugat sebagai masyarakat adat.

Dengan demikian tidak terdapat perbuatan melawan hukum pada diri Para Tergugat, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan ditolak.

(31)

PENGADILAN TINGGI MEDAN

6. Dalil Penggugat angka 33 dan 35 halaman 18 dan 20 yang intinya menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan Mengeluarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehuatan RI No. S.174/Menlhk-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS bukit Harapan, PT. Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) serta PT. Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.13/Menlhk-Set.Jen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 perihal pemberitahuan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tentang Register 40 Padang Lawas adalah dalil yang tidak berdasarkan hukum dengan alasan :

a. Bahwa dalam putusan Putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tabggal 12 Pebruari 2007 di atas, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), Darianus Lungguk Sitorus dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan tindak pidana mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara bersama-sama dan dalam bentuk sebagai perbuatan berlanjut .

b. Selanjutnya dalam putusan tersebut dinyatakan barang bukti yang disita berupa :

- Perkebunan kelapa sawit di kawasna hutan Padang Lawas seluas + 23.000 hektar yang dikuasai oleh KPKS Bukit Harapan dan PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya ;

- Perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padangf Lawas seluas + 24.000 hektar yang dikuasai oleh Koperasi Parsub dan PT. Torus Ganda beserta seluruh bangunan yang ada di atasnya.

Dirampas untuk Negara dalam hal ini Departemen Keuangan ;

c. Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti Rampasan tanggal 26 Agustus 2009, telah dilaksanakan pelaksanaan putusan MA Nomor : 2642 K/Pid/2006 tanggal 12 Pebruari 2007 ;

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kepuasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat hubungan positif tingkat kesadaran pengemudi terhadap kualitas emisi kendaraan dinas di Kabupaten Sleman dibuktikan

2014 Judul Paper : Aplikasi pupuk organik dan mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kencur.

Ahmad Kamil berpendapat bahwa pengertian pasif bukan berarti hakim tidak aktif sama sekali tetapi hakim harus aktif memimpin pemeriksaan perkara, oleh karena itu

Bahan yang digunakan terdiri dari : a. Papan dan Kayu Bekisting.. Pekerjaan Dinding ini menggunakan cor beton dengan campuran 1pc : 2ps : 4kr bahan pembuatan beton tersebut

Penilaian responden yang banyak memilih jawaban sangat baik menunjukkan bahwa pegawai negeri Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya puas dengan penghitungan beban kerja

[r]

Karena itu, untuk sampai kepada gelar kiai (kiai muda), tidak semua santri dapat mencapainnya. Seorang santri senior harus terlebih dahulu menempuh ujian hapalan dari kiai.