• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tentang Putusan Sela Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk

Dalam dokumen PENGADILAN TINGGI MEDAN (Halaman 67-74)

PENGADILAN TINGGI MEDANBT = 100o000 030 090 s/d 100o000 150 000

III. DALAM POKOK PERKARA

1 Tentang Putusan Sela Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan menolak Eksepsi Tergugat I, dan Tergugat III, untuk

seluruhnya (Kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah putusan yang sudah tepat.

Bahwa Keberatan Pembanding I/Tergugat I atas putusan Pengadilan Negeri Padangsidimpuan yang menyatakan menolak Eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya (kompetensi Relatif dan Kompetensi Absolut) adalah sebagai suatu “KEKELIRUAN FATAL” dalam memahami putusan atas eksepsi tersebut dan kedudukannya dalam perkara a quo dengan alasan hukum sebagai berikut:

1.1 Pembanding I/Tergugat I tidak mempunyai kwalitas ataupun kapasitas/legal standing untuk mengajukan keberatan atas nama Tergugat III dan Turut Tergugat.

1.2 Tergugat III tidak mengajukan keberatan apapun terhadap Putusan akhir perkara aquo.

Bahwa Tergugat III ditarik dalam perkara ini sebagai telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena menerima Barang Rampasan dari Tergugat II sebagaimana dalam Berita Acara tanggal 26 Agustus 2009 yang merupakan tindak lanjut dari rangkaian Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III. Dalam hal ini, terhadap gugatan Penggugat dan Putusan akhir perkara a quo, Tergugat III tidak mengajukankeberatan apapun. Dengan demikian Tergugat III telah dengan sadar mengakui kebenaran akan gugatan Penggugat, menyetujui dan menerima putusan akhir perkara a quo dan mengakui tentang Perbuatan Melawan hukum yang

PENGADILAN TINGGI MEDAN

telah dilakukan secara bersama-sama dengan Tergugat II. Oleh karena Tergugat III tidak mengajukan Banding maka Perbuatan Melawan Hukumnya telah diakui Tergugat III dengan demikian secara tidak langung Tergugat III juga mengakui Tergugat II/Pembanding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum juga.

1.3 Turut Tergugat tidak mengajukan keberatan apapun baik terhadap putusan Provisi maupun Putusan akhir perkara aquo. Hal ini berarti Turut Tergugat telah menerima Putusan Provisi maupun Putusan akhir perkara a quo. Sebagai Pihak yang telah terbukti menerbitkan sertifikat-sertifikat secara sah menurut hukum di dalam areal/wilayah 5 (lima) desa, yaitu 1) Desa Aekraru, 2)Desa Paran Padang, 3) Desa Langkimat, 4) Desa Janjimatogu, 5) Desa Mandasip yang membuktikan tidak adanya Kawasan Hutan Register 40 di Padang Lawas (Vide Bukti P-3 s/d 7 dan P-8)

1.4 Objek yang menjadi perkara/sengketa dalam perkara a quo yaitu sengketa tanah atau benda tidak bergerak adalah termasuk atau berada diwilayah hukum PN.Padangsidimpuan. Hal ini sudah sesuai dengan:

- Azas Forum Rei Sitae(Tempat barang sengketa) - (Pasal 142 Ayat (5) RBg)

- Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan yang dimuat dalam Buku II Edisi Tahun 2007 yang diterbitkan/dikeluarkan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2009 halaman 50 Tentang Wewenang Relatif pada huruf f menjelaskan

"Untuk Daerah yang berlaku RBg, apabila obyek gugatan menyangkut benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan ke Pengadilan yang meliputi Wilayah Hukum dimana benda tidak bergerak itu berada (Pasal

142 Ayat (5) RBg)"

- Pendapat Pakar Hukum Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH yang dalam buku Hukum Acara Perdata Indonesia karangan Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo,SH halaman 40 Alinea

PENGADILAN TINGGI MEDAN

keenam, edisi ketiga cetakkan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta, Tahun 1988 pada pokoknya menjelaskan

" Apabila gugatan itu mengenai benda tetap Gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat benda tetap itu terletak Forum rei sitae"

- Pendapat M.Yahya Harahap.,SH Mantan Hakim Agung RI dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata halaman 198 pada angka 5 Sub Judul Forum Rei Sitae (Tempat barang sengketa) Penerbit Sinar Grafika Cetakkan keempat Tahun 2006 yang pada pokoknya menjelaskan

" Makna forum Rei Sitae, gugatan diajukan kepada Pengadilan berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak bergerak yang menjadi objek sengketa”

Penggarisan forum ini, diatur dalam Pasal 118 Ayat (3) HIR kalimat terakhir, yang berbunyi

" atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap (tidak bergerak), maka tuntutan itu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak barang itu".

Ketentuan Pasal ini sama dengan Pasal 142 Ayat (5) RBg yang pada pokoknya menjelaskan

" Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka

gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah letak barang tetap tersebut”

1.5 Keberatan dalam eksepsi tentang kompetensi absolut yang diajukan Pembanding I/Tergugat I menyangkut hal-hal berikut: a. Surat Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan

No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 perihal Penghentian Pelayanan Oleh Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan kepada KPKS Bukit Harapan, PT.Torganda, Koperasi Parsadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub serta PT.Torus Ganda dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015, 25 Juni 2015 Perihal Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006 Tentang

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Register 40 Padang Lawas merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena merupakan Penetapan Tertulis yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pembanding I/Tergugat I) yang bersifat kongkrit, individual dan final, sehingga kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo ada pada Pengadilan Tata Usaha Negara, dan karenanya Pengadilan Negeri Padang Sidempuan tidak berwenang karena:

b. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.174/MenLHK-II/2015 tanggal 21 April 2015 dan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.S.13/Men.LHK-SetJen/RHS/2015 tanggal 25 Juni 2015 Perihal Pemberitahuan Putusan MA No.2642K/Pid/2006 Tentang Register 40 Padang Lawas bersifat kongkrit, karena menghentikan pelayanan terhadap Koperasi Parsub, dan agar anggota GAPKI tidak melakukan transaksi dengan Penggugat/Terbanding; individual, karena subjek hukum surat Menteri tersebut adalah Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Padang Lawas Selatan dan Bupati Tapanuli Selatan dan GAPKI; final, karena Penggugat I/Terbanding tidak memperoleh pelayanan pemerintah daerah dan tidak lagi dapat melakukan transaksi dengan anggota GAPKI ;

c. Bahwa seluruh argumen tersebut tidak benar karena alasan-alasan berikut:

1. Terlepas dari dijadikannya Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 3 dan Pasal 1 angka 7 UU No.30 Tahun 2014 dan Pasal 53 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004 dan UU No.51 Tahun 2009, maka Surat-Surat Menteri Kehutanan dan LHKa quo bukanlah suatu keputusan

yang bersifat kongkrit dan individual, melainkan bersifat umum dan abstrak, karena meskipun ditujukan

kepada Gubernur dan Bupati, tetapi mempunyai dampak secara umum bagi pihak-pihak lain diluar alamat surat tersebut. Jikalau-pun disebut bahwa surat-surat demikian

PENGADILAN TINGGI MEDAN

sebagai Keputusan Pemerintahan, tetapi tidak memenuhi syarat sebagai Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang dimaksud dalam UU No.30 Tahun 2014 dan UU Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan keputusan Pemerintahan yang bersifat regulasi yang disebut

beleids regel, dan dikenal sebagai peraturan perundang-undangan semu, yang bukan menjadi

kewenangan PTUN;

2. Bahwa meskipun keputusan dimaksud merupakan suatu keputusan yang dikeluarkan oleh seorang Pejabat Tata Usaha Negara akan tetapi dilihat dari titik singgung antara kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyangkut keputusan putusan TUN a quo yang terkait dengan hak-hak keperdataan para penggugat tentang hak milik dan hak pengelolaan atas tanah yang dijadikan perkebunan sawit berdasarkan hak-hak masyarakat hukum adat yang diakui oleh hukum dan konstitusi Indonesia telah menyebabkan bahwa keterkaitan antara dua kepentingan keperdataan menurut hukum perdata dan hukum tata usaha Negara

harus diukur dari sudut titik berat kepentingan yang dipertahankan yang telah menjadi sengketa yang dihadapi hakim;

3. Bahwa pokok sengketa di dalam perkara a quo adalah menyangkut hak keperdataan berdasarkan hak masyarakat hukum adat yang sah dan dilindungi oleh konstitusi, merupakan kepentingan yang terbesar yang dihadapi berkenaan dengan putusan Pidana No.481/PID.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 28 Juni 2006 jo

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

No.194/Pid/2006/PT.DKI, 11 Oktober 2006jo Putusan No.2642K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007 jo Putusan No.39PK/PID.SUS/2007, tanggal 16 Juni 2008, yang dalam salah satu diktumnya menyatakan objek sengketa perkebunan sawit seluas 23.000 Ha yang menjadi hak yang sah dari para penggugat dirampas untuk Negara.

PENGADILAN TINGGI MEDAN

4. Bahwa satu putusan pidana meski telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat di eksekusi (atau

non-eksekutabel) apabila terdapat : (i) pertentangan antara

putusan tersebut dengan putusan-putusan lain secara kontradiktif menyangkut objek sengketa yang dinyatakan dirampas tersebut (ii) jikalau terdapat ketidaksesuaian antara batas-batas objek sengketa yang dinyatakan dirampas dengan kenyataan yang terdapat dilapangan (iii) apabila objek sengketa itu justru menjadi hak orang lain dari pada seorang terdakwa dalam putusan yang menyatakan perampasan tersebut; karena kompleksitas perkara dan adanya Putusan-Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap tentang kasus yang sama dalam bidang TUN dan Perdata tetapi tidak saling terhubungkan satu sama lain terutama dengan putusan perkara pidana, menyebabkan penilaian terhadap kepentingan hukum yang diajukan dalam perkara a aquo dengan titik berat perbuatan melawan hukum sebagai perselisihan pokok (bodemgeschill) sehingga perkara sedemikian menjadi kompetensi absolut peradilan perdata in casu Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. 5. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo

juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar dengan tidak dapat dijualnya hasil perkebunan sengketa untuk kehidupan anggota koperasi sebagai pemilik, tidak dapat dicover oleh kompetensi peradilan TUN dengan tuntutan ganti rugi secara terbatas yang jumlahnya maksimal hanya Rp 5.000.000,-(limajuta rupiah).

6. Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan a quo yang ditujukan juga kepada Ketua Umum GAPKI dan kepada Gubernur Sumatera Utara serta Bupati Padang Lawas Utara, Bupati Padang Lawas Selatan, dan Bupati Tapanuli Selatan, tidak dapat dipandang sebagai Keputusan TUN yang kongkrit dan individual karena dari sifat dan tujuan surat tersebut dapat terlihat secara jelas dia berlaku secara umum dan menuntut kepatuhan

PENGADILAN TINGGI MEDAN

dari semua pihak yang terlibat, termasuk para anggota

GAPKI dan masyarakat pada umumnya yang ingin membeli hasil kebun kelapa sawit milik penggugat;

7. Bahwa alasan-alasan PembandingI/Tergugat I sebagaimana dikemukakan diatas, dengan Kontra argumen Penggugat I/Terbanding I menunjukkan ketentuan yang diatur pada pasal 53 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986 jo UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan TUN jo. UU Nomor 30 Tahun 2014, tidak relevan dengan gugatan Penggugat, dan disamping itu didalam ketentuan Hukum Acara Perdata dikenal asas bahwa pemeriksaan dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga seandainyapun terdapat titik singgung dengan kewenangan pengadilan TUN –quod

non– maka titik berat kepentingan hukum Penggugatlah

yang menjadi kriteria dalam melihat kompetensi absolut yang dikemukan Pembanding/Tergugat I.

1.6 Gugatan Penggugat adalah tentang Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) yang dilakukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan

Tergugat III serta Turut Tergugat, Penggugat tidak ada menuntut tentang pembatalan terhadap Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, dan tentang tidak sah dan tidak memiliki kekuatan

hukum mengikat (buiten efect), hal ini sesuai dengan:

- Yurisprudensi M.A.RI No.981K/Sip/1972, 31Oktober 1974 yang pada pokoknya menjelaskan

“Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan

oleh Pejabat Negara tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Negeri/Umum”

- YuriprudensiM.A.RI.No.339K/Sip/1973,14 November 1974 yang pada pokoknya menjelaskan

“bahwa menurut yurisprudensi onrechtmatige

overheidsdaad Pengadilan Negeri berwenang untuk mengadilinya”

PENGADILAN TINGGI MEDAN

- Yurisprudensi M.A.RI. No.115 K/Sip/1960 Dalam Perkara Pemerintah Daerah Kota Padang (Kota Pradja Padang) lawan Jap Soei Nia.dkk Pada pokoknya menjelaskan :

“Tuntutan mengenai pelaksanaan hak perdata

pribadi (subjectief privaatrecht) Pengadilan Negeri berwenang mengadilinya, walaupun hak itu bersumber pada pereturen yang bersifat

Dalam dokumen PENGADILAN TINGGI MEDAN (Halaman 67-74)