• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Pustaka

4. Pembelajaran Inovatif

a. Hakikat Pembelajaran Inovatif

Menurut Suyatno (2009: 6) pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas guru atas dorongan gagasan baru untuk melakukan langkah-langkah belajar dengan metode baru sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar. Pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional) (Nurdin dan Hamzah, 2015: 106). Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk siswa agar belajar.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang dikemas oleh guru dengan sedeikian rupa sebagai wujud gagasan atau teknik baru dengan langkah – langkah pembelajaran yang menunjang kemajuan proses dan hasil kegiatan pembelajaran.

34 b. Karakteristik Pembelajaran Inovatif

Suyatno (2009: 3) berpendapat, karakteristik dalam pembelajaran inovatif adalah:

1) Berpusat pada siswa.

Pembelajaran menerapkan strategi pedagogi yang mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata, dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah.

2) Berbasis masalah.

Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, autentik, relevan, dan bermakna bagi siswa. Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses). 3) Terintegrasi.

Di dalam inovasi pembelajaran, pendekatan terintegrasi lebih diharapkan daripada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu adalah siswa tidak dapat melihat sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin.

4) Berbasis masyarakat.

Di masyarakat, segala bahan pembelajaran tersedia dari ilmu sosial sampai pada ilmu eksakta. Masyarakat juga merupakan cermin pembaharuan karena masyarakat selalu mengikuti perubahan zaman. Jadi pembelajaran inovatif tentunya harus berbasis masyarakat.

35 5) Memberikan pilihan.

Pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih oleh siswa. Proses belajar adalah proses aktif yang harus dilakukan oleh siswa. Keharusan menyediakan pilihan juga berkait dengan karakteristik substansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. 6) Tersistem.

Seringkali hasil belajar bersiat hierarki, begitu pula substansi materi pelajarannya. Begitu pula keterampilan-keterampilan tertentu terutama psikomotor yang bersifat prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekuensial sebelum dapat menuntaskannya dengan baik. 7) Berkelanjutan.

Setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnya harus dirangkai dengan kontinyu (berkelanjutan) dengan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang.

c. Keunggulan Pembelajaran Inovatif

Pembelajaran inovatif memiliki beberapa keunggulan antara lain:

1) Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa;

2) Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk siswa agar belajar;

3) Menuntuk kreativitas guru dalam mengajar;

4) Hubungan antara guru dan siswa menjadi hubungan yang saling belajar dan saling membangun;

36 5) Bersifat menyenangkan atau rekreatif dan membutuhkan kreativitas guru

dalam proses pembelajaran agar siswa menjadi aktif mengikuti pembelajaran;

6) Siswa adalah penerima informasi secara aktif;

7) Pengetahuan dibangundengan penemuan terbimbing; 8) Pembelajaran lebih konkret dan praktis;

9) Perilaku dibangun atas pengalaman belajar; 10) Perilaku baik berdasarkan motivasi interistik.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inovatif dapat melatih siswa untuk belajar mandiri dan mampu merangsang pikiran siswa dalam kegiatan pembelajaran.

d. Berbagai Model Pembelajaran Inovatif yang Digunakan dalam Pengembangan Perangkat Pembelajaran

1) Cooperative Learning tipe Number Head Together (NHT)

Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Tehnik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang cukup banyak diterapkan di sekolah-sekolah adalah Number Head Together atau disingkat NHT, tidak hanya itu saja, NHT juga banyak sekali digunakan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK). Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang

37 akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut:

a) Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b) Langkah 2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis

38 kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

c) Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

d) Langkah 4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

e) Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

f) Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Berikut ini keunggulan dan kekurang model Cooperative Learning tipe Number Head Together:

a) Keunggulan

39 (2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh – sungguh,

(3) Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai, (4) Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam menjawab soal, (5) Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor

yang membatasi,

(6) Siswa mengerti tugas dan tanggung jawab di dalam kelompok, (7) Siswa menjadi lebih aktif.

b) Kekurangan

(1) Hanya siswa yang aktif yang terlibat, (2) Tidak seluruh murid belajar,

(3) Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Number Head Together merupakan suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber. 2) Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Suparno (2015: 18) Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah suatu pedagogi bukan sekedar metode pembelajaran. Pedagogi yang dimaksud adalah suatu cara yang digunakan guru dalam mendampingi siswa sehingga siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang utuh. Menurut tim redaksi Kanisius (2008: 39) Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pola pikir dalam menumbuh kembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kemanusiaan. Menurut Subagya (2010: 9) pedagogi merupakan suatu cara seseorang pendidik menemani peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kepribadiannya. Proses belajar mendorong merefleksikan makna dan arti yang dipelajari.

40 Menurut LPM USD (2012) model pembelajaran PPR bertujuan membantu siswa menjadi pribadi yang utuh, berkompeten, dan berhati nurani. Secara rinci dijelaskan melalui 3C:

a) Competence: penguasaan ilmu pengetahuan sesuai bidangnya. Kompetensi mencakup beragam kemampuan-kemampuan akademis.

b) Conscience: mempunyai hati nurani yang dapat membedakan baik dan tidak baik. Seseorang yang memiliki hati nurani membedakan apa yang benar, baik, dan benar, dan memiliki keberanian untuk melakukannya, mengambil sikap bila diperlukan, memiliki hasrat akan keadilan sosial.

c) Compassion: Kepekaan untuk berbuat baik bagi orang lain yang membutuhkan, punya kepedulian pada orang lain. Orang yang penuh kasih dengan murah hati menanggapi orang-orang yang paling membutuh, berjalan dengan orang lain untuk menguatkan mereka, dalam solidaritas dan empati.

Oleh Duminuco, dkk (dalam Suparno, 2015: 21) unsur utama dalam PPR ada tiga yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Ketiga unsur utama itu dibantu oleh unsur sebelum pembelajaran yaitu melihat konteks, dan dibantu oleh unsur setelah pembelajaran dengan evaluasi. Maka secara garis besar PPR mempunyai dinamika sebagai berikut: (1) konteks, (2) pengalaman, (3) refleksi, (4) aksi, dan (5) evaluasi. Dinamika itu dapat digambarkan seperti gambar 2.2 berikut.

41 Gambar 2.2 Dinamika PPR

a) Konteks

Menurut Tim Redaksi Kanisius (2008: 42) Konteks untuk menumbuh kembangkan pendidikan pertama, wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, agar semua anggota komuitas, guru, dan siswa menyadari bahwa yang menjadi landasan pengembangan bukan aturan, perintah, atau sanksi-sanksi, melainkan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, contoh-contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan, lebih-lebih contoh dari pihak guru. Ketiga, hubungan akrab, saling percaya, agar siswa bisa terjalin dialog yang saling terbuka antara guru dan siswa. Menurut P3MP dan LPM Universitas Sanata Dharma (2008: 10) konteks adalah deskripsi tentang dengan siapa berinteraksi, bagaimana latar belakang dan seperti apa lingkungan tempatnya berinteraksi, apa yang diharapkan muncul dari interaksi tersebut. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran PPR ini diperlukan konteks agar guru dapat mengerti konteks yang terkait dengan siswa dalam proses pembelajarannya, karena jika konteks yang diberikan sesuai maka siswa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan.

42 b) Pengalaman

Menurut Suparno (2015: 28) unsur penting dalam dinamika PPR adalah pengalaman (experiences). Pengalaman adalah suatu kejadian yang sungguh terjadi, dilakukan, dialami, dihidupi, yang dapat menyentuh pikiran, hati, kehendak, perasaan, maupun hasrat peserta didik. Tanpa pengalaman dalam pembelajaran maka peserta didik tidak akan dapat mendalami bahan dan memetik makna yang mendalam dari bahan yang dipelajari. Menurut P3MP dan LPM Universitas Sanata Dharma (2008: 12) pada tahap ini peserta didik diajak mencari pemahaman baru dengan melakukan perbandingan, kontras, evaluasi, analisis, dan sintetis atas semua kegiatan moral serta psikomotorik untuk memahami realitas secara lebih baik. Pengalaman yang diolah berupa pengalaman hidup sendiri (pengalaman langsung) atau pengalaman yang diperoleh dari membaca dan mendengrkan (pengalaman tidak langsung).

c) Refleksi

Langkah yang sangat penting dalam dinamika PPR adalah refleksi. Dalam tahap refleksi, peserta didik dibantu untuk menggali pengalaman mereka sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, dan mengambil makna bagi hidup pribadi, hidup bersama, dan hidup kemasyarakatan (Suparno, 2015: 28). Refleksi berarti mengadakan pertimbangan seksama dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan perasaan menyangkut bidang ilmu, pengalaman, ide, tujuan yang diinginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari (P3MP dan LPM Universitas Sanata Dharma, 2008: 13).

d) Aksi

Menurut Suparno (2015: 37) aksi adalah tindakan (batin atau psikomotor) yang dilakukan peserta didik setelah mereka merefleksikan pengalaman belajar. Peserta didik yang sungguh mempunyai pengalaman dan dapat memaknai pengalaman tersebut maka akan memunculkan aksi tertentu. Secara nyata aksi dapat berupa sikap diri yang

43 berubah lebih baik, niatan dalam diri, atau tindakan nyata yang dapat dilihat serta dirasakan orang lain.

Aksi peserta didik lebih banyak sampai kesadaran diri yang mendalam. Contoh dari sikap diri yang lebih baik yaitu peserta didik ingin disiplin, lebih teliti, bersikap jujur, ingin membantu teman, dan lain sebagainya. Guru perlu mengembangkan hasil refleksi peserta didik supaya menjadi kebiasaan baik pada diri peserta didik.

e) Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan untuk melihat secara keseluruhan proses PPR itu terjadi dan berkembang. Dapat terjadi prosesnya tidak berjalan lancar, sehingga hasilnya memang tidak kelihatan. Bisa jadi ketidak lancaran karena konteks peserta didik kurang diperhatikan oleh guru, sehingga peserta didik tidak sungguh mengalami sesuatu yang mendalam, tetapi hanya menghafalkan atau asal melakukan sesuatu (Suparno, 2015: 40). Dalam PPR evaluasi tidak hanya dilakukan pada aspek akademis peserta didik tetapi juga pada aspek kemanusiaan. Evaluasi dilaksanakan secara periodic untuk mendorong guru dan peserta didik memperhatikan pertumbuhan intelektual, sikap, dan tindakan-tindakan yang selaras dengan prinsip men and women for and with others (P3MP dan LPM Universitas Sanata Dharma, 2008: 19).

a) Kelebihan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif

Suparno (2015: 65) menjelaskan bahwa, model pembelajaran PPR memberikan manfaat bagi peserta didik dan guru. Manfaat bagi peserta didik yaitu:

(1) Peserta didik berkembang secara utuh,

Peserta didik menjadi kompeten dalam bidang ilmu pengetahuan, kesadaran suara hati, kepekaan, dan juga bela rasanya bagi orang lain.

(2) Peserta didik berkembang menjadi pribadi yang kritis, analitis terhadap persoalan yang sedang dihadapi dan dialami bukan hanya ikut dan menurut saja.

44 (3) Peserta didik sungguh menguasai materi karena memang menggali sendiri

secara aktif, kemudian merefleksikannya dalam hidup mereka.

(4) Peserta didik memperoleh makna dari materi yang dipelajari bagi hidupnya dan bagi orang lain.

(5) Peserta didik dapat memilih informasi yang ada secara kritis dan mengambil keputusan secara tepat, sehingga tidak diombang ambingkan dalam pecaturan zaman ini.

(6) Karakter peserta didik menjadi berkembang.

(7) Perkembangan karakter sangat dibutuhkan untuk kehidupan dan bekal bekerja di zaman global yang penuh tantangan.

(8) Peserta didik bahkan dapat menemukan makna dari pembelajaran yang tidak baik dan dari kegagalan dalam belajar. Hal ini dapat dilakukan karena semua proses pembelajaran direfleksikan dan diambil maknanya bagi kehidupan di masa yang akan datang.

(9) Peserta didik menyadari bahwa mereka hidup untuk mengabdi Tuhan melalui pelayanan kepada orang lain dan melalui pendalaman ilmu pengetahuan. (10) Peserta didik dibantu lebih realistik dalam kehidupan, sehingga tidak mudah

putus asa.

Sedangkan manfaat bagi guru yaitu: (1) Guru lebih gembira.

Pengajaran pada peserta didik bukan hanya menambah pengetahuan saja, tetapi juga mengembangkan seluruh pribadi peserta didik terutama suara hati dan kepekaan mereka pada orang lain serta lingkungan.

(2) Guru dan peserta didik menjadi teman yang akrab yang saling membantu dan meneguhkan.

(3) Guru dengan melihat dan mendengarkan refleksi peserta didik, dapat juga berkembang menjadi pribadi yang lebih utuh.

45 b) Kelemahan model pembelajaran PPR

Dalam implementasi model pembelajaran PPR, juga ditemui kendala-kendala. Menurut Suparno (2015: 67) kendala implementasi model PPR antara lain:

(1) Kekurangan waktu Beberapa guru merasa bahwa jam pembelajaran sering tidak cukup untuk menjalankan PPR secara penuh. Terkadang materi yang banyak dan waktu yang terbatas membuat guru tidak sempat mengajak peserta didik untuk refleksi atas apa yang dipelajari, sehingga hasilnya tidak opimal.

(2) Beberapa guru merasa terlalu repot dengan langkah PPR. Guru sudah terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode ceramah, yang tidak membutuhkan banyak waktu dan persiapan. Dengan PPR, guru harus mempersiapkan konteksnya, pengalaman yang akan disajikan pada peserta didik, mengajak refleksi, dan menemukan aksi yang akan dilakukan. Proses ini dirasakan terlalu repot.

(3) Beberapa guru masih belum menguasai langkah-langkah PPR. Beberapa guru selalu mengadakan refleksi pada akhir pembelajaran dengan waktu yang tergesa-gesa sehingga kurang membantu peserta didik menemukan makna yang mendalam.

(4) Beberapa guru mengajak peserta didik mengadakan refleksi tertulis dan mengumpulkannya, tetapi laporan itu jarang diberi komentar yang meneguhkan, sehingga dampaknya kurang terasa dalam perkembangan mahasiswa.

(5) Pertanyaan refleksi yang sama sering juga menjemukan dan kadang kurang dapat menggali pengalaman batin yang mendalam pada diri peserta didik. (6) Pada umumnya, peserta didik untuk Sekolah Dasar belum dapat berefleksi,

sehingga perlu banyak dilatih dan dibantu oleh guru dengan berbagai pertanyaan.

46 (7) Siswa tidak mengalami sesuatu yang menyentuh batinnya dalam proses belajar, sehingga pembelajaran kurang dirasakan bermakna bagi hidupnya. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran paradigma pedagogi reflektif merupakan pendekatan yang menekankan perkembangan pengetahuan, hati, dan karakter siswa. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) memiliki 5 komponen pembelajaran, yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

Dokumen terkait