• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran menurut Hamalik sebagaimana yang dikutip oleh Yulianti mendefiniskan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.1

Sedangkan Muhibbin Syah mendefiniskan pembelajaran sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.2 Tahapan perubahan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh kemampuan intelektual dan psikologi seseorang dalam interaksi dengan lingkungan (guru dan siswa). Hasil pengalaman juga merdampak pada perubahan pola tingkah laku.

Senada dengan pendapat Muhibbin , Ladjid mendefinisikan pembelajaran dengan suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar.3 Sumber-sumber

1

Lia Yulianti. 2009. Pengertian Pembelajaran dalam http://gurulia.wordpress.com/ 2009/03/25/pengertian-pembelajaran/ disadur pada jam 20.45, 18 Agustus 2010

2

Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya, hal. 92

3

Hafni Ladjid. 2005. Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Penerbit Quantum Teaching, hal. 112

belajar tersebut dapat berupa lingkungan sosial, guru, literatur, benda-benda di sekitar yang memberikan aspek edukatif bagi seseorang.

Pendapat lain tentang pengertian pembelajaran dikemukakan oleh Hamzah dan Kuadrat yang mengartikan bahwa pembelajaran merupakan upaya membelajarkan peserta didik dengan cara memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.4

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa pembelajaran adalah proses peningkatan kualitas tingkah laku seseorang melalui interaksi terus menerus dengan lingkungannya, sebagai sumber belajar dengan cara memperoleh informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan.

b. Pengertian Matematika

Matematika (dari bahasa Yunani: μα ματ ά - mathēmatiká) secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.5

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda

4

Hamzah B. Uno dan Kuadrat. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Suatu Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 4

5

disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.6 Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya jaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmetika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dan sebagainya.7

Jujun mengemukakan beberapa pengertian matematika, diantaranya matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna yang ingin disampaikan. 8 Selain itu, matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.9 Menurut Nungki matematika jenis pengetahuan yang senantiasa hadir dalam kehidupan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, berupa mengeset alarm, membeli kebutuhan pokok, mengolah makanan buah hati, memantau perolehan nilai atau waktu dalam jenis kejuaraan, memasang wallpaper ruangan, memutuskan barang yang akan dibeli, dan sebagainya.10

6

http://idb4.wikispaces.com/file/view/lr4006.2.pdf, hal. 10

7

Suriasumantri, Jujun s. 2005. Ilmu Dalam Perspektif. Cet-22. Jakarta: Penerbit Obor, hal. 178

8

Suriasumantri, Jujun s. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cet-17. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 190

9

Suriasumantri, Jujun s. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar ...hal. 199

10

Nungki P.S. 2008. Membantu Anak Belajar Matematika. Yogyakarta: Penerbit Tugu, hal. 13

Ada pula yang memandang bahwa matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika tersebut bersifat artifisial yang baru mempunyai makna ketika lambang tersebut diberikan kepadanya. Sedangkan pada umumnya matematika diposisikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat kuantitatif. Artinya, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan seseorang melakukan pengukuran secara kuantitatif.11

Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif menjadi tahap kuantitatif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupaka konsep pengetahuan yang terdiri dari simbol-simbol yang mengandung makna tertentu, yang dipergunakan untuk menemukan kebenaran dan dilakukan melalui berfikir deduktif.

c. Pengertian Model Pembelajaran Matematika

Menurut Shadiq, model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang

11

sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang juga dikenal sebagai strategi pembelajaran.12

Toeti dan Winataputra, sebagaimana yang dikutip Trianto mendefinisikan „model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.13

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani, model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran matematika.14 Sedangkan Smith dan Ragan mendefinisikan model pembelajaran matematika sebagai proses keseluruhan desain, perkembangan, implementasi, dan perbaikan pembelajaran pada materi matematika.15

Sedangkan Danim memberikan penjelasan tentang definisi model pembelajaran sebagai suatu pendekatan yang menekankan kepada bagaimana cara yang dapat dilakukan seorang guru untuk memberi

12

Fadjar Shadiq. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 8

13

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 22

14

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 3

15

Patricia L. Smith dan Tillman J. Ragan. 1993. Instructional Design. New York: Macmillan Publishing Company, hal. 5

respons yang datang dari lingkungan dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep, memecahkan masalah secara sistematis dan menggunakan simbol-simbol baik verbak maupun non-verbal. Dengan demikian, model pembelajaran lebih menekankan pada aspek proses berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa di ruang kelas atau di luar kelas.16

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika adalah proses keseluruhan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan seorang pendidik secara sistematis dan terukur, yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.

d. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas a). Model Pembelajaran Kontekstual

Menurut Trianto pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.17

Ada beberapa jenis kategori yang termasuk ke dalam model pembelajaran kontekstual, yaitu:

1) Inkuiri

16

Sudarwan Danim. 2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 35.

17

Inkuiri adalah komponen dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

Siklus inkuiri ini meliputi : - Observasi (Observation) - Bertanya (Quitioning)

- Mengajukan dugaan (Hiphotesis) - Pengumpulan data (Data gathering) - Penyimpulan (Conclusion)18

Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) : - Merumuskan masalah

- Mengamati atau melakukan observasi

- Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya

- Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekolah, guru atau audien yang lain

2) Bertanya (Quitioning)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.19 Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru

18

Arikunto, Suharsimi. Pembelajaran Kontekstual : Suatu Pendekatan Baru. (Bandung : Rosda Karya, 2004) h.12.

untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Aktivitas bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan kekelas.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis b. Mengecek pemahaman siswa

c. Membangkitkan respon kepada siswa

d. Mengetahui sejauhmana keingin tahuan siswa e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

f. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru g. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa20.

3) Masyarakat Belajar (Learning Comunnity)

Konsep Leaning Comunnity menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ”sharing” antara teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu, di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang berada diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.

19

Al. Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika Direktorat Jenderal Dikdasmen, hal. 4

20

Dalam kelas CTL, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan membentuk kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Praktek pembelajaran dengan tehnik ”Learning Comunnity” adalah: Pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, dan bekerja dengan masyarakat

4) Pemodelan ( Modeling )

Komponen CTL ini dilaksanakan pada sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola, cara melafalkan shalat, cara membaca teks bahasa Inggris, dan seterusnya.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang atau dipergunakan dengan melibatkan siswa. Apabila ada siswa yang mahir mendemonstrasikan keahlian tertentu, siswa dapat menunjukan didepan kelas.

5) Refleksi ( Reflection )

Pada pendekatan CTL, refleksi difungsikan sebagai cara berfikir tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, apa yang baru dipelajari, atau mengulas tentang sesuatu hal yang sudah terjadi. Dengan refleksi diharapkan pengetahuan yang sudah diperoleh

mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

Realisasi dari pembelajaran CTL dengan metode refleksi adalah : - Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya.

- Catatan atau jurnal dibuku siswa

- Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini, diskusi , dan hasil karya.

6) Penilaian yang Sebenarnya ( Autehantic Assesment )

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses belajar dengan benar. Keberhasilan pembelajaran dapat diketahui melalui prestasi siswa.

b). Model pembelajaran Cooperative

Menurut Widyantini, model pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok, dimana siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender, yang mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan

permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.21

Ada beberapa model kooperatif learning yaitu: 1) Tipe Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.22

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.23

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,

21

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 3

22

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika...hal. 5

23

tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan”.

Model Jigsaw membagi siswa pada masing-masing kelompok ke dalam dua fungsi, pertama sebagai orang yang meneliti atau kelompok peneliti yang tugasnya mencari jawaban, dan kedua, setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan, ia berubah menjadi orang yang mengajarkan kelompoknya.24

2)Students Team Achievement Division (STAD)

Menurut Trianto model STAD menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 5 siswa yang bersifat heterogen.25 Proses pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

3)Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Model pembelajaran ini adalah jenis model pembelajaran kooperatif yang paling sulit dilaksanakan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang terpusat pada guru.26

24

Beni S. Ambarjaya. 2008. Model-Model Pembelajaran Kreatif. Bandung: Tinta Emas Publishing, hal. 89

25

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif...hal. 64

26

Dalam pelaksanaannya model ini membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa yang bersifat heteogen dan memiliki kesamaan minat dalam topik tertentu dan keakraban. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Kemudian, hasil laporan itu dipresentasikan di depan kelas kepada seluruh siswa.27

4)Think-Pair-Share (TPS)

Model berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dikambangkan pertama kali oleh Frang Lman.28 Cara membuat kelompok ini adalah yang paling mudah, karena terdiri dari 2 siswa yang saling bertukar pendapat dan pengalaman kepada teman pasangannya.29

5)Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen. Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Langkah-langkah penerapan NHT sebagaimana yang dijelaskan oleh Widyantini adalah sebagai berikut:

27

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif...hal. 79

28

Anita Lie. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo, cet. Ke-7, hal. 57

29

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau awal.

c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk leh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.30

6)Teams Game Tournament (TGT)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh David de Vries dan Keath edward. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.31

30

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika...hal. 7

31

c) Pembelajaran Berbasis Masalah

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).32

Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.33

Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:

a. Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.

32

Susento dan Andi Rudhito. 2009. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam http://warungpendidikan.blogspot.com, retrieved pada 13 April 2011

33

Al-Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPPTK Matematika, hal. 5

b. Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.

c. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.

d. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah realistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan: Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran. 2. Orientasi (pengenalan):

a. Menyajikan masalah di kelas.

b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.

c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.

3. Eksplorasi (penjelajahan): Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.

4. Negosiasi (perundingan): Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas. 5. Integrasi (pemaduan):

a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.

b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.

c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.34

34

Dokumen terkait