• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran matematika di kelas akselerasi SMA Negeri 8 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran matematika di kelas akselerasi SMA Negeri 8 Jakarta"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SMA NEGERI 8 JAKARTA

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

GADA MUGHITSA

(106017000520)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Nama : Gada Mughitsa

NIM. : 106017000520

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2006

Alamat : Jl. Masjid II No.10 Rt. 01 Rw. 04 Sudimara Timur Ciledug Tangerang Banten 15151

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pembelajaran Matematika Di Kelas Akselerasi SMA Negeri 8 Jakarta” adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen :

1. Nama : Dra. Afidah Mas’ud

NIP. : 19610926 198603 2 004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Firdaus,S.Si, M.Pd.

NIP. : 19690629 200501 1 003 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Maret 2011 Yang Menyatakan

(3)

Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, Maret 2011

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

(4)
(5)

SMAN 8 Jakarta”. Skripsi Department of Mathematics Education, Faculty of

Science and Teaching Tarbiyah, State Islamic University (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, June 2011.

The purpose of this study is to investigate the learning of mathematics in class

acceleration SMAN 8 Jakarta. This study used descriptive qualitative, the type of

research that attempt to describe the problem with a factual analysis. To obtain

valid data and accounted for the truth of this study researchers go directly to the

field (Field Research). Subjects of the study are students in accelerated classes

SMAN 8 Jakarta students numbering 15 people. Data collection technique used

observation and interviews. The process of mathematics learning in class

acceleration SMAN 8 Jakarta conducted by applying the model of problem-based

learning (problem-based learning). Discussion of the material remains adapted to

the existing curriculum, coupled with the subject of discussion raised by students

who reviewed, discussed and looked for solving the problem collectively. In the

process of learning mathematics in the accelerated classes that most students are

very active, many involved in the learning process, was delighted to learn, to

understand the explanations given by teachers, use of study time is effective and

efficient and they are satisfied with what they've accomplished in learning

mathematics. Although there are some small states have experienced saturation

students in mathematics, had no effect on the findings that learning mathematics

is very well run, fun and more aktraktif with outbound program held outside of

class.

(6)

dan Keguruan,Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Juni 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembelajaran matematika di kelas

akselerasi SMA 8 Jakarta. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu

jenis penelitian yang berusaha menggambarkan permasalahan dengan suatu

analisis factual. Untuk memperoleh data yang valid dan dipertanggung jawabkan

kebenaran penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan (Field Research).

Subyek penelitiannya adalah siswa-siswi dikelas akselerasi SMAN 8 Jakarta yang

berjumlah 15 orang siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan

wawancara. Proses pembelajaran matematika di kelas akselerasi SMAN 8 Jakarta

dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (learning

based-problem). Pembahasan materi tetap disesuaikan dengan kurikulum yang

ada, ditambah dengan subjek pembahasan yang diajukan oleh siswa yang dibahas,

didiskusikan dan dicarikan pemecahan masalah secara kolektif. Dalam proses

pembelajaran matematika di kelas akselerasi sebagian besar menyatakan bahwa

siswa sangat aktif, banyak terlihat dalam proses belajar, merasa senang belajar,

memahami penjelasan yang disampaikan oleh guru, penggunaan waktu belajar

sudah efektif dan efisien serta mereka puas terhadap apa yang sudah mereka capai

dalam pembelajaran matematika. Meskipun ada sebagian kecil siswa menyatakan

pernah mengalami jenuh dalam pembelajaran matematika, itu tidak berpengaruh

pada hasil penemuan bahwa pembelajaran matematika berjalan sangat,

menyenangkan dan lebih aktraktif dengan program outbond yang diadakan diluar

kelas.

(7)

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SMAN 8 Jakarta. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya baik secara moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin atas penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dra. Afidah Mas’ud., sebagai Dosen Pembimbing I dengan penuh kesabaran

(8)

skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8. Kepala Sekolah SMAN 8 Jakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SMP PGRI 1 Ciputat Tangerang Selatan.

9. Bapak Karto Suryo, S.Pd., selaku guru matematika di SMAN 8 Jakarta yang telah membantu dan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian dan siswa-siswi khususnya kelas X Akselerasi tahun 2010/2011 yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian.

10.Seluruh karyawan, staf Tata Usaha (TU) dan guru-guru SMAN 8 Jakarta yang telah membantu melaksanakan penelitian dan membantu membuat surat keterangan penelitian.

11.Pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

(9)

14.Teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi yang selalu memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal ’alamin.

Demikianlah, penulis telah berusaha dengan seluruh kemampuan yang ada untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun di dalam penyusunan skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan senang hati.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Juni 2011

(10)

i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Model Pembelajaran Matematika ... 10

a. Pengertian Model ... 10

b. Pengertian Pembelajaran ... 11

c. Pengertian Matematika ... 12

d. Pengertian Model Pembelajaran Matematika ... 14

2. Pengertian Kelas Akselerasi ... 16

a. Pengertian Kelas Akselerasi ... 16

b. Tujuan Kelas Akselerasi ... 19

c. Kelemahan dan Kelebihan Kelas Akselerasi ... 20

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika di Kelas Akselerasi .... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

(11)

ii

2. Sampel ... 27

D. Teknik Pengumpulan Data ... 27

E. Instrumen Penelitian... 28

F. Teknik Analisa Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIA…….……… 44

A. Gambaran Umum SMA Negeri 8 Jakarta ... 44

1. Berdirinya SMA Negeri 8 Jakarta ... 44

2. Visi dan Misi serta Tujuan SMA Negeri 8 Jakarta ... 45

3. Keadaan Siswa,Guru, Karyawan, Sarana dan Fasilitas yang dimiliki ... 49

B. Deskripsi Data ... 54

C. Hasil Perolehan Data ... 55

D. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003

pasal 11 ayat 1 berbunyi : “ Pemerintah dan pemerintah daerah wajib

memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya

pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi“.1 Dari undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut menjadi landasan hukum bagi pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran (instructional quality) karena muara dari berbagai program pendidikan adalah pada terlaksananya program pembelajran yang berkualitas.

1

(13)

Perubahan paradigma pendidikan di Indonesia era milenium ketiga merupakan suatu keniscayaan yang tak boleh ditolak. Konsep pendidikan sekarang harus, - meminjam istilah Tilaar harus meliputi aspek pedagogik transformasif, yakni proses pembelajaran yang mampu mentransformasikan peserta didik pada arah yang lebih baik. Baginya, paradigma pedagogik transformatif mampu mengikuti perkembangan teknologi dan budaya yang bergerak cepat, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi.2

Perkembangan pendidikan yang semakin progresif menjadi tantangan tersendiri untuk dicarikan formulasi yang tepat dalam ranah lembaga pendidikan, seperti sekolah. Lembaga pendidikan yang adaptif terhadap perubahan masyarakat dan ilmu pengetahuan serta teknologi harus berada di dalam perubahan itu sendiri. Paradigma pendidikan yang dikembangkan dalam sekolah-sekolah tidak lagi berbasis pada kebutuhan peserta didik (child education) maupun berbasis masyarakat (society

centered-education), karena kedua-duanya dapat mengasingkan kepada masyarakat dan

budayanya sendiri.3

Selaras dengan pemikiran Tilaar di atas, pandangan senada yang berkaitan dengan reformasi paradigma pendidikan dalam menyongsong perubahan budaya yang sangat cepat juga disuarakan oleh Azyumardi Azra. Bagi Azra, untuk merespon perubahan yang begitu cepat, maka paradigma

2

H.A.R. Tilaar. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Penerbit Kompas, hal.. 92.

3

(14)

pendidikan harus mengaplikasikan sistem pendidikan yang berorientasi pada pengelolaan berbasis sekolah (school based-management) atau sering disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).4

Prinsip tersebut menuntut kedewasaan pemerintah untuk mendelegasikan secara penuh kepada unit-unit terkecil lembaga pendidikan dalam merespon gerak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem deregulasi dan otonomisasi pelaksaan pendidikan pada sekolah-sekolah merupakan salah satu perubahan paradigma pendidikan yang bersifat reformatif, transformatif dan deregulatif.

Menurut Nurkolis Manajemen Berbasis Sekolah sendiri merupakan salah satu upaya mereformasi sistem pendidikan yang lebih responsif terhadap perubahan zaman, dari keadaan pendidikan yang kurang memuaskan menjadi upaya perbaikan dan penyempurnaan. Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar, yaitu terprogram dan sistemik.5 Reformasi pendidikan yang terprogram terletak pada inovasi kurikulum atau program sekolah yang baru, seperti perubahan dan pengembangan kurikulum baru, penataran guru-guru, penggunaan metode pembelajaran baru, penggunaan alat evaluasi baru, dan perbaikan sarana dan prasarana. Sedangkan reformasi sistemik berkaitan dengan wewenang dan distribusi serta alokasi sumber daya yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan. Bagian terakhir merupakan upaya

4

Azyumardi Azra. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Penerbit Kompas, hal. 6

5

(15)

deregulasi kekuasaan pelaksaan pendidikan dari Departemen Pendidikan Nasional kepada lembaga-lembaga sekolah.6

Salah satu program reformasi yang dijalankan sekolah sekaligus sebagai upaya merespon perubahan zaman yang bergerak sangat dinamis dan cepat adalah pelaksanaan program kelas akselerasi. Merujuk pendapat Nurkolis di atas, maka kelas akselerasi adalah salah satu upaya mereformasi pendidikan yang terprogram. Kelas akselerasi merupakan upaya dari pihak sekolah memanfaatkan momentum era digital dan era keterbukaan yang serba masif, dengan program-program yang mengakomodasi kebutuhan peserta didik secara komprehensif.

Beberapa sekolah yang siap berkompetisi di era persaingan ketat dan era digital telah membuka program kelas akselerasi yang bertujuan untuk mengakomodasi siswa-siswa dengan kecerdasan khusus. Kebijakan ini memang cenderung bersifat diskriminatif, namun perlu dilakukan agar siswa-siswa dengan keahlian dan kecerdasan khusus dapat terjembatani. Salah satu sekolah yang telah membuka kelas akselerasi adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Jakarta Selatan.

Sebagai salah satu SMA unggulan di wilayah Jakarta, SMAN 8 bersiap-siap menyongsong era perdagangan bebas dengan memperbersiap-siapkan generasi muda yang terampil, cerdas, dan lebih cepat merampungkan studi dari waktu normal. Pada kelas reguler, waktu tempuh studi biasanya memakan waktu 3 tahun, maka kelas akselerasi bisa lebih cepat dari itu, 2 tahun atau kurang.

6

(16)

Faktor pendukung terbentuknya program kelas akselerasi adalah penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dengan konsep pemberian materi berstandar kompetensi layaknya mahasiswa di perguruan tinggi dengan sistem kredit semester (SKS). Peluang ini mempermudah pihak-pihak pengelola SMAN 8 Jakarta bekerja maksimal dalam upaya menerapkan kelas akselerasi dengan sistem yang terbuka sistematis, terprogram, dan memberikan ruang ekspresi bagi siswa-siswa dengan kecerdasan tinggi dan siswa yang memiliki bakat khusus (gifted students).

Karena siswa-siswa yang belajar di kelas akselerasi harus menyelesaikan masa studi dalam kurun waktu 2 tahun, maka kurikulum dan silabus juga dipadatkan. Konsekuensinya, guru yang mengampu mata pelajaran dengan tingkat kesulitan tersendiri, seperti matematika, harus memiliki strategi dan model pembelajaran yang tidak hanya mengejar target kurikulum yang telah ditetapkan, melainkan juga efektivitas dan keberhasilan siswa dalam menguasai materi.

(17)

pembelajaran matematika kelas X, nilai ketutasan minimal adalah 74. ternyata rata-rata nilai siswa pada kelas X semester ganjil adalah pada pelajaran matematika adalah 80,13.7

Model pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas akselerasi SMAN 8 Jakarta berpengaruh pada prestasi siswa yang menjuarai sejumlah ajang olimpiade sains yang diselenggarakan pihak Provinsi DKI Jakarta. Prestasi yang diperoleh siswa kelas akselerasi antara lain sebagai juara I olimpiade sains, bahasa, sosial Nasional pada pelajaran matematika atas nama Muhammad Nasiruddin, juara I kimia atas nama Ihsan Akmaludin, bidang astronomi menyabet juara I atas nama Sabrin Rizqi Aulia. Mereka itu adalah siswa-siswa kelas akselerasi di SMAN 8 Jakarta.8

Keunggulan yang dimiliki siswa-siswa kelas akselerasi adalah kemampuan mengembangkan dan menemukan sendiri permasalahan yang ditemukan dalam proses pembelajaran. Siswa kelas akselerasi diberikan ruang untuk mencari solusi pada pembelajaran matematika. Selain itu, siswa kelas akselerasi mampu melakukan terobosan dalam perhitungan matematika dengan rumus-rumus yang lebih sederhana.

Dari beberapa deskripsi yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan siswa akselerasi di bidang matematika, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif yang mendalam yang berhubungan dengan model pembelajaran matematika pada kelas akselerasi.

7

Sumber nilai diambil dari data rekapitulasi nilai semester genap Tahun Ajaran 2009/2010 Kelas X akselerasi SMAN 8 Jakarta.

8

(18)

Dari beberapa deskripsi masalah di atas, maka penulis mengajukan judul penelitian sebagai berikut: Model Pembelajaran Matematika di Kelas Akselerasi SMA Negeri 8 Jakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran matematika berlangsung di kelas akselerasi?

2. Bagaimana model pembelajaran yang efektif dalam kegiatan belajar mengajar matematika pada kelas akselerasi?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempermudah siswa kelas akselerasi dalam menguasai pembelajaran matematika?

4. Bagaimana siswa-siswa kelas akselerasi dapat mengukir prestasi yang gemilang?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan hasil survey yang bersifat sementara dan untuk memudahkan penelitian ini, maka penelitian membatasi permasalahan pada:

1. Pembelajaran matematika yang diteliti adalah proses pembelajaran matematika siswa kelas akselerasi.

(19)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana model pembelajaran matematika yang dilaksanakan di

kelas akselerasi SMAN 8 Jakarta?

2. Bagaimana respon siswa akselerasi terhadap pembelajaran

matematika yang diajarkan guru?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah cakrawala dan perspektif di bidang pendidikan terutama pada pembelajaran matematika di kelas akselerasi. Di samping itu pula, diharapkan lebih mengetahui tentang aspek-aspek yang mendukung pelaksanaan pembelajaran matematika siswa di kelas akselerasi.

2. Bagi mahasiswa Tarbiyah dan Keguruan agar dapat memberikan alternatif yang rasional dan komprehensif dalam mendidik siswa-siswa di kelas akselerasi.

(20)
(21)

9

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran menurut Hamalik sebagaimana yang dikutip oleh Yulianti mendefiniskan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.1

Sedangkan Muhibbin Syah mendefiniskan pembelajaran sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.2 Tahapan perubahan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh kemampuan intelektual dan psikologi seseorang dalam interaksi dengan lingkungan (guru dan siswa). Hasil pengalaman juga merdampak pada perubahan pola tingkah laku.

Senada dengan pendapat Muhibbin , Ladjid mendefinisikan pembelajaran dengan suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar.3 Sumber-sumber

1

Lia Yulianti. 2009. Pengertian Pembelajaran dalam http://gurulia.wordpress.com/ 2009/03/25/pengertian-pembelajaran/ disadur pada jam 20.45, 18 Agustus 2010

2

Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya, hal. 92

3

(22)

belajar tersebut dapat berupa lingkungan sosial, guru, literatur, benda-benda di sekitar yang memberikan aspek edukatif bagi seseorang.

Pendapat lain tentang pengertian pembelajaran dikemukakan oleh Hamzah dan Kuadrat yang mengartikan bahwa pembelajaran merupakan upaya membelajarkan peserta didik dengan cara memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.4

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa pembelajaran adalah proses peningkatan kualitas tingkah laku seseorang melalui interaksi terus menerus dengan lingkungannya, sebagai sumber belajar dengan cara memperoleh informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan.

b. Pengertian Matematika

Matematika (dari bahasa Yunani: μα ματ ά - mathēmatiká) secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.5

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda

4

Hamzah B. Uno dan Kuadrat. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Suatu Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 4

5

(23)

disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.6 Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya jaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmetika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dan sebagainya.7

Jujun mengemukakan beberapa pengertian matematika, diantaranya matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna yang ingin disampaikan. 8 Selain itu, matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.9 Menurut Nungki matematika jenis pengetahuan yang senantiasa hadir dalam kehidupan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, berupa mengeset alarm, membeli kebutuhan pokok, mengolah makanan buah hati, memantau perolehan nilai atau waktu dalam jenis kejuaraan, memasang wallpaper ruangan, memutuskan barang yang akan dibeli, dan sebagainya.10

Suriasumantri, Jujun s. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cet-17. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 190

9

Suriasumantri, Jujun s. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar ...hal. 199

10

(24)

Ada pula yang memandang bahwa matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika tersebut bersifat artifisial yang baru mempunyai makna ketika lambang tersebut diberikan kepadanya. Sedangkan pada umumnya matematika diposisikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat kuantitatif. Artinya, matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan seseorang melakukan pengukuran secara kuantitatif.11

Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif menjadi tahap kuantitatif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupaka konsep pengetahuan yang terdiri dari simbol-simbol yang mengandung makna tertentu, yang dipergunakan untuk menemukan kebenaran dan dilakukan melalui berfikir deduktif.

c. Pengertian Model Pembelajaran Matematika

Menurut Shadiq, model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang

11

(25)

sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang juga dikenal sebagai strategi pembelajaran.12

Toeti dan Winataputra, sebagaimana yang dikutip Trianto mendefinisikan „model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang

menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.13

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani, model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran matematika.14 Sedangkan Smith dan Ragan mendefinisikan model pembelajaran matematika sebagai proses keseluruhan desain, perkembangan, implementasi, dan perbaikan pembelajaran pada materi matematika.15

Sedangkan Danim memberikan penjelasan tentang definisi model pembelajaran sebagai suatu pendekatan yang menekankan kepada bagaimana cara yang dapat dilakukan seorang guru untuk memberi

12

Fadjar Shadiq. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 8

13

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 22

14

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 3

15

(26)

respons yang datang dari lingkungan dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep, memecahkan masalah secara sistematis dan menggunakan simbol-simbol baik verbak maupun non-verbal. Dengan demikian, model pembelajaran lebih menekankan pada aspek proses berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa di ruang kelas atau di luar kelas.16

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika adalah proses keseluruhan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan seorang pendidik secara sistematis dan terukur, yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika.

d. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas

a). Model Pembelajaran Kontekstual

Menurut Trianto pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.17

Ada beberapa jenis kategori yang termasuk ke dalam model pembelajaran kontekstual, yaitu:

1) Inkuiri

16

Sudarwan Danim. 2008. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 35.

17

(27)

Inkuiri adalah komponen dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

Siklus inkuiri ini meliputi : - Observasi (Observation) - Bertanya (Quitioning)

- Mengajukan dugaan (Hiphotesis) - Pengumpulan data (Data gathering) - Penyimpulan (Conclusion)18

Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) : - Merumuskan masalah

- Mengamati atau melakukan observasi

- Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya

- Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekolah, guru atau audien yang lain

2) Bertanya (Quitioning)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.19 Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru

18

(28)

untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Aktivitas bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan kekelas.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis b. Mengecek pemahaman siswa

c. Membangkitkan respon kepada siswa

d. Mengetahui sejauhmana keingin tahuan siswa e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

f. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru g. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa20.

3) Masyarakat Belajar (Learning Comunnity)

Konsep Leaning Comunnity menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ”sharing” antara teman, antar kelompok, dan antar yang

tahu ke yang belum tahu, di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang berada diluar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.

19

Al. Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika Direktorat Jenderal Dikdasmen, hal. 4

20

(29)

Dalam kelas CTL, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan membentuk kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Praktek pembelajaran dengan tehnik ”Learning Comunnity” adalah: Pembentukan kelompok kecil,

pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, dan bekerja dengan masyarakat

4) Pemodelan ( Modeling )

Komponen CTL ini dilaksanakan pada sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola, cara melafalkan shalat, cara membaca teks bahasa Inggris, dan seterusnya.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang atau dipergunakan dengan melibatkan siswa. Apabila ada siswa yang mahir mendemonstrasikan keahlian tertentu, siswa dapat menunjukan didepan kelas.

5) Refleksi ( Reflection )

(30)

mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

Realisasi dari pembelajaran CTL dengan metode refleksi adalah : - Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya.

- Catatan atau jurnal dibuku siswa

- Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini, diskusi , dan hasil karya.

6) Penilaian yang Sebenarnya ( Autehantic Assesment )

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses belajar dengan benar. Keberhasilan pembelajaran dapat diketahui melalui prestasi siswa.

b). Model pembelajaran Cooperative

(31)

permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.21

Ada beberapa model kooperatif learning yaitu: 1) Tipe Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.22

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.23

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,

21

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, hal. 3

22

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika...hal. 5

23

(32)

tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan”.

Model Jigsaw membagi siswa pada masing-masing kelompok ke dalam dua fungsi, pertama sebagai orang yang meneliti atau kelompok peneliti yang tugasnya mencari jawaban, dan kedua, setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan, ia berubah menjadi orang yang mengajarkan kelompoknya.24

2)Students Team Achievement Division (STAD)

Menurut Trianto model STAD menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 5 siswa yang bersifat heterogen.25 Proses pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

3)Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Model pembelajaran ini adalah jenis model pembelajaran kooperatif yang paling sulit dilaksanakan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang terpusat pada guru.26

24

Beni S. Ambarjaya. 2008. Model-Model Pembelajaran Kreatif. Bandung: Tinta Emas Publishing, hal. 89

25

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif...hal. 64

26

(33)

Dalam pelaksanaannya model ini membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5-6 siswa yang bersifat heteogen dan memiliki kesamaan minat dalam topik tertentu dan keakraban. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Kemudian, hasil laporan itu dipresentasikan di depan kelas kepada seluruh siswa.27

4)Think-Pair-Share (TPS)

Model berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dikambangkan pertama kali oleh Frang Lman.28 Cara membuat kelompok ini adalah yang paling mudah, karena terdiri dari 2 siswa yang saling bertukar pendapat dan pengalaman kepada teman pasangannya.29

5)Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen. Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Langkah-langkah penerapan NHT sebagaimana yang dijelaskan oleh Widyantini adalah sebagai berikut:

27

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif...hal. 79

28

Anita Lie. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo, cet. Ke-7, hal. 57

29

(34)

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau awal.

c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk leh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.30

6)Teams Game Tournament (TGT)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh David de Vries dan Keath edward. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.31

30

Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika...hal. 7

31

(35)

c) Pembelajaran Berbasis Masalah

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru

menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).32

Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.33

Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:

a. Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.

32

Susento dan Andi Rudhito. 2009. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam http://warungpendidikan.blogspot.com, retrieved pada 13 April 2011

33

(36)

b. Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.

c. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.

d. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah realistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan: Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran. 2. Orientasi (pengenalan):

a. Menyajikan masalah di kelas.

b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.

(37)

3. Eksplorasi (penjelajahan): Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.

4. Negosiasi (perundingan): Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas. 5. Integrasi (pemaduan):

a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.

b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.

c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.34

34

(38)

2. Pengertian Kelas Akselerasi

a. Pengertian Kelas Akselerasi

Program kelas akselerasi mendapatkan payung hukum yang kuat berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Kelas akselerasi sudah menjadi program pemerintah, sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 4 yaitu: "Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus".35

Colangelo, sebagaimana yang dikutip Hartarti menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang disampaikan.36 Kelas excellent adalah kelas yang berisikan anak-anak unggul dari segi akademik atau kemampuan nalar. Kelas ini dalam istilah yang lain sering disebut kelas akselerasi.

Secara konseptual, pengertian akselerasi diberikan oleh Pressey, sebagaimana yang dikutip oleh Reni sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pembelajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional.37 Definisi ini menunjukkan bahwa akselerasi meliputi persyaratan untuk menghindari

35

Undang-Undang N0. 20 Tahun 2003. dalam www.bapsi.undip.ac.id/.../uu%20no

.20%20thn%202003%20sisdiknas.pdf

36

Hartarti. 2006. Perspektif Psikologi Program Akselerasi Bagi Anak Berbakat Akademik.dalam http://pusdiklatdepdiknas.net/dmdocuments/Akselerasi-Hartati.pdf,

37

(39)

hambatan pemenuhan permintaan dalam pembelajaran dan mengusulkan proses-proses yang memungkinkan siswa mendapatkan materi yang lebih cepat dibandingkan dengan kemajuan rata-rata siswa.

Menurut Nurbayani, kelas akselerasi merupakan kelas percepatan pembelajaran yang disajikan kepada siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih atau istimewa dengan materi-materi atau kurikulum yang padat sehingga dalam waktu dua tahun siswa telah menyelesaikan pendidikannya.38

Pengertian akselerasi:, pertama sebagai model pelayanan, siswa meloncat kelas dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas di atasnya, kedua sebagai model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu. Dalam hal ini, akselerasi dapat dilakukan dalam kelas reguler, ruang sumber, ataupun kelas khusus dan bentuk kelas reguler, ruang sumber, ataupun kelas khusus dan bentuk akselerasi yang diambil bisa telescoping dan siswa dapat menyelesaikan dua tahun atau lebih kegiatan belajarnya menjadi satu tahun atau dengan cara self-paced studies, yaitu siswa mengatur kecepatan belajarnya sendiri.

Kelas akselerasi dihadirkan sebagai upaya menampung anak-anak berbakat luar biasa (gifted children). Daya tampung tersebut menunjukkan ada upaya mengakomodasi kelebihan yang dimiliki siswa

38

(40)

yang ber-IQ tinggi, memiliki bakat istimewa, kerativitas tinggi, dan kecerdasan di atas rata-rata.

Calanglo mengingatkan bahwa akselerasi sebagai model pelayanan, gagal dalam memenuhi tuntutan kurikulum deferensiasi bagi anak berbakat. Artinya, anak-anak berbakat kurang memiliki waktu untuk mengembangkan bakat dan kreativitasnya secara normal, yang seharusnya membutuhkan waktu 3 tahun hanya menjadi 2 tahun. Inilah yang dikhawatirkan Calanglo dengan program akselerasi.

Sebagai model kurikulum, akselerasi akan membuat anak berbakat menguasai banyak isi pelajaran dalam waktu yang sedikit. Anak-anak ini dapat menguasai bahan ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang dicapainya, di samping segi ekonomis. Secara umum, bentuk akselerasi telescoping menimbulkan masalah pada pihak sekolah sebagai penyelenggara dan guru, terutama dari sisi keterampilan dan manajemen waktu

Menurut Felhusen, Proctor, dan Black, sebagaimana yang dikutip Hartarti bahwa program akselerasi diberikan untuk memelihara minat siswa terhadap sekolah mendorong siswa agar mencapai prestasi akademis yang baik dan untuk menyelesaikan pendidikan dalam tingkat yang lebih tinggi bagi keuntungan dirinya ataupun masyarakat.39

Beberapa panduan agar program akselerasi tercapai secara memadai adalah sebagai berikut:

39

(41)

a. Dilakukan evaluasi psikologi yang komprehensif untuk mengetahui berfungsinya kemampuan intelektual dan kepribadian siswa, di samping tingkat penguasaan akademiknya

b. Dibutuhkan IQ di atas 125 bagi siswa yang kurang menunjukkan prestasi akademiknya.

c. Bebas dari problem emosional dan sosial, yang ditunjukkan dengan adanya persistensi dan motivasi dalam derajat yang tinggi.

d. Memiliki fisik sehat

e. Tidak ada tekanan dari orang tua, tetapi atas kemauan anak sendiri f. Guru memiliki sikap positif terhadap siswa akseleran

g. Guru concern terhadap kematangan sosial emosional siswa, yang dibuktikan dari masukan orang tua dan psikolog

h. Sebaiknya dilakukan pada awal tahun ajaran dan didukung pada pertengahan tahun ajaran

i. Ada masa percobaan selama enam minggu yang diikuti dengan pelayanan konseling.40

b. Tujuan Kelas Akselerasi

Southerm dan Jones, dalam Reni menjelaskan keuntungan program akselerasi bagi anak berbakat:

1) Meningkatkan efesiensi

40

(42)

Siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih efisien

2) Meningkatkan efektivitas

Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan dan menguasai keterampilan-keterampilan sebelumnya merupakan siswa yang paling efektif.

3) Penghargaan

Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya

4) Meningkatkan waktu untuk karier

Adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas siswa, penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain 5) Membuka siswa pada kelompok barunya

Dengan program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang sama

6) Ekonomis

Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mendidik guru khusus anak berbakat.41

c. Kelemahan dan Kelebihan Kelas Akselerasi

41

(43)

Menurut Paulus Mujiran, kelas akselerasi memiliki banyak kelemahan. Di antara kelemahan-kelemahan tersebut adalah Beberapa kelemahan mengiringi penyelenggaraan kelas akselerasi itu. Pertama, stigmatisasi pada diri siswa yang ada di kelas reguler. Dalam sebuah kesatuan lingkungan, bisa dikatakan bahwa kelas reguler adalah kelas yang relatif jelek bila dibandingkan dengan kelas akselerasi.

Kedua, timbulnya budaya inferior, muncul kelas eksklusif,

arogansi, dan elitisme. Dengan kondisi yang betul-betul berbeda dengan segenap potensi intelektual yang lebih tinggi, jelas siswa-siswa kelas akselerasi akan jauh lebih berprestasi dibanding kelas reguler. Inferioritas pun mudah menghinggapi siswa-siswi kelas reguler, dan sebaliknya eksklusivisme, arogansi dan elitisme akan mudah melekat pada diri siswa-siswa kelas akselerasi. Masing-masing siswa membentuk group reference mereka sendiri-sendiri.

Ketiga, terjadi dehumanisasi pada proses belajar di sekolah.

Materi pelajaran yang diselesaikan oleh siswa reguler selama satu tahun harus dilalap habis siswa akselerasi selama satu semester (setengah tahun). Dengan alokasi waktu yang jauh lebih pendek ini mau tidak mau siswa harus belajar keras. Segi intelektualitas, potensi mereka memang memungkinkan. Tetapi, mereka bukanlah mesin yang bisa diset untuk hanya melakukan satu aktivitas.

Keempat, siswa kelas akselerasi tidak memiliki kesempatan luas

(44)

mereka terima, banyaknya pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan, ditunjang kemampuan intelektual yang mereka miliki dan teman-teman sekelas yang rata rata pandai, membuat iklim kerja sama mereka menjadi terbatas. Tugas-tugas itu bisa mereka selesaikan sendiri.42

Sedangkan kelebihan kelas akselerasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Rose, berpendapat bahwa kelas akselerasi dapat merespon perubahan sekaligus menguasai perubahan yang berlangsung cepat melalui apa yang mereka sebut accelerated learning.43

Cara Belajar Cepat (CBC) yang dikembangkan Rose dan Nicholl agar siswa-siswa yang memiliki kemampuan khusus mampu terjembatani kebutuhan-kebutuhan otaknya yang memang berbakat tinggi (gifted students).

B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Matematika di Kelas Akselerasi

Biehler dan Snowman dalam “Psychology Applied to Teaching

membuat empat pendekatan dalam pembelajaran tingkat menengah atas (SMA).

Pertama, karakteristik fisik (physical characteristics), yaitu

pendekatan dengan melihat perkembangan fisik siswa dengan melihat

42

Lih. Meigita Gamayanti. 2009. Persoalan Kelas Akselerasi dalam http://meigitarius .blogspot.com/2009/10/persoalan-kelas-akselerasi.html

43

(45)

kematangan (maturity) siswa semenjak masa pubertas serta implikasi yang dihadapinya dari perubahan struktur tubuh mereka.

Kedua, karakteristik emosional (emotional characteristics), dalam

pendekatan ini siswa ditempatkan melalui wilayah emosional dimana terdapat dua ciri yang paling dominan pada tingkat SMA, yaitu ketegangan dan stress, serta perilaku vandalisme.

Ketiga, karakteristik sosial (social characteristics), yaitu terbentuknya kelompok dalam “peer-group” yang menjadi sumber umum aturan-aturan tingkah laku, hasrat untuk menggapai posisi puncak dalam tahun-tahun di SMA, dan siswa cenderung berpikiran kepada orang-orang yang memikirkannya.

Keempat, karakteristik kognitif (cognitive characteristics), yaitu

ciri-ciri yang dominan dalam periode SMA adalah suatu transisi antara tindakan operasional yang kongkrit dan pemikiran formal, transisi antara moralitas pembatasan dan kerja sama, serta mulai terbentuknya pemikiran yang lebih abstrak, liberal dan cenderung lebih rasional.44

Tipologi Biehler dan Snowman di atas merupakan unsur-unsur yang mewakili kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EI) dan kecerdasan sosial (SI). Meskipun demikian, antara EI dan SI berkaitan sangat erat seperti yang telah dijelaskan oleh Goleman. Oleh karena itu proses pembelajaran matematika di kelas akselerasi seyogyanya berlandaskan pada prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Biehler dan Snowman.

44

(46)

Sedangkan Rose dan Nicholl mengembangkan prinsip Cara Belajar Cepat (CBC atau accelerated learning). Pelakasanaan prinsip ini terletak pada perubahan ruang kelas secara total. Pembelajaran matematika yang dianggap menyeramkan diubah menjadi proses pembelajaran yang menyenangkan dan efisien. Pada pelajaran matematika, seorang guru di kelas akselerasi dapat menggunakan aneka permainan dan aktivitas, emosi dan musik, relaksasi, visualisasi, permainan peran, warna, dan peta konsep.45 Dengan perubahan itu maka proses belajar matematika di kelas akselerai menjadi kejadian yang menyenangkan, sekaligus mampu menguasai delapan jenis kecerdasan yang dikembangkan Gardner.

Dengan lebih terperinci, Nungki Menjelaskan bahwa proses pembelajaran matematika dalam kelas akselerasi dapat dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Menggunakan matemtika dengan menyenangkan;

b) Memecahkan masalah dan bekerja sama dengan ang lain;

c) Menunjukkan berunding yang kuat;

d) Melihat lebih dari satu jalan dalam pendekatan sebuah masalah;

e) Menerapkan matematika dalam setiap kesempatan; dan

f) Menggunakan teknologi.46

45

Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2009. Accelerated Learning…………..hal. 37

46

(47)

Pembelajaran matematika dalam pandangan Nungki di atas mengharuskan siswa yang mengikuti kelas akselerasi harus pula melibatkan aspek emosional, sosial, dan alternatif pemikiran yang bersifat majemuk.

C. Program Pelaksanaan Kelas Akselerasi

Program pembelajaran akselerasi didasarkan pada amanat Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 5 Ayat 4 yaitu: "Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh

pendidikan khusus". Untuk mengakomodasi UU Sisdiknas, maka Pemerintah

pada tahun 2006 mengeluarkan Permendiknas No. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.47 Untuk menampung siswa-siswa berbakat istimewa, maka dibutuhkan kelas akselerasi sebagai wadah pelaksanaan program percepatan siswa dengan cerdas istimewa.

Namun, pada tahun 2007 Pemerintah mengeluarkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan untuk Peserta Didik Berkecerdasan Istimewa terlihat tidak lagi memfokuskan pada penyelenggaraan kelas akselerasi semata. Ada beberapa bentuk layanan pendidikan khusus yang ditawarkan, seperti kelas khusus untuk siswa cerdas dalam satuan pendidikan reguler, kelas inklusif yang dibuat untuk memberikan layanan kepada siswa cerdas istimewa yang dalam proses pembelajarannya bergabung dengan siswa kelas

47

(48)

reguler, dan satuan pendidikan khusus atau sekolah khusus yang semua siswanya memiliki kecerdasan istimewa.48

Kelas akselerasi yang telah berjalan satu dasawarsa silam, tentu diperlukan bagi pengembangan siswa-siswa yang memiliki kecerdasan istimewa. Kecerdasan istimewa menurut pandangan Depdiknas memiliki beberapa indikator berupa potensi kemampuan di bidang inteligensia umum, akademik khusus, berpikir produktif atau kreatif, memiliki kepemimpinan, berjiwa seni, dan aspek psikomotorik yang menonjol.49

Banyak terjadi pada siswa-siswa yang memiliki kecerdasan istimewa mengalami hambatan pembelajaran (learning disabilities). Hal itu disebabkan antara lain oleh faktor pendekatan belajar yang kurang tepat dalam menanangi anak yang memiliki kecerdasan istimewa, seperti kurangnya stimulasi dan dukungan, tidak ada mekanisme diskusi yang merangsang intelektualitasnya, anak cerdas kurang mendapat belaian yang membearkan hati, kurang mendapat ruang gerak, materi dan kegiatan yang memadai, dan faktor minimnya pengembangan melalui proses.50

Mengingat potensi dan kecerdasan yang dimiliki bakat besar tersebut, maka pemerintah memberlakukan program kelas akseleerasi sebagai jalur khusus menampung anak-anak berbakat tinggi (gifted children).

48

Ibid, hal. 4

49

Depdiknas. Panduan bagi Guru dan Orang Tua Pengertian, Konsep, dan Identifikasi Siswa Cerdas Istimewa. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Menengah Kementrian Pendidikan Nasional, 2010, hal. 5

50

(49)

Program pelaksanaan kelas akselerasi dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Siswa yang berkemampuan istimewa dapat menempuh pendidikan formal lebih dini dari biasanya, seperti masuk usia 3 tahun dari biasanya 4 tahun, dan masuk SD usia 5 tahun dari biasanya 7 tahun (early entrance to kindergarten or first grade).

2) Siswa ditempatkan di kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau lebih mata pelajaran, karena ia menguasai pengetahuan dan keterampilan yang jauh lebih tinggi daripada teman-teman seusianya (subject acceleration/partial acceleration).

3) Mengurangi jumlah repetisi dalam proses belajar siswa atau pemadatan kurikulum (curriculum compacting). Pemadatan kurikulum dilakukan dengan cara a) menentukan sasaran unit pembelajaran mengggunakan panduan kurikulum ,ruang lingkup, dan diagram urutan; b) menentukan bahan apa yang diulang dalam suatu pertemuan; c) melakukan pretes kepada siswa; d) mengidentifikasi kepada siswa yang telah menguasai bahan ajar; e) menghilangkan bahan ajar yang diualng-ulang; f) mengganti bahan ajar yang dihilangkan dengan kegiatan pengayaan.

(50)

5) Siswa mengikuti kursus yang dilakukan di luar sekolah. Pembelajaran disampaikan secara tertulis melalui surat, internet, atau teleconference.

6) Siswa mengikuti suatu kursus atau kuliah pada satu tingkatan dan mendapatkan kredit untuk suatu kursus atau kuliah paralel di tingkat yang lebih tinggi (concurent/dual enrollment).

7) Menyajikan bahan ajar setingkat pergutuan tinggi atau bahan ajar yang dipercepat bagi siswa sekolah menengah dan siswa diberi kesempatan untuk mengikuti tes baku untuk mengukur penguasaannya (advanced placement).

8) Memangkas waktu studinya dalam bidang terentu untuk memperoleh kredit setelah berhasil menyelesaikan beberapa tes penguasaan materi tertentu (credit by examination).

9) College in the school program menyediakan kursus di sekolah menengah (diselenggarakan oleh perguruan tinggi) dengan didampingi oleh guru yang telah mendapatkan pelatihan dari dosen.51

51

(51)

40

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di kelas X Semester II program akselerasi Sekolah Menengah Negeri (SMAN) 8 Jakarta Selatan.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu jenis penelitian yang berusaha menggambarkan permasalahan dengan suatu analisis faktual. Menurut Sugiyono, metode deskriptif kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.1

Penelitian ini menekankan pada keadaan yang sebenarnya dan berusaha mengungkapkan fenomena-fenomena yang ada dalam keadaan tersebut. Untuk memperoleh data yang valid dan dipertanggungjawabkan

1

(52)

kebenaran penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan (Field Research).

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitiannya adalah siswa-siswi dikelas X program akselerasi SMAN 8 Jakarta yang berjumlah 11 orang siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Observasi

Melakukan pengamatan secara menyeluruh mengenai pelaksanaan model pembelajaran kelas akselerasi, meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, metode pembelajaran, dan aspek kecerdasan yang mendukung kemudahan dalam pembelajaran matematika.

2) Wawancara

(53)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur atau parameter yang digunakan dalam pengumpulan data. Instrumen ini menggambarkan secara nyata tentang proses pembelajaran matematika di kelas akselerasi SMAN 8 Jakarta. Instrumen yang digunakan sebagai berikut

Pertama yaitu lembar observasi, yaitu pengamatan dengan melihat proses pembelajaran dikelas meliputi. Untuk meningkatkan validitas penelitian menggunakan foto-foto dan alat perekam.

Kedua yaitu pedoman wawancara, yaitu pedoman yang menjadi landasan untuk membuat pertanyaan kepada para responden. Untuk memperoleh data tentang proses pembelajaran matematika wawancara disusun berdasarkan pokok penelitian dari variabel yang diteliti,yaitu kondisi pembelajaran, metode pembelajaran, strategi penyampaian dan hasil pembelajaran. Bentuk wawancara disusun secara terstruktur berdasarkan kisi-kisi instrumen pertanyaan.

Kisi-kisi pedoman observasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman observasi siswa

No Indikator Butir Soal

1 Kesiapan mengikuti pembelajaran 1, 2, 3

2 Aktifitas siswa saat pembelajaran 4 3 Keberanian siswa dalam bertanya &

mengemukakan penemuan (partisipasi kegiatan)

5

(54)

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Guru

No Indikator Butir Soal

1 Persiapan mengajar 1, 2, 3, 4

2

Penyajian informasi dan situasi pembelajaran

5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22

3 Penutup 23, 24, 25, 26

Sedangkan kisi-kisi instrumen penelitian untuk wawancara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Wawancara untuk Siswa

No Indikator Butir Pertanyaan

1 Persiapan pembelajaran 1

2 Jenis pembelajaran yang disenangi 2

3 Tanggapan terhadap pemberian tugas 3

4 Tingkat kesulitan dalam belajar 4, 5

5 Variasi penggunaan media 6

6 Tingkat kepuasan dalam belajar 7, 8

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Wawancara untuk Guru

No Indikator Butir Pertanyaan

1 Persiapan Mengajar 1

(55)

4 Penggunaan media mengajar 5, 6

5 Tingkat keberhasilan Model pembelajaran yang diterapkan

7

F. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema. Untuk menganalisis data penelitian yang berhubungan dengan pembentukan kecerdasan siswa pada kelas akselerasi, peneliti menggunakan prosedur sebagai berikut:

a. Mengamati apa saja yang terjadi pada tiap proses pembelajaran di kelas akselerasi. Dari hasil pengamatan tersebut akan terkumpul data yang dibutuhkan dalam penelitian dan dianalisis.

(56)

46

A. Gambaran Umum SMA Negeri 8 Jakarta

1. Berdirinya SMA Negeri 8 Jakarta

SMA Negeri 8 Jakarta dibuka/ didirikan pada tanggal 1 Agustus 1958 di Taman Slamet Rijadi Jakarta dengan nama SMA Negeri VIII/ABC dengan Sp. Menteri P.D.K. tanggal 21 Agustus 1958 No. 26/SK/B.111. Pada bulan Januari 1959 dlakukan pemindahan tempat atau gedung sekolah di SMP Negeri III Jakarta, Jl. Manggarai Utara IV/6 Jatinegara. Dan pada tanggal 30 Maret 1971 SMA Negeri 8 Jakarta berdiri di Jalan Taman Bukitduri Tebet dan diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin.

Secara umum perjalanan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut;

a. Tahun 1971 s.d. 1984 Masa yang panjang dan kerja keras menapak mencari jati diri.

b. Tahun 1984 s.d. 1989 Mencanangkan diri sebagai lembaga pendidikan yang taat aturan, bebas dari perkelahian/ tawuran antar pelajar, dan menjadikan sekolah sebagai Pusat Sumber Belajar. c. Tahun 1989 s.d. 1994 Menciptakan suasana kerja-sama yang

(57)

d. Tahun 1994 s.d. 1996 SMA Negeri 8 Jakarta ditetapkan dan ditunjuk oleh Kanwil Depdikbud DKI Jakarta sebagai “Sekolah Unggulan dan Plus” tingkat Propinsi.

e. Tahun 1994 s.d. 2000 Menempatkan diri pada peringkat/papan atas tingkat propinsi maupun nasional dalam Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan Ujian Masuk Pergruan Tinggi Negeri (UMPTN), sekaligus mengembangkan bentuk pelayanan dengan membuka “Program Akselerasi (Percepatan Belajar 2 tahun dari

program 3 tahun)”

f. Tahun 2002 s.d. 2003 Menjadi piloting Kurikulum 2004

g. Tahun 2004 Dimulai Rintisan Kelas Internasional dan menjadi Pusat Sumber Belajar Astronomi

h. Tahun 2005 s.d. 2006 Peringkat UAN terbaik SMA Negeri se-Jakarta i. Tahun 2006 s.d. 2007 Ditunjuk oleh Direktorat Pendidikan Menengah

Umum sebagai sekolah rintisan bertaraf Internasional. Kelas Internasional resmi menjadi center dan pengunaan KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan )

2. Visi dan Misi serta Tujuan SMA Negeri 8 Jakarta

VISI

Menjadi sekolah bertaraf internasional terbaik di Indonesia

MISI

(58)

 Menyelenggarakan sistem pembelajaran yang mendorong aktualisasi kompetensi siswa.

 Melaksanakan pembinaan dan pengembangan SDM

 Meyelenggarakan kegiatan pengembangan bakat dan minat berbasis kebutuhan dan orientasi masa depan.

 Menyelenggarakan kegiatan seni budaya dan olah raga yang berorientasi mutu dan prestasi.

 Menyelenggarakan sistem pembelajaran berbasis TI dan berbahasa Inggris

 Menyelenggarakan sistem administrasi sekolah yang berbasis TI, terbuka dan berorientasi pelayanan.

 Menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan instansi lain dalam kemitraan strategis.

 Menyediakan sarana pembelajaran dan pendukungnya yang memadai dan berbasis TI

Tujuan

1. Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan mengacu kepada Standar nasional dan Internasional (Pengembangan Kurikulum)

2. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang interaktif, kreatif, partisipatif dan relevan (Proses pembelajaran)

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman observasi siswa
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Guru
Tabel 4.2. Daftar Siswa Kelas X Program Akselerasi
Tabel 4.3. Tabel Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Guru Matematika Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Kelas.. Akselerasi di MAN Rejotangan”, perlu kiranya peneliti memberikan

Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :1) karakteristik tata ruang program kelas akselerasi SMA Negeri 1 Sukoharjo ternyata tidak terdapat perbedaan antara kelas

Kendala apa saja yang dialami oleh guru dalam pembelajaran budi pekerti pada kelas Akselerasi di SMA Negeri I Sragen yang dapat menghasilkan nilai-nilai luhur..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kecemasan antara siswa akselerasi dan non-akselerasi kelas XI yang ditunjukkan dengan nilai t hitung sebesar -1.025 dengan

(2) Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Ekonomi kelas X Akselerasi di SMA Negeri 1 Purworejo tahun ajaran 2011/2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

Perumusan indikator hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa akselerasi.Penilaian yang digunakan di kelas akselerasi hendaknya penilaian otentik (

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Perencanaan kurikulum akselerasi pada program kelas Cerdas Istimewa; 2) Implementasi kurikulum akselerasi pada program kelas

Dalam penelitian ini, data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah: hasil wawancara dengan Ketua Program Akselerasi, para guru Pendidikan Agama Islam di kelas