• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

2. Pembelajaran Sejarah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman7.

Definisi belajar yang lain juga dikemukakan oleh para ahli yang ditulis ulang oleh Fudyartanto dalam buku Psikologi Pendidikan:8

1) Menurut Arthur J. Gates belajar adalah perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan.

       5

Sarwiji Suwandi, 2011, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah, Surakarta: Yuma Pustaka, hlm. 16-17 

6 Mulyasa, 2010, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hlm 90 7

Hasan Alwi, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 756. 8

Fudyartanto, 2002, Psikologi Pendidikan : Dengan Pendekatan Baru, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, hlm. 149-151.

2) L. D. Crow dan A. Crow mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan (dipertimbangkan). Belajar adalah penguasaan kebiasaan-kebiasaan (habitual), pengetahuan, dan sikap-sikap.

3) Melvin H. Marx berpendapat bahwa belajar adalah perubahan yang dialami secara relatif abadi dalam tingkah laku yang mana adalah suatu fungsi dari tingkah laku sebelumnya.

4) R.S. Chauhan definisi belajar adalah membawa perubahan-perubahan dalam tingkah laku dari organisme.

5) Gregory A. Kimble mengatakan belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam potensialitas tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil alat praktek yang diperkuat (diberi hadiah).

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.9

b. Pengertian Sejarah

Sejarah berasal dari bahasa Arab “Syajaratun“ yang berarti “pohon“ atau “keturunan” yang kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu “syajarah” dan dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”.10 Menurut I.G. Widja, sejarah adalah suatu studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh manusia di waktu yang lampau dan telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang.11

Menurut Sutrasno sejarah adalah segala kegiatan manusia dan segala kejadian yang ada hubungannya dengan kegiatan manusia sehingga mempunyai akibat adanya perubahan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, dan kesemuanya itu ditinjau dari sudut-sudut perkembangannya (berjalan dalam tempat dan waktu atau adanya saling hubungan dalam tempat dan

      

9 Mohamad Surya, 2004, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Pustaka Bani Quaraisy, hlm. 39.

10

I.G.Widja, Ilmu Sejarah: Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan, Semarang: Satya Wacana, hlm,6. 11

waktu).12 Dalam hal ini yang menjadi faktor utama sejarah adalah segala kegiatannya yang membawa perubahan di segala bidang kehidupan manusia.

Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah dapat didefinisikan sebagai berbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap pengungkapannya dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi atau pementasan pengalaman masa lampau. Menceritakan suatu kejadian ialah cara membuat hadir kembali (dalam kesadaran) peristiwa tersebut dengan pengungkapan

verbal.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah sebagai suatu peristiwa dimana yang menjadi obyek dan subyek dari peristiwa tersebut adalah kegiatan manusia yang mempengaruhi segala bidang kehidupan.

c. Pengertian Belajar Sejarah

Berkaitan dengan sejarah, pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang didalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini, sebab dengan kemasakiniannyalah masa lampau itu baru merupakan masa lampau yang penuh arti. Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembalajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau.

       12

  Sutrasno, 1975, Sejarah Ilmu Pengetahuan ( History and Science), Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 8. 

d. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah

Konstruktivisme merupakan aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi dari orang yang sedang belajar.13 Dalam hal ini, manusia mengalami proses lewat pengalaman yang didapatnya untuk membentuk suatu pengetahuan.

Dalam proses konstruksi tersebut diperlukanlah beberapa kemampuan. menurut Glasersfeld dalam buku Paul Suparno14 kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan pengalaman.

2) Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai perbedaan dan persamaan.

3) Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada yang lain.

Dalam konteks pembelajaran di sekolah, guru menyajikan persoalan dan mendorong siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa tidak lagi bersifat satu arah, yaitu hanya penyampaian informasi dari guru tanpa ada umpan balik dari siswa. Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswalah yang membangun sendiri konsep atau struktur materi yang ia dipelajari dan tidak melalui

       13

Sutarjo Adisusilo, 2012, Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VTC Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 161. 14

pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri yang mengemasnya.

Dalam hal ini, bisa dikatakan pemahaman siswa tidaklah sama. Keakuratan antara siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau mungkin terjadi kesalahan, maka dari itu disinilah tugas guru memberikan bantuan dan arahan sebagai fasilitator dan pembimbing. Kesalahan siswa tersebut merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu merupakan cirinya seorang siswa sedang belajar.

Dalam proses pembelajaran sejarah, teori konstruktivisme juga sangat diperlukan. Mengapa? Sejarah merupakan suatu peristiwa, dimana yang menjadi obyek dan subyek dari peristiwa tersebut adalah kegiatan manusia pada masa lampau yang mempengaruhi segala bidang kehidupan. Oleh karena itu dalam mempelajari peristiwa sejarah tersebut, tentunya kita harus bias mengkonstruksi segala macam peristiwa yang sudah berlalu agar pengetahuan tentang peristiwa tersebut dapat kita ketahui dengan benar. Konstruktivisme juga sejalan dengan PPR, dimana dibutuhkan pengalaman secara langsung dari siswa untuk membangun pengetahuan siswa itu sendiri.

Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan.

Dokumen terkait