• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Pembelajaran Terpadu

Merupakan model pembelajaran terpadu yang mamadukan beberapa keterampilan yang memfokuskan pada metakurikulum.

F. Spesifikasi Produk yang Akan Dikembangkan

Berikut adalah produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah: 1. Pemataan KD dan indikator disusun berdasarkan keterampilan yang akan

diuntaikan dalam pembelajaran terpadu tipe threaded dengan desain yang menarik. Pemetaan KD dan indikator yang disusun berjumlah tiga. Salah satu dari tiga pemetaan KD dan indikator akan dikembangkan menjadi perangkat pembelajaran terpadu tipe threaded.

2. Produk ini disusun menggunakan kertas berukuran A4 dan menggunakan hard cover dengan jenis kertas ivory 230 yang didesain menarik menggunakan program komputer Microsoft Publisher dengan mencantumkan contoh gambar bagan pembelajaran terpadu tipe threaded. Warna cover yang digunakan dalam buku ini dominan orange. Jenis huruf yang digunakan di dalam produk ini beragam dengan ukuran huruf 12, 14

dan 16. Produk ini disusun menggunakan kata pengantar untuk menjelaskan secara garis besar mengenai pembelajaran terpadu tipe threaded serta berisi RPP beserta lampirannya secara lengkap.

3. Komponen RPP yang disusun lengkap. Komponen RPP pada Kurikulum 2013 terdiri atas 20 bagian, antra lain: satuan pendidikan (nama sekolah), kelas/semester, tema, tipe pembelajaran terpadu, muatan pembelajaran, alokasi waktu, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan dan model/tipe serta metode, media dan sumber pembelajaran, kegiatan pembelajaran, teknik penilaian, instrumen penilaian, lampiran materi, LKS dan refleksi.

4. RPP mengandung karakteristik Kurikulum SD 2013 (terpadu antar konsep/muatan pelajaran, saintifik, autentik). Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan tematik terpadu yaitu pendekatan yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pembelajaran saintifik dalam Kurikulum 2013 tidak hanya mengandung hasil belajar sebagai muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu, pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. RPP memuat penilaian autentik. Penilaian autentik adalah jenis penilaian yang mengarahkan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan dan situasi yang dijumpai dalam dunia nyata. Penilaian autentik berupa penilaian unjuk kerja (performance) berdasarkan penguasaan pengetahuan yang telah dipelajari

sebelumnya oleh siswa. Penilaian autentik terdiri dari beberapa jenis yaitu: penilaian kinerja, proyek, portofolio dan tes tulis. Penilaian kinerja digunakan untuk menilai kemampuan siswa melalui penugasan. Penilaian proyek digunakan untuk menilai tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa menurut periode waktu tertentu. Penilaian portofolio merupakan kumpulan hasil kerja yang sengaja dibuat dan mencerminkan runtutan upaya siswa. Tes tertulis berbentuk uraian atau esai sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa.

5. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa tingkat tinggi. Perumusan indikator menggunakan kompetensi tingkat tinggi. Kompetensi tersebut disusun menggunakan kata kerja operasional berdasarkan Taksonomi Bloom yang sudah direvisi. Berikut ini tingkatan Taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl: C1. Mengingat, C2. Memahami, C3. Menerapkan, C4. Menganalisis, C5. Mengevaluasi, C6. Membuat/Mencipta.

6. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran terpadu tipe threaded antara lain:

a. Memadukan beberapa keterampilan metakurikulum yang meliputi keterampilan berpikir (thinking skills), keterampilan sosial (social skills), keterampilan bekerjasama (cooperative skill), keterampilan mengorganisir (organizing skill), keterampilan belajar (study skill) dan kecerdasan ganda (multiple intelligence)

b. Digunakan untuk pencapaian beberapa keterampilan.

c. Memadukan keterampilan dalam beberapa bidang studi lintas tema. d. Keterpaduan terletak pada persamaan keterampilan yang terdapat pada

beberapa bidang studi.

7. RPP disusun secara praktis (mudah dilaksanakan) dan fungsional (banyak manfaat sebagai pedoman pembelajaran). RPP disusun dengan jelas dan sistematis. RPP ini dapat dilaksanakan oleh guru kelas IV sekolah dasar dengan mengikuti langkah-langkah yang sudah tertera di dalam RPP. Penyusunan RPP bermanfaat bagi orang banyak dan dapat digunakan sebagai pedoman pembelajaran.

8. RPP disusun menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Penyusunan RPP ini memperhatikan tanda baca, huruf kapital, nama orang, nama tempat dan kata penghubung

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan di Indonesia. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006. Fadlillah (2014: 16) menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang dikembangakan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skill dan hard skill yang berupa sikap, keterampilan dan pengetahuan.

2. Karakteristik Esensial Kurikulum SD 2013

Kurikulum 2013 memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan kurikulum sebelumnya. Karakteristik Kurikulum 2013 antara lain sebagai berikut:

a. Kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik. Sani (2016: 22) menyebutkan bahwa penilaian autentik adalah jenis penilaian yang mengarahkan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan dan situasi yang dijumpai dalam dunia nyata.

b. Kurikulum 2013 menerapkan pendekatan saintifik. Fadlillah (2014: 175) mengatakan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut dilakukan melalui proses ilmiah. Apa yang dipelajari dan diperoleh siswa dilakukan dengan indera dan akal pikiran sendiri sehingga mereka mengalami secara langsung dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan. Pendekatan saintifik dilakukan melalui proses mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating) dan mengomunikasikan (communicating). Kelima proses belajar secara saintifik tersebut diimplementasikan pada saat memasuki kegiatan inti pembelajaran.

c. Kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran terpadu. Daryanto (2014: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik.

d. Kurikulum 2013 mengembangkan berpikir tingkat tinggi. Yani (2014: 73) mengungkapkan bahwa di dalam Kurikulum 2013 mengembangkan berpikir tingkat tinggi sesuai dengan Taksonomi Bloom yang sudah direvisi yaitu C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi) dan C6 (membuat/mencipta). Artinya Kurikulum

2013 akan dianggap berhasil jika para lulusannya memiliki kemampuan menalar/menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. e. Pembelajaran berpusat pada siswa. Daryanto (2014: 87)

mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik Kurikulum 2013 adalah berpusat pada siswa merupakan sebuah sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai perkembangannya.

f. Mengembangkan pendidikan karakter.

Kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan karakter setiap siswa. Hal itu sama seperti yang dijelaskan oleh Mulyasa (2013: 129) bahwa dalam pembentukan karakter perlu diusahakan untuk melibatkan siswa seoptimal mungkin. Melibatkan siswa adalah memberikan kesempatan dan mengikutsertakan mereka untuk turut ambil bagian dalam proses pembelajaran. Sejalan dengan pendapat di atas, Mulyasa (2014: 103) mengungkapkan bahwa membangun sikap spiritual dan sikap sosial siswa merupakan hal yang paling krusial dalam implementasi Kurikulum 2013. Sikap spiritual dan sikap sosial merupakan bagian mendasar dari kompetensi inti (KI-1 dan KI-2), yang harus direalisasikan dalam setiap pribadi siswa.

3. Perangkat Pembelajaran (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Permendikbud RI No. 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum dalam lampiran IV disebutkan bahwa “Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara terperinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus”. Senada dengan pendapat tersebut, Majid (2014: 125) menjelaskan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Hal yang sama diungkapkan juga oleh Mulyasa (2007: 216) bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran.

Dari beberapa pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan suatu rancangan aktivitas yang akan dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah disusun untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk dapat membuat perencanaan yang baik harus menguasai kondisi yang terjadi di kelas. Dari kondisi tersebutlah dapat dibuat suatu rangkaian kegiatan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Mengembangkan RPP perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditentukan agar nantinya RPP

yang disusun dapat dikatakan baik. Di bawah ini akan dijabarkan prinsip-prinsip pengembangan RPP.

Prinsip-prinsip pengembangan RPP yang dikemukakan oleh Majid (2014: 125-126) adalah sebagai berikut:

a. Mendorong partisipasi aktif peserta didik.

b. Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak henti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, semangat belajar, dan keterampilan belajar.

c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis.

d. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

e. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut.

f. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remidi. Pemberian remidi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik.

g. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

h. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

i. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

Prinsip-prinsip pengembangan RPP yang sudah dijabarkan di atas sangat penting dipahami oleh guru yang nantinya akan menyusun RPP. Dalam menyusun RPP perlu memperhatikan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator dan tujuan pembelajaran. Sani (2014: 277) mengatakan bahwa Kompetensi Dasar harus terkait dengan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, tujuan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian dan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran. Bahkan guru perlu mempertimbangkan apakah pelajaran yang diberikan akan memberikan sumbangan untuk pencapaian Kompetensi Inti (KI) yang terkait.

Kompetensi Dasar (KD) diturunkan dari Kompetensi Inti (KI) yang sudah ada. Satu Kompetensi Inti dapat dijabarkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar (KD). Sani (2014: 286) menjelaskan bahwa indikator pencapaian dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam kurikulum. Indikator tersebut harus mencakup kompetensi dalam ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Senada dengan hal tersebut, Permendikbud No. 67 Tahun 2013 menjelaskan bahwa dalam membuat indikator pencapaian kompetensi, guru perlu mempertimbangkan karakteristik siswa. Sri (2008: 17) mengungkapkan bahwa

pengembangan indikator dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) setiap KD dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator, (2) perumusan indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi.

Penyusunan indikator sebaiknya menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur. Kata kerja operasional dapat dilihat dari tingkatan berpikir yang dikembangkan oleh Bloom atau sering kita sebut dengan Taksonomi Bloom. Dalam perkembangannya, Taksonomi Bloom ini telah direvisi. Di dalam Taksonomi Bloom (revisi) terdapat beberapa tingkatan yang harus diperhatikan guru dalam penyusunan indikator. Berikut ini tingkatan dalam Taksonomi Bloom (revisi) dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Dimulai dari mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat/mencipta. Di dalam setiap tingkatan taksonomi Bloom akan ada kata kerja operasional yang dapat digunakan guru dalam penyusunan indikator.

Semakin tinggi kata kerja operasional yang digunakan oleh guru dalam setiap tingkatan, maka semakin tinggi pula tujuan yang akan dicapai guru dalam pembelajaran. Menyusun indikator tidaklah mudah, penyusunan indikator harus dilakukan dengan teliti dan penuh pertimbangan serta merujuk kepada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Peyusunan indikator juga memperhatikan kebutuhan dan kondisi yang sedang dialami oleh siswa. Sani (2014: 287) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran berkaitan dengan indikator pencapaian kompetensi

yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan memperhatikan siswa (audience), tindakan atau perilaku (behavior), kondisi (conditions), dan kriteria (degree), yang biasa disingkat A-B-C-D. Audiensi (A) adalah siswa. Tindakan (B) adalah kata kerja untuk mendeskripsikan perilaku yang “dapat diamati” atau diukur. Kata kerja yang digunakan yaitu kata kerja operasional. Kondisi (C) adalah batasan materi, tempat atau bantuan untuk mengevaluasi. Kriteria (D) adalah kriteria kinerja yang diharapkan.

4. Pembelajaran Terpadu

a. Hakikat Pembelajaran Terpadu

Beans (dalam Sa’ud dkk. 2006: 4) mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan interaksi dengan lingkungan dan pengalaman dalam kehidupannya.

Hadisubroto (dalam Margunayasa dkk. 2014: 3) menjelaskan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran akan lebih bermakna.

Kurniawan (2014: 59) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang dalam pembahasan materinya meliputi atau saling mengaitkan berbagai bidang studi atau mata pelajaran secara terpadu dalam suatu fokus tertentu.

Dari beberapa pengertian pembelajaran terpadu yang dijelaskan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan sebuah pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi. Pembelajaran terpadu diharapakan akan memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Guru sangat berperan dalam siswa untuk mendapatkan pengalaman yang bermakna.

Pembelajaran terpadu tidak lepas dari peran guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa. Guru memberikan kesempatan kepada siswa agar berpartisipasi penuh mulai dari tema, pemecahan masalah, penggalian sumber dan pelaporan hasil. Gadner (dalam Margunayasa dkk. 2014: 4) menyarankan guru agar (1) menggunakan prinsip-prinsip yang berkembang sebagai dasar keputusan, (2) mengelompokkan siswa berdasarkan umur dalam pembelajaran untuk memperjelas dunia nyata, (3) menggunakan model pembelajaran yang kooperatif untuk mendorong siswa bekerja sama, (4) menggunakan tema yang relevan dan berkaitan sesuai dengan kurikulum dan (5) menggunakan teori intelegensi yang beraneka ragam secara langsung.

Para ahli menawarkan sistem pembelajaran terpadu sebagai alternatif untuk mengetahui permasalahan yang ada. Margunayasa

dkk. (2014: 5) mengatakan bahwa aktivitas pembelajaran terpadu hendaknya dapat menghilangkan jurang pemisah antarmata pelajaran (across subject matter boundaries) dan agar memfokuskan arah pembelajaran kepada proses yang integrasi. Dengan demikian siswa akan larut untuk mengorganisasikan pengetahuan dan pengalamannya. Dengan mengacu pada teori-teori di atas, Margunayasa dkk. (2014: 5) memaparkan bahwa hakikat pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai berikut :

1) Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik yang berasal dari mata pelajaran yang bersangkutan maupun dari mata pelajaran lainnya. 2) Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan dari

berbagai mata pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling siswa dan pada rentang kemampuan dan perkembangan siswa.

3) Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa secara simultan.

4) Merakit dan menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda. Harapannya, siswa akan belajar dengan lebih aktif dan bermakna.

b. Landasan Pembelajaran Terpadu

Margunayasa dkk. (2014: 7-13) memaparkan beberapa teori filsafat yang melandasi pembelajaran terpadu di sekolah dasar yang diuraikan sebagai berikut:

1) Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme menyebutkan bahwa setiap orang harus menyususn pengetahuannya sendiri dan pengalamannya. Dalam teori ini guru tidak lagi memberikan pengetahuan kepada siswanya. Pengetahuan tumbuh dan berkembang dari benih-benih yang disebut children ideas. Kehadiran guru di dalam kelas diperlukan sebagai pembimbing dan pencipta lingkungan belajar.

Pengalaman langsung yang dialami siswa sangat bermanfaat untuk menyusun kembali pengetahuan yang dimilikinya, baik secara lisan maupun tertulis. Pengalaman langsung yang diperolehnya tidak hanya bermanfaat pada saat pembelajaran terpadu berlangsung, tetapi juga bermanfaat untuk pembelajaran-pembelajaran yang lain. Pengalaman langsung yang diperoleh siswa dengan memanfaatkan benda-benda konkret akan sangat bermakna dalam kehidupanya.

2) Teori Psikologi Gestalt

Teori Gestalt menjelaskan bahwa pengamatan atau pengenalan pertama terhadap sesuatu diawali dari pengamatan terhadap keseluruhan atau totalitas. Pengamatan totalitas

merupakan pengenalan yang wajar untuk memahami detail atau rincian. Setelah berhasil mengenal dan memahami sesuatu secara menyeluruh, timbullah keinginan siswa untuk mengetahui bagian-bagiannya.

Guru yang menganut teori ini diharapkan dapat mengorganisasikan beberapa mata pelajarannya dengan cara memperlihatkan kepada siswa secara menyeluruh hubungan-hubungan diantara bagian-bagian yang ada.

3) Teori Perkembangan Kognitif

Piaget (dalam Budiningsih 2004: 35-39) mengungkapkan perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahap, yakni sensorimotor, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Tahap sensorimotor (lahir sampai 2 tahun), tahap praoperasional (2 sampai 7 tahun), tahap operasional konkret (7 sampai 11 tahun) dan tahap operasional formal (11 tahun sampai dewasa). Jika dilihat dari usia anak SD yaitu 6 sampai 12 tahun, maka perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap operasional konkret.

Kegiatan belajar dan berpikir anak pada tahap operasional konkret sebagian besar melalui pengalaman nyata yang berawal dari proses interaksi dengan obyek dan bukan dengan lambang, gagasan maupun abstraksi. Berdasarkan teori perkembangan

kognitif pembelajaran diarahkan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa.

4) Filsafat Progresivisme

Menurut filsafat ini pendekatan yang tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah pendekatan yang berpusat pada anak. Anak memperoleh kesempatan melakukan aktivitas belajar secara alami dan mengalami secara langsung, sehingga seluruh aktivitas belajar lebih bermakna. Hasil belajarnya pun akan bertahan lama.

Dengan pendekatan yang berpusat pada siswa maka siswa ikut terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran serta berperan aktif dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. Aktivitas seperti ini dapat membangkitkan gairah siswa untuk terus menggali dan menemukan sesuatu yang berkaitan dengan tema yang sedang dipelajarinya. Pencarian siswa terhadap permasalahan yang akan dipecahkannya didapatkan dari sumber-sumber yang tersedia di lingkungan. Dengan demikian siswa mampu memecahkan masalahnya sendiri dan berpikir kritis.

c. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Depdikbud (1996: 3) memaparkan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, sebagai berikut :

1) Holistik

Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.

2) Bermakna

Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. Konsep yang sudah diperoleh dikaitkan dengan konsep-konsep lain maka akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari. Semua konsep yang telah dipelajari akan mampu membuat siswa menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul didalam kehidupannya.

3) Autentik

Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip-prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih autentik.

4) Aktif

Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus-menerus belajar.

Sejalan dengan itu, Kurniawan (2014: 92) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut:

a) Berpusat pada anak. Dalam proses pembelajaran, anak menjadi pertimbangan utama dalam proses pembelajaran. b) Memberikan pengalaman langsung. Dengan pengalaman

langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

c) Pemisah mata pelajaran tidak jelas. Terjadi integrasi beberapa mata pelajaran yang dibahas, sesuai dengan kebutuhan dan tema. Perpindahan antar mata pelajaran tergolong landai. d) Penyajian berbagai konsep mata pelajaran dalam satu proses

pembelajaran. Konsep yang muncul memerlukan penjelasan dari berbagai sudut pandang, maka dengan sendirinya akan terjadi penyajian konsep yang bersamaan dari beberapa mata pelajaran.

e) Luwes (fleksibel). Luwes ini merujuk pengertian : (a) tidak mengikuti pola bahasan yang ada pada struktur mata pelajaran, maksudnya guru dapat mengaitkan bahan ajar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, (b) pengunaan tema bisa bervariasi, disini guru bebas memilih tema yang akan dipadukan dan nantinya akan diajarkan kepada siswa, (c) dalam pemilihan dan penggunaan media serta metode pembelajaran, dalam hal ini media dan metode pembelajaran yang akan digunakan guru tidak dibatasi dan bergantung pada tingkat kreativitas guru asalkan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

f) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan kebutuhan anak. Karena pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa.

d. Keunggulan Pembelajaran Terpadu

Depdikbud (1996: 12) menjelaskan keunggulan pembelajaran terpadu, yaitu:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.

2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. 3) Kegiatan belajar bermakna bagi anak sehingga hasilnya dapat

4) Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

5) Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.

6) Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah: kerjasama, komunikasi dan mau mendengarkan pendapat orang lain.

Serupa dengan hal tersebut Hernawan (2011: 18) memaparkan keunggulan dari pembelajaran terpadu diantaranya :

1) Pengalaman dan kegiatan belajar akan selalu relevan dengan perkembangan siswa.

2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga belajar akan bertahan lebih lama.

4) Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa.

5) Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan.

e. Tipe-tipe Pembelajaran Terpadu

Fogarty (2009: 2) memperkenalkan 10 tipe pembelajaran terpadu yang diantaranya :

1) Tipe Pisah (Fragmented)

Setiap mata pelajaran diajarkan secara terpisah-pisah, tanpa ada usaha untuk menggabungkan atau memadukannya satu sama lain. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri, tidak ada keterkaitan antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya.

2) Tipe Hubungan (Connected)

Pada tipe ini mata pelajaran masih terpisah. Tipe pembelajaran ini menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya, satu topik dengan topik lainnya, satu keterampilan

Dokumen terkait