• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

3. Pembelajaran Terpadu

a. Hakikat Pembelajaran Terpadu

Daryanto (2014:42) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok secara aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip holistik, bermakna, dan otentik. Lebih lanjut, Hadisubroto (dalam Margunayasa, Arini, dan Japa, 2014:3) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Sehubungan dengan hal itu, Kurniawan (2014:59) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang dalam pembahasan materinya meliputi atau saling

28

mangaitkan berbagai bidang studi atau mata pelajaran secara terpadu dalam suatu fokus tertentu.

Mengacu pada teori-teori tersebut, hakikat pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang membuat siswa aktif dalam menemukan konsep pengetahuan secara holistik, bermakna, dan otentik melalui suatu suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain atau konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain.

b. Landasan Pembelajaran Terpadu 1) Filsafat Progesivisme

Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak (child-centered) bukan memfokuskan pada guru atau bidang muatan (Sadulloh, 2003:143). Pembelajaran berlangsung secara alami bukan artifisial. Margunayasa, Arini dan Japa (2014:13) mengatakan bahwa dalam filsafat Progesivisme pendekatan yang tepat dalam kegiatan pembelajaran adalah pendekatan yang berpusat pada siswa. Jika anak diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas secara alami dan mengalami pembelajaran secara langsung maka seluruh aktivitas belajar akan menjadi lebih bermakna. Sebagai contoh, anak dihadapkan pada bentuk-bentuk daun yang ada di sekitar siswa kemudian memberikan kesempatan untuk menjelaskan bentuk daun yang ada.

29

Memberi kesempatan kepada anak untuk memiliki pengalaman langsung sesuai dengan teori yang dikembangkan oleh John Dewey yang dikenal dengan istilah learning by doing atau belajar dan melakukan, Charbonneuae dan Reider (dalam Margunayasa, Arini dan Japa, 2014:13). Siswa diberi kesempatan berusaha dan mencoba mencari dan menemukan (problem solving) walaupun dalam pelaksanannya siswa sering mengalami kegagalan. Siswa akan belajar terus-menerus hingga menemukan konsep atau temuan yang diharapkan.

2) Teori Kontruktivisme

Daryanto (2014:53) menjabarkan bahwa teori kontruktivisme mendorong anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Ketika siswa mengalami sendiri pembelajaran yang dilakukan akan menjadi kunci kebermaknaan dalam pembelajaran. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang akan membantu siswa kepemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa yang harus memanjat sendiri (Trianto, 2012:74).

30 3) Teori Psikologi Gestalt

Woolfolk (dalam Majid, 2014:56) menjelaskan bahwa dalam Psikologi Gestalt anak-anak cenderung mengorganisasikan persepsi dan pengalamannya secara terintegrasi. Sejalan dengan hal tersebut, Margunayasa, Arini dan Japa (2014:8) menjelaskan bahwa Psikologi Gestalt menganggap segala pengindraan dan kesadaran merupakan suatu keseluruhan. Keseluruhan itu pada hakikatnya lebih tinggi nilainya dari jumlah bagian-bagiannya dan lebih dulu adanya daripada bagian masing-masing. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari seseorang lebih dulu mengenal keseluruhan daripada bagian-bagian.

Teori Psikologi Gestalt mendasari pembelajaran terpadu. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Hesty (dalam Daryanto, 2014:52) menjelaskan bahwa pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis berlandaskan pada teori belajar Gestalt. Melalui tema dan subtema pembelajaran membantu terjadinya transfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara terpadu. Transfer pemahaman akan terjadi dari suatu konteks ke konteks lainnya secara menyeluruh.

31 4) Teori Perkembangan Kognitif

Jean Piaget (dalam Trianto, 2012:70) menguraikan bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam 4 tahap, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Kecepatan perkembangan individu melalui urutan tiap tahap ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap tersebut (Margunayasa, Arini dan Japa, 2014:10). Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan baru yang belum dimiliki sebelumnya. Berikut tabel tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget:

Tabel 2.1 Tahap-tahap perkembangan kognitif Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-kemampuan Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun

Pengetahuan berkembang melalui interaksi indera fisiknya dengan lingkungan.

Praoperasional 2 sampai 7 tahun

Individu mulai berusaha mengenal keteraturan-keteraturan dan melakukan klasifikasi objek-objek yang dapat direspon oleh alat inderanya berdasarkan kemauannya dan mengikuti pola tertentu.

Operasional konkret

7 sampai 11 tahun

Individu mampu berpikir logis, melihat lebih dari satu dimensi sekaligus dan dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain. Namun, individu belum

32

bisa berpikir absrak.

Operasional formal 11 tahun sampai dewasa Individu mampu mengklasifikasikan dengan detail, generalisasi, konservasi logis, serial ordering berdasarkan kriteria baik tampak maupun abstrak.

Sumber: Margunayasa, Arini, dan Japa (2014:10)

Sesuai dengan perkembangan kognitif menurut Piaget, perkembangan kognitif anak SD masih pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa mulai dapat memandang dunia secara objektif dan berorientasi pada konseptual (Trianto, 2012:72). Konsep yang didapat siswa melalui usaha belajar secara konkret. Konkret mengandung makna bahwa proses belajar beranjak pada sesuatu yang konkret, yaitu yang dapat dilihat, diraba, didengar, dibahui, diotak-atik dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pada tahap usia Sekolah Dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan (Daryanto, 2014:51-52). Melihat kondisi ini, pembelajaran terpadu menjadi relevan bagi anak Sekolah Dasar karena sesuai dengan tahap perkembangannya. Pembelajaran terpadu menawarkan pembelajaran yang melihat lebih utuh dari satu atau lebih dimensi.

33

Selain itu, pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk aktif menemukan pengetahuan melalui kegiatan inderawi.

c. Karakteristik Pembelajaran Terpadu Berikut karakteristik pembelajaran terpadu:

1) Pembelajaran berpusat pada anak

Daryanto (2014:87) memaparkan bahwa pembelajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak, karena pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Senada dengan hal itu, Depdikbud (dalam Trianto 2012:62) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal.

Anak sebagai subjek pembelajaran diberi keluasaan untuk aktif mencari, menggali, dan menemukan suatu konsep dari suatu pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan bertahan lama dalam pikiran siswa karena mereka mengalami langsung dalam menemukan konsep pengetahuan. Oleh karena itu, partisipasi siswa secara penuh menjadi syarat pembelajaran yang berpusat pada siswa.

34

2) Menentukan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan

Melalui pembelajaran terpadu, siswa akan mempunyai pengetahuan yang luas. Daryanto (2014:87) memaparkan bahwa melalui pembelajaran terpadu siswa belajar dengan suatu bahasan tema atau subtema tertentu yang dikaji dengan beberapa disiplin ilmu. Pembelajaran tersebut akan berdampak pada pemahaman dan kebermaknaan siswa terhadap materi yang dipelajari. Kebermaknaan tersebut akan membantu siswa menerapkan perolehan belajarnya dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada di sekitarnya.

3) Belajar melalui pengalaman langsung

Pembelajaran terpadu memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengalami sendiri semua proses pembelajaran. Depdikbud (dalam Trianto, 2012:60) memaparkan bahwa melalui pembelajaran terpadu siswa memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Siswa bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan katalisator. Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar informasi dari gurunya (Daryanto, 2014:87). Siswa mencari fakta atau informasi dari berbagai sumber yang akan memperkaya

35

pengetahuannya. Ketika siswa bertindak sebagai aktor pembelajaran maka siswa akan memahami peristiwa yang mereka alami. Peran guru memberikan bimbingan ke arah mana yang dilalui dan memberikan fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Keunggulan Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu sebagai suatu pendekatan memberi peluang yang besar kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman bermakna dalam pembelajaran. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain. Konsep tersebut bisa berasal dari keterpaduan antar bidang studi maupun inter bidang studi (Trianto, 2012:57).

Majid (2014:92) memaparkan bahwa pembelajaran terpadu memiliki kelebihan-kelebihan. Berikut kelebihan-kelebihan pembelajaran terpadu:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak;

2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan anak;

36

3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama;

4) pembelajaran terpadu menumbuh kembangkan keterampilan berpikir anak;

5) menyajikan kegiatan yang bersifat prakmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan anak;

6) meningkatkan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar akan menjadi lebih menyenangkan dan bermakna.

Daryanto (2014:92) mengemukakan beberapa hal positif mengapa perlu menggunakan pembelajaran terpadu. Hal positif tersebut yaitu:

1) Materi pembelajaran menjadi lebih dekat dengan siswa sehingga mempermudahkan siswa memahami sekaligus melakukannya; 2) mempermudahkan siswa mengaitkan hubungan materi antar mata

pelajaran;

3) memungkinkan siswa untuk mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif, maupun psikomotorik;

4) pembelajaran terpadu mengakomodir kecerdasan siswa;

37

Sesuai dengan penjelasan 3 (tiga) ahli tersebut, disimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran terpadu yaitu (1) membuat pembelajaran lebih bermakna karena memungkinkan siswa memiliki konsep keterkaitan antar maupun inter bidang studi, (2) pendekatan pembelajaran terpadu sesuai dengan tahap perkembangan siswa, (3) meningkatkan kerjasama antar siswa dengan siswa, guru dengan siswa, maupun guru dengan guru, (4) mendorong siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu mengembangkan 3 (tiga) ranah kecerdasan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

e. Tipe-tipe Pembelajaran Terpadu

Fogarty (dalam Daryanto 2014:100) memperkenalkan sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual/pikir yang berisi langkah-langkah dari awal sampai akhir pembelajaran. Suatu model pembelajaran memiliki langkah-langkah dalam proses pembelajarannya. Namun dalam kajian pustaka yang dilakukan, peneliti tidak menemukan langkah-langkah secara spesifik dalam 10 (sepuluh) model pembelajaran terpadu. Selain itu, membuat sebuah model membutuhkan waktu uji coba yang cukup lama. Oleh karena itu, peneliti dalam hal ini menyederhanakan istilah model menjadi tipe pembelajaran.

38

Tipe pembelajaran merupakan variasi atau gaya mengajar guru untuk mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efisien. Berikut kesepuluh tipe pembelajaran terpadu:

1) Tipe Pisah (Fragmented Type)

Setiap pelajaran diajarkan secara terpisah-pisah. Keterpaduan hanya terbatas pada satu mata pelajaran saja. Tipe ini digunakan untuk memadukan beberapa keterampilan dalam satu mata pelajaran ke dalam suatu konsep bahasan tertentu. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia materi pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca dan menulis dapat dipadukan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa.

2) Tipe Hubungan (Connected Type)

Tipe ini digunakan untuk mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya atau mengaitkan satu konsep dengan konsep lain. Semua konsep tersebut dipayungkan pada suatu mata pelajaran tertentu.

3) Tipe Gugusan (Nested Type)

Tipe gugusan merupakan pemaduan berbagai penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, seorang guru memfokuskan pembelajaran pada

39

pemahaman tata bentuk kata, makna kata, ungkapan dengan mengembangkan daya imajinasi, dan berpikir logis melalui kegiatan membuat ungkapan dan mengarang puisi. Oleh karena itu, tipe ini digunakan untuk mengasah beberapa keterampilan ke dalam satu kegiatan pembelajaran.

4) Tipe Urutan (Sequenced Type)

Pembelajaran terpadu tipe sequenced merupakan proses membelajarkan beberapa konsep yang hampir sama diajarkan secara bersamaan. Melalui tipe ini guru dapat menyusun kembali urutan topik-topik yang kebetulan sama antara yang satu dengan yang lainnya kemudian diajarkan secara berurutan. Tipe ini digunakan dalam untuk mengatur urutan pembelajaran supaya lebih efektif dan efisien.

5) Tipe Gabung Bagian (Shared Type)

Pembelajaran tipe terbagi (shared) adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang menggabungkan dua atau lebih mata pelajaran yang melihat konsep, sikap dan keterampilan yang sama. Tipe ini dilakukan untuk menghindari adanya overlapping konsep atau ide dalam dua mata pelajaran atau lebih.

40

6) Tipe Jaring Laba-laba (Webbed Type)

Pembelajaran terpadu tipe webbed bertolak dari pendekatan tematik sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Tipe ini digunakan untuk membahas dan mengkaji suatu tema/bahasan yang di pelajari dari beberapa disiplin ilmu.

7) Tipe Rajutan (Threaded Type)

Tipe rajutan memfokuskan pada integrasi metacuriculum yang memadukan bentuk keterampilan. Metacuriculum merupakan kecakapan di atas materi yang dikuasai siswa. Misalnya, melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-kejadian, antisipasi terhadap cerita novel, dan sebagainya. Tipe ini digunakan untuk melatih kecakapan siswa di atas rata-rata.

8) Tipe Padu (Integrated Type)

Tipe integrated merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan sejumlah topik dari mata pelajaran yang berbeda ke dalam sebuah topik tertentu. Integrasi ini digunakan untuk menggabungkan materi yang mengalami tumpang tindih dalam pembahasannya sehingga terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran.

Dokumen terkait