• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti oleh Keluarga 1 Cara Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypt

HASIL PENELITIAN

2. Kepala Lingkungan (Informan II)

5.1. Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti oleh Keluarga 1 Cara Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypt

Seperti influenza atau penyakit infeksi lain, infeksi virus dengue dapat berulang, mungkin seseorang bisa mengalami infeksi virus dengue dua, tiga, atau empat kali. Virus dengue dapat menyerang siapapun melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti sebagai vektornya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan

segala upaya untuk menghindari demam berdarah berulang.

Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang dapat tertular demam berdarah, termasuk orang yang pernah mengalami sakit demam berdarah. Dua faktor ini sangat menentukan seseorang akan terkena DBD atau tidak, terutama saat penyakit DBD meningkat. Dua faktor tersebut adalah faktor ekternal dan internal. Faktor eksternal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang. Jika kita mampu menjaga kondisi badan tetap bugar, kemungkinan kecil untuk terkena demam berdarah. Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh manusia. Faktor ini tidak mudah dikontrol karena melibatkan lingkungan dan perilaku orang-orang disekitar kita. Oleh karena itu, untuk menghindarinya perlu usaha yang lebih keras (Satari, 2004).

Penyakit DBD menjadi masalah kesehatan masyarakat karena jumlah penderitanya tinggi dan penyebarannya yang makin luas, terutama di musim

penghujan. Sejumlah pakar kesehatan setuju bahwa kondisi ini juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang senang menampung air untuk keperluan rumah tangga dan kebersihan dirinya. Hal ini menjadi faktor eksternal yang memudahkan seseorang menderita DBD. Masyarakat kita lebih senang mandi dengan menampung air dahulu ke dalam bak mandi daripada menggunakan

shower. Padahal kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk Aedes

aegypti untuk hidup dan berkembang (Satari, 2004).

Hal tersebut sesuai dengan yang ditemukan di masyarakat Perumnas Helvetia yang menampung air dengan wadah penampung air yaitu tong walaupun hal tersebut terpaksa mereka lakukan karena keterbatasan air bersih seperti narasi keluarga berikut: “Maklumlah perumnas Helvetia sering mati air, sehingga untuk mandi, mencuci dan kakus harus ditampung dalam “tong” dan ember-ember”.

Nyamuk ini sangat senang berkembang biak ditempat penampungan air karena tempat itu tidak terkena sinar matahari langsung. Nyamuk ini tidak dapat hidup dan berkembang biak di daerah yang berhubungan langsung dengan tanah. Dan dari berbagai tempat berkembang biak, bak mandi merupakan tempat penampungan air yang paling banyak mengandung larva Aedes aegypti. Hal ini dikarenakan kamar mandi masyarakat kita umumnya lembab, kurang sinar matahari dan sanitasi atau kebersihannya kurang terjaga.

Nyamuk Aedes lebih menyukai beristirahat di tempat yang gelap, lembab, tepat bersembunyi di dalam rumah atau bagunan, termasuk tempat tidur, kloset, kamar mandi dan dapur. Walaupun jarang, juga ditemukan di luar rumah

ditanaman atau tempat berlindung lainnya, tempat beristirahat di dalam rumah adalah di bawah perabotan, benda-benda yang digantung seperti baju dan tirai dan dinding.

Keluarga memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan rumah, apabila keluarga selalu menjaga kebersihan rumahnya maka nyamuk penyebab demam berdarah tidak dapat berkembang biak dikarenakan sifat dari nyamuk demam berdarah sendiri yang sangat senang hidup dan berkembang biak ditempat yang lembab dan bersih. Selama ini kita terlalu banyak berharap kepada Pemerintah agar dapat mencegah penyebaran demam berdarah padahal hal tersebut dapat dicegah oleh keluarga melalui kebersihan rumah dan lingkungan (Anonim, 2007).

Kebersihan di dalam rumah bukan hanya dalam menjaga rumah tersebut bersih tetapi juga dari semua hal yang dapat menjadi peristirahatan nyamuk seperti baju yang bergantungan dan kurangnya ventilasi sehingga rumah lembab. Biasanya kebersihan di dalam rumah terdiri dari membersihkan rumah secara teratur setiap hari dan menjaga kebersihan rumah lainnya yaitu antara lain kamar mandi.

Adapun cara membersihkan bak mandi yaitu secara berkala keluarga melakukan pengurasan dan pembersihan dinding dalamnya, lalu taburi air dengan larvasida untuk membunuh jentik-jentik yang ada, serta bila rumah akan ditinggalkan untuk beberapa hari maka bak mandi harus dikosongkan/keringkan.

Mungkin hampir setiap rumah di Indonesia memiliki tempat penampungan air. Itu artinya di setiap rumah jentik Aedes aegypti dapat berkembang biak. Oleh karena itu, gerakan memberantas nyamuk harus dilakukan pada setiap keluarga di rumahnya. Kegiatan ini harus dilakukan secara serempak mengingat nyamuk ini mempunyai kemampuan terbang yang cukup jauh dengan radius 100-200 meter. Jadi, jika anda sudah membersihkan seluruh rumah, bukan tidak mungkin salah satu keluarga kita atau bahkan kita sendiri tetap tertular DBD.

Penelitian Satari (2004), menunjukkan di daerah dengan persediaan air tanpa pipa atau PAM, perkembangan nyamuk Aedes aegypti-nya lebih tinggi karena penampungan air lebih banyak dibandingkan di daerah yang sudah tersedia air dengan saluran pipa. Hal ini tidak sejalan dengan hasil pengamatan saya karena walaupun masyarakat Perumnas Helvetia menggunakan PAM tetap saja masyarakatnya terkena demam berdarah.

Apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanya tersedia pada jam-jam tertentu atau sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air pada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkan perkembangan

Aedes. Kebanyakan wadah tersebut besar dan berat (seperti tangki penyimpanan

air) dan sulit untuk dikeringkan atau dibersihkan, bahkan sumur bersih apabila tidak dimanfaatkan juga bisa menjadi tempat kembang biak nyamuk. Sangat penting tersedianya air minum dalam jumlah yang cukup, berkualitas baik dan

terus menerus untuk mengurangi kemungkinan penyimpanan air dalam wadah yang dapat berfungsi sebagai tempat perindukan jentik (Depkes RI, 2007).

Sumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar adalah wadah-wadah penampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari keramik, tanah liat dan bak semen yang berkapasitas besar. Wadah penampungan harus ditutup dengan penutup yang rapat atau kasa. Setelah menggunakan air harus dijaga agar wadah tertutup kembali (Depkes RI, 2003).

Dari hasil penelitian yang saya lakukan maka di Perumnas Helvetia dari empat keluarga tersebut yang diamati seluruhnya melakukan penampungan air untuk kebutuhan sehari-hari. Sudah seharusnya keluarga dalam mengantisipasi ketersediaan air tersebut dengan menggunakan wadah penampungan air yang tertutup dan terjaga baik. Walaupun menggunakan tong yang besar untuk menampung air karena keterbatasan air tetapi selama tong penampung air tersebut tertutup rapat dan bila selesai mengambil air lalu tong tersebut ditutup kembali serta membersihkan dan membuang air sisa yang ada di dalam tong secara berkala dan menyikat tong penampung air tersebut maka jentik demam berdarah tidak akan ada di dalamnya.

5.1.2. Sanitasi Lingkungan

Menurut Depkes (2003), kebersihan lingkungan dari media seperti kaleng, ban bekas, plastik, tempurung dan lain-lain merupakan aspek lingkungan yang mempengaruhi terjadinya DBD.

Sanitasi lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh keluarga dan warga, sanitasi lingkungan biasanya dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh warga di lingkungan tersebut, tetapi tidak semua warga yang merasa bertanggung jawab akan keadaan sanitasi lingkungannya apalagi yang tinggal di perumahan. Warga baru mau bergotong royong apabila kepala lingkungan mereka aktif dan mau bersama-sama warga bergotong royong. Kepala lingkungan sebagai tokoh masyarakat seharusnya berperan aktif tetapi hal tersebut sangat jarang sekarang ini.

Sanitasi lingkungan yaitu bagaimana menjaga kebersihan lingkungan di sekitar keluarga. Selama ini kejadian yang terjadi di masyarakat mereka kurang sadar akan pentingnya sanitasi lingkungan. Masyarakat hanya mau membersihkan lingkungan di rumah mereka saja. Masyarakat tidak sadar bahwa nyamuk Aedes

aegypti bisa terbang dalam radius sampai 100 meter, jadi bukan mereka saja yang

bisa terkena tetapi tetangga mereka juga bisa terkena.

Menurut Soegijanto (2004), dari semua pengendalian nyamuk Aedes

seperti pengendalian kimiawi tetap saja yang paling penting dari semua itu adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungannya dan memahami tentang mekanisme penularan penyakit DBD sehingga dapat berperan aktif menanggulangi penyakit DBD.

Sejalan dengan hal di atas maka kepala lingkungan dianggap sebagai orang yang sangat dekat dengan masyarakat dan merupakan perpanjangan dari Pemerintah. Selama ini masyarakat merasa bahwa kepala lingkungan merekalah

yang harusnya berperan serta aktif untuk mengajak warganya membersihkan dan menjaga sanitasi lingkungan. Kepala lingkungan sudah seharusnya tanggap akan situasi yang ada pada warganya apalagi warga merasa mereka yang mengangkat kepala lingkungan melalui musyawarah bersama.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahidin (2003) dan Kusdi (2003), menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor keadaan lingkungan berupa kebersihan halaman rumah dari sampah yang dapat menampung air seperti botol bekas, tempurung dan lain-lain.

Hal tersebut berlawanan dengan yang peneliti dapatkan karena sampah juga dapat menimbulkan DBD bila sampah tersebut dibiarkan berserakan dan tanpa memeriksa ada tidak air di dalamnya serta menempatkan sampah tersebut dengan baik, keluarga hanya membuang sampah yang tidak berguna seperti sampah sayuran, sisa nasi, dan sampah belanjaan seperti bekas kantongan dan sampah kertas, tetapi sampah seperti kaleng bekas cat, botol plastik, botol kaca dan benda-benda yang bisa mereka jual selalu mereka simpan padahal bila benda- benda tersebut tidak disimpan dengan benar dan benar-benar bersih dari air maka akan menyebabkan demam berdarah karena jentik nyamuk bisa tinggal ditempat tersebut.

Menurut Satari H (2004), penanggulangan demam berdarah pada keluarga sampai saat ini masih belum berjalan dengan baik, penyakit demam berdarah terus saja terjadi dikarenakan kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan oleh keluarga. Penderita demam berdarah menjadi sangat tinggi dan menyebar

sangat luas biasanya pada musim penghujan. Kondisi ini dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang senang menampung air untuk keperluan rumah tangga dan kebersihan dirinya.

Pemberantasan nyamuk demam berdarah yang paling efektif adalah dengan tindakan PSN sehingga tempat-tempat perindukan dan peristirahatan nyamuk dapat dihilangkan.

Menjaga lingkungan sekitar menjadi prioritas agar kasus DBD tidak terjadi lagi. Memang, tidak mudah karena usaha ini membutuhkan kerjasama. Jika mau bergerak sendiri akan sulit. Oleh karena itu, sebaiknya meminta aparat setempat memberikan himbauan atau gerakan langsung mengajak masyarakat untuk melakukan aksi 3 M.

Sampah merupakan masalah bagi setiap keluarga, apalagi masyarakat kita masih mempunyi sifat “sayang” membuang “masih” bisa dipakai, padahal sampah merupakan sumber penyakit bila tidak dibuang pada tempatnya dan dengan benar.

Masyarakat yang tinggal diperumahan biasanya tidak terlalu pusing dengan sampah karena “biasanya” selalu diangkut oleh pengangkut sampah tetapi kalau pengangkut sampahnya selalu tepat waktu mengangkut sampah, ketika hal tersebut tidak terjadi maka sampah akan bertumpuk di pekarangan dan menimbulkan masalah.

Sampah padat, kering seperti kaleng, botol, ember atau sejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di dalam tanah atau

sebelum dimusnahkan harus disimpan secara baik. Perlengkapan rumah tangga harus disimpan terbalik seperti mangkok, ember dan alat penyiram tanaman sehingga tidak menampung air hujan. Sedangkan botol, kaca, kaleng dan wadah kecil lainnya harus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk keperluan industri (Depkes RI, 2004).

Pembuangan sampah padat di Perumnas Helvetia tidak dapat dilakukan dengan cara mengubur/menanam karena keterbatasan lahan dari warga masyarakat Perumnas sehingga pencegahan yang mereka lakukan hanya menguras bak mandi dan kontainer lain yang mengandung air, menutup wadah penampung air dan penyimpanan air lainnya serta telungkupkan wadah-wadah yang tidak terpakai serta dapat menyimpan air.

5.1.3. Pengetahuan Keluarga

Penelitian yang dilakukan Paiman (2000), menjelaskan bahwa penderita DBD umumnya mempunyai pengetahuan yang kurang, sehingga berdampak terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan DBD. Pengetahuan yang kurang merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian DBD. Masyarakat dengan tingkat pengetahuan tinggi cenderung lebih memahami dan mengerti dalam menjaga kesehatan dirinya dan anggota keluarganya, apabila mengenai penyakit menular seperti DBD.

Sesuai dengan penelitian di atas, didapati bahwa dari keluarga yang terkena demam berdarah, setelah ditanyakan kepada keluarga tersebut ternyata keluarga mengetahui dan mengenal demam berdarah selama ini hanya dari

“televisi”, tetapi begaimana tanda/gejala, cara penularan dan pencegahan penyakit demam berdarah tidak mereka ketahui secara jelas. Pengetahuan mereka dapatkan selain dari televisi biasanya dari “mulut ke mulut” melalui tetangga ataupun saudara mereka yang pernah terkena demam berdarah serta pengalaman pribadi. Tetapi kalau pengetahuan yang diberikan oleh petugas kesehatan sangatlah jarang bahkan tidak pernah mereka dapatkan.

Dari dua keluarga yaitu keluarga Ibu Dita dan Ibu Ida dalam mengobati demam berdarah hanya secara naluriah sebagai seorang ibu yang anaknya mengalami sakit dengan membawa anak mereka berobat tanpa pengetahuan yang cukup sehingga kemungkinan untuk terulang kembali demam berdarah kepada keluarga mereka sangat besar, karena demam berdarah bisa menular keanggota keluarga yang lain bila mereka tidak tahu akan penyebab demam berdarah dan gejala-gejalanya.

Pengetahuan yang kurang dan sikap ibu yang tidak mau tahu akan pentingnya penanggulangan demam berdarah juga menjadi kendala yang sangat besar dikarenakan mereka ketidak mau tahuan keluarga akan pentingnya 3 M, bukan kalau telah di fogging mereka sudah dapat terhindar dari demam berdarah.

Sedangkan dua keluarga yang tidak terkena demam berdarah yaitu keluarga Bapak Sitorus dan Bapak Nainggolan didapati bahwa pengetahuan mereka sudah baik terhadap penanggulangan demam berdarah bahkan mereka telah mengetahui bagaimana cara pencegahan demam berdarah tersebut sehingga keluarga mereka tidak terkena demam berdarah.

Dokumen terkait