• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan “ Community-Driven Development ”

Secara ekonomi, politik dan budaya, masyarakat desa tidak berdaya. Mereka tidak memiliki akses terhadap pembuatan keputusan di desa, akses terhadap pelayanan sosial, akses terhadap anggaran dan lain sebagainya. Akibatnya mereka terbiasa diam saja (culture of silent) atas segala yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan desa. Mereka pun tidak memiliki kepedulian untuk mengontrol berbagai hal yang sebenarnya berkaitan dengan kehidupan mereka. Kelompok marginal ini tidak memiliki acces- voice-kontrol, sehingga sangat perlu dilakukan suatu formula yang membantu kehidupan mereka (Krisdyatmiko 2006).

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson et al. 1994 sebagaimana dikutip Suharto 2005). Sementara Ife (2002) memberikan batasan bahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka.

Strategi dan pendekatan pemberdayaan masyarakat merujuk kepada “pergesaran paradigma” (dari Production Centered Development menuju People Centered Development), dimana terjadi perpindahan kekuasaan dari pemerintah kepada masyarakat. Pemberdayaan berbasis masyarakat (community-based development/CBD), mengembangkandan mendorong struktur masyarakat agar berdaya dan menentang “struktur penindasan” melalui regulasi yang berlandaskan pada keadilan sosial, mengimplementasikan pembangunan tingkat lokal dengan menyatu dengan budaya lokal yang tidak memaksakan suatu model pembangunan yang disertai partisipasi warga lokal. Sudah seharusnya antara pemerintah dan masyarakat mempunyai hubungan yang seimbang dan dinamis, yang dapat dituangkan pada Gambar 2.

KKKKDDDDDDDDDDDDDDD “dialektis”

VVVKKKKKKKKKKK “keseimbangan Dd dDDDDDDDDDdddddDddd dinamis”

Gambar 2. Hubungan Seimbang Antara Pemerintah dan Masyarakat

CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program. Dalam CBD harus dapat memaksimalkan sumberdaya (resources), khususnya dalam hal dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta, maupun sumber-sumber lainnya, seperti donasi dari sponsor pembangunan sosial. Konsep CBD juga harus melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk Local Government Policies maupun swasta.

Tidak ada perbedaan yang jelas antara pendekatan CBD dan community-driven development (CDD). Pada 1990-an istilah yang digunakan secara bergantian. Terjadi peningkatan lebih tinggi dari partisipasi yang memberikan mereka kontrol atas sumberdaya dan keputusan kepada masyarakat (yaitu, mereka yang bekerja sama dan memberdayakan atau secara substansial "didorong" oleh masyarakat) sekarang dipahami CDD dan dibedakan dari pandangan CBD, di mana kontrol yang kurang terhadap keputusan dan sumberdaya diberikan tetapi yang tetap partisipatif.

Begitu banyak cara pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk memandirikan masyarakat, dan terdapat beberapa konsep pemberdayaan berbasis masyarakat yang benar-benar dapat menjadikan masyarakat sebagai penggerak juga pelaksana pemberdayaan yang dilakukan. Salah satunya adalah konsep community- driven development (CDD). Masyarakat miskin sering kali dipandang sebagai sasaran upaya penanggulangan kemiskinan. Secara kontras community-driven development

(CDD) memperlakukan orang-orang miskin dan institusi mereka sebagai aset dan mitra dalam proses pembangunan. community-driven development (CDD) memberikan kontrol keputusan dan sumberdaya untuk kelompok masyarakat, mereka membangun

Local Government Policies Community Based Development

Tingkat Kelompok Tingkat Kecamatan Tingkat Kecamatan Tingkat Kelompok Tingkat Kabupaten (Otonomi) Tingkat Komunitas (Desa/Kampung)  

lembaga-lembaga dan sumberdaya. Dukungan untuk CDD biasanya meliputi (i) penguatan dan pembiayaan inklusif kelompok masyarakat, (ii) memfasilitasi akses masyarakat terhadap informasi, dan (iii) mempromosikan memungkinkan lingkungan melalui kebijakan dan reformasi kelembagaan.

Community-driven development (CDD) merupakan pendekatan pembangunan dengan model pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan pembangunan produk World Bank. CDD diakui banyak digunakan dalam pendekatan pembangunan di Indonesia. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan salah satu dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang didonori oleh World Bank yang menggunakan konsep CDD.

Pendekatan pembangunan dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat pun telah diakui dapat membawa pada pembangunan berkelanjutan. Pada kenyataannya, konsep CDD hanya menekankan pemberdayaan pada fase perencanaan dan konstruksi program kegiatan. Masyarakat difasilitasi dan ditingkatkan kapasitasnya dalam rangka menyukseskan program kegiatan pada kedua fase ini. Pada desain program, rancangan mengenai pengembangan kapasitas untuk kedua fase ini dijelaskan dengan rinci, sementara rancangan untuk fase pemeliharaan hanya sebatas aturan normatif meskipun dalam konsep CDD telah dijelaskan juga melalui prinsip scaling up dan exit strategy. Namun, untuk menjadi model pemberdayaan menjadi berkelanjutan dibutuhkan adanya tahap pemeliharan dalam pengimplementasiannya.

Pendampingan komunitas adalah proses saling berhubungan dalam bentuk ikatan pertemanan antara fasilitator dengan komunitas, melalui dialog kritis dan pendidikan berkelanjutan, dalam rangka menggali dan mengelola sumberdaya, memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya

Ada beberapa peranan yang dilakukan oleh fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam suatu dimensi waktu tertentu , seorang fasilitator dapat berperan sebagai “enabler” atau “organizer” atau “educator”. Peranan ini bergerak dari satu ke lainnya, sehingga ia memiliki peranan ganda. Oleh karena itu, tampak jelas peranan yang disandang fasilitator lebih sebagai seorang yang “generalist” (Nasdian 2003 yang dikutip oleh Muchlis 2009).

Menurut Ife (1995) terdapat empat kategori seorang fasilitator dalam pengembangan masyarakat seperti yang dikutip oleh Muchlis (2009), yaitu sebagai berikut:

a. Peran dan keterampilan fasilitatif, dari peran ini terdapat tujuh peran khusus yaitu: animasi sosial, mediasi dan negosiasi, pemberi dukungan, membentuk konsensus, fasilitasi kelompok, pemanfaatan sumberdaya dan keterampilan, dan mengorganisasi.

b. Peran dan keterampilan edukasional, yang meliputi empat peran yaitu membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, mengonfrontasikan, dan pelatihan.

c. Peran dan keterampilan perwakilan yang meliputi enam peran yaitu mencari sumberdaya, advokasi, memanfaatkan media, hubungan masyarakat, mengembangkan jaringan, serta membagi pengetahuan dan pengalaman.

d. Peran dan keterampilan teknis yang mencakup keterampilan pemberdaya masyarakat untuk melakukan riset, menggunakan komputer, melakukan presentasi tertulis maupun verbal, serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola keuangan.

2.1.3.1.Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) sebagai Alternatif Penanggulangan Kemiskinan

PNPM Mandiri pada hakekatnya adalah gerakan dan program nasional yang dituangkan dalam kerangka kebijakan yang menjadi acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bertujuan menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, untuk menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapinya dengan baik dan benar. PNPM Mandiri membutuhkan harmonisasi kebijakan yang berbasis. Program ini melibatkan masyarakat dalam pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Pada program ini, masyarakat diharapkan menjadi mandiri dan berperan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Tujuan yang ingin dicapai melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) ini terdiri dari tujuan umum dan khusus yaitu:

1) Tujuan Umum

Adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.

2) Tujuan Khusus

a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.

c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).

d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

e. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

2.1.3.2.Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) Perkotaan

PNPM-M Perkotaan merupakan kegiatan lanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Visi kegiatan PNPM-M Perkotaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan efektif, secara mandiri dan berkelanjutan.

Sedangkan misi kegiatan PNPM-M Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan budaya kemitraan antar pelaku pembangunan.

Tujuan pelaksanaan PNPM-M Perkotaan adalah:

a. Mewujudkan masyarakat “Berdaya” dan “Mandiri”, yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M).

b. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan kelompok peduli setempat.

c. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan.

d. Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin untuk mendorong peningkatan IPM dan pencapaian sasaran MDGs.

Sasaran pelaksanaan PNPM-M Perkotaan adalah:

a. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat.

b. Tersedianya PJM Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan.

c. Meningkatnya akses terhadap pelayanan kebutuhan dasar bagi warga miskin dalam rangka meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran MDGs.

Kegiatan PNPM-M Perkotaan dilaksanakan melalui suatu lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya disebut Lembaga Keswadayaan Masyarakat (secara generik disebut Badan Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM), yang dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat

untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial (social capital) kehidupan masyarakat.

BKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. BKM bersama masyarakat bertugas menyusun Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, BKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat. BKM memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit Pelaksana Sosial, Unit Pelaksana Lingkungan dan Unit Pelaksana Keuangan. Unit-unit pelaksana ini berada di bawah BKM dan bertanggung jawab kepada BKM. BKM juga bertanggungjawab untuk menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya.

Lembaga-lembaga partisipatif lainnya yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda kegiatan secara langsung. KSM ini dapat dibentuk oleh siapa saja atau kelompok masyarakat apabila diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang dianggap perlu bagi pembangunan dalam komunitas tersebut. KSM ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond) dan berjuang untuk mencapai tujuan bersama. KSM ini bukan hanya sekedar pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan penangulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh LKM melalui berbagai dana yang mampu digalang.

Ruang lingkup kegiatan PNPM-M pada dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan dan disepakati masyarakat, meliputi:

a. Penyediaan dan perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya.

b. Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Perhatian yang lebih besar diberikan bagi kaum perempuan untuk memanfaatkan dana bergulir ini.

c. Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs.

d. Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik.

Jenis bantuan untuk masyarakat dalam kegiatan PNPM-M Perkotaan diwujudkan dalam bentuk bantuan pendampingan dan bantuan dana.

a. Bantuan Pendampingan

Bantuan pendampingan ini diwujudkan dalam bentuk penugasan konsultan dan fasilitator beserta dukungan dana operasional untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat agar mampu merencanakan dan melaksanakan program masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di kelurahan masingmasing.

b. Bantuan Dana

Bantuan dana diberikan dalam bentuk dana BLM (dana bantuan langsung masyarakat). BLM ini bersifat stimulan dan sengaja disediakan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berlatih dengan mencoba melaksanakan sebagian rencana kegiatan penanggulangan kemiskinan. Dana bantuan langsung masyarakat dapat digunakan untuk kegiatankegiatan yang termasuk dalam komponen-komponen kegiatan lingkungan, komponen kegiatan sosial, dan komponen kegiatan keuangan.

Dokumen terkait