• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. Pemberian Humanitarian Assistance oleh International Humanitarian Law

a. Keadaan Konflik di Syrian Arab Republic

Situasi Konflik yang terjadi di Suriah berawal pada pertengahan bulan Maret 2011 para mahasiwa melakukan demo meminta untuk membebaskan para tahanan politik, saat demonstrasi tentara nasional Suriah menyerang dan melakukan penembakan secara brutal tehadap para demonstran tersebut. Presiden Suriah menolak untuk memenuhi tuntutan untuk melakukan reformasi sesuai dengan tuntutan para demonstran. Penembakan dan pembantaian yang terjadi di Suriah terus meluas dan pada 25-26 Mei terjadi pembantaian di daerah Houla yang menyebabkan tewasnya 100 orang97. Presiden Suriah terus menyangkal untuk bertanggungjawab atas segala peristiwa penembahakan dan pembantaian yang terjadi negaranya. Penolakan yang dilakukan oleh Presiden Assad untuk bertanggungjawab atas konflik antara pemerintahan yang sah dengan rakyat sipil yang menyebebkan konflik terus bergulir di Syrian Arab Republic.

Sejak demonstrasi pertama bulan Maret 2011 kekerasan yang terjadi di Suriah menyebabkan 5400 orang tewas termasuk 300 orang anak yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh militer Suriah98, dan pemerintah Suriah melalui Presiden Assad menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas jatuhnya korban akibat

97. www.liputan6.com, Assad membantah terlibat pembantaia Houla, 3 juni 2012, diakses pada 25 september 2012 pukul 20.08 WIB.

98. www.responsibilitytoprotect.org, humanitarian situation in Syria worsens amid continued violence, diakses pada 5 agustus 2011 pukul 09.30WIB.

75 demonstrasi yang terjadi dan juga tidak akan memenuhi keinginan para demonstran untuk melakukan pemilihan umum ulang, pembukaan akses terhadap jalur-jalur media dan kebebasan berpendapat. Ini yang meyebabkan konflik di wilayah Suriah semakin meluas menuju daerah-daerah pemukiman rakyat sipil. Presiden Assad semakin menekan para demonstran dengan cara-cara kekerasan yang tidak dibenarkan misalnya penggunaan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil, pembatasan akses kepada layanan kesehatan dan pemberlakukan jam malam.

Non-Internasional Armed Conflict yang masih berlangsung hingga hari ini di Syrian Arab republic menyebar hingga menimbulkan ketegangan dengan negara sekitarnya, perang ini mulai meyebar kewilayah Lebanon yang juga merupakan negara tujuan para penggungsi Suriah, tentara nasional Syrian mulai memborbardir beberapa wilayah Lebanon yang menimbulkan kemarahan dari pihak pemerintah Lebanon99. Selain itu kekeran dalam negeri Syrian sendiri marak, para demonstran kelompok pemberontak mulai memasuki wilayah Damaskus yang merupakan ibu kota negara tersebut100.

99. http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/04/mkpoie-lebanon-khawatir-terseret-perang-suriah, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.31WIB.

100 . http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/03/mkoqa0-militer-suriah-pastikan-pertahankan-damaskus-dari-oposisi, diakses pada 4 april 2013 pukul 11.35WIB.

76

b. Pemberian Humanitarian Assistance dalam International Humanitarian Law

(i). International Humanitarian Law ( Hukum Humaniter Internasional )

1. Pengertian

Hukum humaniter internasional lahir dan berasal dari istilah laws of war yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan di dunia internasional menjadi

laws of armed conflict atau hukum sengketa bersenjata yang pada saat ini kita sebut

dengan istilah hukum humaniter101. Haryomataram membagi hukum humaniter ini menjadi 2(dua) bagian aturan pokok antara lain102:

a. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang / The Hague Laws ;

b. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat dari perang / The Geneva Law.

Sedangkan Mochtar Kususmaatmadja membagi hukum perang sebagai berikut :

a. Jus ad bellum : hukum tentang perang, mengatur tentang hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata ;

b. Jus in bello : hukum yang berlaku dalam perang yang dibagi 2(dua) yakni :

101 Arlina Permanasari, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print : Jakarta, hlm:5. 102. Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 1994, hlm: 1.

77 (i). Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) disebut

juga dengan The Hague laws;

(ii). Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang disebut juga The Geneva Laws.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hukum humaniter terdiri atas dua bagian pokok yakni The Hague Laws ( hukum Den Haag) dan The Geneva

Laws (hukum jenewa). Perubahan istilah dari Law of war (hukum perang) menjadi Laws of armed conflict (hukum sengketa bersenjata) in terjadi karena penggunaan

istilah ini tidak disukai oleh masyarakat internasional dengan mengingat peristiwa perang dunia ke-II yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan Liga Bangsa-Bangsa saat itu juga melakukan upaya untuk menghindarkan terjadinya perang antar negara-negara di dunia. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat internasional adalah dengan membentuk Liga Bangsa-Bangsa di dalam organisasi ini para anggota sepakat untuk menjamin perdamaian dan keamanan dengan sepakat untuk tidak menggunakan jalan perang dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara.

Pada perkembangan selanjutnya law of armed conflict lebih sering di pergunakan namun dengan perkembangan yang ada istilah hukum sengketa bersenjata ini berubah menjadi hukum humaniter internasional yang berlaku dalam sengketa bersenjata ( International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict) atau hukum humaniter internasional103. Perbedaan penggunaan nama untuk menyebut

78 hukum humaniter ini tidak menjadi masalah karena ketiganya memiliki arti yang sama.

5. Dasar Hukum Hukum Humaniter Internasional

Dalam pelaksanaan hukum humaniter ada 2 (dua) aturan hukum yang berlaku didalamnya yakni Hukum Den Haag 1907 dan Hukum Jenewa 1949. Kedua aturan ini mengatur dan mendasari adanya dan berlakunya hukum humaniter internasional pada masa perang baik yang bersifat internasional maupun non-internasional.

i. Hukum Den Haag;

Dalam konvensi Den Haag mengatur mengenai tata cara berperang, perang atau konflik bersenjata yang terjadi antar negara harus memperhatikan aturan-aturan yang ada didalam konvensi ini. Konvensi ini berlaku untuk konflik yang bersifat internasional.

ii. Hukum Jenewa ;

Dalam Hukum Jenewa terdapat IV (empat) Konvensi dan ada 2 Protokol Tambahan yang mengatur mengenai perlindungan korban perang, keempat konvensi tersebut antara lain : (i). Konvensi Jenewa I tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit, (ii). Konvensi Jenewa II tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang laut yang luka,sakit dan korban karam, (iii). Konvensi Jenewa III tahun 1949 mengenai perlakuan tawanan

79 perang, (iv) Konvensi Jenewa IV mengenai perlindungan orang-orang sipil waktu perang. Sedangkan 2 protokol tambahannya terdiri dari (i). protokol tambahan I pada konvensi jenewa 12 desember 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional, (ii). Protokol tambahan II pada konvensi Jenewa 12 desember 1949 dan yang berhubungan dengan perlindungan korban-korban sengketa bersenjata non-internasional.

Dalam konvenan dan protokol tambahannya mengatur perlindungan terhadap individu baik yang mengambil bagian dalam konflik (combatant) maupun penduduk sipil yang tidak ikut dalam konflik tersebut. Dalam kasus yang terjadi di Syrian Arab Republic ini tergolong non-internasional armed conflict karena itu berlaku ketentuan dari konvensi jenewa ke-IV terutama untuk perlindungan penduduk sipil yang tidak turut dalam perang dan juga Pasal 3 yang merupakan common article dalam konvensi ini.

(ii). Pemberian Humanitarian Assistance oleh Geneva Convnetion Relative to the

protection of Civilian Persons in Time of War (GC IV)

Konvensi Jenewa keempat ini dibuat guna memenuhi kebutuhan dari hukum internasional dan desakan masyarakat internasional atas tuntutan perlindungan penduduk sipil pada masa perang sebagai salah satu perwujudan Hak Asasi Manusia, seperti yang tercantum dalam Pasal 3 dan 5 deklarasi Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa:

80 Pasal 3 “Everyone has the right to life, liberty and security of person.”(setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu)

Pasal 5 “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading

treatment or punishment.”( tidak seorang pun boleh disiksa atau

diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina)

atas dasar inilah muncul perlindungan terhadap penduduk sipil yang tidak turut dalam konflik bersenjata.

Dalam Konvensi Jenewa-IV ini diuraikan secara rinci mengenai bagaimana perlindungan terhadap para penduduk sipil diberikan dan kewajiban siapa untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil jika sedang terjadi perang. Perlindungan pada penduduk sipil saat terjadi perang dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 10 konvensi Jenewa yang ke empat ini menyatakan bahwa :

“ The provisions of the present Convention constitute no obstacle to the humanitarian activities which the International Committee of the Red Cross or any other impartial humanitarian organization may, subject to the consent of the Parties to the conflict concerned, undertake for the protection of civilian persons and for their relief”.(ketentuan konvensi-konvensi ini bukan

merupakan penghalang bagi kegiatan-kegiatan perikemanusiaan yang mungkin diusahakan oleh Palang Merah Internasional atau tiap organisasi humaniter lainnya yang tidak berpihak untuk melindungi dan menolong tawanan perang selama kegiatan-kegiatan tersebut mendapay persetujuan dari pihak-pihak yang bersengketa).

Dasar perlindungan ini dapat digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi internasional ataupun badan negara yang ingin memberikan bantuan kemanusiaan

81 kemanusiaan baik kepada para penduduk sipil ataupun para combatan yang telah tidak mengangkat senjata dalam perang yang terjadi.

Secara khusus untuk penduduk sipil pengaturan mengenai perlindungannnya dalam Konvensi Jenewa keempat ini diatur mulai dari perlindungan yang bersifat umum Pasal 13 – 26 dan yang bersifat khusus Pasal 27-34 dan juga diatur mengenai perlindungan warga negara asing yang sedang berada dalam wilayah konflik atau perang dalam Pasal 35-46. Pada dasarnya semua perlindungan terhadap penduduk sipil ataupun para kombatan yang sudah tidak mengangkat senjata lagi di dasari dari Pasal 3 yang merupakan common article dalam konvenan ini, dalam Pasal ini menyatakan bahwa:

”In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions:

1) Persons taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumstances be treated humanely, without any adverse distinction founded on race, colour, religion or faith, sex, birth or wealth, or any other similar criteria. To this end, the following acts are and shall remain prohibited at any time and in any place whatsoever with respect to the above-mentioned persons:

a) violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation, cruel treatment and torture;

b) taking of hostages;

c) outrages upon personal dignity, in particular humiliating and degrading treatment;

d) the passing of sentences and the carrying out of executions without

previous judgment pronounced by a regularly constituted court, affording all the judicial guarantees which are recognized as indispensable by civilized peoples

82

2) The wounded and sick shall be collected and cared for. An impartial humanitarian body, such as the International Committee of the Red Cross, may offer its services to the Parties to the conflict. The Parties to the conflict should further endeavour to bring into force, by means of special agreements, all or part of the other provisions of the present Convention.

The application of the preceding provisions shall not affect the legal status of the Parties to the conflict.(“Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat

internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalampertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut :(1) Orang-orang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap kriteria lain yang serupa itu. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut di atas pada waktu dan di tempat-tempat apapun juga :

(a). tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;

(b). penyanderaan;

(c). perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat;

(d). menghukum dan menjalankan hukuman mati tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan semua jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab.

(2). Yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat.

Sebuah badan humaniter tidak berpihak, seperti Komite Internasional Palang Merah, dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihak-pihak dalam pertikaian. Para pihak dalam pertikaian, selanjutnya harus berusaha untuk menjalankan dengan jalan persetujuan-persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan lain dari Konvensi ini.

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas tidak akan mempengaruhi kedudukan hukum pihak-pihak dalam pertikaian”.

Telah dengan jelas dikatakan bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil merupakan hal yang penting karena penduduk sipil atau civilian bukan merupakan objek ataupun sasaran dari konflik atau sengketa bersenjata yang sedang terjadi

83 dinegaranya namun biasanya penduduk sipil merupakan korban dari konflik atau sengketa bersenjata tersebut.

Konflik yang terjadi di Suriah sejak Mei 2011 hingga hari ini telah mengakibatkan banyaknya penduduk sipil yang menjadi korban kekerasan bersenjata. Keadaan di Suriah ini semakin memburuk karena adanya bantuan persenjataan perang dari Rusia dan Cina kepada pemerintah Suriah dalam masa perang ini. Sengketa tidak hanya terjadi antara pemerintahan Suriah dengan para pemberontak dan demonstran namun juga telah menyebar kenegara sekitar. Sebagai negara anggota konvensi Jenewa ke empat Suriah mempunyai tanggungjawab untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil terhadap hak-hak yang dimiliki dan tercantum dalam konvensi Jenewa dengan bantuan organisasi internasional yang bekerja dalam bidang bantuan kemanusiaan .

Dalam Pasal 10 Konvensi Jenewa telah disebutkan bahwa konvensi ini memberikan ruang kepada Internasional Committee of Red Cross (ICRC) ataupun organisasi kemanusiaan lain untuk melakukan bantuan yang dibutuhkan oleh penduduk sipil yang menjadi korban dalam sengketa bersenjata yang terjadi di wilayah Suriah. ICRC mulai masuk di Suriah pada Mei 2011104 tidak lama sejak terjadinya konflik bersenjata di dalam negara tersebut.

International Committee of Red Cross (ICRC) bekerja sama dengan Non-International Government Organization dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan di Suriah. Orang-orang yang harus keluar dari wilayah negaranya sendiri dikarenakan

104. http://www.icrc.org/eng/where-we-work/middle-east/syria/index.jsp, diakses pada 16 april 2013 pukul 09.18 WIB.

84 merasa tidak aman ataupun menrasa terancam, inmilah yang terjadi terhadap para penggungsi Suriah yang keluar dari negaranya karena adanya konflik bersenjata yang terjadi di negara tersebut. Sekitar 36 juta105 penduduk Suriah sudah meninggalkan negaranya sejak mei 2011. Para pengungsi yang di tangani oleh ICRC yang bekerjasama dengan Syrian Arab Red Cresent106 terutama yang masih bertahan di dalam negeri Suriah, hingga bulan Maret 2013 ICRC memberikan bantuan berupa :

(i). Di wilayah Damaskus Pedesaan, Raqqa, Hama, Idleb, Damaskus, Lattakia, Homs dan Deir Ezzor mendapat kiriman bantuan makanan untuk para penggungsi yang berjumlah sekitar 155.000 orang;

(ii). Di wilayah Aleppo, Damaskus, Raqqa, Hama, Desa Damaskus, Deir Ezzor, Lattakia, Idleb dan Homs mendapat bantuan kasur,selimut dan alat makanan untuk sekitar 90.000 orang;

(iii). Di wilayah Raqqa, Idleb, Deir Ezzor, Lattakia, Damaskus, Aleppo, Homs, Hama dan Pedesaan Damaskus diberikan bantuan sanitasi dan kebersihan pada para penggungsi yang berjumlah sekitar 70.000 orang;

(iv). Di wilayah di Damaskus, Aleppo dan Hama diberikan bantuan air untuk sanitasi dan kehidupan para penggungsi diwilayah tersebut, jumlah bantuan yang dipasok sekitar 10.000 botol dan 10 liter air perhari;

105. http://www.icrc.org/eng/resources/documents/update/2013/04-05-syria-displaced-assistance.htm, diakses pada 16 april 2013 pukul 09.34 WIB.

85 (v). dibidang kesehatan ICRC mengunjungi rumah sakit Al Za'em, Al-Birr dan rumah sakit Al-Waleed di Homs untuk mengirimkan bantuan berupapersediaan medis untuk pengobatan para korban dan untuk operasi 100 orang 150 cairan infuse dan alat-alat kesehatan lainnya;

(vi). Bidang pendidikan dan anak ICRC bekerjasama dengan UNICEF dan Non-Internasional Government Organization yang berad diwilayah Suriah bantuan yang diberikan dalam bidang pendidikan berupa membuka kamp-kamp penggungsian untuk sekolah darurat, distribusi alat-alat sekolah untuk anak-anak, melakukan pelatihan Psiko- sosial pada anak korban konflik dan kegiatan psikologis lain untuk mengurangi trauma dari anak korban konflik.

Bantuan-bantuan yang diberikan ICRC sebagai salah satu pihak yang disebut dalam Konvensi Jenewa ke empat beserta organisasi internasional lain yang mempunyai misi kemanusiaan dalam membantu dan melaksanakan perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban dalam konflik bersenjata di Suriah yang terjadi sejak bulan Mei 2011 hingga kini.

B. Dampak Pemberian Humanitarian Assistance oleh Perserikatan