• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Pembiayaan Musyarakah

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.16 Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat terbagi menjadi dua yaitu pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. 17

a. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.

b. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan.

16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), h.15 17Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 160-161

2. Pengertian Musyarakah

Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah berarti al-ihktilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.18

Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.19 Dalam Musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja sama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.20

Rukun dari akad yang harus dipenuhi dalam musyarakah, ada beberapa, yaitu :21

18

Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), Edisi 3, h. 150

19Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Mahkamah

Syar’iyah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Ed.1), h. 79 20Sri Nurhayati, loc. cit., h. 150

a. Pelaku akad, yaitu para mitra usaha

b. Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh); dan

c. Sighah, yaitu Ijab dan Qabul 3. Jenis-jenis Musyarakah

Dalam terminologi fiqih Islam, syirkah terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama dua pihak atau lebih, dari suatu properti.22 Syirkah al-milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan (aset). Misalnya dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi.23

b. Syirkah al-‘aqd atau syirkah akad, yang berarti kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama.24 Setiap mitra dapat berkontribusi modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya, karena pihak yang

22 Ibid., h. 49

23 Sri Nurhayati, op.cit., h. 151 24 Ascarya, op.cit., h. 49-50

bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerjasama investasi dan berbagi keuntungan dan risiko. Berbeda dengan syirkah al-milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat bertindak setbagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah Al-‘Uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut :25

1) Syirkah Abdan

Syirkah Abdan (Syirkah fisik), disebut juga syirkah ‘amal

(syirkah kerja) atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.

2) Syirkah Wujuh

Syirkah Wujuh adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan modal

3) Syirkah ‘Inan

Adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa dari kemitraan tersebut, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

4) Syirkah Muwafadhah

Syirkah Muwafadhah adalah bentuk kerjasama dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan-tindakan hukum dan komitmen dari para mitra lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan

Adapun bentuk-bentuk musyarakah antara lain: a. Musyarakah Permanen

Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad

b. Musyarakah Menurun/MusyarakahMutanaqisah

Musyarakah Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada saat akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.

4. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan bagi hasil dalam bentuk musyarakah diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (13) secara eksplisit disebutkan bahwa musyarakah merupakan salah satu dari produk pembiayaan pada perbankan syariah.

Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Intinya Fatwa DSN tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan

ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan kesepakatan.26

Ketentuan secara teknis mengenai aplikasi akad musyarakah ini telah diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu

b. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tuga dan wewenang yang disepakati

c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah untuk mengelola usaha

d. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang

e. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan

26 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), h. 128

f. Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah

g. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan h. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam

bentuk nisbah yang disepakati

i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian dari salah satu pihak

j. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut

k. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad l. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung

atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing)

m. Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah

Nisbah X% Nisbah Y% Modal A%

Modal B%

n. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha

o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan

Gambar 2.2

Skema Pembiayaan Musyarakah27

Dokumen terkait