HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Pembuatan dan pengujian crash box BFRC
Berdasarkan hasil simulasi crash pada crash box innovative. Prototipe yang paling optimal dalam penyerapan energi dan dapat menggantikan crash box MAZDA CX5 adalah crash box BFRC dengan chamfers 45o dan ketebalan 20 mm.
4.3.1 Hasil pembuatan prototipe crash box BFRC
Hasil pembuatan prototipe menggunakan vakum infus dengan perbandingan resin dan hardener 2:1 dapat dilihat pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18 Prototipe crash box BFRC dibuat dengan vakum infus
Hasil yang dibuat dengan cara manual terdiri dari dua tipe yaitu, dengan perbandingan resin dan hardener 2:1 dan 1:1. Bentuk prototipe yang dihasilkan seperti dapat dilihat pada Gambar 4.19.
resin : hardener (2:1) resin : hardener (1:1) Gambar 4.19 Prototipe crash box BFRC yang dibuat dengan cara manual
4.3.2 Hasil Pengujian crush prototipe crash box BFRC
Hasil pengujian crush pada prototipe crash box BFRC yang dibuat dengan vakum infus, berupa kurva hubungan beban - perpindahan seperti pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Hasil pengujian crush pada BFRC yang dibuat dengan vakum infus
Hasil perhitungan unjuk kerjanya, dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil pengujian quasi-static compression pada crash box BFRC Total Energi Beban
Puncak
Mekanisme kerusakan yang terjadi selama pengujian dapat diuraikan pada Gambar 4.21
Gambar 4.21 Mekanisme kerusakan
Gambar 4.21Mekanisme kerusakan prototipe crash box BFRC dibuat dengan vakum infus
Pada perpindahan cross-head sampai 3 mm dengan beban 120 kN. Prototipe masih berperilaku linier elastis dan tidak ada perubahan bentuk yang permanen, seperti terlihat pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Mekanisme kerusakan di daerah elastis
Matriks mulai terkelupas saat perpindahan 4 mm. Akibatnya terjadi sedikit penurunan beban. Beban naik kembali sampai 150 kN, saat perpindahan 5 mm.
Bentuk prototipe, seperti terlihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23 Mekanisme kerusakan sebelum beban 150kN
Fenomena berikutnya matriks terkelupas lagi dari prototipe. Hal tersebut menyebabkan penurunan beban hingga 135 kN, saat perpindahan 6 mm dan bentuk prototipe saat ini seperti pada Gambar 4.24.
Gambar 4.24 Penurunan beban ke 135 kN akibat terkelupasnya matriks
Tahap selanjutnya terjadi peningkatan beban lagi hingga mencapai nilai 170 kN pada perpindahan 9 mm. seperti yang terlihat pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25 Peningkatan beban hingga 170 KN di perpindahan 9 mm
Pada perpindahan 9 mm hingga 10 mm tidak terjadi perubahan beban. Beban tetap di 170 kN karena di prototipe mulai terjadi crack, seperti yang terlihat pada Gambar 4.26
Gambar 4.26 Crack mulai terbentuk pada perpindahan 9 sampai 10 mm
Saat perpindahan 11 hingga 12 mm, terjadi penurunan beban ke nilai 160 kN akibat pertumbuhan crack. Posisi crack dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Tumbuhnya crack mengakibatkan beban turun menjadi 160 kN
Beban naik kembali setelah perpindahan 12 mm, hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya pertumbuhan crack maupun matriks yang terkelupas, tetapi hanya terjadi tekuk pada ujung atas prototipe, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.28.
Gambar 4.28 Beban puncak terjadi pada perpindahan 14 mm
Beban puncak dengan nilai 180 kN terjadi pada perpindahan 14 mm. Fenomena berikutnya terjadi penurunan beban secara drastis hingga mencapai nilai 120 kN pada perpindahan 18 mm. Hal tersebut terjadi karena crack tumbuh dan sebagian matriks terkelupas dari prototipe. Fenomena ini dapat dilihat pada Gambar 4.29.
Gambar 4.29 Penurunan beban ke nilai 120 kN
Saat perpindahan 18 mm hingga perpindahan 21 mm, beban tidak berubah. Hal ini terjadi karena crack tidak mengalami pertumbuhan dan matriks juga tidak terkelupas dari prototipe, peristiwa yang ada hanya terjadi tekuk pada ujung prototipe saja, seperti yang terlihat pada Gambar 4.30.
Gambar 4.30 Tekuk pada ujung prototipe
Peristiwa berikutnya nilai beban cenderung terus menurun. Hal tersebut disebabkan oleh terus tumbuhnya crack dan semakin banyaknya matriks yang terkelupas. Peristiwa ini terjadi hingga perpindahan 50 mm dengan nilai beban rata - rata 80 kN. Peristiwa ini dapat diamati pada Gambar 4.31
Gambar 4.31 Crack terus tumbuh hingga perpindahan 50 mm
Mode kegagalan yang terjadi sampai perpindahan 50 mm dengan nilai beban rata - rata 80 kN berupa splaying dan fragmentation, yang merupakan tipe kerusakan progressive failure, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.32.
a
(Pandangan samping)
b
(Pandangan isometrik)
c
(Pandangan atas) Gambar 4.32 Kerusakan progressive failure
Hasil pengujian pada prototipe yang dibuat dengan cara manual dengan perbandingan resin - hardener 2:1, berupa kurva hubungan beban - perpindahan seperti yang terlihat di Gambar 4.33.
Gambar 4.33 Hasil pengujian prototipe yang dibuat secara manual
Perilaku crash box yang dibuat secara manual, hingga perpindahan 9 mm masih elastis, kemudian terjadi pengelupasan. Pengelupasan itu menyebabkan beban turun
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
0 10 20 30 40 50 60
Beban, (kN)
Perpindahan, (mm)
hingga 90 kN. Kemudian naik lagi sampai beban puncak 170 kN. Fenomena berikutnya, gaya reaksi turun secara tiba-tiba menjadi 90 kN, karena struktur crash box, mengalami tekuk dan cenderung patah ditengah, dan selanjutnya beban naik lagi sampai 170 kN, kemudian turun lagi di 130 kN.
Bentuk kerusakan yang terjadi seperti pada Gambar 4.34, yang merupakan perpaduan di antara progressive failure dan tekuk. Hal tersebut disebabkan karena distribusi matriks yang kurang merata akibat penuangan secara manual. Sedangkan beratnya (1237,5/1427,3)x100%= 0,86 kali lebih ringan dibandingkan dengan yang dibuat dengan infus vakum.
Gambar 4.34 Kerusakan prototipe yang dibuat secara manual
Hasil perhitungan unjuk kerjanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil perhitungan unjuk kerja prototipe kedua Total Energi Beban
Puncak
4.3.3 Perbandingan hasil pengujian dan simulasi crush pada crash box BFRC Perbandingan hasil simulasi dan pengujian crush pada crash box BFRC yang dibuat dengan menggunakan metode vakum infus dan manual seperti pada Gambar 4.35.
Gambar 4.35 Hasil simulasi dan pengujian crush pada crash box BFRC
Berdasarkan kurva tersebut terlihat pola di antara hasil pengujian pada prototipe yang dibuat dengan cara vakum infus dan yang dibuat secara manual relatif sama.
Perbandingan keduanya dengan hasil simulasi prototipe crash box innovative BFRC, tetapi bentuk ketiga kurva tersebut memiliki kesamaan perilaku yaitu, terdiri dari pertama daerah elastis yang berada di daerah sebelum beban puncak dan kedua daerah plastis yang terjadi di daerah setelah beban puncak.
Pada daerah plastis ini struktur crash box, telah mengalami perubahan bentuk yang permanen, yaitu berupa kerusakan mode splaying dan fragmentation. Mode kerusakan ini memiliki bentuk yang berbeda bila dibandingkan dengan mode kerusakan pada crash box yang terbuat dari material logam.
Perbandingan hasil simulasi dan pengujian crush pada crash box BFRC dan crash box Mazda CX5 terdapat di Tabel 4.16.
0
Crash Box BFRC dibuat dengan Vacuum Infusion Crash Box BFRC dibuat Manual
Tabel 4.16 Unjuk kerja crush pada crash box hasil simulasi dan pengujian
Kesimpulan yang bisa ditarik dari data di Tabel 4.16, tipe prototipe yang bisa digunakan untuk menggantikan crash box MAZDA CX5 adalah prototipe yang dibuat dengan vakum infus. Hal tersebut disebabkan oleh nilai indikator unjuk kerja yang yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan nilai indikator yang ditunjukkan oleh crash box Mazda CX5, serta berdasarkan mode kerusakan yang terjadi, seperti terlihat pada Gambar 4.32. Bentuk kerusakaanya fragmentation dan splaying sehingga sesuai untuk dipergunakan sebagai komponen penyerap energi.
Pada prototipe yang dibuat secara manual meskipun nilai indikator unjuk kerjanya juga lebih baik bila dibandingkan dengan nilai indikator pada crash box Mazda CX5 tetapi mode kerusakan yang terjadi, seperti terlihat di Gambar 4.34.
Pada gambar tersebut terlihat matriksnya patah di bagian tengah, sedangkan serat bambu stripnya masih belum patah. Hal itu terjadi sebagai akibat tidak tersebar secara meratanya matriks di seluruh struktur.
123 BAB V