METODE PENELITIAN
3.3 Urutan alur penelitian
Urutan alur penelitian ini meliputi (1) persiapan model teknologi simulasi yang diperlukan, (2) pemilihan dan cara perhitungan penyerapan energi pada komponen crash box MAZDA CX5 kendaraan yang menjadi acuan, (3) perancangan prototipe crash box innovative (digital) dengan CAD, (4) simulasi crash dan crush menggunakan data sekunder dan data perhitungan secara analitis, (5) pembuatan prototipe crash box dari material komposit serat bambu, (6) simulasi dan pengujian kuasi โ statik tekan crash box MAZDA CX5.
3.3.1 Persiapan model teknologi untuk simulasi
Penelitian ini dilakukan untuk memeroleh prototipe crash box yang dapat menggantikan crash box konvensional. Langkah pertama dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan simulasi ulang fenomena crash sesuai jurnal yang menjadi acuan, yaitu simulasi crash pada profil persegi empat berdinding tipis yang dilakukan oleh Tarlochan et al. (2013). Simulasi ini dilakukan agar diperoleh metode simulasi crash yang tepat untuk penelitian ini.
Urutan proses simulasi ulang tersebut meliputi, pertama melakukan pembuatan model profil dengan perangkat lunak CAD-CATIA V5R20. Model profil yang dipergunakan memiliki bentuk dan ukuran seperti pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Model dan profil persegi empat (Tarlochan et al., 2013) Profil Kode
Konfigurasinya terdiri dari crasher, tube, dan fixed base plate seperti pada Gambar 3.13. Mesh density yang digunakan pada profil persegi empat homogen dengan ukuran 4 mm, sedangkan pada crusher dan fixed base plate, homogen dengan ukuran 10 mm. Interaksi antar komponen yang ada dengan koefisien gesek 0,2 dengan tie constraint serta menggunakan formulasi penalty contact behavior.
Gambar 3.13 Konfigurasi simulasi ulang (Tarlochan et al., 2013)
Crasher merupakan objek yang berkecepatan 15,6 m/s saat menyentuh profil dan bergerak sejajar dengan sumbu profil. Kecepatan tersebut sesuai dengan standar New Car Assessment Program (NCAP). Komponen ini dimodelkan dengan tipe rigid body shell. Materialnya A36 mild steel sesuai dengan hasil uji komposisi material tersebut. Sifat mekaniknya seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Sifat mekanik A36 mild Steel (Lacy et al., 2010) A36 Steel
Density (๐) 7850 kg/m3
Modulus Young (๐ธ) 200 GPa
Poissonโs Ratio (๐ฃ) 0,2619
Initial Yield Stress (๐ด) 146,7 MPa Hardening Constant (๐ต) 896,9 MPa Hardening Exponent (๐) 0,320 Strain Rate Constant (๐ถ) 0,033 Thermal Softening Exponent (๐) 0,323 Melting Temperature (๐๐๐๐๐ก) 1773 K Reference Strain Rate (๐ฬ) 1,0 s-1
Specific Heat (๐ถ๐) 486 J/kg K
Fixed base plate merupakan plat penumpu profil dengan boundary condition tidak dapat bergerak ke segala arah. Komponen ini dimodelkan dengan tipe rigid body shell element.
Hasil simulasi berupa kurva hubungan beban dan perpindahan. Besar beban tersebut diperoleh dengan cara membuat virtual load cell pada sisi bagian bawah fixed base plate, sedangkan nilai perpindahan diperoleh sesuai dengan pergerakan crasher dengan cara mengekstrak data pergerakan pada reference point pada komponen ini.
Indikator unjuk kerja yang diperoleh terdiri dari beban puncak, total penyerapan energi sesuai Persamaan (2.65), specific energy absorption (SEA) sesuai Persamaan (2.67), dan crash force efficiency (CFE) sesuai Persamaan (2.68).
3.3.2 Perhitungan energi yang mampu diserap oleh crash box MAZDA CX5 Posisi crash box kendaraan menurut Davoodi et al. (2011) dan Calienciug (2012) ada di crumple zone dan bentuknya seperti pada Gambar 3.14 dan Gambar 3.15.
Gambar 3.14 Posisi crash box kendaraan
Gambar 3.15 Bentuk crash box (Anon, 2013)
Crash box kendaraan yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan crash box pengganti adalah crash box kendaraan Mazda CX5. Bentuk komponen tersebut seperti pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16 Bentuk crash box Mazda CX5
Perhitungan dilakukan untuk mengetahui indikator unjuk kerja crash box MAZDA CX5. Proses perhitungan dilakukan dengan melakukan simulasi crash menggunakan perangkat lunak ABAQUS.
Metode simulasi crash yang digunakan sesuai dengan yang dipergunakan penelitian yang dilakukan oleh Tarlochan et al. (2013). Konfigurasi dan boundary condition crash box di awal simulasi seperti pada Gambar 3.17. Komponen yang terlibat terdiri dari crasher, crash box dan fixed base plate.
Gambar 3.17 Konfigurasi dan boundary condition awal simulasi crash
CAD model crash box MAZDA CX5 dalam bentuk tiga dimensi dengan skala 1:1 dibuat dengan menggunakan perangkat lunak CATIA V5 R20. Model tersebut dalam bentuk surface dengan format stp. Bentuk model tersebut, seperti ilustrasi pada Gambar 3.18.
Part a Part b Assembly part a dan b
Gambar 3.18 Model tiga dimensi crash box MAZDA CX5
CAD model tersebut kemudian dikirim ke perangkat lunak ABAQUS dan dipartisi. Hasilnya seperti terlihat di Gambar 3.19a. Proses partisi dilakukan agar di saat diskritisasi diperoleh bentuk mesh density yang homogen. Hasil diskritisasi CAD model di perangkat lunak ABAQUS, seperti ilustrasi pada Gambar 3.19b.
a (Partisi)
b (Diskritisasi) Gambar 3.19 Partisi dan diskritisasi CAD Model crash box
Proses assembly part a dan b pada Gambar 3.18 dilakukan dengan menggunakan tujuh posisi las titik pada sisi kiri dan kanannya. Posisi pada salah satu sisinya dinyatakan dengan angka 1 hingga 7 seperti pada Gambar 3.20c .
Gambar 3.20 Las titik di (a) Crash Box, (b) CAD Model, (c) FE Model Pemodelan las titik tersebut di perangkat lunak ABAQUS dilakukan dengan menggunakan point-based fastener dengan rigid multi point constraints.
Material crash box MAZDA CX5 yang digunakan adalah mild steel, berdasarkan hasil uji komposisi seperti yang dapat dilihat pada lampiran 1. Data sifat mekanik material mild steel yang dipergunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder hasil penelitian yang dilakukan oleh Lacy et al. (2010) seperti pada Tabel 3.2.
JohnsonโCook Model merupakan model plastisitas yang dipergunakan pada penelitian ini. Pemilihan model tersebut merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Schwer (2007), yang menyatakan model tersebut menghasilkan karakterisasi yang baik untuk material logam yang mengalami beban impak. Model ini menggunakan Persamaan (2.73).
Komponen crusher dan fixed base plate, keduanya dimodelkan dengan menggunakan elemen discrete rigid shell, dengan ukuran mesh 10 mm. Interaksi di antara komponen menggunakan tie contact constraint dengan formulasi penalty behaviour. Nilai koefisien geseknya 0,2 sesuai acuan penelitian yang dilakukan
oleh Tarlochan (2013). Boundary condition fixed base plate, adalah U1 = U2 = U3
= UR1 = UR2 = UR3 = 0 (tidak dapat bergerak ke semua arah).
Komponen crusher massanya 275 kg yang merupakan 25% berat kendaraan yang diasumsikan 1000 kg dan memiliki kecepatan 15,6 m/s saat mulai kontak dengan crash box. Nilai massa dan kecepatan tersebut diperoleh berdasarkan standar yang ada di National Car Assessment Program (Tarlochan et al., 2013).
Proses simulasi crash dilakukan dengan menggunakan formulasi explicit dynamic (Indermuehle et al., 2009).
3.3.3 Perancangan crash box innovative
Proses perancangan dilakukan dengan CAD-CATIA V5R20. Urutannya dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Penentuan parameter yang digunakan sebagai dasar perancangan, yang meliputi ukuran, penyerapan energi, dan bentuknya. Kemampuan penyerapan energinya minimal sama dengan komponen konvensional.
b. Pembuatan geometri rancangan dengan CAD - CATIA V5R20 dengan ukuran sama dengan komponen konvensional, dan bentuknya mudah dibuat.
c. Perhitungan atau pengumpulan data sifat material komposit yang akan dipergunakan untuk data perhitungan dengan perangkat lunak ABAQUS.
d. Simulasi crash pada CAD model dan pengumpulan data hasil simulasi.
CAD model dirancang berbentuk silinder dengan ukuran panjang 210 mm dan diameter dalam 110 mm. Ukuran tersebut sesuai dengan ukuran crash box MAZDA CX5. Salah satu ujungnya dibuat bervariasi seperti yang dilakukan oleh Marzbanrad dan Khosravi (2014). Trigger pada salah satu ujung dilakukan agar dapat menurunkan beban puncak yang terjadi dan crash box dapat menyerap energi lebih baik serta beban rata-rata yang stabil saat crushing.
Variasi pertama prototipe tanpa trigger. Model tipe ini dapat dilihat pada Gambar 3.21. Pembuatan bentuk model ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yan dan Chouw (2013), tentang penyerapan energi pada tabung silinder yang terbuat dari material komposit serat flax dengan matriks epoxy.
Gambar 3.21 Prototipe tanpa trigger di ujungnya
Variasi kedua berupa trigger di ujung model dengan bentuk chamfer 45o. Model ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Hussain et al. (2017), dengan bentuk seperti pada Gambar 3.22.
Gambar 3.22 Prototipe dengan trigger chamfer 45o
Variasi ketiga berupa trigger dengan bentuk step, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.23. Bentuk ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Khalkhali et al. (2014), seperti pada Gambar 3.23.
Gambar 3.23 Prototipe dengan trigger step
Ketebalan dinding ketiga crash box tersebut dibuat bervariasi yaitu 10,0, 12,5, 15,0, 17,5, dan 20,0 mm.
3.3.4 Data sifat mekanik material komposit
Data sifat mekanik material komposit yang dipergunakan untuk simulasi crash pada crash box di penelitian ini diperoleh berdasarkan,
a. Data hasil pengujian (data primer)
b. Data hasil penelitian peneliti lain (data sekunder) c. Data perhitungan secara analitis
Data hasil pengujian diperoleh dengan melakukan pengujian secara mekanik.
Pengujian tersebut meliputi mechanical dan non mechanical testing yang meliputi uji density, uji tarik, tekan, geser, dan lain-lain seperti yang dilakukan oleh Kumaresan et al. (2015), serta mengacu pada standar pengujian yang ada.
Data sekunder diperoleh dengan menggunakan data sifat mekanikal hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti lainnya.
Perhitungan secara analitis menggunakan perangkat lunak Computer Aided Design Environment for Composite (CADEC) (Adumitroaie dan Barbero, 2011;
Wikipedia, 2012; Barbero et al., 2013; Martinez dan Barbero, 2014).
Data sifat mekanik material komposit yang diperlukan untuk simulasi di penelitian ini meliputi.
Pertama, data masa jenis material komposit yang diperoleh dengan melakukan pengujian menggunakan standar ASTM D792. Caranya dihitung dengan Persamaan (2.74) dan (2.75).
Kedua, data modulus elastisitas penyusun material komposit yang terdiri dari serat dan matriks. Modulus elastisitasnya diperoleh dengan melakukan pengujian secara mekanik. Pengujian serat dalam bentuk strip dilakukan dengan mengacu pada standar ASTM 3039. Matriksnya diuji dengan menggunakan standar ASTM D638. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, modulus elastisitas dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.76), (2.77), dan (2.78).
Ketiga data fraksi volume serat bambu strip di material komposit serat searah dihitung dengan Persamaan (2.13) sampai dengan Persamaan (2.16).
Keempat data modulus elastisitas material komposit dengan serat searah, yang meliputi modulus elastisitas dalam arah longitudinal, ๐ธ11. Perhitungannya berdasarkan pada rule of mixture (ROM), sesuai dengan Persamaan (2.24).
Perhitungan modulus elastisitas dalam arah transversal, ๐ธ22 dan ๐ธ33 dilakukan dengan menggunakan inversi rule of mixture (IROM), sesuai dengan Persamaan (2.31). Perhitungan cara lain menggunakan model semi empirik yang dibuat oleh Halpin-Tsai yaitu, dengan menggunakan Persamaan (2.38).
Kelima, data tentang Poissonโs ratio. Perhitungannya menggunakan Persamaan (2.32). Data Poissonโs ratio yang diperlukan untuk simulasi meliputi Poissonโs ratio dalam bidang 1 โ 2, ๐ฃ12, 1 โ 3, ๐ฃ13 dan 2 โ 3, ๐ฃ23. Perhitungan Poissonโs ratio dalam bidang 1 - 2 , ๐ฃ12 dilakukan berdasarkan rule of mixture seperti pada Persamaan (2.33), Poissonโs ratio dalam bidang 1 โ 3, ๐ฃ13 dan 2 โ 3, ๐ฃ23 dihitung dengan Persamaan (2.32).
Keenam, data modulus elastisitas geser. Data yang diperlukan meliputi, modulus elastisitas geser pada bidang 1 โ 2, ๐บ12, dan 1 โ 3, ๐บ13 (in-plane shear modulus) serta 2 โ 3, ๐บ23 (inter-laminar shear modulus). Perhitungan ๐บ12 dan ๐บ13 dengan Persamaan (2.35) atau (2.37), sedangkan modulus elastisitas geser pada bidang 2 โ 3, ๐บ23 dihitung dengan Persamaan (2.40).
Ketujuh data tentang kekuatan tarik material komposit serat searah yang terdiri dari kekuatan tarik dalam arah longitudinal dan transversal. Perhitungan kekuatan
tarik dalam arah longitudinal, ๐น1๐ก dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2.48) dan kekuatan tarik dalam arah transversal, ๐น2๐ก dan ๐น3๐ก dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.52) bila persoalan merupakan persoalan mekanika perpatahan atau (2.54) bila digunakan pendekatan mekanika bahan.
Kedelapan, data kekuatan tekan material komposit serat searah yang terdiri dari kekuatan tekan dalam arah longitudinal dan transversal. Perhitungan kekuatan tekan dalam arah longitudinal, ๐น1๐ dilakukan menggunakan Persamaan (2.50) bila diasumsikan sebagai persoalan mekanika perpatahan sedangkan perhitungan dalam arah transversal, ๐น2๐ maupun ๐น3๐ menggunakan Persamaan (2.56).
Kesembilan, data kekuatan geser. Perhitungan kekuatan geser dalam bidang 1 โ 2, in-plane shear strength, ๐น6 dilakukan dengan menggunakan Persamaan (2.57).
Perhitungan kekuatan geser dalam bidang 2 โ 3, interlaminar shear strength, ๐น4 dihitung dengan Persamaan (2.59). Perhitungan kekuatan geser dalam bidang 1 โ 3, F5 menurut Barbero (2011) untuk kasus komposit (lamina) serat searah dengan ketebalan yang sama dan homogen nilainya sama dengan F6, tetapi untuk kasus komposit laminasi seperti pada pre-preg Lay-up nilai F4 dan F5 nilainya lebih rendah dari F6.
Formulasi explicit dynamic digunakan untuk simulasi crash ini, karena menurut Indermuehle et al. (2009) merupakan peristiwa non โ linier dynamic. Konfigurasi awal komponen pada simulasi ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.24.
Gambar 3.24 Diagram konfigurasi awal simulasi crash
Geometri crash box berbentuk silinder yang dimodelkan dengan 3D deformable shell menggunakan tipe four node shell continuum (S4R) elements dengan ukuran
4 mm. Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan model model crash box seperti diperlihatkan pada Gambar 3.25.
a b
Gambar 3.25 Model ยผ bagian crash box, a. CAD Model , b. FE Model Interaksi di antara ketiga komponen menggunakan algoritma general contact dan formulasi penalty dengan tangential serta hard contact behavior. Koefisien gesek di antara crash box dan base plate maupun crasher 0.2, durasi simulasi crash ini 0,04 s sesuai studi yang dilakukan oleh Tarlochan et al. (2013).
Visualisasi hasil simulasi untuk mengetahui unjuk kerja crash box dilakukan dengan cara membuat reference point pada base plate dan crasher. Reference point pada base plate berfungsi sebagai virtual load cell dan yang ada di crasher digunakan untuk merekam pergerakan crasher, seperti pada Gambar 3.26.
Gambar 3.26 Posisi reference point
3.3.5 Pembuatan prototipe dari material komposit serat bambu
Cara pembuatan prototipe crash box dari bahan komposit dengan serat bambu dan matriks epoxy resin dengan metode vakum infus (Nystrรถm, 2007; Symington et al., 2008; Pereira et al., 2015; Nurul Fazita et al., 2016).
Urutan pembuatannya diuraikan sebagai berikut.
a. Persiapan serat bambu
Serat bambu yang dipergunakan berupa strip dengan ukuran rata - rata 1 x 10 x 210 mm, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.27.
Gambar 3.27 Serat bambu dalam bentuk strip
Serat bambu dalam bentuk strip ini diperoleh dari sentra kerajinan bambu di Ngoro, Kota Jombang, Jawa Timur, Indonesia dan merupakan tanaman bambu yang ditanam di desa setempat. Serat bambu ini sebelum digunakan untuk membuat prototipe di jemur terlebih dahulu di bawah terik matahari pada temperatur kurang lebih 32oC selama 5 x 12 jam untuk memperkecil kandungan uap airnya dan selanjutnya serat tersebut disimpan di dalam dry box seperti pada Gambar 3.28.
Gambar 3.28 Tempat penyimpanan serat (dry box)
b. Penyusunan serat bambu di cetakan
Cetakan yang digunakan untuk pembuatan prototipe ini terdiri dari pipa pralon PVC dengan diameter 110 mm tinggi 210 mm, cetakan untuk membuat chamfer 45o dari nylon dengan ukuran ketebalan 20 mm dan cetakan dari bahan MDS dengan ukuran 18 x 200 x 200 mm berjumlah 10 buah. Gambar tiap cetakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.29, Gambar 3.30, dan Gambar 3.31, sedangkan gambar susunan satu set cetakan dapat dilihat pada Gambar 3.32..
Gambar 3.29 Cetakan pertama pipa PVC
Gambar 3.30 Cetakan kedua untuk membuat chamfer
Gambar 3.31 Cetakan ke tiga dari material MDS
Gambar 3.32 Susunan satu set cetakan
Cara penyusunan serat pada tahap pertama dilakukan dengan membungkus paralon menggunakan kertas logam, kemudian wax dioleskan pada permukaan kertas logam tersebut dengan menggunakan kapas, selanjutnya pada sisi atas, tengah dan bawah paralon dipasang karet gelang yang memiliki ketebalan ยฑ1 mm.
Cetakan chamfers 45o yang terbuat dari nylon diletakkan pada salah satu ujungnya seperti dapat dilihat pada Gambar 3.33.
Gambar 3.33 Tahap pertama
Tahap kedua, serat bambu diselipkan di bawah karet gelang seperti Gambar 3.34a. Karet gelang kembali dipasang di antara karet gelang yang sudah ada seperti Gambar 3.34b. Serat bambu kembali diselipkan di bawah karet gelang sehingga susunannya seperti Gambar 3.34c. Pemasangan karet gelang tersebut membentuk
celah di antara lapis serat yang ada. Hal tersebut dilakukan hingga ketebalan 20 mm, seperti terlihat pada Gambar 3.34d.
a b c d
Gambar 3.34 Tahap ke dua
Tahap ketiga, dibungkus dengan breather, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.35a dan dimasukkan pada cetakan ke tiga seperti terlihat pada Gambar 3.35b.
a b
Gambar 3.35 Pelapisan breather dan dimasukkan cetakan ke tiga
Tahap ke empat, pemasangan peralatan vakum infus. Peralatan tersebut meliputi pompa vakum berkapasitas setengah horse power, (HP), penjebak resin, pipa plastik diameter 6 mm, meja kerja, dan kantong plastik vakum, serta kabel ekstensi. Instalasi selengkapnya seperti pada Gambar 3.36.
Gambar 3.36 Instalasi infus vakum c. Persiapan matriks epoxy resin
Epoxy resin yang digunakan dengan tipe Bakelite EPR 174 un-modified, liquid standard epoxy resin based on bisphenol-A dan Epoxy hardener versamid 140.
Komponen ini diperoleh dari PT. Justus Kimia Raya, Kota Semarang, Indonesia.
Komposisi yang digunakan untuk membuat prototipe ini, mengikuti spesifikasi teknis yang disarankan oleh penjual yaitu, 2 bagian Epoxy resin dan 1 bagian hardener, serta dengan perbandingan 1 banding 1. Pencampuran kedua komponen ini dilakukan dengan mengaduk secara perlahan menggunakan batang kayu yang terbuat dari bambu dalam waktu lebih kurang 5 menit. Proses pengadukan dilakukan secara perlahan agar tidak terjadi gelembung udara.
Pencampuran Epoxy dan hardener dilakukan dalam jumlah per 200 ml dan langsung dituangkan ke dalam cetakan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pembekuan sebelum masuk ke dalam cetakan. Proses pencampuran dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas plastik, pengaduk, dan timbangan digital seperti ditunjukkan pada Gambar 3.37.
Gambar 3.37 Gelas plastik, pengaduk, dan timbangan digital 3.3.6 Pengujian quasi-static compression crush
Mesin yang digunakan untuk pengujian ini adalah concrete compression testing machine yang berkapasitas 2000 KN, seperti yang terlihat pada Gambar 3.38.
Gambar 3.38 Concrete compression testing machine Proses pengujian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a. Penempatan spesimen yang akan diuji
Spesimen diletakkan sesumbu dengan cross head dan fixed base, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.39. Tujuannya untuk menghindari terjadinya tekuk.
Permukaan spesimen yang bersentuhan dengan fixed base maupun Cross - head harus rata.
Gambar 3.39 Posisi spesimen pada awal pengujian b. Pemasangan dial indicator
Pengukuran perpindahan cross - head dilakukan dengan dial indicator yang dipasang seperti pada Gambar 3.40. Perubahan perpindahan dalam arah sumbu sebesar 1 mm ditunjukkan dengan 1 putaran jarum penunjuk dial indicator.
Gambar 3.40 Pemasangan dial indicator
c. Pengujian dan pengambilan data
Pengujian ini dilakukan dengan cara menggerakkan cross-head dengan kecepatan kurang lebih 5 mm/menit. Pengambilan data dilakukan setiap pergerakan cross-head sebesar 1 mm atau 1 putaran dial indicator.
Mekanisme kerusakan dan pergerakan yang terjadi direkam dengan Handy-Cam Sony tipe HDR-CX405. Bentuk Handy-Handy-Cam tersebut seperti dapat dilihat pada Gambar 3.41.
Gambar 3.41 Handy-Cam Sony tipe HDR-CX405
Proses pengujian dan pengambilan data dilakukan dengan melibatkan tiga orang personil dengan tugas, personil pertama mengamati pergerakan dial indicator, personil kedua menggerakkan cross-head dan membaca besar beban yang terjadi tiap 1 mm pergerakan atau 1 putaran dial indicator, dan personil ke tiga melakukan pencatatan besar perpindahan dan besar beban yang terjadi.
Data hasil pengujian berupa beban dan perpindahan. Berdasarkan data tersebut dapat dilakukan perhitungan parameter - parameter yang diperlukan untuk mengetahui unjuk kerja crash box yang diuji. Parameter tersebut di antaranya, besar total penyerapan energi, beban puncak, beban rata - rata, crush force efficiency (CFE), dan specific energy absorption (SEA) (Yan dan Chouw, 2013).
Bentuk kerusakan yang diharapkan terjadi pada pengujian ini, berupa fragmentation dan splaying yang stabil sehingga menghasilkan bentuk kurva hubungan beban - perpindahan dengan fluktuasi beban yang merata pada daerah penyerapan energi di tahap II seperti ditunjukkan pada kurva ideal Gambar 2.19 (Lukaszewicz, 2013).
Validasi hasil simulasi crush pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi crush pada crash box MAZDA CX5 dan pengujian kuasi-statik crash box MAZDA CX5.
92 BAB IV