• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III:KonsepsiKebebasan Hakim Dalam Membuat Putusan Pengadila guna Menemukan Kebenaran Materiil

C. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan 5 Proses pembuatan putusan pengadilan

6. Teori pembuatan putusan

Teori pembuatan putusan sangat relevan dengan tugas hakim dalam membuat putusan di pengadilan.Putusan tersebut bertujuan untuk menentukan bersalah tidaknya terdakwa yang diajukan ke muka persidangan.Di samping itu juga untuk menentukan sanksi pidana yang diterima oleh terdakwa jika sudah terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana.

Dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana maka hakim dapat menggunakan beberapa teori pembuatan putusan pidana seperti halnya teori keseimbangan, teori pendekatan seni dan institusi, teori pendekatan keilmuan, teori pendekatan pengalaman, teori ratio decidensi, danteori kebijaksanaan.

Menurut pendapat Mackenzie sebagaimana diutip oleh Ahmad Rifai dalam bukunya25

a. Teori Keseimbangan

, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan pembuatan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan atau yang berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban.

Dalam praktik peradilan pidana keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan terdakwa dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa dimana kepentingan masyarakat dirumuskan dalam hal-hal yang memberatkan dan kepentingan terdakwa dirumuskan pada hal-hal yang meringankan.Pertimbangan terhadap hal-hal yang memberatkan dan meringankan merupakan faktor yang menentukan berat ringannya pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

b. Teori Pendekatan Seni Dan Intuisi.

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan bentuk diskresi hakim dengan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana baik terdakwa maupun penuntut

25

umum.Pendekatan seni ini digunakan hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau instuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

Dalam praktik peradilan, teori ini digunakan hakim dalam pertimbangan dalam menjatuhkan putusan dengan memperhatikan sistem pembuktian yang dianut yaitu minimum dua alat bukti dan harus disertai keyakinan hakim.Keyakinan hakim pada dasarnya bersifat subjektif yang hanya didasarkan kepada naluri hakim saja. Disatu sisi kita menyadari bahwa hakim merupakan manusia biasa seperti manusia pada umumnya yang terdiri atas jasmani dan rohani yang adakalanya menempatkan naluri pada posisi yang kurang benar, sehingga dikuatirkan akan terjadi kekeliruan atau kesesatan dalam putusan yang dijatuhkan hakim, sehingga akan menjadi putusan yang salah atau sesat yang dapat menimbulkan polemik dalam masyarakat. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati dalam menggunakan teori ini, yang hanya mengandalkan pada seni dan instuisi semata dari hakim sendiri.

c. Teori Pendekatan Keilmuan.

Teori ini didasarkan kepada pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan sejenis peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata,

tetapi harus dilengkapi dnegan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.Oleh karena itu, hakim harus dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan non hukum lainnya, sehingga putusan yang dijatuhkan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dari segi teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa, diadili dan diputuskan oleh hakim.

Dalam teori ini, kemandirian hakim dalam menguasai berbagai teori dalam ilmu hukum maupun non hukum sangat diperlukan untuk membuat putusan yang mencerminkan cita hukum itu sendiri. Dalam persidangan, hakim sering meminta keterangan para ahli yang berkompeten dibidangnya untuk menjelaskan esensi dari suatu perkara yang diiajukan kepadanya untuk didengar keterangannya di depan persidangan. Dari keterangan ahli tersebutlah, hakim dapat menambah pemahaman terkait perkara yang sedang diperiksa untuk selanjutnya hakim akan menjatuhkan putusan yang sesuai dengan rasa keadilan. d. Teori Pendekatan Pengalaman.

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang sangat membantu dalam menghadapi perkara yang dihadapi.Melalui pengalaman yang dimilikinya, hakim dapat mengetahui dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara baik yang berkaitan dengan pelaku,

korban, maupun masyarakat secara umum sebagai akibat yang ditimbulkan penjatuhan putusan tersebut.

Pengalaman hakim merupakan bekal yang bagi para hakim dalam bersikap professional, arif, dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya yang mendorong hakim untuk lebih berhati-hati dalam menjatuhkan putusan.

e. Teori Ratio Decidendi.

Selain teori yang telah dikemukakan diatas, dikenal juga suatu teori yang disebut sebagai teori ratio decidendi. Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasarkan dan mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

f. Teori Kebijaksanaan.

Teori kebijaksanaan diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, dimana sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara dipengadilan anak.Landasan dari teori ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa dan bangsa Indonesia serta nilai kekeluargaan harus ditanam, dipupuk dan dibina.Selanjutnya aspek teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, dan melindungi anak,

agar kelak dapat menajdi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bagi bangsanya.26

1) Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman sutau kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya.

Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yang pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, yang kedua sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, yang ketiga untuk memupuk solidaritas antara keluarga dnegan masyarakat dalam rangka membina dan memelihara dan mendidik pelaku tindak pidana anak, dan keempat sebagai pencegahan umum dan khusus.

Menurut Ahmad Rifai, penjatuhan pidana oleh hakim terhadap tindak pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yatu sebagai berikut:

2) Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari.

3) Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya.

4) Memeprsiapkan mental amsyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

26

Made Sadhi Astuti, Pemidanaan anak sebagai Pelaku Tindak Pidana, (dalam) Ahmad Rifai, hlm. 112.

Teori penjatuhan pidana sebagaimana dikemukan oleh Made tersebut pada dasarnya lebih ditujukan pada penjatuhan putusan dalam perkara anak akan tetapi makna kebijaksanaan dalam teori ini dapat juga dipergunakan dalam penjatuhan putusan terhadap perkara pidana lainnya. Melalui kebijaksanaan hakim dapat menemukan hukum yang berdimensi substantif dengan mengelaborasinya dengan wawasan pengetahuan yang luas, intuisi yang tajam dan peka, pengalaman yang luas serta etika dan moralitas yang baik dan terjaga dari pengaruh buruk.