• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembuatan Seri Larutan Baku

Diambil 0,8; 1,3; 1,8; 2,3; 2,8; 3,3 mL larutan stok asam kafeat 1 mg/mL (a) dengan menggunakan makropipet dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan aquabidest sampai batas tanda. Maka didapatkan larutan dengan konsentrasi asam kafeat masing-masing 0,08; 0,13; 0,18; 0,23; 0,28; dan 0,33 mg/mL.

3. Preparasi sampel

Sejumlah biji kopi diambil dari dalam wadah kaca yang telah digojog sebelumnya untuk menghomogenkan biji kopi yang ada di dalam stoples. Biji kopi diambil dari dalam stoples untuk digiling menggunakan coffee grinder hingga menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 50 agar mendapatkan serbuk yang lebih halus. Hasil ayakan diambil dan ditimbang sejumlah yang diinginkan.

a. Metode ekstraksi I (ekstraksi serbuk biji kopi arabika dengan metode infusion)

Serbuk yang telah didapat dari proses pemisahan sebelumnya ditimbang dengan seksama sebanyak 6 g dan diekstraksi dengan 250 mL aquabidest panas menggunakan syphon. Aquabidest yang telah dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan kompor listrik hingga mencapai suhu ± 90C dimasukkan ke labu

alas bulat di bagian bawah syphon. Lampu spiritus yang terdapat pada bagian bawah syphon dinyalakan untuk mendidihkan aquabidest panas pada bagian bawah syphon hingga menjadi uap air dan naik ke tabung di bagian atas syphon.

Aquabidest panas yang naik ke bagian atas syphon diukur suhunya sampai ± 95C kemudian serbuk kopi yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung pada bagian atas syphon yang telah berisi aquabidest panas yang naik dari bagian bawah syphon dan ditunggu sampai 1 menit, kemudian air beserta serbuk kopi diaduk dan lampu spiritus dimatikan. Ekstrak air seduhan serbuk kopi yang berada pada bagian atas tabung syphon ditunggu sampai turun kembali ke labu alas bulat pada bagian bawah syphon melalui saringan yang berada di tengah-tengah antara tabung dan labu alas bulat untuk memisahkan endapan serbuk kopi dari cairan hasil ekstraksi. Ekstrak air seduhan yang didapat diambil untuk dilanjutkan dengan proses hidrolisis sebelum dilakukan penotolan diatas lempeng KLTKT.

b. Metode ekstraksi II (ekstraksi serbuk biji kopi arabika dengan metode decoction)

Serbuk biji kopi yang telah didapat dari proses pemisahan sebelumnya ditimbang dengan seksama sebanyak 6 g kemudian diekstraksi dengan 250 mL aquabidest pada suhu ± 95C di atas kompor listrik dengan bantuan magnetic stirrer (5000 rpm) selama 30 menit. Hasil ekstraksi kemudian disaring degan menggunakan kertas saring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum. Hasil ekstraksi yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam gelas Beaker untuk kemudian dilanjutkan dengan proses hidrolisis sebelum digunakan untuk penotolan diatas lempeng KLTKT.

4. Hidrolisis sampel

Sampel hasil kedua ekstraksi (3a dan 3b) serta replikasinya dipanaskan di atas waterbath bersuhu ± 85C selama 15 menit dengan sebelumnya diukur pHnya menggunakan pH meter. Masing-masing sampel kemudian ditambahkan 4 mL larutan NaOH 1 N. Kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit di atas waterbath. Setelah itu, masing-masing sampel dan replikasinya diukur kembali pHnya menggunakan pH meter sampai pH ±12 (Checker® HI 1270).

5. Penentuan panjang elusi

Sampel hasil hidrolisis beserta ketiga replikasinya serta larutan baku 1 mg/mL, masing-masing ditotolkan ke atas lempeng KLTKT sebanyak 1,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 30 nL/sec pada lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dengan panjang totolan 6 mm dan penotolan diposisikan 15 mm dari bagian bawah lempeng dan 15 mm dari bagian samping lempeng yang kemudian dikembangkan dalam bejana

kromatografi dengan fase gerak toluen p.a. : etil asetat p.a.: asam format p.a. (7 : 2 : 1). Volume fase gerak yang digunakan adalah 50 mL. Pengembangan

dilakukan setinggi 5 cm dan 8 cm. Lempeng KLTKT silika gel 60 F254 kemudian dikeluarkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu ± 50C selama 5 menit. Bercak dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007), 325 nm dan 335 nm dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3.

6. Optimasi metode KLTKT-Densitometri

a. Pembuatan fase gerak

Masing-masing fase gerak yang digunakan, diambil dengan perbandingan voume dan jenis fase gerak seperti yang tertera pada tabel IV dan dicampur dalam erlenmeyer bertutup kemudian digojog, yaitu:

Tabel IV. Jenis dan komposisi fase gerak

Campuran Fase Gerak Kloroform p.a (mL) Toluen p.a (mL) Etil asetat p.a (mL) Asam format p.a (mL) Komposisi 1 35 - 10 5 Komposisi 2 - 25 15 10 Komposisi 3 - 35 10 5

b. Optimasi pemisahan asam kafeat dalam larutan ekstrak biji kopi 1)Larutan baku asam kafeat 1 mg/mL beserta sampel dari masing-masing ekstraksi yang telah dihidrolisis (pelarut aquadest panas), ditotolkan sebanyak 2,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 50 nL/sec pada lempeng KLT silika gel 60 F254 dengan panjang totolan 6 mm. Lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan menggunakan fase gerak yang telah dibuat sesuai dengan komposisi 1 pada tabel IV. Setelah mencapai jarak elusi (8 cm), Lempeng KLT silika gel 60 F254 dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di dalam oven bersuhu ± 50C selama lima menit. Bercak yang muncul dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007) dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3.

2)Larutan baku asam kafeat 1 mg/mL beserta sampel dari masing-masing ekstraksi yang telah dihidrolisis (pelarut aquadest panas), ditotolkan sebanyak 2,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 50 nL/sec pada lempeng KLT silika gel 60 F254 dengan panjang penotolan 4 mm. Lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan menggunakan fase gerak yang telah dibuat sesuai dengan komposisi 2 pada tabel IV. Setelah mencapai jarak elusi (8 cm), Lempeng KLT silika gel 60 F254 dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di dalam oven bersuhu ± 50C selama lima menit. Bercak yang muncul dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007) dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3.

3)Larutan baku asam kafeat 0,08; 0,13; 0,18; 0,23; 0,28; dan 0,33 mg/mL beserta sampel hasil hidrolisis ditotolkan sebanyak 1,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 30 nL/sec pada lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dengan panjang totolan 6 mm. Lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan menggunakan fase gerak yang telah dibuat sesuai dengan komposisi 3 pada tabel IV. Setelah mencapai jarak elusi (8 cm), Lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di dalam oven bersuhu ± 50C selama lima menit. Bercak yang muncul dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007) dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3.

c. Ripitabilitas fase gerak hasil optimasi

Larutan baku asam kafeat 0,08; 0,13; 0,18; 0,23; 0,28; dan 0,33 mg/mL direplikasi sebanyak tiga kali beserta sampel hasil hidrolisis dan ketiga replikasinya ditotolkan sebanyak 1,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 30 nL/sec pada lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dengan besar penotolan 6 mm. Lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3.menggunakan fase gerak hasil optimasi hingga mencapai jarak elusi (8 cm), Lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 500C selama lima menit. Bercak yang muncul dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007) 325 nm dan 335 nm dengan menggunakan densitometer Camag KLT Scanner 3. Parameter optimal dihitung berdasarkan nilai faktor retardasi (Rf); nilai faktor asimetris (As) dan % KV nilai AUC.

G. Analisis Hasil

Hasil optimasi metode pemisahan asam kafeat dalam larutan sampel dapat dilihat dari densitogram hasil pemisahan berdasarkan variasi jenis dan komposisi fase gerak yang telah ditentukan. Parameter-parameter dasar pemisahan yang baik dan optimal dapat dilihat berdasarkan bentuk puncak yang ditentukan dari nilai faktor asimetris (As); nilai faktor retardasi (Rf); nilai resolusi (Rs) dan nilai % KV.

1. Bentuk Puncak

Bentuk puncak yang baik adalah simetris. Kesimetrisan puncak dapat dilihat dari nilai faktor asimetri (As). Untuk menentukan asimetri puncak dan digunakan rumus di bawah ini:

(1)

Gambar 8. Menentukan nilai faktor asimetris (Synder and Dolan, 2007)

Dimana:

As = nilai faktor asimetris

A = lebar sebelum puncak puncak pada ketinggian 10% dari bawah B = lebar setelah puncak puncak pada ketinggian 10% dari bawah

2. Faktor Retardasi (Rf)

Rf =

(2)

(Sherma and Fried, 2003) Dimana:

Zs = jarak perpindahan sampel (mm) Zf = jarak perpindahan pelarut (mm)

3. % Koefisien Variansi (%KV) % KV = ��

(4) (Harmita, 2004) Dimana: % KV = Koefisien Variasi SD = Standar deviasi X = rata-rata

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis dan Komposisi Fase Gerak

Komposisi fase gerak yang optimal diperlukan dalam melakukan analisis menggunakan metode kromatografi. Fase gerak berperan penting dalam elusi karena menentukan pemisahan yang terjadi pada sampel yang dianalisis telah baik atau belum untuk dilakukan penetapan kadar. Pemisahan yang dihasilkan akan menunjukkan asam kafeat yang akan dianalisis telah benar-benar terpisah dari senyawa lain yang berada di dalam sampel. Variasi komposisi fase gerak yang menggabungkan antara fase gerak non polar dengan fase gerak polar akan memberikan perbedaan polaritas fase gerak dan menyebabkan perbedaan interaksi antara fase diam dengan sampel untuk mendapatkan pemisahan optimum.

Komposisi serta jenis fase gerak yang dioptimasi pada penelitian ini terdiri dari 3 komposisi fase gerak. Komposisi pertama terdiri dari campuran kloroform : etil asetat : asam format dengan perbandingan 7 : 2 : 1. Komposisi kedua dan ketiga terdiri dari campuran toluen : etil asetat : asam format dengan perbandingan 5 : 3 : 2 dan 7 : 2 : 1.

Kloroform dan toluen dipilih sebagai fase gerak karena sifat non polar yang dimiliki berguna untuk mengelusi terlebih dahulu senyawa-senyawa non polar lain yang berada pada matriks sampel (hasil hidrolisis ekstrak biji kopi arabika) yang dapat mengganggu pemisahan pada saat elusi sehingga dengan tertariknya

senyawa-senyawa non polar di dalam matriks sampel oleh toluen dapat menghasilkan pemisahan yang baik.

Etil asetat dipilih sebagai komponen fase gerak karena sifatnya yang semi polar dapat menarik asam kafeat dari matriks sampel agar ikut terelusi pada lempeng silika dan tidak tertahan pada matriks sampel sehingga dapat terdeteksi. Pemilihan ini juga didasarkan pada sifat asam kafeat yang cenderung polar sehingga lebih mudah terelusi oleh etil asetat yang bersifat semi polar.

Asam format dipilih sebagai fase gerak karena struktur asam format yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Seperti yang dikatakan oleh Galanakis et al.

(2013) bahwa kecenderungan senyawa fenolik untuk membentuk ikatan berdasarkan stereokimianya dan ikatan yang sering muncul adalah ikatan hidrogen dengan senyawa pelarutnya sehingga asam kafeat yang merupakan senyawa fenolik akan lebih mudah terbawa oleh asam format karena ikatan hidrogen yang terbentuk diantara kedua senyawa tersebut.

B. Pembuatan Seri Larutan Baku

Pembuatan larutan baku dilakukan dengan melarutkan baku asam kafeat

dengan kemurnian ≥ 98.0% ke dalam pelarut aquabidest panas. Penggunaan

aquabidest panas sebagai pelarut karena asam kafeat dapat larut di dalam aquabidest panas dan untuk menyamakan pelarut yang digunakan pada sampel yang diuji.

Pemilihan aquabidest sebagai pelarut dengan pertimbangan kemurnian air aquabidest lebih tinggi dibandingkan dengan aquadest sehingga diharapkan dapat mengurangi pengotor yang ikut muncul pada saat pendeteksian yang dapat

mengganggu proses analisis karena kemunculan pengotor yang terdeteksi pada detektor dapat menyebabkan pengukuran menjadi kurang sensitif.

Tujuan pembuatan larutan baku adalah untuk memastikan analit yang akan dianalisis benar berada di dalam matriks sampel. Caranya dengan membandingkan puncak hasil serapan baku dengan sampel yang muncul setelah proses elusi. Serta untuk melakukan penetapan kadar analit yang berada di dalam matriks sampel yaitu dengan pembuatan seri konsentrasi larutan baku.

Larutan baku asam kafeat dibuat dengan konsentrasi 1 mg/mL yang kemudian diencerkan untuk membuat seri konsentrasi larutan baku. Pemilihan konsentrasi 1 mg/mL karena belum diketahuinya jumlah analit di dalam matriks sampel yang mungkin terdeteksi sehingga diperlukan konsentrasi yang agak besar agar analit di dalam matriks sampel dapat dipastikan merupakan analit yang diinginkan.

Seri konsentrasi larutan baku yang pertama kali dibuat adalah 0,03; 0,05; 0,08; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,28; dan 0,3 mg/mL. Seri konsentrasi tersebut dibuat dengan tujuan untuk melihat konsentrasi terkecil yang masih dapat dideteksi oleh TLC Scanner serta untuk menentukan konsentrasi yang dapat digunakan untuk membuat kurva baku. Penentuan seri konsentrasi didasarkan pada analit yang terdeteksi pada saat orientasi.

Gambar 9. Kromatogram seri larutan baku yang diukur pada 330 nm dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) (dari depan trek 1 (0,03); trek 2 (0,05); trek 3 (0,08); trek 4 (0,1); trek 5 (0,15); trek 6 (0,2); trek 7 (0,25); trek 8 (0,28); dan trek 9 (0,3) mg/mL)

Pendeteksian seri konsentrasi baku asam kafeat dilakukan pada  330 nm (tabel V), Berdasarkan pendeteksian tersebut, konsentrasi 0,03 mg/mL (trek 1; gambar 9; tabel V) tidak dapat terdeteksi dan konsentrasi 0,05 mg/mL (trek 2; tabel V) terdeteksi sangat kecil sehingga pada pembuatan seri konsentrasi yang akan digunakan untuk pembuatan kurva baku, konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/mL tidak lagi digunakan.

Tabel V. Rf dan AUC dari seri larutan baku yang diukur pada 330 nm dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) (trek 1 (0,03); trek 2 (0,05); trek 3 (0,08); trek 4 (0,1); trek 5 (0,15); trek 6 (0,2); trek 7 (0,25); trek 8 (0,28); dan trek 9 (0,3) mg/mL)

Track Peak Max Position Max Height Area

2 1 0,26 Rf 23,3 AU 715,1 AU 3 1 0,27 Rf 42,9 AU 1228,7 AU 4 1 0,27 Rf 55,0 AU 1560,6 AU 5 1 0,26 Rf 57,0 AU 1592,5 AU 6 1 0,26 Rf 85,2 AU 2411,9 AU 7 1 0,26 Rf 99,8 AU 2691,3 AU 8 1 0,27 Rf 124,3 AU 3417,4 AU 9 1 0,27 Rf 127,1 AU 3520,5 AU

Pada konsentrasi 0,08 mg/mL (trek 3) dan konsentrasi 0,1 mg/mL (trek 4) AUC yang terbaca menunjukkan angka yang kurang lebih sama. Padahal seharusnya dengan adanya perbedaan konsentrasi sebanyak 0,02 mg/mL, AUC yang terbaca pada konsentrasi 0,08 mg/mL seharusnya lebih kecil dibandingkan dengan AUC yang terbaca pada konsentrasi 0,1 mg/mL. Penyebab kesalahan pengukuran ini karena pipet yang digunakan untuk membuat konsentrasi 0,08 mg/mL dari larutan stok 1 mg/mL adalah mikropipet sedangkan untuk konsentrasi 0,1 mg/mL adalah makropipet sehingga pada pembuatan seri konsentrasi yang akan digunakan untuk pembuatan kurva baku, pipet yang digunakan hanya makropipet untuk seluruh seri konsentrasi. Seri konsentrasi yang kemudian digunakan untuk pembuatan kurva baku adalah 0,08, 0,13, 0,18, 0,23, dan 0,28 mg/mL yang didasarkan pada respon analit di dalam sampel yang didapat saat orientasi.

Dokumen terkait