OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI-DENSITOMETRI UNTUK PENETAPAN KADAR
ASAM KAFEAT HASIL HIDROLISIS EKSTRAK AIR SEDUHAN BIJI KOPI
ARABIKA (Coffea arabica L.)
INTISARI
Asam kafeat merupakan salah satu senyawa polifenol yang terdapat di dalam biji kopi arabika (Coffea arabica L.). Asam kafeat memiliki efek farmakologis yang baik bagi orang yang mengkonsumsinya. Akan tetapi belum banyak yang meneliti kandungan asam kafeat di dalam biji kopi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk menganalisis kandungan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi. Metode yang dipilih untuk analisis kandungan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika adalah metode Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) Densitometri.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimal dari fase gerak dan membandingkan efektivitas metode ekstraksi yang digunakan untuk dapat menetapkan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan perlakuan yang diberikan kepada subjek uji berupa perbedaan jenis ekstraksi serta perbedaan jenis dan komposisi fase gerak. Sistem KLTKT yang digunakan adalah fase normal dengan fase diam silica gel 60 F256 dan beberapa jenis fase gerak berupa
perbandingan antara kloroform : etil asetat : asam format 98% (7 : 2 : 1); toluen : etil asetat : asam format 98% (5 : 3 : 2) dan (7 : 2 : 1). Setelah dilakukan pemisahan dengan KLTKT dilakukan analisis kuantitatif menggunakan densitometer. Pembacaan dilakukan pada panjang gelombang 330 nm untuk mendapatkan parameter pemisahan yang baik.
Sistem optimal untuk komposisi dan jenis fase gerak yang diperoleh adalah toluen : etil asetat : asam format 98% (7 : 2 : 1) dengan jarak elusi 8 cm dengan jumlah penyemprotan 0,1 L dan panjang penyemprotan 6 mm dalam bentuk pita (band). Ekstrak mengalami proses hidrolisis menggunakan NaOH 1N sebelum disemprotkan. Puncak asam kafeat yang dihasilkan mengalami fronting tetapi di sekitar puncak tersebut tidak terdapat puncak senyawa lain. Rata-rata kadar asam kafeat pada 330 untuk hasil hidrolisis ekstraksi menggunakan syphon sebesar 0,00208% b/b dengan %KV 3,22 dan untuk hasil hidrolisis ekstraksi seduhan adalah sebesar 0,00196% b/b dengan %KV 3,59.
ABSTRACT
Caffeic acid is one of the polyphenol contained in Arabica coffee beans (Coffea arabica L.). Caffeic acid has a good pharmacological effect for people who consume it. However, there are not many researches about caffeic acid content in coffee beans. Therefore, a method for determining caffeic acid’s concentration in boiled water hydrolyzed extract of coffee beans needs to be developed. The chosen method for determining caffeic acid’s concentration in boiled water hydrolyzed extract of coffee beans is using High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) Densitometry.
This study aims to obtain an optimum condition of mobile phase and compare the effectiveness of extraction method to gain caffeic acid content inside boiled water hydrolyzed extract of Arabica coffee beans. This study was conducted with an experimental plan with the treatment given to the test subject in form of different type of extraction and different type and composition of mobile phase. HPTLC system which was used was normal phase with silica gel 60 F256 as
stationary phase and some difference types of mobile phase with composition as chloroform : ethyl acetic : formic acid 98% (7 : 2 : 1); toluene : ethyl acetic : formic acid 98% (5 : 3 : 2) and (7 : 2 : 1). After separation with HPTLC, quantitative analysis was done with densitometer in wavelength 330 nm to gain good separation parameter.
The optimum system for composition and type of mobile phase was toluene : ethyl acetic : formic acid 98% (7 : 2 : 1) with 8 cm elution length with 0,1 L spraying amounts and 6 mm spraying length in band form. The extract was hydrolyzed with NaOH 1N before sprayed. Caffeic acid peak which obtain was fronting but no other peak found around the caffeic acid peak. The average content of caffeic acid was at 330 for hydrolyzed syphon extraction is 0.00208% w/w with % CV 3.22 and for hydrolyzed boiled extraction is 0.00196% w/w with % CV 3.59.
i
OPTIMASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI-DENSITOMETRI UNTUK PENETAPAN KADAR
ASAM KAFEAT HASIL HIDROLISIS EKSTRAK AIR SEDUHAN BIJI KOPI
ARABIKA (Coffea arabica L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh: Marshella NIM : 118114119
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
~I can cope with the hardship of life because I know my
believe, faith and hope in Jesus Christ won
’t be in
vain~
This little gift is dedicated to
my Jesus Christ
my beloved Mom and Dad who never lose hope in me,
my lovely brother, everyone who loves me, and
My wonderful University
YOU MAY NOT SEE THE FINISH LINE
AT A VERY MOMENT, BUT THERE IS
NOTHING HAPPEN WITHOUT AN END.
vii PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena kasih serta penyertaan-Nya yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat dengan
baik menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Optimasi
Metode Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi-Densitometri untuk Penetapan
Kadar Asam Kafeat Hasil Hidrolisis Ekstrak Air Seduhan Biji Kopi Arabika (Coffea arabica L.)” ini dari awal hingga akhir. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis tidak
dapat melakukan semuanya dengan baik tanpa bantuan, dukungan, motivasi, arahan, kritik, saran serta doa dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma..
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing dan dosen penguji atas kesabaran, bimbingan, arahan, masukan, perhatian, semangat dan
waktu yang diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan waktu, kritik dan saran yang bermanfaan untuk skripsi ini. 4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
viii
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboraturium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu mendukung, membantu
dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.
6. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku DPA yang telah mendukung selama proses perkuliahan sampai proses pembuatan skripsi ini.
7. Papa, mama, adik atas segala dukungan dan doa yang tiada henti kepada peneliti selama penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
8. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. atas bantuan dan sarannya kepada peneliti selama proses penelitian berlangsung.
9. Fansisca Z. Tielman, Elyn Prameswari dan Andung P. Vidityo yang dengan
murah hati meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu peneliti selama penelitian berlangsung.
10. Wirna, Satrio, dan Mbak Yolanda teman seperjuangan selama penelitian di laboraturium kimia analisis instrumental.
11. Debby A. Tania, Jane O. Kamadinata, Karina Ghozali, Lola Marsela, Rachael Fortunata, Rasmi, Theresia L. Lorensa, Ken Hashigata, dan Albert Timotius, selaku para sahabat, teman berbagi cerita dan pemberi semangat bagi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman kost Flaurent: Ci Prisca, Ci Amel, Ci Fifi, Greta, Nonitha, Sonia,
ix
13. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Temanggung dan Bapak Mukidi atas bantuannya dalam pengambilan sampel yang berguna
dalam penelitian.
14. Seluruh staff laboraturium, staff keamanan dan staff kebersihan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terutama Mas Bimo, Mas
Kunto, Pak Parlan, Mas Agung, dan Mas Wagiran yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pelaksanaan penelitian ini.
15. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2011, terima kasih atas doa dan dukungannya.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Karenanya, penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang bersifat
membangun di kemudian hari bagi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta demi majunya ilmu pengetahuan.
Terima kasih.
Penulis
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .……..…...…...……….…...……...………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……...………. ii
HALAMAN PENGESAHAN .……...…………...……...……….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .……...………...……...……... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .……...………. v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA .……...………….. vi
PRAKATA ...……...….……..…...…...……….…...……...…….. vii
DAFTAR ISI ...……...….……..…...…...……….…...……...…... x
DAFTAR TABEL ...……...……...……...….……..…...…...…… xiv
DAFTAR GAMBAR ...……...……...……...….……..…...…... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...……...……...……...….……..…...…... xviii
INTISARI ...……...……...……...….……..…...…...………... xxi
ABSTRACT …...……...……...……...….……..…...…...………... xxii
BAB I PENGANTAR …...……...……...……...….……..…... 1
A. Latar Belakang …...……...……...……...….……..…... 1
1. Permasalahan …...……...……...……...…….…... 4
2. Keaslian Penelitian ……...……...……...……...….……..…... 4
3. Manfaat Penelitian……...……...……...……...………... 6
B. Tujuan Penelitian ……...……...……...……...….……..…...……… 6
BAB II PUSTAKA ……...……...……...……...….……..…...………... 7
A. Kopi ……...……...……...……...….……..…...……… 7
xi
C. Asam Kafeat ...……...……...……...….……..…...………. 10
D. Ekstrak Biji Kopi ……...…….…...……...….……..…...………….. 11
E. Hidrolisis ……...……...……...……...……..…...……….. 13
F. Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi …...……...……...…….... 13
1. Fase Diam …...……...……...……...……...….……..…...…….. 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …...…….…...……...……... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .……...……...……...……...….….. 24
B. Variabel Penelitian ..……...……...……...……...….……..…...…… 24
C. Definisi Operasional …...……...……...….……...….……..…... 25
D. Bahan Penelitian ...……...……...……...……...….……....…...…… 25
E. Alat Penelitian ...……...……...……...……...………...…..…... 26
F. Tata Cara Penelitian ...……...……...……...……...………. 26
1. Pembuatan larutan NaOH 1 N ……...………...……...……...… 26
2. Pembuatan larutan baku asam kafeat ……...……...……...……. 26
a. Pembuatan larutan stok asam kafeat (1 mg/mL) ……...…... 26
b. Pembuatan seri larutan baku ..……….…….. 27
3. Preparasi sampel ..………... 27
xii
b. Metode ekstraksi II ..………. 28
4. Hidrolisis sampel ..……….. 29
5. Penentuan panjang elusi ………..………... 29
6. Optimasi metode KLTKT-Densitometri ………. 30
a. Pembuatan fase gerak ...……… 30
b. Optimasi pemisahan asam kafeat dalam larutan ekstrak biji kopi ...………...………… 30
c. Ripitabilitas fase gerak hasil optimasi ... 32
G. Analisis Hasil ……… 32
B. Pembuatan Seri Larutan Baku ..……….... 36
C. Preparasi Larutan Sampel ..………... 39
D. Hidrolisis .……….. 40
E. Penentuan Panjang Elusi dan Lama Deteksi ……..……….. 41
F. Optimasi Fase Gerak pada Pemisahan Asam Kafeat Hasil Hidrolisis Ekstrak Air Seduhan Biji Kopi arabika dengan KLTKT Densitometri ………..… 47
1. Hasil elusi asam kafeat dengan fase gerak kloroform : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) ……….……….……….. 48
xiii
3. Hasil elusi asam kafeat dengan fase gerak toluena : etil asetat :
asam format (7 : 2 : 1) ……….. 51
4. Hasil elusi asam kafeat dengan fase gerak toluene : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada lempeng KLTKT ………... 53
5. Ripitabilitas asam kafeat dengan fase gerak toluena : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada lempeng KLTKT .…………. 55
G. Pembuatan Kurva Baku Asam Kafeat ……….. 59
H. Perhitungan Kadar Asam Kafeat ……….. 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 66
A. Kesimpulan ………... 66
B. Saran ………. 66
DAFTAR PUSTAKA ………. 67
LAMPIRAN ………..…………. 72
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kepolaran dan karakteristik gugus dari beberapa senyawa
fenolik natural ………... 10
Tabel II. Jenis fase diam yang digunakan pada tahun 1979-1985………. 16
Tabel III. Karakteristik lempeng yang biasa digunakan dalam KLT …... 16
Tabel IV. Jenis dan komposisi fase gerak ...………...……… 30
Tabel VI. Nilai Rf, AUC dan lama elusi larutan sampel yang diekstraksi dengan menggunakan syphon serta larutan baku 1 mg/mL yang dideteksi pada 325 nm, 330 nm dan 335 nm menggunakan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada
panjang jarak elusi 5 cm ………. 42
Tabel VII. Nilai Rf, AUC dan lama elusi larutan sampel yang diekstraksi dengan menggunakan syphon serta larutan baku 1 mg/mL yang dideteksi pada 325 nm, 330 nm dan 335 nm menggunakan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada
panjang jarak elusi 8 cm …..………... 43
Tabel VIII. Nilai Rf, AUC dan lama elusi larutan sampel yang diekstraksi dengan diseduh serta larutan baku 1 mg/mL yang dideteksi pada 325 nm, 330 nm dan 335 nm menggunakan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada panjang jarak
elusi 5 cm …..………... 44
Tabel IX. Nilai Rf, AUC dan lama elusi larutan sampel yang diekstraksi dengan diseduh serta larutan baku 1 mg/mL yang dideteksi pada 325 nm, 330 nm dan 335 nm menggunakan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) pada panjang jarak
xv
ekstraksi biji kopi arabika dengan fase gerak toluen : etil asetat
: asam format (7 : 2 : 1) ………... 58
Tabel XIV. Data replikasi kurva baku asam kafeat pada 325 nm ………... 59 Tabel XV. Data replikasi kurva baku asam kafeat pada 330 nm ………... 60 Tabel XVI. Data replikasi kurva baku asam kafeat pada 335 nm …….….. 60 Tabel XVII. Data perhitungan kadar sampel hasil hidrolisis ekstrak air
seduhan biji kopi arabika pada 325 nm ……….. 62
Tabel XVIII. Data perhitungan kadar sampel hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika pada 330 nm ……….. 63 Tabel XIX. Data perhitungan kadar sampel hasil hidrolisis ekstrak air
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman kopi arabika dan biji kopi arabika (Coffea Arabica
L.)…... 7
Gambar 2. Struktur kimia senyawa asam fenolat …….……….. 8
Gambar 3. Asam kafeat (3,4-dihidroxycinnamic acid) ……….. 10
Gambar 4. Struktur Silika gel …….………...………… 16
Gambar 5. Prinsip pengukuran dari densitometri; (A) Cahaya diserap, (B) Cahaya dipantulkan, (C) Cahaya disebar ……….……… 19
Gambar 6. Jalur cahaya melewati scanner KLT. 1. Lampu seleksi, 2. Sistem masuk lensa, 3. Celah masuk monokromator, 4. Kisi monokromator, 5. kaca, 6. Celah disk lubang lensa, 7. Sistem lensa, 8. Kaca, 9. Pemecah cahaya, 10. Photomultiplier referensi, 11. Objek scanning, 12 Photomultiplier penghitung, 13. Photodiode (ditransmisikan) ………...…………... 20
Gambar 7. Bentuk Gaussian band ………. 21
Gambar 8. Menentukan nilai faktor asimetris ... 33
Gambar 9. Kromatogram seri larutan baku yang diukur pada 330 nm dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) (dari depan 0.03; 0.05; 0.08; 0.1; 0.15; 0.2; 0.25; 0.28; dan 0.3 mg/mL)... 38
Gambar 10. Reaksi hidrolisis asam klorogenat menjadi natrium kuinat dan asam kafeat ……….. 40
Gambar 11. Puncak baku asam kafeat dan sampel hasil hidrolisis ekstraksi syphon dan seduh pada 330 nm dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak kloroform : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) …..……… 49
xvii
Gambar 13. Puncak baku asam kafeat dan sampel hasil hidrolisis ekstraksi syphon dan seduh pada 330 nm dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 :
1) ………..…… 52
Gambar 14. Puncak baku asam kafeat dan sampel hasil hidrolisis ekstraksi syphon dan seduh pada 330 nm dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2
: 1) pada plat KLTKT ………...……….... 53 Gambar 15. Interaksi asam kafeat dengan fase diam ………... 54
Gambar 16. Interaksi asam kafeat dengan fase gerak ………... 55
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi asam kafeat dengan AUC
(replikasi II) ……….
56 Gambar 18. Hubungan antara konsentrasi asam kafeat dengan AUC
(replikasi I) ………... 62
Gambar 19. Hubungan antara konsentrasi asam kafeat dengan AUC
(replikasi III) ……… 62
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Certificate of Analysis baku asam kafeat Sigma-Aldrich …. 73 Lampiran 2 Certificate of Analysis plat KLT E.Merck ……… 74 Lampiran 3 Certificate of Analysis plat KLTKT E.Merck ………....….. 75 Lampiran 4 Surat determinasi biji kopi ………... 76 Lampiran 5 Data penimbangan baku dan sampel serta perhitungan seri
konsentrasi baku ………... 77
Lampiran 6 Sistem KLTKT-Densitometri yang digunakan ……… 78 Lampiran 7 Densitogram hasil elusi dengan fase diam silica gel 60 F254
dan fase gerak kloroform : etil asetat: asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ... 81 Lampiran 8 Densitogram hasil elusi dengan fase diam silica gel 60 F254
dan fase gerak toluen : etil asetat: asam format (5 : 3 : 2) yang dideteksi pada 330 nm …...….………... 82 Lampiran 9 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
syphon dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak
toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi
pada 330 nm ……. 84
Lampiran 10 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi seduh dengan fase diam silica gel 60 F254 dan fase gerak
toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm …...….………...…... 86 Lampiran 11 Densitogram hasil elusi baku asam kafeat dan sampel hasil
hidrolisis ekstraksi syphon dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan fase gerak toluen : etil asetat: asam
format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ……...… 88 Lampiran 12 Densitogram hasil elusi baku asam kafeat dan sampel hasil
hidrolisis ekstraksi seduh dengan fase diam silica gel 60 F254
(KLTKT)dan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ………..…... 89 Lampiran 13 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi I dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT)dan
fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 325 nm ……….……... 91 Lampiran 14 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi II dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
xix
Lampiran 15 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat replikasi III dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT)
dan fase gerak toluen : etil asetat: asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 325 nm ...………... 94 Lampiran 16 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
syphon dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 325 nm …... 96 Lampiran 17 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
seduh dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 325 nm ………..…...…... 97 Lampiran 18 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi I dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm……….…... 98 Lampiran 19 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi II dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ………...…...…. 100 Lampiran 20 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi III dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT)
dan dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ……….………..…...… 101 Lampiran 21 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
syphon dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm ………... 103 Lampiran 22 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
seduh dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 330 nm …..……….…..………….. 104 Lampiran 23 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi I dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 335 nm ……..…..………... 106 Lampiran 24 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat
replikasi II dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
xx
Lampiran 25 Densitogram hasil elusi seri konsentrasi baku asam kafeat replikasi III dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT)
dan dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 335 nm ……….. 109 Lampiran 26 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
syphon dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 335 nm .…...…...…...……….... 110 Lampiran 27 Densitogram hasil elusi sampel hasil hidrolisis ekstraksi
seduh dengan fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan
dengan fase gerak toluen : etil asetat : asam format (7 : 2 : 1) yang dideteksi pada 335 nm …………..……... 112 Lampiran 28 Perhitungan faktor asimetris (As) dan %KV pemisahan
sampel asam kafeat dan baku asam kafeat fase diam silica gel 60 F254 (KLTKT) dan dengan fase gerak toluen : etil
asetat : asam format (7 : 2 : 1) ………...………. 113 Lampiran 29 Data perhitungan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak
xxi INTISARI
Asam kafeat merupakan salah satu senyawa polifenol yang terdapat di dalam biji kopi arabika (Coffea arabica L.). Asam kafeat memiliki efek farmakologis yang baik bagi orang yang mengkonsumsinya. Akan tetapi belum banyak yang meneliti kandungan asam kafeat di dalam biji kopi. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk menganalisis kandungan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi. Metode yang dipilih untuk analisis kandungan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika adalah metode Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) Densitometri.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi optimal dari fase gerak dan membandingkan efektivitas metode ekstraksi yang digunakan untuk dapat menetapkan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan perlakuan yang diberikan kepada subjek uji berupa perbedaan jenis ekstraksi serta perbedaan jenis dan komposisi fase gerak. Sistem KLTKT yang digunakan adalah fase normal dengan fase diam silica gel 60 F256 dan beberapa jenis fase gerak berupa
perbandingan antara kloroform : etil asetat : asam format 98% (7 : 2 : 1); toluen : etil asetat : asam format 98% (5 : 3 : 2) dan (7 : 2 : 1). Setelah dilakukan pemisahan dengan KLTKT dilakukan analisis kuantitatif menggunakan densitometer. Pembacaan dilakukan pada panjang gelombang 330 nm untuk mendapatkan parameter pemisahan yang baik.
Sistem optimal untuk komposisi dan jenis fase gerak yang diperoleh adalah toluen : etil asetat : asam format 98% (7 : 2 : 1) dengan jarak elusi 8 cm dengan jumlah penyemprotan 0,1 L dan panjang penyemprotan 6 mm dalam bentuk pita (band). Ekstrak mengalami proses hidrolisis menggunakan NaOH 1N sebelum disemprotkan. Puncak asam kafeat yang dihasilkan mengalami fronting tetapi di sekitar puncak tersebut tidak terdapat puncak senyawa lain. Rata-rata kadar asam kafeat pada 330 untuk hasil hidrolisis ekstraksi menggunakan syphon sebesar 0,00208% b/b dengan %KV 3,22 dan untuk hasil hidrolisis ekstraksi seduhan adalah sebesar 0,00196% b/b dengan %KV 3,59.
xxii ABSTRACT
Caffeic acid is one of the polyphenol contained in Arabica coffee beans (Coffea arabica L.). Caffeic acid has a good pharmacological effect for people who consume it. However, there are not many researches about caffeic acid content in
coffee beans. Therefore, a method for determining caffeic acid’s concentration in
boiled water hydrolyzed extract of coffee beans needs to be developed. The chosen
method for determining caffeic acid’s concentration in boiled water hydrolyzed extract of coffee beans is using High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) Densitometry.
This study aims to obtain an optimum condition of mobile phase and compare the effectiveness of extraction method to gain caffeic acid content inside boiled water hydrolyzed extract of Arabica coffee beans. This study was conducted with an experimental plan with the treatment given to the test subject in form of different type of extraction and different type and composition of mobile phase. HPTLC system which was used was normal phase with silica gel 60 F256 as
stationary phase and some difference types of mobile phase with composition as chloroform : ethyl acetic : formic acid 98% (7 : 2 : 1); toluene : ethyl acetic : formic acid 98% (5 : 3 : 2) and (7 : 2 : 1). After separation with HPTLC, quantitative analysis was done with densitometer in wavelength 330 nm to gain good separation parameter.
The optimum system for composition and type of mobile phase was toluene : ethyl acetic : formic acid 98% (7 : 2 : 1) with 8 cm elution length with 0,1 L spraying amounts and 6 mm spraying length in band form. The extract was hydrolyzed with NaOH 1N before sprayed. Caffeic acid peak which obtain was fronting but no other peak found around the caffeic acid peak. The average content of caffeic acid was at 330 for hydrolyzed syphon extraction is 0.00208% w/w with % CV 3.22 and for hydrolyzed boiled extraction is 0.00196% w/w with % CV 3.59.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu minuman favorit masyarakat dunia, khususnya
masyarakat Indonesia. Seseorang dapat mengkonsumsi ± 300 mL kopi bahkan lebih dalam sehari. Oleh karena itu, telah banyak penelitian yang di lakukan terkait kandungan yang terdapat di dalam biji kopi (Lestari, Haryanto, dan Mawardi,
2009). Asam kafeat merupakan salah satu senyawa fenolik yang termasuk dalam golongan flavonoid yang terdapat di dalam biji kopi (Olthof, Hollman and Katan,
2001).
Secara luas telah diketahui bahwa senyawa fitokimia fenolik memiliki sifat antioksidan yang dapat menghambat baik kanker, penyakit jantung, maupun
penyakit-penyakit lain (Kang et al., 2009). Akan tetapi, belum banyak orang yang meneliti asam kafeat di dalam biji kopi meski asam kafeat di dalam biji kopi
merupakan senyawa yang bermanfaat untuk kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kandungan asam kafeat yang terdapat di hasil hidrolisis ekstrak
air seduhan biji kopi. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada penikmat kopi terkait kandungan asam kafeat di dalam air seduhan biji kopi yang dikonsumsi.
Untuk mendapatkan asam kafeat yang akan diteliti di dalam biji kopi arabika, diperlukan metode ekstraksi yang tepat sehingga asam kafeat dapat
tanaman, menurut Shah and Seth (2010) antara lain dengan cara maserasi,
perkolasi, sokletasi, super critical fluid extraction. Cara ekstraksi lain adalah melalui infusion dan steam and hydrodistillation. (Tiwari et al., 2013) Dalam penelitian ini, proses ekstraksi serbuk biji kopi yang digunakan disesuaikan dengan cara penyajian yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dalam
mengkonsumsi kopi. Cara ekstraksi serbuk biji kopi yang digunakan adalah menggunakan syphon (infusion) dan dengan cara diseduh biasa (decoction) sehingga diharapkan, asam kafeat yang terdeteksi dapat mewakili jumlah asam
kafeat yang tersari menggunakan air seduhan seperti pada saat pembuatan kopi pada umumnya. Asam kafeat di yang terdapat di dalam biji kopi didapatkan melalui
proses hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika karena di dalam ekstrak air seduhan biji kopi, asam kafeat berada dalam bentuk esternya yaitu asam klorogenat. Metode yang dipilih untuk analisis kandungan asam kafeat hasil hidrolisis
ekstrak air seduhan biji kopi adalah dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KTLKT) densitometri. Pemilihan KLTKT densitometri sebagai
metode untuk pengukuran asam kafeat didasarkan pada pertimbangan bahwa pengerjaan menggunakan KLTKT lebih cepat, memiliki presisi yang baik serta
metode yang tergolong murah untuk menganalisis obat-obatan herbal dan telah sering digunakan untuk mendeteksi senyawa aktif dari suatu tanaman obat (Rastogi, Pandey, and Rawat, 2008). Keuntungan lain metode KLTKT adalah tidak
memerlukan proses clean up yang panjang dan lama, bahkan pada analisis kuantitatif ekstrak kasar tanaman (Unnikrishnan, Raja, and Balachandran, 2008).
sampel yang berasal dari ekstrak tanaman, karena analisis sampel ekstrak tanaman
menggunakan KCKT dalam jumlah banyak dan berkali-kali dapat menyebabkan tersumbatnya kolom KCKT dan harus dilakukan penggantian kolom untuk dapat
melanjutkan penelitian (Lehrfeld, 1989).
Penelitian terkait asam kafeat yang telah dipublikasikan antara lain adalah
identifikasi asam kafeat pada biji kopi panggang menggunakan KCKT Fase Terbalik (Bennat, Engelhardt, Kiehne, Wirries, and Maier, 1994); penentuan jumlah polifenol dan kafein di dalam 18 merk kopi dengan menggunakan KCKT
(Kreicbergs, Dimins, Mikelsone, and Cinkmanis, 2011); determinasi asam kafeat dalam tanaman Ilex paraguariensis dengan menggunakan metode KCKT (Rivelli,
da Silva, Ropke, Miranda, and Almeida, 2007); determinasi paralel rosmarinik dan asam kafeat dengan menggunakan KLT Densitometri (Janisak and Mathe, 1997); determinasi flavonoid, asam fenolat, dan ksantin di dalam Mate Tea (Ilex paraguariensis) dengan menggunakan KLT (Bojic, Haas, Saric, and Males, 2013).
Berdasarkan data di atas dapat diinformasikan bahwa penelitian terkait
penetapan kadar asam kafeat menggunakan metode KLTKT-Densitometri pada hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika belum pernah dilakukan.
Sebenarnya metode analisis menggunakan KLTKT-Densitometri merupakan metode analisis yang telah banyak diaplikasikan dalam penelitian-penelitian analisis. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengembangkan
suatu metode analisis baru yang teroptimasi untuk penetapan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika menggunakan metode
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang muncul adalah:
1. Dapatkah dilakukan perbandingan efektifitas ekstraksi asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) melalui metode
ekstraksi syphon dan seduh?
2. Bagaimana kondisi yang optimum untuk melakukan pemisahan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) dari
senyawa-senyawa fenolik lain agar dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode KLTKT-Densitometri?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan studi literatur mengenai penelitian sebelumnya, penelitian
penetapan kadar asam kafeat di dalam hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) dengan metode KLTKT belum pernah dilakukan.
Penelitian terkait analisis asam kafeat yang pernah dilakukan antara lain, identifikasi asam kafeat di dalam roasted coffee menggunakan KCKT Fase Terbalik dengan detektor UV 324 nm (Bennat et al., 1994). Kreicbergs et al. (2011) meneliti senyawa polifenol total di dalam roasted coffee menggunakan KCKT dengan detektor DAD SPD M20A dan kolom C18 dan Rivelli et al. (2007)
dari Ilex paraguariensis. Pada penelitian tersebut, diketahui bahwa panjang gelombang maksimum asam kafeat adalah 330 nm.
Determinasi asam kafeat oleh Janisak and Mathe (1997) menggunakan
KLT Densitometri pada lima spesies tanaman Saliva. Faktor retensi (Rf) yang
didapat pada penelitian tersebut untuk asam kafeat adalah 0,50 dengan fase gerak
toluen : etil asetat : asam format (5 : 4 : 1) dan dideteksi dengan metode densitometri pada panjang gelombang antara 290-330 nm.
Rastogi et al. (2008) pada penelitiannya melakukan determinasi asam fenolat (asam galat, asam kafeat, dan asam siringat) pada tanaman Syzygium aromaticum dengan menggunakan metode KLTKT dan dideteksi menggunakan metode densitometri pada panjang gelombang 280 nm. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan asam kafeat dalam penelitian tersebut adalah metanol sebanyak 25 mL. Hasil yang didapatkan adalah koefisien variansi asam kafeat yaitu 0,64%.
3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat ilmiah sebagai metode peneletian alternatif pada penetapan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.).
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan informasi kandungan asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi serta untuk penelitian lebih lanjut terkait analisis kadar asam kafeat hasil
hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) dengan metode KLTKT-Densitometri.
B.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Melakukan perbandingan efektifitas ekstraksi asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) melalui metode
ekstraksi syphon dan seduh.
2. Mengetahui kondisi yang optimum untuk melakukan pemisahan asam
kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) dari senyawa-senyawa fenolik lain agar dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kopi
Kopi merupakan semak atau pohon kecil yang tumbuh di hutan di lereng gunung dengan curah hujan tinggi. Kopi memiliki warna daun hijau kehitaman dan mengkilap. Buahnya berbentuk elips. Perkembangan buah kopi antara 7-9 bulan.
Di dalam buah kopi tersebut, terdapat 2-3 biji kopi berwarna hijau keabu-abuan yang memiliki panjang antara 12-15 mm. Satu kilo buah kopi mengandung ± 389
gram biji kopi. Persentase berat kering satu kilogram biji kopi segar adalah 19,1 %. Kopi mulai berbiji ketika berumur tiga tahun dan dapat terus berbuah selama bertahun-tahun bahkan 15 sampai 20 tahun (Boer, 1998).
Gambar 1. Tanaman kopi arabika dan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) (Prastowo, Elna, Rubijo, Siswanto, Indrawanto, dan Munarso, 2010)
Kopi yang telah diolah menjadi minuman, sangat populer dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh dunia. Kopi memiliki ratusan genus dan hanya memiliki dua
spesies, yaitu arabika (Coffee arabica L.) dan robusta (Coffee canemphora). Biji kopi arabika memiliki warna hijau pucat dan memiliki bentuk oval sedangkan biji
B. Polifenol
Polifenol adalah kelompok terbesar dalam senyawa fitokimia dan banyak ditemukan pada tanaman yang digunakan sebagai bahan makan yang
menyumbangkan banyak manfaat untuk orang yang menkonsumsinya. Sebagian besar molekul polifenol berbentuk sederhana seperti asam fenolat namun ada juga
yang dalam bentuk molekul kompleks (Cheynier, 2005; Tsao, 2010).
Fenol biasanya memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (bagian polar) yang secara langsung terikat dengan gugus aromatis (bagian non polar) (Galanakis,
Goulas, Tsakona, Manganaris and Gekas, 2013).
Derivat asam benzoat Derivat asam sinamat
Gambar 2. Struktur kimia senyawa asam fenolat (Pirera, Valentao, Pirera and Andrade, 2009)
Asam fenolat (Gambar 2) dibagai menjadi dua kelas yaitu derivat asam
benzoat serta derivat asam sinamat yang berupa asam hidroksisinamat dan lignan. Sebagian besar derivat asam benzoat dan derivat asam sinamat di dalam tanaman berada dalam ikatan ester ataupun eter (Manach, Scalbert, Morand, Rémésy, and
Jimenez, 2004; Patra, 2012).
Asam hidroksisinamat terutama terdiri dari asam p-kumarat, asam kafeat,
dalam buah-buahan, teh, dan kopi. Bentuk ester asam kuinat dan asam kafeat
adalah asam klorogenat yang lebih banyak ditemukan di dalam tanaman secara bebas karena hanya sedikit dari asam-asam tersebut dapat ditemukan secara bebas
di dalam buah-buahan, teh ataupun kopi, sehingga diperlukan proses hidrolisis untuk memecah ikatan konjugasinya (Antolovich, Prenzler, Robards, Ryan, 2000;
de la Rosa, Alvarez-Parrilla, and Gonzalez-Aguilar, 2010; Manach et al., 2004; Patra, 2012).
Asam fenolat dengan perbedaan kompleksitas matriks serta ikatan yang
berbeda-beda memiliki cara ekstraksi yang berbeda-beda pula. Metode ekstraksi yang digunakan antara lain hidrolisis asam, basa ataupun enzimatik, serta ekstraksi
menggunakan pelarut (Xu and Howard, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Galanakis et al. (2013) kecenderungan kelarutan suatu senyawa fenolik tidak tergantung polaritas
senyawanya, karena keterkaitan antara koefisien aktivitas dan polaritas senyawa
fenolik sangatlah rendah. Hal tersebut disebabkan karena kencenderungan
kelarutan senyawa fenolik tergantung pada stereokimianya yaitu berdasarkan bagian polar dan bagian non-polar di dalam molekul masing-masing senyawa serta
Tabel I. Kepolaran dan karakteristik gugus dari beberapa senyawa fenolik natural (Galanakis et al., 2013)
Fenol Natural log p grup (-OH) grup (-COOH) grup (-OCH3)
Asam Hidroksisinamat
asam sinamat 1,98 0 1 0
Asam Hidroksibenzoat
asam p-hidroksibenzoat 2,27 1 1 0
asam protokatekuat 0,82 2 1 0
asam galat 0,47 3 1 0
asam vanilik 1,35 1 1 1
asam siringat 0,95 1 1 2
Asam Hidroksifenilasetat
asam p-hidroksifenilasetat 1,15 1 1 0
tirosol 1,35 1 1 0
hidroksitirosol 0,96 2 1 0
oleuropetin - 0,11 2 2 2
C. Asam Kafeat
Gambar 3. Asam kafeat (3,4-dihidroxycinnamic acid) (Kang et al., 2009)
Asam kafeat (3,4-dihidroxycinnamic acid) (Gambar 3) merupakan fitokimia fenolik yang juga merupakan antioksidan natural yang banyak terdapat di
berbagai jenis tanaman serta makanan, termasuk di dalam biji kopi (Kang et al., 2009 ; Fathi, Mirlohi, Varshoaz, and Madani, 2013). Asam kafeat memiliki bentuk kristal berwarna kuning yang akan meleleh pada suhu 1940C dan terdekomposisi
Asam kafeat memiliki beberapa manfaat untuk kesehatan yaitu, efek
antioksidan yang tinggi ketika terabsorbsi dan termetabolisme di dalam tikus dan manusia, efek antibakteri dan antiviral serta dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya tumor dan penyakit kardiovaskular (Natella, Nardini, Belelli, and Scaccini, 2007; Butt et al., 2011; Sun, Qiao, Ye, Liu, Zhang, and Huang, 2013).
Asam kafeat secara umum memiliki jumlah terbanyak di dalam buah-buahan, sayur-sayuran dan kopi diantara turunan asam hidoksinamat lain (de la Rosa et al., 2010). Asam kafeat merupakan senyawa yang kelarutannya buruk dalam air dingin, mudah larut di dalam etanol dingin dan air panas (Fathi et al., 2013). Akan tetapi, asam kafeat memiliki kelarutan yang lebih tinggi di dalam air
jika dibandingkan dengan asam ferulat dan asam trans-sinamat. Hal ini disebabkan karena ikatan hidrogen yang terbentuk pada setiap molekul air dengan asam kafeat yang memiliki dua gugus hidroksil (Mota, Queimada, Pinho, and Macedo, 2008).
Peningkatan suhu juga akan meningkatkan kelarutan asam kafeat (Kar, 2007; Zhang, Gong, Wang, and Qu, 2012).
D. Ekstrak Biji Kopi
Ekstraksi dapat dibagi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Proses ekstraksi yang terjadi pada ekstraksi padat cair adalah zat aktif dari dalam padatan diekstraksi keluar dengan menggunakan pelarut organik ataupun air. Proses
ekstaksi tersebut dinamakan leaching, dengan prinsip ekstraksi yang digunakan adalah proses ekstraksi senyawa aktif dari zat yang berbentuk padat yang dilarutkan
digunakan baik untuk mengekstraksi minyak pada sayuran, pewarna makanan,
maupun untuk mengeksraksi biji kopi menggunakan air panas. Pada biji kopi, jika ekstraksi diselesaikan pada titik didih pelarut, maka ekstraksi tersebut disebut
decoction (Rao, 2010). Metode ekstraksi decoction dapat dilakukan dengan cara: material tanaman yang akan diekstraksi direndam di dalam air pada suhu ruangan,
dicampurkan dan diletakkan di dalam sebuah waterbath (Waksmundzka-Hajnos and Sherma, 2011).
Metode ekstraksi lain yang biasa digunakan adalah metode infusion. Proses ekstraksi ini menggunakan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
ruangan (sampai dengan 100C) dalam waktu tertentu (menit sampai jam) dan pelarut yang biasa digunakan adalah air. Setelah proses ekstraksi selesai, campuran
yang didapatkan disaring (Tiwari, Brunton, and Brenan, 2013).
Jika senyawa aktif yang akan diekstraksi berada di dalam serpihan dari suatu zat padat, untuk meningkatkan efisiensi ekstraksinya, maka zat padat tersebut
harus dipecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil agar pelarut yang digunakan dapat mencapai lokasi tempat beradanya senyawa aktif yang akan
diekstraksi. Dalam ekstraksi padat-cair pada tanaman (ekstraksi pelarut), pelarut akan berdifusi ke dalam sel tanaman dan metabolitnya yang berisi senyawa aktif akan terlarut di dalam pelarut yang digunakan dan kemudian dihantarkan keluar
E. Hidrolisis
Hidrolisis adalah pemecahan ikatan kimia akibat reaksi yang terjadi dengan air. Reaksi hidrolisis biasanya lambat namun dengan adanya bantuan asam atau
basa, laju reaksinya akan meningkat (Cairns, 2008).
Pada sebagian besar minuman, proses hidrolisis diperlukan untuk
membebaskan sebagian besar asam fenolat dari bentuk ikatannya. Pada kopi, untuk mendapatkan asam kafeat diperlukan proses hidrolisis pada asam klorogenat yang terekstrak secara langsung pada minuman (Mattila, Hellstrom, and Torronen,
2006).
Hidrolisis pada polifenol selain berguna untuk menyederhanakan profil
polifenol dari ekstrak juga berguna untuk menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Hidrolisis menggunakan basa kuat biasa digunakan pada fitokimia dalam bentuk ester dan untuk melepaskan ikatan beberapa polifenol yang berada dalam
bentuk kompleksnya. Hidrolisis basa (saponification) biasa menggunakan satu sampai empat Molar NaOH pada suhu ruangan dengan rentang waktu dari 15
menit sampai satu malam. (Tiwari et al.,2013; Waksmundzka-Hajnos, Sherma, Kowalska, 2008; Watson, 2014).
F. Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi
Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi adalah teknik analisis instrumental
yang didasari kemampuan kromatografi lapis tipis yang lebih maksimal dan baik (Srivastava, 2011). Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi planar yang fase
didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium, ataupun lempeng plastik. Fase
gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau
karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada KLTKT metode pemisahan jauh lebih baik dibanding dengan KLT karena KLTKT dapat melakukan pemisahan dengan lebih efisien karena lempeng KLTKT memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, waktu yang dibutuhkan untuk
pengembangan lempeng lebih singkat dan tidak membutuhkan banyak fase gerak karena ukuran lempeng KLTKT yang lebih kecil yaitu 10 x 10 atau 10 x 20 cm,
sehingga hanya diperlukan pengembangan selama 7-20 menit yang membuat metodel KLTKT menjadi metode yang efisien dalam pelaksanaannya. (Srivastava, 2011).
Untuk identifikasi suatu senyawa, bercak hasil pemisahan yang dilakukan oleh fase gerak akan dikarakterisasi berdasarkan nilai faktor retensinya (Rf). Nilai
Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh pelarut pada suatu zat terlarut yang
dibandingkan terhadap jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama
waktu yang sama. Nilai batas Rf adalah 1 ≤ Rf ≥ 0, karena ketika Rf = 0, berarti
noda tidak berpindah dari posisi awalnya dan jika Rf = 1 maka noda tidak tertahan
oleh fase diam dan berpindah bersama tarikan terdepan pelarut (Day dan
Underwood, 2002 ; Poole, 2003).
Terdapat dua tipe fase pemisahan di dalam kromatografi yang didasarkan
kromatografi fase normal dimana fase diam akan cenderung lebih polar
dibandingkan dengan fase gerak. Fase diam polar yang biasa digunakan antara lain alumina serta silika dengan fase gerak seperti heksan ataupun propileter. Tipe kedua
adalah kromatografi fase terbalik dimana fase diam akan cenderung lebih non-polar dibandingkan dengan fase gerak. Fase diam non polar yang biasa digunakan antara
lain adalah hidrokarbon dengan fase gerak yang relatif polar seperti air, metanol, atau asetonitril (Skoog, 1986).
Pada kromatografi fase normal, komponen yang bersifat non polar akan
terbawa fase gerak terlebih dahulu. Sebaliknya, pada kromatgrafi fase terbalik, komponen yang bersifat lebih polar akan cenderung terbawa oleh fase gerak
terlebih dahulu (Skoog, 1986).
1. Fase Diam
Pada KLTKT, fase diam yang digunakan berukuran sangat halus serta
memiliki pori-pori seragam serta ketebalan lapisannya hanya 0,1 mm, ukuran partikel fase diam pada KLTKT juga lebih kecil, dan juga lebih tipis. Sampel yang
digunakan untuk penotolan hanya sedikit. Bercak penotolannya berdiameter antara 0,1-0,5 mm sehingga dengan lempeng 10 x 10 saja sudah dapat melakukan analisis.
Pada KLTKT resolusi pemisahan sudah dapat terlihat jelas pada jarak pengembangan sampel antara 3-6 cm yang menunjukkan pemisahan yang lebih cepat, mengurangi zona difusi, efisiensi pemisahan yang lebih baik, batas deteksi
Tabel II. Jenis fase diam yang digunakan pada tahun 1979-1985 (Spangernberg, Poole, and Weins, 2011)
Dalam sistem KLTKT fase diam yang biasa digunakan adalah uncoated silica gel. Fase diam lain selain silica gel adalah aluminium oksida, kieselguhr, magnesium oksida dan magnesium silica (Florisil®) juga merupakan fase diam
yang sering digunakan dalam KLT (Spangernberg et al., 2011).
Gambar 4. Struktur Silika gel (Eastman, 2010)
2. Fase Gerak
Pelarut dalam kromatografi memiliki dua fungsi yaitu sebagai pembawa sampel dan untuk memfasilitasi suatu sistem pemisahan. Fase gerak akan mengaliri
fase diam dan memfasilitasi transpor sampel yang ditotolkan. Oleh karena itu, kekuatan pelarut mempengaruhi kemampuannya untuk membawa sampel melalui
sistem dan selektivitasnya dalam menentukan apakah pemisahan dapat dilakukan. Sebagai pembawa, sampel harus terlarut ke dalam fase gerak dan untuk terjadinya pemisahan, sampel harus tertahan oleh fase diam. Pada keadaan elusi yang ideal,
setiap perpindahan dari sampel tidak saling mempengaruhi dengan sampel lain yang ditotolakan pada lempeng tersebut (Bollinger, Brenner, Ganshirt, Mangold,
Seiler, Stahl, Waldi, 1962; Spangernberg et al., 2011).
Untuk mendapatkan komposisi fase gerak yang optimal yang dapat memisahkan campuran, pemilihan pelarut dapat didasari atas beberapa alasan,
antara lain:
a. Komposisi pelarut harus dapat memisahkan analit sampai dengan nilai
Rf yang baik yang terlihat berdasarkan kekuatan pelarutnya.
b. Komposisi pelarut yang selektif yang terlihat dari resolusi dua
campuran yang sama-sama dapat terpisah. Parameter selektivitas akan mempengaruhi nilai resolusinya.
c. Difusi harus sekecil mungkin selama pemisahan dan waktu yang
diperlukan untuk memisah juga harus sesingkat mungkin.
Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
a. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT adalah metode yang sangat sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur untuk membentuk Rf yang berkisar
antara 0,2-0,8 agar pemisahannya maksimal.
c. Untuk pemisahan dengan fase diam polar seperti silika gel, polaritas larutan akan mempengaruhi kecepatan migrasi sampel yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit
polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan nili Rf secara signifikan.
d. Sampel-sampel ionik dan sampel-sampel polar lebih baik menggunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
G. Densitometri
Densitometri adalah pendeteksian sampel yang terelusi oleh fase gerak
pada fase diam dan menghasilkan kurva yang dapat digunakan untuk analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan kerapatan optik (intensitas) penotolan sampel pada lempeng. Jumlah
cahaya yang kembali dari lempeng ke photomultiplier (detektor) dihitung dan direkam sebegai sebuah fungsi dari posisi. Karenanya, densitometer juga dikatakan
Prinsip pengukuran densitometri adalah ketika cahaya mengenai
permukaan lempeng KLT/KLTKT yang terbentuk dari partikel kecil silika gel yang tidak rata, cahaya tersebut dapat diserap, direfleksikan atau di sebar (Reich and
Schibli, 2007). Perhitungan metode densitometri pada KLT dilakukan berdasarkan absorbansi. Rentang terendah sinar UV yang biasa digunakan adalah sekitar 300
nm sampai 190 nm (Sherma and Fried, 2003; Sherma and Fried, 1999).
Gambar 5. Prinsip pengukuran dari densitometri; (A) Cahaya diserap, (B) Cahaya dipantulkan, (C) Cahaya disebar (Reich and Schibli, 2007)
Secara umum, seluruh instrumen densitometer memiliki sumber cahaya
baik monokromator maupun filter dan dapat juga keduanya. Sistem optis akan membentuk berkas cahaya menjadi sebuah celah yang tetap, satu atau lebih detektor
fotosensing, sebuah sistem readout, dan sebuah pengontrol yang memindahkan lempeng berbingkai melewati cahaya monokromatik sampai melewati detektor.
Biasanya ditambah dengan baseline corrector, linearizer, intergrator serta komputer (Sherma and Fried, 1999).
B
Gambar 6. Jalur cahaya melewati scanner KLT. 1. Lampu seleksi, 2. Sistem masuk lensa, 3.Celah masuk monokromator, 4. Kisi monokromator, 5. kaca, 6. Celah disk lubang lensa, 7. Sistem lensa, 8. Kaca, 9. Pemecah cahaya, 10. Photomultiplier
referensi, 11. Objek scanning, 12 Photomultiplier penghitung, 13. Photodiode (ditransmisikan) (Sherma and Fried, 2003)
H. Optimasi
Optimasi adalah memaksimalkan atau meminimalkan respon dengan
mengubah satu atau lebih variabel. Ketika sebuah proses dioptimasi, hasil akhir dapat dipantau secara berkelanjutan. Jika terjadi ketidaksesuaian pada saat
pemantauan, proses yang telah dioptimasi tersebut dapat digunakan untuk mengkoreksi dan mengatasi ketidaksesuaian hasil dikemudian hari (Hibbert, 2007). Optimasi pemisahan yang dilakukan pada metode analisis adalah optimasi
pemisahan yang berkaitan dengan pemilihan parameter yang tepat terkait dengan pemisahan tersebut (Sherma and Fried, 2003). Parameter optimasi yang perlu
dimaksimalkan pada metode analisis adalah resolusi, bentuk puncak, faktor asimetri, waktu elusi, dan keseluruhan kemampuan untuk melakukan kuantifikasi
adalah sistem pelarut dan komposisinya, waktu pemisahan yang optimal, suhu dan
pada beberapa kasus, kelembaban relatif (Sherma and Fried, 2003).
Gambar 7. Bentuk Gaussian band (Heftmann, 1992)
Bentuk puncak hasil pemisahan di dalam kromatografi seharusnya mendekati bentuk Gausiaan (Gambar 7) namun karena beberapa faktor yang terjadi
saat penelitian menyebabkan perubahan pada bentuk puncak. Seluruh bentuk puncak di dalam kromatografi searusnya berbentuk simetris yaitu 0,9 < As < 1,2.
Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, bentuk puncak yang tidak terlalu simetris masih dapat diterima yaitu 0,8 < As < 1,5 akan tetapi As > 1,5 menandakan adanya
I. Landasan Teori
Asam kafeat merupakan senyawa polifenol berupa asam fenolat yang terdapat di dalam biji kopi yang memiliki efek antioksidan, antibakteri dan
antiviral juga dapat menghambat terjadinya tumor dan penyakit kardiovaskular. Terdapat beberapa cara ekstraksi kopi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan
asam kafeat di dalam ekstrak air seduhan serbuk biji kopi arabika. Oleh karena itu, diperlukan suatu optimasi metode ekstraksi untuk mendapatkan asam kafeat dalam ekstrak air seduhan biji kopi. Meski begitu, hasil ekstraksi yang didapatkan
memerlukan proses hidrolisis terlebih dahulu hingga asam kafeat dapat terdeteksi secara bebas di dalam ekstrak biji kopi karena asam kafeat terikat di dalam bentuk
ester yaitu dalam bentuk asam klorogenat.
Analisis kuantitatif yang dipilih untuk menentukan kadar asam kafeat dalam hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika adalah metode
KLTKT-Densitometri karena dapat melakukan pemisahan dengan lebih baik dibanding dengan pemisahan yang dihasilkan metode KLT biasa. Lempeng KLTKT
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil, waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan lempeng lebih singkat dan tidak memerlukan banyak fase gerak
karena ukuran lempeng KLTKT yang lebih kecil dibanding ukuran lempeng KLT. Disamping itu, metode KLTKT lebih dipilih dibandingkan dengan metode KCKT karena merupakan metode yang cepat pengerjaannya serta biaya pengerjaannya
lebih terjangkau.
Metode KLTKT didasarkan pada metode KLT yang merupakan prosedur
gerak yang merambat karena pengaruh kapilaritas untuk memisahkan analit yang
ditotolkan pada fase diam. Metode KLTKT-Densitometri dapat memisahkan dan mendeteksi analit dengan menghitung kerapatan optik dari hasil pemisahan yang
dihasilkan. Dalam penelitian ini, pengembangan metode analisis senyawa asam kafeat didasarkan pada asam kafeat yang memiliki gugus kromoforik yang dapat
menyerap radiasi elektromagnetik (absorbsi) dari cahaya yang dipancarkan oleh detektor densitometer pada panjang gelombang tertentu dan dapat merefleksikan cahaya sisa serapan tersebut sehingga terbaca oleh detektor.
Optimasi metode KLTKT-Densitometri untuk penetapan kadar asam kafeat dalam hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika perlu dilakukan
untuk mendapatkan kondisi yang optimal sehingga dapat digunakan untuk menganalisis asam kafeat. Proses optimasi dilakukan dengan mengoptimasi fase gerak dan komposisinya berdasarkan parameter optimasi berupa faktor asimetris,
serta faktor reterdasi dari puncak yang dihasilkan serta membandingkan efektifitas cara ekstraksi yang digunakan untuk memperoleh asam kafeat agar dapat ditetapkan
kadarnya menggunakan metode KLTKT-Densitometri.
J. Hipotesis
1. Dapat dilakukan perbandingan efektifitas ekstraksi asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi arabika (Coffea arabica L.) melalui metode ekstraksi syphon dan seduh.
2. Metode KLTKT-Densitometri dengan jenis dan komposisi fase gerak yang optimal dapat menghasilkan pemisahan puncak asam kafeat yang dapat
24 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan
penelitian eksperimental murni. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental karena ada perlakuan terhadap sampel uji yaitu pembedaan cara ekstraksi dan variasi jenis serta komposisi fase gerak pada pemisahan secara KLTKT. Rancangan
penelitian bersifat eksperimental murni karena ada randomisasi saat pengambilan sampel.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah cara ekstraksi biji kopi serta jenis
dan komposisi fase gerak yang akan dioptimasi.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah pemisahan asam kafeat hasil
hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi yang dilihat dari bentuk puncak, nilai faktor asimetris (As), nilai Rf, dan % KV.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini:
a. Kemurnian pelarut, digunakan pelarut pro analysis yang memiliki kemurnian tinggi.
C. Definisi Operasional
1. Asam kafeat merupakan salah satu senyawa polifenol hasil hidrolisis ekstrak biji kopi arabika.
2. Sistem KLTKT yang digunakan adalah seperangkat alat KLTKT normal dengan fase diam Silica Gel 60 F254 dengan fase gerak digunakan yaitu
toluen: etil asetat : asam format (Rastogi et al., 2008) dengan perbandingan yang optimum (hasil optimasi).
3. Hidrolisis yang dilakukan berupa penambahan larutan NaOH pada larutan
sampel untuk mengurai asam klorogenat di dalam ekstrak biji kopi menjadi asam kafeat dan asam ferulat agar asam kafeat dapat terdeteksi.
4. Densitometri merupakan pendeteksian substansi yang terpisah pada lempeng KLT dengan mengukur kerapatan bercak yang terpisah tersebut.
5. Optimasi pemisahan asam kafeat dilakukan dengan mengubah-ubah metode
ekstraksi kopi serta jenis dan perbandingan komposisi fase gerak.
6. Parameter pemisahan yang optimum pada metode KLTKT-Densitometri
adalah bentuk puncak (peak) yang dilihat dari nilai faktor retardasi (Rf); nilai
faktor asimetris (As); dan nilai %KV.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain baku pembanding
asam kafeat dengan kemurnian 98% (p.a. Sigma-Aldrich), toluen, asam format 98% dan etil asetat (p.a E. Merck), lempeng KLTKT Silica Gel 60 F254 glass 10 x 10,
Genera Labora), aquabidest (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), kertas saring, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji kopi hitam
arabika (Coffea arabica L.).
E. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan antara lain neraca analitik (OHAUS, Pioneer, PA214, max 210 g; min 0.0001 g), densitometer (CAMAG TLC Scanner 3
CAT. No. 027.6485 SER. No. 160602), autosampler (Linomat 5 CAT. No. 022.7808 SER. No. 170610), perangkat lunak WinCats (V.1.4.4), makropipet
(Acura® manual 835), bejana kromatografi, Coffee grinder (cyprus Barwell KH, GR-0063), Coffee Syphon (Akebonno, TCA-3H), pH meter (Checker® HI 1270), kompor listrik, pengaduk magnetik, kertas saring, pompa vakum, corong Buchner
dan alat-alat gelas yang lazim digunakan dalam analisis (Pyrex).
F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan larutan NaOH 1 N
NaOH sebanyak 2 g ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam gelas Beaker kemudian dilarutkan dengan aquabidest. Larutan NaOH tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 mL dan dilarutkan dengan aquabidest sampai
batas tanda, sehingga diperoleh larutan NaOH dengan konsentrasi 1 N.
2. Pembuatan larutan baku asam kafeat
Asam kafeat lebih kurang 25,0 mg ditimbang seksama dan dimasukkan ke
dalam gelas Beaker, kemudian dilarutkan dengan aquabidest panas bersuhu ± 80C di atas kompor listrik. Larutan berisi baku dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 mL dan di add dengan aquabidest sampai batas tanda, sehingga diperoleh larutan baku
asam kafeat dengan konsentrasi 1 mg/mL. b. Pembuatan seri larutan baku
Diambil 0,8; 1,3; 1,8; 2,3; 2,8; 3,3 mL larutan stok asam kafeat 1 mg/mL
(a) dengan menggunakan makropipet dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan aquabidest sampai batas tanda.
Maka didapatkan larutan dengan konsentrasi asam kafeat masing-masing 0,08; 0,13; 0,18; 0,23; 0,28; dan 0,33 mg/mL.
3. Preparasi sampel
Sejumlah biji kopi diambil dari dalam wadah kaca yang telah digojog sebelumnya untuk menghomogenkan biji kopi yang ada di dalam stoples. Biji kopi
diambil dari dalam stoples untuk digiling menggunakan coffee grinder hingga menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 50 agar mendapatkan serbuk yang
lebih halus. Hasil ayakan diambil dan ditimbang sejumlah yang diinginkan.
a. Metode ekstraksi I (ekstraksi serbuk biji kopi arabika dengan metode infusion)
Serbuk yang telah didapat dari proses pemisahan sebelumnya ditimbang dengan seksama sebanyak 6 g dan diekstraksi dengan 250 mL aquabidest panas
alas bulat di bagian bawah syphon. Lampu spiritus yang terdapat pada bagian bawah
syphon dinyalakan untuk mendidihkan aquabidest panas pada bagian bawah syphon hingga menjadi uap air dan naik ke tabung di bagian atas syphon.
Aquabidest panas yang naik ke bagian atas syphon diukur suhunya sampai
± 95C kemudian serbuk kopi yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung pada bagian atas syphon yang telah berisi aquabidest panas yang naik dari bagian bawah syphon dan ditunggu sampai 1 menit, kemudian air beserta serbuk kopi diaduk dan lampu spiritus dimatikan. Ekstrak air seduhan serbuk kopi yang berada pada bagian atas tabung syphon ditunggu sampai turun kembali ke labu alas bulat
pada bagian bawah syphon melalui saringan yang berada di tengah-tengah antara tabung dan labu alas bulat untuk memisahkan endapan serbuk kopi dari cairan hasil
ekstraksi. Ekstrak air seduhan yang didapat diambil untuk dilanjutkan dengan proses hidrolisis sebelum dilakukan penotolan diatas lempeng KLTKT.
b. Metode ekstraksi II (ekstraksi serbuk biji kopi arabika dengan metode
decoction)
Serbuk biji kopi yang telah didapat dari proses pemisahan sebelumnya
ditimbang dengan seksama sebanyak 6 g kemudian diekstraksi dengan 250 mL
aquabidest pada suhu ± 95C di atas kompor listrik dengan bantuan magnetic stirrer (5000 rpm) selama 30 menit. Hasil ekstraksi kemudian disaring degan
menggunakan kertas saring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum. Hasil ekstraksi yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam gelas Beaker
4. Hidrolisis sampel
Sampel hasil kedua ekstraksi (3a dan 3b) serta replikasinya dipanaskan di
atas waterbath bersuhu ± 85C selama 15 menit dengan sebelumnya diukur pHnya menggunakan pH meter. Masing-masing sampel kemudian ditambahkan 4 mL
larutan NaOH 1 N. Kemudian dipanaskan kembali selama 15 menit di atas waterbath. Setelah itu, masing-masing sampel dan replikasinya diukur kembali pHnya menggunakan pH meter sampai pH ±12 (Checker® HI 1270).
5. Penentuan panjang elusi
Sampel hasil hidrolisis beserta ketiga replikasinya serta larutan baku 1
mg/mL, masing-masing ditotolkan ke atas lempeng KLTKT sebanyak 1,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 30 nL/sec pada lempeng KLTKT silika gel 60 F254 dengan panjang
totolan 6 mm dan penotolan diposisikan 15 mm dari bagian bawah lempeng dan 15 mm dari bagian samping lempeng yang kemudian dikembangkan dalam bejana
kromatografi dengan fase gerak toluen p.a. : etil asetat p.a.: asam format p.a. (7 : 2 : 1). Volume fase gerak yang digunakan adalah 50 mL. Pengembangan
dilakukan setinggi 5 cm dan 8 cm. Lempeng KLTKT silika gel 60 F254 kemudian
dikeluarkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu ± 50C selama 5 menit. Bercak dideteksi pada panjang gelombang 330 nm (Rivelli et al., 2007), 325 nm dan 335
6. Optimasi metode KLTKT-Densitometri
a. Pembuatan fase gerak
Masing-masing fase gerak yang digunakan, diambil dengan perbandingan
voume dan jenis fase gerak seperti yang tertera pada tabel IV dan dicampur dalam erlenmeyer bertutup kemudian digojog, yaitu:
Tabel IV. Jenis dan komposisi fase gerak
Campuran Fase
b. Optimasi pemisahan asam kafeat dalam larutan ekstrak biji kopi 1)Larutan baku asam kafeat 1 mg/mL beserta sampel dari masing-masing ekstraksi yang telah dihidrolisis (pelarut aquadest panas), ditotolkan
sebanyak 2,0 L menggunakan Autosampler Camag KLT aplikator, Linomat 5 dengan kecepatan penotolan 50 nL/sec pada lempeng KLT silika gel 60 F254 dengan
panjang totolan 6 mm. Lempeng silika segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan menggunakan fase gerak yang telah dibuat sesuai dengan komposisi 1 pada tabel IV. Setelah mencapai jarak elusi (8 cm),
Lempeng KLT silika gel 60 F254 dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di dalam