• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanolik buah cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan penetapan kadar kapsaisin secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) - densitometri - USD Repository"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUAH CABAI RAWIT PUTIH (Capsicum frutescens L.) DENGAN METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) DAN PENETAPAN KADAR KAPSAISIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Vanny Christy Silviani

NIM : 098114068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BUAH CABAI RAWIT PUTIH (Capsicum frutescens L.) DENGAN METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) DAN PENETAPAN KADAR KAPSAISIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) – DENSITOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Vanny Christy Silviani

NIM : 098114068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, kasih, dan

penyertaanNya yang selalu dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Etanolik Buah Cabai Rawit Putih (Capsicum Frutescens L.) Dengan Metode

DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) dan Penetapan Kadar Kapsaisin secara

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) – Densitometri”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi tidak lepas dari

bantuan, dukungan, bimbingan, kritikan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pemimbing yang telah

memberikan bimbingan, saran, kritikan, dan motivasi kepada penulis selama

penelitian hingga penyelesaian skipsi.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang memberikan arahan,

kritik, dan saran untuk skripsi ini.

4. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku Dosen Penguji yang memberikan

(9)

viii

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan nasihat dan dukungan selama penulis menyelesaikan masa

studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

6. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

7. Seluruh staff laboratorium, terutama Mas Bimo, Mas Wagiran, Pak Parlan,

Mas Kayat atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian skripsi.

8. Mama terkasih yang selalu mendukung penulis dengan doa, semangat, dan

cinta sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

9. Yenny dan Christina, teman seperjuangan dalam penelitian skripsi. Terima

kasih untuk semua dukungan, kerjasama, diskusi, persahabatan, canda, dan

doa dari kalian berdua.

10.Pdt. Drs. Samuel J. Suwondo dan keluarga yang selalu memberi dukungan

kepada penulis selama menempuh pendidikan.

11.Hanna Silviani yang membantu penulis dalam menyempurnakan naskah

skripsi serta selalu mendukung penulis.

12.Teman-temanku tersayang, Adel, Rizza, Evy, Yani, Prita yang selalu

memberikan motivasi, dukungan, kerjasama, keceriaan, dan pengalaman

berharga yang tak terlupakan.

13.Sahabat-sahabat terbaikku, Amanda, Yuni, Mimi, Horior community yang

(10)

ix

14.Teman-teman FST 2009, kelas B 2009, kelompok praktikum B 2009 atas

kebersamaannya yang mengisi canda dan tawa serta motivasi selama

perkuliahan.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

dan mendukung dari awal penelitian hingga penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini

sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima setiap kritikan dan

saran yang dapat membangun sehingga dapat memperbaiki skripsi ini. Akhir kata,

penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

meningkatkan pengetahuan mengenai farmasi, terutama dalam bidang bahan

alami.

Yogyakarta, 17 Januari 2013

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(12)

xi

F. Ekstraksi ... 15

G. Spektrofotometri Visibel ... 17

H. Kromatografi Lapis Tipis ... 18

I. Densitometri ... 20

J. Validasi Metode Analisis ... 20

K. Landasan Teori ... 24

L. Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel ... 26

1. Variabel bebas ... 26

2. Variabel tergantung ... 26

3. Variabel pengacau terkendali ... 26

4. Variabel pengacau tak terkendali ... 26

C. Definisi Operasional ... 27

3. Pembuatan ekstrak buah cabai rawit putih... 29

4. Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ... 29

a. Pembuatan larutan DPPH ... 29

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin ... 29

c. Pembuatan larutan seri baku kapsaisin ... 29

d. Pembuatan larutan uji ... 30

e. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan ... 30

f. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 30

g. Penentuan operating time (OT) ... 30

(13)

xii

i. Validasi metode uji aktivitas antioksidan ... 31

j. Estimasi aktivitas antioksidan ... 32

5. Penentuan kadar kapsaisin ... 32

a. Pembuatan fase gerak ... 32

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin ... 32

c. Pembuatan larutan seri baku kapsaisin ... 32

d. Pembuatan larutan uji ... 32

e. Penentuan kadar kapsaisin buah cabai rawit putih ... 33

F. Analisis Hasil ... 33

E. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 42

1. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 42

2. Penentuan operating time (OT) ... 44

F. Hasil Validasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 46

1. Spesifisitas metode uji aktivitas antioksidan ... 47

2. Akurasi metode uji aktivitas antioksidan ... 48

3. Presisi metode uji aktivitas antioksidan ... 49

4. Linearitas metode uji aktivitas antioksidan... 50

G. Hasil Estimasi Aktivitas Antioksidan dengan Radikal DPPH ... 51

H. Hasil Penetapan Kadar Kapsaisin ... 58

I. Analisis Statistik Aktivitas Antioksidan ... 64

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria akurasi yang masih dapat diterima menurut

Harmita (2004) ... 22

Tabel II. Kriteria presisi yang masih dapat diterima menurut Harmita (2004) ... 23

Tabel III. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum DPPH ... 43

Tabel IV. Hasil pengukuran absorbansi seri kurva baku kapsaisin yang direaksikan dengan DPPH ... 46

Tabel V. Nilai perolehan kembali (% recovery) uji aktivitas antioksidan pada baku kapsaisin ... 48

Tabel VI. Nilai CV uji aktivitas antioksidan pada baku kapsaisin ... 49

Tabel VII. Hasil aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah cabai rawit putih ... 54

Tabel VIII. Hasil perhitungan IC50 baku kapsaisin dan ekstrak etanol buah cabai rawit putih ... 57

Tabel IX. Tingkat kekuatan aktivitas antioksidan ... 58

Tabel X. Data nilai Rf baku kapsaisin dan sampel ... 61

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur senyawa kapsaisin (Henderson And Slickman,

1999) ... 10 Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan

(Prakash, Rigelhof, Miller, 2001) ... 15 Gambar 3. Penyarian dengan alat Soxhlet (Cornell University, 2011) .... 17 Gambar 4. Morfologi berbagai spesies Capsicum (Bosland, Bailey,

Iglesias-Olivas, 1996) ... 35 Gambar 5. Hasil uji pendahuluan ekstrak etanol buah cabai rawit

putih, kontrol negatif (DPPH), dan kontrol positif

(kapsaisin)... 42 Gambar 6. Gugus kromofor dan gugus auksokrom DPPH

(Witt, Lalk, Hager, dan Voigt, 2010) ... 43 Gambar 7. Grafik penentuan Operating Time baku kapsaisin ... 45

Gambar 8. Struktur senyawa kapsaisin ... 52 Gambar 9. Mekanisme penghambatan radikal bebas oleh senyawa

kapsaisin ... 53 Gambar 10. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan

ekstrak etanol buah cabai rawit putih replikasi I ... 55 Gambar 11. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan

ekstrak etanol buah cabai rawit putih replikasi II ... 55 Gambar 12. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan

ekstrak etanol buah cabai rawit putih replikasi III ... 56 Gambar 13. Interaksi kapsaisin dengan fase diam silika gel 60 F254 ... 60

Gambar 14. Interaksi kapsaisin dengan fase gerak

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar buah cabai rawit putih dari Pasar Beringharjo,

Yogyakarta ... 71 Lampiran 2. Sertifikat analisis kapsaisin ... 72 Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etanol buah cabai rawit

putih ... 73 Lampiran 4. Data penimbangan bahan untuk uji aktivitas antioksidan ... 74 Lampiran 5. Data perhitungan konsentrasi bahan untuk uji aktivitas

antioksidan ... 75 Lampiran 6. Scanning larutan pengoreksi untuk uji aktivitas

antioksidan ... 80 Lampiran 7. Optimasi metode uji aktivitas antioksidan ... 82 Lampiran 8. Data uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal

DPPH ... 86 Lampiran 9. Perhitungan nilai IC50 baku kapsaisin dan ekstrak etanol

buah cabai rawit putih ... 89 Lampiran 10. Sistem KLT densitometri yang digunakan ... 91 Lampiran 11. Data perhitungan konsentrasi bahan untuk penetapan kadar

kapsaisin ... 92 Lampiran 12. Kromatogram baku kapsaisin ... 94 Lampiran 13. Data persamaan kurva baku kapsaisin ... 95 Lampiran 14. Kromatogram kapsaisin dalam ekstrak etanol buah cabai

rawit putih ... 96 Lampiran 15. Data dan perhitungan kadar kapsaisin dalam ekstrak

etanol buah cabai rawit putih ... 97 Lampiran 16. Uji statistik dengan SPSS 16.0 ... 98

(17)

xvi

INTISARI

Cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.) merupakan buah yang sering

digunakan baik sebagai bahan pangan dan pengobatan. Kandungan utama dalam buah cabai rawit putih adalah kapsaisin yang memiliki gugus fenolik sehingga memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga mengurangi resiko terjadinya penyakit kronis. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan aktivitas antioksidan yang terdapat pada ekstrak etanol buah cabai rawit putih dan menetapkan kadar kapsaisin dalam buah cabai rawit putih.

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Prinsip metode DPPH adalah penangkapan DPPH yang merupakan radikal bebas oleh senyawa antioksidan sehingga intensitas absorbansi DPPH berkurang. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 517,5 nm. Penetapan kadar kapsaisin menggunakan metode KLT – densitometri dengan fase diam silika gel 60 F254 dan

fase gerak toluena-kloroform-aseton (45:25:30, v/v/v).

Penurunan intensitas berkorelasi dengan kadar antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak etanol cabai rawit putih yang dinyatakan sebagai IC50 sebesar (90,02±10,16) µg/mL. Hasil analisis

kuantitatif kadar kapsaisin ekstrak etanol buah cabai rawit putih sebesar (0,1099±0,0001)% (b/b) dengan catatan metode yang digunakan belum tervalidasi.

Kata kunci : Buah cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.), kapsaisin, radikal

(18)

xvii

ABSTRACT

White chili pepper (Capsicum frutescens L.) is a fruit that often used as

food and medicine. White chili pepper contains capsaicin which has phenolic group that has antioxidant activity. Antioxidant can scavenge free radical thereby reducing the risk of chronic diseases. This experiment aimed to determine antioxidant activity and the contents of capsaicin in ethanol extract of chili pepper fruit.

The antioxidant activity was tested by DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) method. The principle of DPPH method was scavenging DPPH as free radical by antioxidant compounds which could reduce intencity of DPPH absorbance. Absorbance was measured by visible spectrophotometer in maximum wave lenght (517,5 nm). Level of capsaicin was assayed by TLC –

densitometry and used silica gel 60 F254 as stationary phase and

toluene-chloroform-acetone (45:25:30, v/v/v) as mobile phase.

The intencity decrement is correlated with antioxidant concentration. The result of examination showed that antioxidant activity in ethanol extract of chili pepper fruit as IC50 is (90,02±10,16) µg/mL. Level of capcaicin in ethanol extract

of white variety of chili pepper fruit is (0,1099±0,0001)% (w/w) but the TLC –

densitometry method has not been validated yet.

Keywords : White chili pepper (Capsicum frutescens L.), capsaicin, free radical,

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penelitian di bidang kesehatan mengenai antioksidan semakin banyak

dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh senyawa

radikal bebas. Radikal bebas, seperti reactive oxygen species (ROS) bersifat

sangat reaktif dan dapat mengoksidasi substansi-substansi dalam tubuh sehingga

dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit seperti jantung, kanker, penuaan

dini, dan penyakit degerenatif lain (Parke, 1999; Prakash, Rigelhof, dan Miller,

2001). Untuk mengatasi radikal bebas tersebut, maka diperlukan suatu senyawa

antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas sehingga menghambat

terbentuknya penyakit yang merugikan.

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang hanya memiliki satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga bersifat sangat tidak stabil

(Fessenden dan Fessenden, 1982). Radikal bebas dapat terbentuk oleh senyawa

endogen yang dihasilkan oleh tubuh maupun senyawa eksogen. Radikal bebas

yang berasal dari senyawa endogen terbentuk dari proses metabolisme namun

hanya bersifat sementara karena akan diubah menjadi senyawa yang tidak

berbahaya. Sedangkan radikal yang terbentuk dari senyawa eksogen dapat berasal

dari radiasi sinar UV, xenobiotik, polutan (Sapakal, Shikalgar, Ghadge, Adnaik,

Naikwade, and Magdum, 2008). Saat terbentuk radikal yang berlebihan, maka

(20)

memiliki satu elektron dan bersifat sangat reaktif untuk mengambil elektron dari

senyawa lain. Reaksi radikal dapat menyebabkan terjadinya reaksi berantai

(Simex, 2008). Radikal bebas dapat mengoksidasi lipid, protein, DNA, dan asam

nukleat tak jenuh dalam tubuh untuk mencapai kestabilan elektron sehingga

menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif (Prakash, Rigelhof, dan Miller,

2001). Oleh karena berbahayanya radikal bebas bagi tubuh, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai senyawa antioksidan yang dapat menangkal kerja radikal

bebas.

Antioksidan adalah senyawa kimia menghambat reaksi oksidasi dengan

menyumbangkan satu elektronnya kepada senyawa radikal. Bukti penelitian

menunjukkan bahwa antioksidan dapat mengurangi resiko penyakit kronis, seperti

kanker dan jantung (Prakash, Rigelhof, dan Miller, 2001). Antioksidan merupakan

senyawa yang mampu menstabilkan, mendeaktivasi, atau memakan radikal bebas

sebelum menyerang sel dalam tubuh. Antioksidan dapat memelihara sel dan

menjaga kesehatan sehingga menghindari terjadinya penyakit-penyakit

degeneratif yang dapat menyerang sistem kesehatan. Kerja antioksidan adalah

mengurangi kapasitas radikal bebas, menghambat peroksidasi lipid, mengurangi

jumlah logam berat dengan cara khelating (Sapakal, Shikalgar, Ghadge, Adnaik,

Naikwade, and Magdum, 2008). Antioksidan dapat berasal dari senyawa alam

maupun secara sintetik. Saat ini masyarakat lebih memilih penggunaan

bahan-bahan yang alami karena resiko yang didapat lebih kecil dibandingkan dengan

senyawa-senyawa sintetik. Dengan demikian, banyak peneliti yang mempelajari

(21)

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu buah yang

sering digunakan masyarakat di Indonesia sebagai bahan pangan. Cabai rawit

memiliki manfaat sebagai obat sariawan, tonik, stimulan kuat untuk jantung dan

aliran darah, antirematik, antikoagulan, stomakik, karminatif, diaforetik, dan

diuretik (Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2005). Menurut

Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2005), buah cabai rawit

memiliki tiga macam varietas, yaitu cabai rawit merah (cabai kecil), cabai rawit

putih (cabai domba), dan cabai rawit hijau (ceplik).

Di dalam buah cabai rawit terkandung berbagai macam senyawa seperti

kapsaisin, kapsantin, karotenoid, alkaloid atsiri, resin, flavonoid, minyak atsiri,

provitamin A, vitamin B1 dan vitamin C (Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, 2005; Howard, Talcott, Brenes, dan Villalon, 2000). Salah satu

kandungan tertinggi dalam buah cabai rawit adalah kapsaisin. Kapsaisin

merupakan senyawa yang bertanggung jawab dalam menghasilkan rasa pedas.

Kapsaisin memiliki aktvitas dalam menghambat pertumbuhan sel kanker.

Menurut Henderson dan Slickman (1999), kapsaisin memiliki aktivitas

antioksidan dengan menangkap radikal bebas. Gugus fenol pada kapsaisin yang

bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan. Selain itu, bentuk isomer cis – trans

kapsaisin juga memiliki peran dalam menangkap radikal bebas. Karena itu, perlu

diteliti mengenai kegunaan kapsaisin sebagai antioksidan dalam buah cabai rawit

putih sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu free radical scavenger

(22)

Ekstraksi yang digunakan pada buah cabai rawit ini menggunakan larutan

etanol. Alasan pemilihan ekstraksi didasari pada sifat fisika kimia dari senyawa

yang akan diuji, yaitu kapsaisin yang bersifat non polar. Dengan demikian

digunakan etanol agar kapsaisin dapat terekstraksi. Pada beberapa penelitian yang

telah dilakukan, ekstraksi kapsaisin terbukti paling efektif dan menghasilkan

rendemen yang tinggi menggunakan penyarian dengan alat Soxhlet (Boonkird,

Phisalaphong, Phisalaphong, 2008; Gonzáles and Al-Tamirano, 1973) sehingga

digunakan alat Soxhlet untuk mengekstraksi buah cabai rawit putih.

Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan buah cabai rawit

putih ini adalah metode DPPH. Metode DPPH adalah metode yang mengukur

kemampuan antioksidan dalam menghambat radikal bebas DPPH. Metode ini

digunakan untuk pengujian senyawa antioksidan yang memiliki mekanisme

dengan mendonorkan hidrogen atau mendonorkan elektron pada senyawa radikal

sehingga reaksi radikal terhenti (Prakash, Rigelhof, dan Miller, 2001). Tujuan

pengujian dengan metode DPPH adalah untuk mengetahui konsentrasi dari

senyawa antioksidan yang ekuivalen dapat memberikan 50% efek antioksidan dan

dinyatakan sebagai Inhibition Concentration 50 (IC50).

DPPH memberikan serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm

karena merupakan senyawa radikal yang memiliki elektron tidak berpasangan.

Saat elektron berpasangan dengan senyawa antioksidan, maka intensitas DPPH

yang diserap akan berkurang sehingga absorbansinya turun. Keberadaan

antioksidan dapat mengubah warna DPPH yang semula ungu menjadi kuning.

(23)

karena metode ini mudah digunakan, cepat, dan menghasilkan hasil yang

reprodusibel (Dehpour, Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009).

Pada penelitian ini juga dilakukan uji kandungan kapsaisin karena

kapsaisin merupakan senyawa dalam buah cabai rawit yang memiliki aktivitas

antioksidan. Penentuan kadar kapsaisin dilakukan dengan metode kromatografi

lapis tipis (KLT) – densitometri. Penentuan kadar kapsaisin dilakukan untuk

menentukkan jumlah kapsaisin yang terdapat dalam sampel.

1. Permasalahan

a. Berapa nilai aktivitas antioksidan buah cabai rawit putih yang dinyatakan

dengan IC50 menggunakan metode DPPH?

b. Berapa kadar kapsaisin buah cabai rawit putih dengan metode

kromatografi lapis tipis – densitometri?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan pada cabai pernah

dilakukan oleh Bachtiar (2009). Penelitian yang dilakukan adalah mengamati

pengaruh suhu dan lama penyimpanan dingin terhadap kandungan vitamin C

dan aktivitas antioksidan pada cabai merah (Capsicum annum L.) dengan

menggunakan metode DPPH. Howard, Talcott, Brenes, dan Villalon (2000)

melakukan penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada berbagai spesies

(24)

Amarowicz, Shahidi (2011) meneliti aktivitas antioksidan pada buah Jalapeno

dan Serrano Peppers menggunakan metode DPPH.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan

adalah pada penelitian ini menguji aktivitas antioksidan buah cabai rawit

putih (Capsicum frutescens L.) dengan menggunakan DPPH dan menetapkan

kadar kapsaisin dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) – densitometri.

Sejauh penelusuran peneliti, penelitian ini belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi mengenai

aktivitas antioksidan buah cabai rawit putih pada radikal bebas DPPH

yang dinyatakan sebagai IC50.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai potensi buah cabai rawit putih sebagai antioksidan alami yang

dapat dikembangkan sebagai sediaan farmasi untuk mencegah senyawa

(25)

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Menguji aktivitas antioksidan buah cabai rawit putih dengan menggunakan

metode DPPH.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan buah cabai rawit putih yang

dinyatakan sebagai IC50 dengan menggunakan metode DPPH.

b. Menetapkan kadar kapsaisin buah cabai rawit putih dengan metode

(26)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Cabai Rawit Putih 1. Klasifikasi tanaman

Klasifikasi tanaman cabai rawit putih dalam sistematika tumbuhan

menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Tumbuhan berkeping biji dua)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (Suku terung-terungan)

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

2. Morfologi tanaman

Tumbuhan cabai rawit putih berasal dari Amerika tropik, tumbuh di

daerah kering. Perdu setahun, percabangan banyak, tinggi 50-100 cm.

Batangnya berbuku-buku atau bagian atas bersudut. Daun tunggal,

(27)

pangkal menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 5-9,5 cm, lebar

1,5-5,5 cm, berwarna hijau. Bunga keluar dari ketiak daun, mahkota bentuk

bintang, bunga tunggal atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih,

putih kehijauan, kadang-kadang ungu. Buahnya berupa buah buni, tegak,

kadang-kadang merunduk, berbentuk bulat telur, lurus atau bengkok, ujung

meruncing, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm, bertangkai panjang, dan

rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau putih,

buah yang masak berwarna merah terang (Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi, 2005).

3. Kandungan kimia

Buah cabai rawit putih mengandung kapsaisin, kapsantin,

karotenoid, alkaloid atsiri, resin, minyak menguap, vitamin (A dan C), dan

flavonoid. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk

melancarkan aliran darah serta pemati rasa kulit. Biji mengandung alkaloid,

antara lain solanina, solamidina, solamargina, solasodina, solasomina, dan

steroid saponin (kapsisidin) (Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, 2005; Howard, Talcott, Brenes, dan Villalon, 2000).

4. Kegunaan buah cabai rawit putih

Cabai rawit memiliki manfaat sebagai obat sariawan, tonik, stimulan

(28)

karminatif, diaforetik, dan diuretik (Sentra Informasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, 2005).

B. Kapsaisin

Kapsaisin adalah senyawa yang menimbukan rasa pedas. Kapsaisin

(trans-8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide), senyawa alkaloid berbentuk kristal,

lipofilik, tidak berwarna, dan tidak berbau memiliki formula C18H27NO3.

Kapsaisin memiliki kelarutan di dalam lemak, minyak, dan alkohol (Escogido,

Mondragon, Tzompantzi, 2011).

Kapsaisin disintesis secara alami dari plasenta buah cabai dari kondensasi

enzimatik vanililamina dan rantai asam lemak yang diperpanjang oleh enzim fatty

acid synthase. Penelitian menunjukkan bahwa kapsaisinoid, khususnya kapsaisin

memiliki aktivitas biologi dan fisiologi yang bervariasi seperti antioksidan,

antikarsinogenik, metabolisme energi dan pengurangan akumulasi lemak, serta

antiinflamasi (Escogido, Mondragon, Tzompantzi, 2011).

Substituen pada posisi 3 dan 4 dari cincin aromatis fenolik khususnya

gugus 4-OH fenolik memiliki kemampuan aktivitas agonis. Sifat donor-akseptor

ikatan hidrogen pada gugus fenol merupakan kunci aktivitas agonis (Escogido,

Mondragon, Tzompantzi, 2011).

(29)

Kapsaisin memiliki aktivitas antioksidan dengan menangkap radikal

bebas. Gugus fenol pada kapsaisin yang bertanggung jawab atas aktivitas

antioksidan dalam mendonorkan elektron kepada radikal bebas (Henderson and

Slickman, 1999).

C. Radikal Bebas

Untuk hidup, kita memerlukan oksigen, namun oksigen juga merupakan

sumber radikal bebas. Radikal bebas tersebut beberapa di antaranya toksik

(beracun) dan sangat reaktif dapat mempercepat proses penuaan dan kematian

(Kochar and Rossell, 1990).

Radikal bebas merupakan atom atau gugus atom yang memiliki satu

elektron tidak berpasangan. Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan berenergi

tinggi karena adanya elektron tidak berpasangan (Fessenden dan Fessenden,

1982).

Awal terjadinya radikal bebas antara lain dari proses reduksi molekul

oksigen dalam rangkaian transport dalam mitokondria atau dalam proses-proses

lain yang terjadi secara acak dari berbagai proses kimiawi dalam tubuh yang

melibatkan senyawa organik maupun inorganik. Radikal bebas yang berupa

peroksil anion ini akan bereaksi dengan dua proton (2H+) membentuk hidrogen

peroksida (H2O2) (Pratt, 1992).

Hidrogen peroksida dapat pula terbentuk dari air (H2O) yang terkena

radiasi (sinar ß maupun γ) dan karena proses-proses lain. Dengan keberadaan zat

besi (Fe2+) hidrogen peroksida tersebut mengalami serangkaian reaksi sehingga

(30)

terbentuk ini mempunyai masa paruh yang sangat pendek, tetapi tetap mempunyai

potensi besar yang dapat merusak sel. Radikal hidroksil, yang diduga dalam

kehidupan kita banyak terbentuk dianggap lebih berbahaya dibanding bentuk

radikal bebas yang lain (Pratt, 1992).

D. Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,

antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi

antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochar and Rossell, 1990).

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya

antioksidan dibagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan sintetik (antioksidan

yang diperoleh dari hasil sintetis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan

hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal

dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan,

senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan,

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan diklasifikasikan menjadi

dua kategori, yaitu antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus rantai.

Antioksidan pencegah bekerja dengan menghambat pembentukan reactive oxygen

species, seperti enzim katalase, peroksidase, superoksida dismutase, dan

(31)

radikal oksigen kemudian memutus rangkaian rantai reaksi radikal, contohnya

vitamin C, vitamin E, asam urat, bilirubin, polifenol, dan sebagainya. Antioksidan

pemutus rantai memiliki dua jalur reaksi. Jalur pertama merupakan jalur transfer

atom hidrogen dengan mekanisme radikal oksigen menangkap hidrogen dari

antioksidan sehingga terbentuk kompleks antioksidan-radikal yang bersifat stabil.

Jalur kedua, antioksidan mendeaktivasi radikal bebas dengan transfer elektron

tunggal. Transfer elektron tunggal sangat dipengaruhi oleh kestabilan pelarut pada

muatan tertentu (Ou, Huang, Woodill, Flanagan, and Deemer, 2002).

E. Metode DPPH

Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas

antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Tujuan metode ini adalah mengetahui

parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan

(IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental

dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan

senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian

aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak (Dehpour,

Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009).

Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan

serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh

keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara

(32)

antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning.

Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji

kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas (Dehpour,

Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009).

Metode DPPH merupakan metode yang cepat, sederhana, dan tidak

membutuhkan biaya tinggi dalam menentukan kemampuan antioksidan

menggunakan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH sering

digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai free radical scavengers

atau donor hidrogen dan mengevaluasi aktivitas antioksidannya, serta

mengkuantifikasi jumlah kompleks radikal-antioksidan yang terbentuk. Metode

DPPH dapat digunakan untuk sampel yang berupa padatan maupun cairan

(Prakash, Rigelhof, Miller, 2001).

Elektron tunggal pada radikal bebas DPPH memberikan absorbansi

maksimum pada panjang gelombang 517 nm sehingga menimbulkan warna ungu.

Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning seiring penambahan

antioksidan yaitu saat elektron tunggal pada DPPH berpasangan dengan hidrogen

dari antioksidan. Hasil dekolorisasi oleh antioksidan setara dengan jumlah

elektron yang tertangkap. Mekanisme penangkapan radikal ditunjukkan pada

(33)

Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan (Prakash, Rigelhof, Miller, 2001)

F. Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah menyari zat pokok atau komponen kimia yang

diinginkan dari bahan mentah obat menggunakan pelarut yang sesuai dengan

kelarutan zat sehingga zat yang diinginkan masuk dalam cairan penyari. Bahan

mentah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tidak perlu diproses

lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Tiap-tiap bahan mentah obat

disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai unsur,

tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi (Fouad, 2005).

Semakin banyak permukaan simplisia yang bersentuhan dengan penyari maka

proses ekstraksi bertambah baik ( Harborne, 1987).

Pada proses ekstraksi, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus

dapat mendesak masuk ke dalam sel yang masih utuh sehingga dibutuhkan pelarut

yang dapat membuka lintasan untuk memungkinkan pelarut masuk ke bagian

(34)

molekul bahan pelarut. Kemampuan pelarut untuk mengikat zat perancah selulose

menyebabkan struktur perancah tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk

ruang antarmiselar, yang memungkinkan pelarut mencapai ke dalam ruang dalam

sel.Masuknya pelarut dalam intrasel menyebabkan protoplasma membengkak dan

zat yang terkandung dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya.

Perbedaan konsentrasi larutan di dalam sel dengan cairan pengekstraksi yang baru

(tidak mengandung zat aktif) akan menyebabkan terjadinya proses difusi melalui

ruang antarmiselar. Zat di dalam sel akan keluar menuju pelarut hingga mencapai

kesetimbangan konsentrasi (Voigt, 1994).

Penyarian dengan alat Soxhlet merupakan metode ekstraksi dengan cara

mengaliri bahan yang akan diekstrak dengan pelarut yang sesuai dan selalu

diperbaharui. Bahan yang akan diekstrak dibungkus dalam suatu kantung

ekstraksi, kemudian kantung dimasukkan dalam sebuah alat ekstraksi (Soxhlet)

yang bekerja secara terus-menerus. Soxhlet diletakkan di antara labu penampung

hasil ekstraksi dan suatu pendingin aliran balik yang dihubungkan oleh suatu pipa

pipet. Dalam labu penampung hasil ekstraksi, pelarut yang ada di dalamnya

diuapkan. Melalui pipa pipet, pelarut tersebut dialirkan menuju pendingin aliran

balik dan berkondensasi sehingga pelarut menetes lagi ke bahan yang diekstraksi.

Pelarut akan tertampung dalam wadah penampung hingga mencapai tinggi

maksimal, kemudian secara otomatis pelarut ditarik ke dalam labu penampung.

Karena itu, zat yang terekstraksi akan terendam oleh bahan pelarut murni yang

(35)

Gambar 3. Penyarian dengan alat Soxhlet (Cornell University, 2011)

Keuntungan dari penyarian dengan alat Soxhlet adalah tidak

membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak dan pelarut yang masuk ke

dalam bahan yang akan diekstraksi secara terus menerus diperbaharui dengan

pelarut yang tidak mengandung zat aktif (Voigt, 1994).

G. Spektrofotometri Visibel

Spektrofotometri visibel merupakan teknik spektroskopik yang memakai

sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai

instrumen spektrofotometer. Distribusi elektron didalam suatu senyawa organik

secara umum yang dikenal sebagai orbital elektron pi (п), sigma (α) dan elektron

tidak berpasangan (n). Apabila pada molekul dikenakan radiasi elektromagnetik

maka akan terjadi ekstasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal

sebagai orbital elektro anti bonding (Mulja dan Suharman, 1995).

Penerapan spektrofotometri UV-vis pada senyawa organik didasarkan

(36)

sekitar 200 ke 700 nm yang digunakan dalam eksperimen dan karenanya

memerlukan gugus kromofor dalam molekul itu (Day dan Underwood, 1999).

Kromofor merupakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap

radiasi dalam daerah-daerah UV dan visibel, pada senyawa organik dikenal pula

gugus auksokrom, yaitu gugus jenuh yang terikat pada kromofor. Terikatnya

gugus auksokrom pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan

intensitas serapan maksimum (Sastrohamidjojo, 2001).

DPPH memberikan absorbansi maksimal di daerah visibel (cahaya

tampak), sehingga untuk menganalisis penurunan absorbansi DPPH karena

adanya senyawa antioksidan dapat menggunakan spektrofotometer visibel.

Berkurangnya absorbansi dari reaksi DPPH dengan antioksidan menunjukkan

aktivitas penangkapan radikal bebas. Semakin rendah absorbansi mengindikasikan

semakin tinggi kemampuan aktivitas antioksidan (Chaisawvong and Sangsrichan,

2009).

H. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode kromatografi cair terbuka

yang paling sederhana di mana fase diam berupa lapis tipis yang terdiri atas bahan

padat yang dilapisi kepada permukaan penyangga dasar yang biasanya terbuat dari

lempeng kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan

pelekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat

(37)

yang menyerap, walaupun dapat pula dipakai sebagai penyangga zat cair. Fase

geraknya mengalir karena kerja kapiler (Gritter, 1991).

Fase diam pada KLT dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai

permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga

untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair) empat penyerap (fase diam) yang

paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),

kiselgur (tanah diatome) atau selulosa (Gritter, 1991).

Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa

pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori

karena ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut tingkat mutu analitik

dan bila diperlukan sistem pelarut multi komponen ini harus berupa suatu

campuran sederhana yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Angka banding

campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume

total 100 (Stahl, 1985).

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah teknik yang mudah digunakan

dalam memisahkan komponen dari suatu kompleks, seperti ekstrak dari jaringan

tanaman. Bila kromatografi lapis tipis dikombinasikan dengan detektor yang

tepat, KLT dapat menjadi metode kuantitatif senyawa yang memiliki pemisahan

yang baik (Gonzáles, Lara, Carbajal, and Flota, 2007).

KLT dapat digunakan untuk analisis baik secara kualitatif, kuantitatif,

maupun semi-kuantitatif. Keuntungan dari KLT adalah reprodusibilitas sampel

yang tinggi, biaya operasional yang murah, dan kemudahan identifikasi senyawa

(38)

teknik yang sering digunakan karena kemampuan sistem analisis yang sensitif dan

peningkatan kemampuan dari KLT dalam menganalisis (Turner, Subrahmanyam,

and Piletsky, 2009).

I. Densitometri

Densitometri merupakan metode analisis instrumental berdasarkan

interaksi analit dengan radiasi elektromagnetik dalam bentuk bercak pada KLT.

Densitometri dilakukan untuk analit dengan konsentrasi kecil yang memerlukan

pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Evaluasi bercak KLT discanning dengan

sumber sinar dalam bentuk celah. Sinar yang dipantulkan ditangkap oleh detektor

untuk diukur. Pengukuran absorbansi dapat dibuat dengan absorbansi maupun

fluorosensi (Rohman, 2009).

Kebanyakan pengukuran densitometri dilakukan dengan cara absorbansi

pada kisaran sinar UV (190-380 nm). Signal optik oleh adanya partikel pada

lempeng menghasilkan persamaan matematis yang menyatakan hubungan antara

absorbansi dengan konsentrasi analit melalui kurva kalibrasi (Rohman, 2009).

J. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan penilaian terhadap parameter hasil

analisis laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

syarat yang telah ditetapkan sehingga hasil analisis dapat dipercaya (Harmita,

2004). Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang

(39)

yang diharapkan dengan accuracy dan prescision yang memadai (Mulya dan

Suharman, 1995). Pedoman-pedoman kesahihan metode analisis didukung oleh

parameter-parameter sebagai berikut.

1. Accuracy (kecermatan)

Accuracy berarti kedekatan hasil analisis yang diperoleh dengan

menggunakan metode tersebut terhadap harga yang sebenarnya. Accuracy

biasanya dinyatakan berupa persen perolehan kembali (recovery) dari

penambahan zat atau sampel yang diketahui kadarnya (Hong and Shah,

2000).

Akurasi dipengaruhi oleh sebaran galat (kesalahan) sistematik dalam

seluruh tahapan analisis, sehingga untuk mengurangi kesalahan sistematik

dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen yang telah terkalibrasi,

menggunakan pelarut dan pereaksi yang berkualitas untuk analisis,

pengontrolan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis, dan

pelaksanaan penelitian sesuai prosedur yang ditetapkan (Harmita, 2004).

Parameter kecermatan bergantung pada konsentrasi matriks sampel

dan keseksamaan metode (RSD). Rentang perolehan kembali yang diijinkan

berbeda, tergantung konsentrasi analit pada matriks. Parameter akurasi yang

(40)

Tabel I. Kriteria akurasi yang masih dapat diterima menurut Harmita (2004)

Analit pada matrik sampel, dalam % Rata-rata yang diperoleh, %

100 98-102

2. Precision (ketelitian atau keseksamaan)

Precision merupakan ukuran kedekatan masing-masing hasil analisis

dari beberapa pengukuran di bawah kondisi analisis yang sama. Menurut USP

23/NF 18, presisi diartikan sebagai derajat antara hasil uji individual ketika

prosedur diaplikasikan berulang kali dengan pengambilan sampel berulang

kali dari sampel yang homogen (Hong and Shah, 2000).

Parameter keseksamaan dilihat dari simpangan baku atau simpangan

baku relatif (koefisien variasi) dari kadar analit yang dianalisis. Secara umum,

suatu metode dikatakan seksama bila simpangan baku relatif atau koefisien

variasi 2% atau kurang. Namun parameter keseksamaan ini dapat berubah

karena dipengaruhi beberapa faktor, seperti konsentrasi analit yang dianalisis,

jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Rentang keseksamaan yang

(41)

Tabel II. Kriteria presisi yang masih dapat diterima menurut Harmita (2004)

Analit pada matrik sampel, dalam % RSD yang diperoleh, %

> 1 2,5

0,1 5

0,0001 (1 ppm) 16

0,0000001 (1 ppb) 32

Untuk menentukan presisi metode analisis diperlukan penentuan

berulang kali dengan prosedur yang sama. Makin kecil kadar zat yang

dianalisis dan makin panjang tahapan prosedur metode analisis akan didapat

harga simpangan relatif yang makin besar (Mulya dan Suharman, 1995).

3. Specificity (selektivitas)

Menurut USP 23/NF 18 (1995), Specificity adalah kemampuan

pengukuran analit secara akurat dan spesifik dengan kehadiran komponen lain

dalam matriks sampel. Komponen tersebut mungkin mengandung zat aktif,

ekspien, pengotor, dan produk degredasi.

Selektivitas seringkali dinyatakan sebagai derajat penyimpangan

(degree of bias) metode pada sampel yang mengandung bahan tambahan,

seperti cemaran, hasil penguraian, senyawa yang memiliki kemiripan struktur,

senyawa asing dibanding sampel yang tidak mengandung bahan tambahan

(Harmita, 2004).

4. Sensitivity (Sensitivitas)

Sensitivity metode analisis adalah kemampuan metode analisis untuk

memisahkan perbedaan kecil dalam konsentrasi analit. Ada dua faktor yang

mempengaruhi sensitivitas yaitu slope kurva baku dan keterulangan (Skoog,

(42)

5. Linearity (rentang kelurusan)

Rentang kelurusan yaitu suatu rentangan kadar yang terendah sampai

kadar tertinggi yang ditentukan dengan kadar dan direlasikan dengan serapan

pada spektrofotometri dengan koefisien korelasi yang mendekati satu (Mulya

dan Suharman, 1995).

Linearitas dinyarakan sebagai variansi di sekitar garis regresi yang

dihitung dari data hasil uji analit pada berbagai konsentrasi menggunakan

persamaan matematik. Persamaan matematik dalam penentuan linearitas

adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara

hasil uji dengan konsentrasi analit (Harmita, 2004).

K. Landasan Teori

Radikal bebas merupakan senyawa yang tidak stabil karena memiliki satu

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bersifat sangat reaktif untuk

menstabilkan kekurangan elektronnya dengan menyerang elektron pada molekul

di sekitarnya, namun dapat menyebabkan kerusakan sel sehingga timbul

penyakit-penyakit degeneratif. Dengan demikian, diperlukan adanya senyawa yang dapat

menghambat reaksi radikal bebas yang disebut sebagai antioksidan.

Buah cabai rawit putih memiliki kandungan kapsaisin yang telah diteliti

dapat digunakan sebagai antioksidan. Kapsaisin memiliki gugus fenolik yang

dapat menangkap radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hidrogen kepada

radikal bebas sehingga menurunkan aktivitas radikal bebas. Karena kapsaisin

(43)

Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah

metode DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang memberikan serapan kuat

pada panjang gelombang 517 nm. Senyawa antioksidan akan berpasangan dengan

elektron bebas DPPH yang menyebabkan penurunan absorbansi. Dari nilai

perubahan absorbansi dapat dihitung IC50yang merupakan parameter kemampuan

(aktivitas) dari antioksidan tersebut yang dapat menghambat 50% senyawa

radikal.

Kapsaisin yang merupakan senyawa dalam cabai rawit yang

mempengaruhi aktivitas antioksidan, maka perlu ditetapkan kadar kapsaisin dalam

cabai rawit putih. Kadar kapsaisin ditetapkan secara kromatografi lapis tipis –

densitometri. Dari bercak yang dihasilkan, dapat ditetapkan kadarnya dengan

scanning bercak menggunakan densitometri.

L. Hipotesis

1. Ekstrak etanol buah cabai rawit putih mempunyai aktivitas antioksidan yang

dapat dinyatakan sebagai IC50 menggunakan metode DPPH.

2. Kadar kapsaisin dalam ekstrak etanol buah cabai rawit putih perlu ditetapkan

secara kromatografi lapis tipis – densitometri karena mempengaruhi

(44)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian aktivitas antioksidan pada cabai rawit putih ini merupakan

jenis penelitian eksperimental karena adanya perlakuan terhadap subyek uji dan

menggunakan rancangan deskriptif.

B. Variabel

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak etanol cabai

rawit putih.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah aktivitas penangkapan radikal

bebas DPPH (%IC) dan kadar kapsaisin dalam ekstrak etanol cabai rawit

putih.

3. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah lokasi pengambilan

sampel, umur tanaman, bobot sampel tanaman yang digunakan, dan waktu

pemanenan.

4. Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah cuaca, curah

(45)

C. Definisi Operasional

1. Cabai rawit putih adalah buah yang belum masak dari tanaman cabai rawit

(Capsicum frutescens L.) yang didapat dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

2. Ekstrak etanol buah cabai rawit putih adalah ekstrak kental yang didapat dari

penyarian buah cabai rawit putih dengan alat Soxhlet menggunakan pelarut

etanol.

3. Metode DPPH adalah metode pengujian aktivitas antioksidan dalam

menangkap radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Reaksi DPPH

dengan senyawa antioksidan dapat menyebabkan perubahan intensitas warna

sehingga absorbansi menurun.

4. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan

kemampuan ekstrak etanol cabai rawit putih dalam menangkap radikal bebas

DPPH.

5. Inhibition concentration 50 (IC50) merupakan nilai konsentrasi ekstrak etanol

cabai rawit putih yang dapat menangkap 50% radikal bebas DPPH.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu cabai rawit putih

(Capsicum frutescens L.) yang didapat dari pasar Beringharjo, Yogyakarta,

bahan kimia farmasetis berupa aquadest, bahan kualitas teknis berupa etanol

96% (Bratachem), bahan kualitas pro analitik meliputi etanol 96% (E.Merck),

(46)

(E.Merck), aseton (E.Merck), DPPH (Sigma-Aldrich), silica gel 60 F254 dan

aluminium foil.

2. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu vortex,

spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu), blender, corong Buchner, oven,

mikropipet 10 – 1000 µL; 1 – 10 mL (Socorex), neraca analitik (Ohaus),

vacuum rotary evaporator (Junke & Kunkel), waterbath (Memmet),

densitometer (Shimadzu), tabung reaksi bertutup (Schott), dan alat-alat gelas

yang lazim digunakan di laboratorium analisis (Pyrex dan Iwaki).

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi buah

Determinasi buah cabai rawit putih yang digunakan berdasarkan

pengamatan morfologinya dilakukan dengan membandingkan literatur dari

Bosland, Bailey, Iglesias-Olivas (1996).

2. Pengumpulan bahan

Buah cabai rawit putih diperoleh dari Pasar Beringharjo,

(47)

3. Pembuatan ekstrak buah cabai rawit putih

Buah cabai rawit putih sebanyak 1 kg yang masih segar dibersihkan

dan dicuci kemudian dibuang bagian tangkainya. Buah cabai rawit putih

dikeringkan pada oven dengan suhu 500C, kemudian dihaluskan dengan

blender. Simplisia yang telah halus ditimbang sebanyak 25,0 g, dibungkus

menggunakan kertas saring. Simplisia dimasukkan dalam labu alas bulat

berisi 350,0 mL etanol p.a. Soxheltasi dilakukan pada suhu 700C selama 8

jam sampai didapat hasil ekstrasi yang jernih. Filtrat hasil ekstraksi

dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator.

4. Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

a. Pembuatan larutan DPPH, sebanyak 15,80 mg serbuk DPPH dilarutkan

dengan 100,0 mL etanol p.a hingga diperoleh larutan DPPH dengan

konsentrasi 0,4 mM. Larutan DPPH ditutup dengan aluminium foil dan

harus selalu dibuat baru.

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin, sebanyak 2,50 mg kapsaisin

dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, kemudian dilarutkan etanol p.a

hingga batas.

c. Pembuatan larutan seri baku kapsaisin, diambil sebanyak 1,0; 2,0; 3,0;

4,0; dan 5,0 mL larutan stok kapsaisin, kemudian ditambahkan etanol p.a

sampai 10,0 mL sehingga diperoleh larutan baku kapsaisin sebesar 25;

(48)

d. Pembuatan larutan uji, sejumlah 25,0 mg ekstrak buah cabai rawit putih

ditimbang kemudian ditambahkan etanol p.a sampai 25,0 mL. Dari

larutan tersebut diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL kemudian ditambah

etanol p.a sampai 10,0 mL sehingga diperoleh larutan uji dengan

konsentrasi 100; 200; 300; 400 dan 500 µg/mL.

e. Uji pendahuluan aktivitas antioksidan, sebanyak 1,0 mL larutan DPPH

dimasukkan ke dalam masing-masing tiga tabung reaksi. Masing-masing

tabung reaksi ditambahkan 1,0 mL etanol p.a, larutan baku kapsaisin 75

µg/mL, dan larutan uji 300 µg/mL. Kemudian ditambahkan 3,0 mL

etanol p.a pada masing-masing larutan. Larutan divortex selama 30 detik.

Setelah 30 menit, perubahan warna yang terjadi diamati.

f. Penentuan panjang gelombang maksimum, pada 3 labu ukur 10 mL,

dimasukkan masing-masing 0,50; 1,0; dan 1,50 mL larutan DPPH.

Larutan ditambahkan dengan etanol p.a hingga tanda batas sehingga

konsentrasi DPPH menjadi 0,020; 0,040; dan 0,080 mM. Larutan

divortex selama 30 detik. Lalu dilakukan scanning panjang gelombang

serapan maksimum dengan spektrofotometer visibel pada panjang

gelombang 400 – 600 nm.

g. Penentuan operating time (OT), sebanyak 1,0 mL larutan DPPH

dimasukkan ke dalam masing-masing tiga labu ukur 5 mL, ditambahkan

masing-masing dengan 1,0 mL larutan baku kapsaisin 25; 75; dan 125

µg/mL. Kemudian larutan ditambahkan dengan etanol p.a hingga tanda

(49)

absorbansinya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

517 nm setiap 5 menit selama 1 jam.

h. Penentuan aktivitas antioksidan buah cabai rawit putih,

i. Pengukuran absorbansi larutan DPPH (kontrol), pada labu ukur 5

mL, dimasukkan sebanyak 1,0 mL larutan DPPH. Larutan

ditambahkan dengan etanol p.a hingga tanda batas. Kemudian

larutan tersebut dibaca absorbansinya pada saat OT dan panjang

gelombang maksimum. Pengerjaan dilakukan sebanyak tiga kali.

Larutan ini digunakan sebagai kontrol untuk menguji larutan baku

dan larutan uji.

ii. Pengukuran absorbansi larutan pembanding dan larutan uji,

sebanyak 1,0 mL larutan DPPH dimasukkan ke dalam labu ukur 5

mL kemudian ditambah dengan 1,0 mL larutan pembanding dan

larutan uji pada berbagai seri konsentrasi yang telah dibuat.

Selanjutnya, larutan tersebut ditambah dengan etanol p.a hingga

tanda batas. Larutan tersebut kemudian divortex selama 30 detik

dan didiamkan selama OT. Larutan dibaca absorbansinya dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum hasil

optimasi. Pengujian dilakukan dengan tiga kali replikasi.

i. Validasi metode uji aktivitas antioksidan, hasil dari prosedur 4h (i) dan

(ii) divalidasi akurasi (% recovery), presisi (% CV), spesifisitas (spektra

kontrol), dan linearitas (nilai r).

(50)

Standar e iasi rata rata konsentrasi standar kapsaisin terukurS konsentrasi standar kapsaisin terukur

j. Estimasi aktivitas antioksidan, hasil dari prosedur 4h (i) dan (ii), dihitung

nilai % IC dan IC50 untuk kapsaisin dan ekstrak buah cabai rawit putih.

5. Penentuan kadar kapsaisin

a. Pembuatan fase gerak, fase gerak yang digunakan pada penelitian ini

dibuat dalam perbandingan, yaitu toluena - kloroform - aseton (45:25:30,

v/v/v). Fase gerak dituang dalam bejana kromatografi kemudian kertas

saring dimasukkan dalam bejana yang berisi fase gerak. Bejana ditutup

rapat dan dibiarkan hingga seluruh kertas saring terbasahi oleh fase

gerak.

b. Pembuatan larutan stok kapsaisin, baku kapsaisin ditimbang seksama 5,0

mg ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml,

kemudian dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas sehingga

diperoleh larutan stok kapsaisin 0,50 mg/mL.

c. Pembuatan larutan seri baku kapsaisin, larutan stok kapsaisin 0,50

mg/mL ditotolkan dengan volume 1,0; 2,0; 4,0; dan 8,0 μL pada lempeng

silika gel 60 F254 sehingga diperoleh seri kapsaisin dengan jumlah 0,5;

1,0; 2,0; dan 4,0 µg.

d. Pembuatan larutan uji, sejumlah 50,0 mg ekstrak buah cabai rawit putih

ditimbang seksama kemudian dilarutkan dengan metanol sebanyak 500,0

µL. Larutan tersebut divortex selama 10 menit dengan pemanasan di atas

(51)

menit dan disaring dengan ayakan mesh 60. Larutan uji dibuat replikasi

sebanyak tiga kali.

e. Penetuan kadar kapsaisin buah cabai rawit putih, sebanyak 10,0 μL

larutan uji ditotolkan pada lempeng silika gel 60 F254, kemudian

dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan

fase gerak toluena - kloroform - aseton (45:25:30, v/v/v). Pengembangan

dilakukan setinggi 10 cm, lempeng silika kemudian dikeluarkan dan

ditunggu hingga kering. Bercak diamati di bawah lampu UV 254 nm

kemudian dianalisis dengan densitometer pada panjang gelombang

maksimum. Bercak seri baku kapsaisin diukur AUC-nya dengan

densitometri pada panjang gelombang pengamatan yang telah diperoleh.

Puncak kromatogram dan nilai AUC yang muncul diamati. Dengan

metode regresi linear, nilai seri kadar (µg/mL) diplotkan terhadap nilai

AUC masing-masing seri larutan baku sehingga diperoleh persamaan y =

bx + a dimana y merupakan nilai respon (AUC), x merupakan

konsentrasi senyawa baku, a adalah intersept, dan b adalah slope. Kadar

kapsaisin dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan kurva baku

yang paling baik.

F. Analisis Hasil

Aktivitas penangkapan radikal (%) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :

bsorbansilarutan kontrol – bsorbansilarutan baku uji

(52)

Data aktivitas tersebut dianalisis dan dihitung nilai IC50 menggunakan

persamaan regresi linear dengan sumbu x adalah konsentrasi larutan uji maupun

larutan baku kapsaisin, sedangkan sumbu y adalah % IC, Lalu dianalisis secara

statistik untuk menentukan ada atau tidak adanya perbedaan bermakna antara IC50

larutan baku kapsaisin dan larutan uji.

Uji kadar kapsaisin total dilakukan secara kromatografi lapis tipis. Nilai

kadar tersebut didapatkan dari analisis data kromatogram dengan menggunakan

densitometer. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan nilai Rf

sampel dengan nilai Rf baku. Analisis kuantitatif yang dilakukan berdasarkan data

AUC dari baku sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = bx + a yang

merupakan hubungan antara kadar dengan luas area yang dihasilkan. Data AUC

sampel kemudian dimasukkan dalam persamaan regresi masing-masing baku

(53)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Buah

Determinasi buah cabai rawit putih merupakan tindakan awal yang

dilakukan dalam suatu penelitian yang menggunakan buah sebagai bahan uji.

Determinasi dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas dari buah yang

digunakan untuk penelitian dan menghindari adanya kesalahan pengambilan

sampel. Jaminan kebenaran sampel sangat penting karena pada buah cabai terdiri

dari berbagai macam spesies dan varietas. Masing-masing spesies buah cabai

memiliki kandungan fitokimia yang berbeda. Determinasi buah dilakukan dengan

membandingkan beberapa spesies dari Capsicum yang mengacu pada Bosland,

Bailey, Iglesias-Olivas (1996).

(54)

Pembuktian determinasi buah dilakukan dengan membandingkan ciri-ciri

dari buah dengan karakteristik spesies Capsicum pada literatur, yaitu panjang

buah 2,5 – 5 cm; lebar buah 0,6 cm; bentuk buah datar (tidak bergelombang) dan

tegak lurus; rasa buah sangat pedas; dan warna buah yang kuning kehijauan pucat

saat belum masak. Morfologi buah cabai rawit putih yang digunakan sama dengan

morfologi Tabasco (Capsicum frutescens L.) seperti yang terlihat di gambar 4..

Dari hasil determinasi tanaman, telah dibuktikan bahwa buah yang digunakan

pada penelitian ini merupakan buah cabai rawit putih (Capsicum frutescens L.).

B. Hasil Pengumpulan Bahan

Buah cabai rawit putih diperoleh dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta

pada September 2012. Pengambilan sampel pada satu tempat untuk mencegah

adanya variasi kandungan metabolit dalam sampel sehingga mengurangi faktor

pengacau yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pemilihan buah cabai rawit

yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah cabai rawit yang berwarna hijau

muda pucat hampir mendekati putih pada seluruh bagian buah dan dalam keadaan

segar. Buah cabai rawit yang digunakan adalah cabai rawit yang dipanen pagi hari

sehingga menghindari perubahan senyawa kapsaisin menjadi metabolit lain.

Pemanenan pada siang hari dapat merusak potensi senyawa antioksidan karena

radiasi UV dari sinar matahari sehingga hasil pengujian aktivitas antioksidan tidak

menunjukkan hasil yang sesungguhnya karena senyawa antioksidan sudah banyak

(55)

C. Hasil Preparasi Sampel

Buah cabai rawit putih yang telah dikumpulkan, dibersihkan, dibuang

bagian tangkai, dan dicuci untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang ada.

Kemudian buah cabai rawit dikeringkan dengan pengovenan selama tiga hari pada

suhu 40–600C agar menghilangkan kandungan air yang terdapat di dalam

simplisia. Pengeringan simplisia dilakukan untuk mempermudah pembentukan

serbuk simplisia yang kemudian diekstraksi dengan alat Soxhlet.

Simplisia yang telah dikeringkan kemudian diblender dengan tujuan

memperkecil ukuran partikel sehingga meningkatkan jumlah senyawa dalam buah

cabai rawit putih yang terekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel, maka luas

permukaan spesifik partikel semakin besar sehingga jumlah penyari yang kontak

dengan serbuk simplisia semakin besar. Semakin banyak pelarut kontak dengan

simplisia maka pelarut makin mudah menembus sel dan mudah menarik senyawa

dalam sel untuk keluar sehingga jumlah senyawa yang terekstraksi makin banyak

pula. Serbuk simplisia yang digunakan diayak dengan pengayak nomor 40 agar

didapat serbuk dengan ukuran yang cukup halus.

Tujuan ekstraksi adalah menarik senyawa tertentu yang diinginkan dari

dalam sel tumbuhan maupun bahan baku obat ke dalam pelarut yang memiliki

kepolaran yang sesuai sehingga senyawa tersebut larut dalam pelarut. Teknik

ekstraksi dan pelarut yang digunakan bergantung pada kandungan dan stabilitas

senyawa yang akan diekstraksi. Pada penelitian ini, senyawa yang akan

diekstraksi adalah kapsaisin yang banyak terkandung dalam buah cabai rawit

(56)

Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi padat cair, yang melibatkan

perpindahan senyawa dari padatan ke dalam cairan pengekstrak. Prinsip ekstraksi

padat cair adalah adanya kontak antara pelarut dengan suatu padatan sehingga

terjadi perpindahan massa zat aktif yang mula-mula berada dalam sel tanaman

menuju pelarut dengan atau tanpa adanya faktor luar seperti aliran pelarut ataupun

panas yang dapat mempercepat dan meningkatkan efektivitas ekstraksi (Rohman,

2009). Sampel yang digunakan adalah serbuk simplisia dari buah cabai rawit putih

yang diekstrak menggunakan etanol.

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah penyarian

dengan alat Soxhlet. Penyarian dengan alat Soxhlet merupakan metode ekstraksi

dengan pelarut yang mengalir dan menggunakan panas. Penyarian dengan alat

Soxhlet dipilih karena telah digunakan pada beberapa penelitian dan terbukti

memberikan hasil ekstraksi kapsaisin dengan rendemen yang tinggi. Keuntungan

dari penggunaan alat Soxhlet adalah pelarut yang digunakan hanya sedikit

dibanding perklorasi dan pelarut selalu baru, hasil dari penguapan secara kontinyu

sehingga hasil ekstraksi yang didapat lebih banyak dibanding ekstraksi

menggunakan maserasi karena kemungkinan terjadinya kejenuhan pelarut pada

metode maserasi.

Ekstraksi kapsaisin dilakukan dengan membasahi serbuk buah cabai

rawit putih dengan etanol. Hasil dari ekstraksi ditampung pada labu alas bulat

yang dipanaskan. Tujuan pemanasan labu alas bulat agar pelarut yang tertampung

dapat menguap dan menyari simplisia dalam tabung Soxhlet. Suhu yang

(57)

pada suhu tersebut karena memberikan rendemen hasil ekstraksi yang tinggi

(Boonkird, Phisalaphong, Phisalaphong, 2008) serta suhu 700C sudah dapat

digunakan untuk menguapkan pelarut etanol tanpa merusak senyawa kapsaisin.

Ekstraksi dengan alat Soxhlet dihentikan setelah delapan jam, yaitu saat

hasil penyarian pada tabung Soxhlet bening karena kapsaisin telah terekstraksi

sempurna. Selama delapan jam ekstraksi, penyarian dengan Soxhlet mengalami

sirkulasi pelarut sebanyak delapan kali. Hasil ekstraksi yang didapat berupa

ekstrak cair berwarna hijau muda.

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol. Etanol digunakan

pada proses ekstraksi penelitian ini karena memiliki sifat yang nonpolar sehingga

dapat digunakan untuk menyari senyawa kapsaisin yang juga bersifat nonpolar.

Metanol memiliki nilai indeks polaritas 6,6, sedangkan etanol memiliki indeks

polaritas sebesar 5,2 (Snyder, Kirkland, Glajh, 1997). Berdasarkan nilai indeks

polaritas, etanol memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan dengan

metanol, sehingga etanol akan lebih efektif dalam mengestraksi kapsasin yang

bersifat nonpolar. Pada penelitian yang telah dilakukan (Boonkird, Phisalaphong,

Phisalaphong, 2008), etanol terbukti efektif dalam mengekstraksi kapsaisin

sehingga jumlah kapsaisin yang didapat semakin banyak. Selain itu etanol 96%

lebih ekonomis pada tahap penguapan pelarut karena tidak membutuhkan energi

yang tinggi dibanding pelarut etanol lain dengan konsentrasi lebih rendah. Etanol

lebih aman digunakan karena toksisitasnya lebih rendah dibanding pelarut organik

Gambar

Gambar 1. Struktur senyawa kapsaisin (Henderson and Slickman, 1999)
Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan (Prakash,
Gambar 3. Penyarian dengan alat Soxhlet (Cornell University, 2011)
Tabel I. Kriteria akurasi yang masih dapat diterima  menurut Harmita (2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Jasa Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada SKPD20 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar mengumumkan pemenang

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Kepala Daerah atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

Penulis menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya.Data

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN INDONESIA. KEEFEKTIFAN STRATEGI PEMBELAJARAN

Pada pengujian konsumsi bahan bakar pada motor bensin 4 langkah 135cc menggunakan 4 jenis busi ( NGK Standar, NGK G-Power , TDR Ballistic , dan Denso Iridium ) dan 2

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sistem yang dapat mempercepat proses pemeriksaan kesamaan kode program komputer dengan pengembangan model Abstract Syntax

Perbedaan dalam Game Meong-meong pada Platform Android adalah pengahalang yang digunakan labirin, pemain diarahkan untuk mengumpulkan makanan dan menghindari kucing

Parameter yang dianalisis terhadap pektin yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit buah kakao meliputi rendamen, kadar air, kadar abu, kadar metoksil dan galakturonat..