• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINDAK PIDANA KORUPS

A. Peranan Jaksa dari Sudut Pandang Penal Policy dalam Pemberantasan

3. Pemeriksaan Akhir

Kekuasaan untuk mengadili perkara pidana, mengaitkan wewenang untuk mengadili (kompetensi) pemberian kekuasaan mengadili (atributif) dan wewenang berdasarkan pembagian kekuasaan di pengadilan negeri.

Dalam pasal 144 KUHAP, menentukan bahwa penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan atau tidak melanjutkan penuntutannya. Pengubahan tersebut hanya dapat dilakukan satu kali, selambat- lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

KUHAP menggunakan asas keselarasan, keseimbangan, dan keserasian, di mana disatu pihak memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa, dan untuk merealisasi hak itu, undang- undang menentukan tentang memberikan kewajiban dalam pemenuhannya secara maksimal. Dapat dikatakan juga bahwa asas ini mencerminkan “prinsip legalitas”, sebagai salah satu ciri dari negara hukum yang kita anut, dan memperhatikan adanya hubungan antara the rule of the law dan negara hukum.

Pemeriksaan perkara pidana di pengadilan sebagai berikut:50

1. Pembacaan surat dakwaan (pasal 155 KUHAP), terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang tercantum dalam surat dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak disebut dalam dakwaan, maka ia tidak dapat dipidana. Untuk menyusun dakwaan, tidak perlu dimulai dengan

50

melawan hukum. Dalam hukum pidana delik itu dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan dan pertanggungjawaban. Pada perumusan delik di atas perbuatan adalah “memperkaya diri dan seterusnya”, dan akibatnya51

2. Eksepsi (pasal 156 KUHAP), adalah hak terdakwa untuk mengajukan keberatan setelah mendengar isi surat dakwaan. Eksepsi bertujuan untuk menghemat tenaga dan waktu dalam persidangan. Jika dari surat dakwaan itu sendiri sudah diketahui bahwa perkara dapat diputus atas dasar dakwaan (tanpa pemeriksaan di sidang pengadilan), perkara diputus tanpa pemeriksaan dalam sidang.

“kerugian keuangan negara”, disusul dengan “melawan hukum” yang dapat diartikan dalam delik ini sebagai “tanpa hak untuk menikmati hasil korupsi”.

3. Pemeriksaan saksi dan saksi ahli, yang bertujuan untuk meneliti apakah para saksi yang dipanggil sudah hadir di persidangan, di mana saksi diperiksa secara bergantian. Menurut pasal 160 ayat 1 sub b KUHAP yang pertama kali diperiksa adalah korban yang menjadi saksi. Dalam pemeriksaan terdapat dua saksi yaitu saksi de charge adalah saksi yang memberatkan. Saksi ini diajukan sejak awal oleh penuntut umum. Adapaun saksi a de charge, yaitu saksi yang meringankan terdakwa, saksi ini diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya.52

51

Ibid, halaman 50

52

Ibid, halaman 51

Orang- orang yang dapat menjadi saksi adalah orang lain atau keluarga. Terhadap saksi dari keluarga yang terdekat tidak diperbolehkan didengar sebagai saksi, karena pembentuk undang- undang tidak yakin bahwa mereka meskipun disumpah tidak akan membantu keluarganya yang dapat

merugikan pihak kepentingan umum, oleh ketentuan ini maka hindarilah kesulitan si keluaga itu untuk melanggar sumpahnya atau sebaliknya merugikan keluarga dan yang dapat menjadi saksi dari keluarga adalah graad keempat.53 Saksi ahli, adalah mereka yang bukan langsung terkait dengan perkara, tetapi saksi ahli bisa memberikan keterangan kepada hakim, tentang sebab dan akibat suatu peristiwa dari sudut pandang ilmu pengetahuan yang saksi miliki.54

4. Keterangan terdakwa (pasal 177-178) dalam hal pemeriksaan di persidangan dia tidak disumpah. Apabila terdakwa atau saksi tidak dapat berbahasa Indonesia, maka pengadilan menunjuk seorang juru bahasa yang telah bersumpah atau berjanji atas kebenaran yang diterjemahkannya.

5. Pembuktian (pasal 181 KUHAP) meliputi barang bukti yang dipergunakan terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau hasil dari suatu tindak pidana. Barang- barang disita oleh penyelidik sebagai bukti dalam sidang pengadilan. Dalam pasal 181 ayat 1 KUHAP, ditentukan bahwa hakim ketua sidang memperlihatkan barang tersebut kepada terdakwa dan menanyakan apakah terdakwa kenal dengan barang tersebut. Ada 5 alat bukti yang disebut dalam pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Perluasan alat bukti yang ada pada KUHAP tercantum dalam pasal 26A UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan “alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk

53

Martiman Prodjohamidjojo, Op.cit, halaman 93-94

54

sebagaiamana dimaksud dalam pasal 188 ayat 2 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diteriman, atau disimpan secara elektronik dengan optik atau yang serupa dengan itu dan dokumen yang setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan atau sarana, baik tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.55

6. Requisitoir atau tuntutan pidana (pasal 187 huruf a KUHAP). Apabila menurut pertimbangan majelis hakim pemeriksaan atas terdakwa dan para saksi telah cukup, penuntut umum dipersilahkan menyampaikan tuntutan pidana. Adapun isi surat tuntutan adalah identitas terdakwa, surat dakwaan, keterangan saksi/ saksi ahli, keterangan terdakwa, barang bukti, hal- hal yang meringankan serta yang memberatkan terdakwa, dan tuntutan (permohonan kepada hakim).

7. Pledoi (pasal 196 ayat 3 KUHAP) merupakan kesempatan yang diberikan hakim ketua sidang kepada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk disampaikan setelah adanya pembacaan tuntutan oleh penuntut umum.

8. Replik- duplik ( pasal 182 ayat 1 butir c KUHAP). Atas pledoi terdakwa, penuntut umum dapat memberi jawabannya, yang dikenal denga istilah replik.

55

Analisis dan evaluasi penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Badan pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta 2008, hal 35-36

Terdakwa dan penasihat hukumnya masih mempunyai kesempatan untuk menjawab replik dengan duplik.56

9. Kesimpulan, dibuat sesudah sidang dinyatakan ditutup,yang dibuat oleh penuntut umum dan pembela masing- masing, yang menjadi dasar bagi majelis hakim untuk mengambil keputusan dengan dilakukannya musyawarah antara para hakim (pasal 182 ayat 3 KUHAP). Musyawarah yang dilakukan oleh majelis hakim didasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang (pasal 182 ayat 4).57

10. Putusan pengadilan, yang diatur dalam pasal 191 ayat 1 dan 2 serta pasal 193 ayat 1 KUHAP, di mana adanya putusan bebas (pasal 191 ayat 1), suatu putusan yang menyatakan bahwa kesalahan terdakwa atau perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (pasal 191 ayat 2) yang berisi tentang alasan pembenar dan alasan pemaaf. Kemudian pemidanaan (pasal 191), dimana putusan yang dijatuhkan pada tedakwa oleh hakim apabila kesalahan terdakwa dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan.58

Penulis ingin menguraikan sedikit tentang pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi. Pembuktian sebagai suatu kegiatan untuk usaha membuktikan sesuatu (objek yang dibuktikan) melalui alat- alat bukti yang boleh digunakan dengan cara- cara tertentu menurut undang- undang59

56

Evi Hartanti, Op.cit, halaman 52

57

Ibid, halaman, 52

58

Ibid, halaman 52-53

59

Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Penerbit PT.Alumni Bandung 2006, halaman 101

Penegakan hukum pidana merupakan tugas komponen- komponen aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana. Penerapan hukum pidana sebagai salah satu kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri yang harus memperhatikan faktor dan kondisi kriminogen yang dapat menimbulkan terjadinya tindak pidana korupsi.

Di indonesia telah banyak undang- undang dan peraturan maupun lembaga yang khusus dalam mengatasi korupsi, diantaranya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 jo. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan UU Tipikor serta UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jaksa Selaku Penyidik dan Penuntut Umum dalam Tindak Pidana Korupsi, di mana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh undang- undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidiki, mengamat- amati.60

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna

60

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, setakan II, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta 1989, halaman 837

menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHAP). Sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat 2 KUHAP, penyidik untuk tindak pidana khusus sebagaimana tersebut pada undang- undang tertentu sampai ada perubahan atau dinyatakan tidak berlaku lagi, dan penyidikannya adalah Jaksa (Penuntut Umum)61

61

Darwin Prinst, Op.cit, halaman 91-92

.

Secara yuridis, pengertian penyidikan akan mengacu kepada Pasal 1 angka 2 KUHAP yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah “ serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Pasal 26 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa : “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang ini.

Terhadap tindak pidana korupsi, sebelum keluarnya Undang- Undang No.31 tahun 1999, penyidikannya dilakukan oleh kejaksaan. Namun demikian, setelah lahirnya Undang- Undang No.31 Tahun 1999, yaitu pasca-Agustus 1999, penangan terhadap tindak pidana korupsi ini memiliki keragaman pemahaman.

Ada beberapa pendapat tentang pengertian penuntutan oleh beberapa sarjana yaitu62

a. Sudarto, menjelaskan bahwa tindakan penuntutan adalah berupa penyerahan berkas perkara si tersangka kepada hakim dan sekaligus supaya diserahkan kepada sidang pengadilan (verwijzing naar de terechtizitting).

:

b. Wirjono Prodjodikoro, menururt seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa.

c. S.M. Amin, menuntut adalah penyerahan perkara ke sidang oleh hakim. d. Mertiman Prodjoharmidjojo, penuntutan dalam arti luas merupakan segala

tindakan penuntut umum sejak ia menerima berkas dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntutan merupakan satu proses dari berbagai tindakan yang harus dilakukan oleh seorang jaksa. Dalam KUHAP diatur juga tugas jaksa dalam bidang prapenuntutan. Prapenuntutan dalam KUHAP diatur dalam pasal 14 huruf b, sebagai berikut: “ mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan

62

memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan 4 dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik63

Dalam Bab II bagian pertama pada pasal 5 UU Kejaksaan itu dinyatakan bahwa susunan Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri, sedangkan dalam bagian kedua pada pasal 8 diatur tentang Jaksa, sebagai berikut

.

Jaksa sebagai penuntut umum dalam perkara pidana harus mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan penyidik dari permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan berdasarkan hukum. Jaksa akan mempertanggungjawabkan semua perlakuan terhadap terdakwa itu mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya apakah tuntutannya yang dilakukan oleh jaksa itu sah dan benar atau tidak menurut hukum sehingga benar- benar rasa keadilan masyarakat dipenuhi.

64

4. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma- norma keagamaan,

:

1. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung,

2. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggungjawab menurut saluran hierarki.

3. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.

63

Ibid, halaman 37

64

kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai- nilai kemanusiaan, yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.

5. Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayaut 4, Jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Dalam Undang- Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pasal 30 menjelaskan65

1. Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: :

a. melakukan penuntutan

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannyadikoordinasikan dengan penyidik

65

2. Dibidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Menurut ketentuan di atas, jaksa bertugas sebagai penuntut umum yang melakukan “tindakan penuntutan”. Menurut KUHAP dalam pasal 1 butir 7 menyatakan sebagai berikut, “ tindakan penuntutan adalah melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan”.66

Di dalam KUHAP diatur wewenang penuntut umum pasal 1 butir 66 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 disebutkan bahwa67

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang- undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

:

b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang- undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

66

Ibid, halaman 35

67

Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana pasal 1 butir 6 Undang- Undang No.8 Tahun 1981