• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Jaksa dari Sudut Pandang Non Penal Policy dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINDAK PIDANA KORUPS

B. Peranan Jaksa dari Sudut Pandang Non Penal Policy dalam

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pendekatan non penal dilakukan mengingat faktor korelatif terjadinya tindak pidana korupsi erat kaitannya dengan persoalan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

Tindak pidana korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor- faktor penyebabnya yaitu68

1. Lemahnya pendidikan agama dan etika, dengan kurangnya

pendidikan kenyataannya sekarang kasus- kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar, dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat.

:

2. Kolonialisme, di mana suatu pemerintahan asing tidak

menggugah kesetian dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

3. Kemiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia,

para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan para konglomerat.

4. Tidak adanya sanksi yang tegas dan keras.

5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.

6. Struktur pemerintahan.

68

7. Perubahan radikal. Pada sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tansisional.

8. Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa

mencerminkan keadaan masyarakat secara keseluruhan.

Faktor yang paling penting dalam dinamika korupsi adalah keadaan moral dan intelektual para pemimpin masyarakat. Keadaan moral dan intelektual dalam konfigurasi kondisi- kondisi yang lain. Beberapa faktor yang dapat menjinakkan korupsi, walaupun tidak akan memberantasnya adalah69

1. Keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual serta tugas kemajuan nasioanal dan publik maupun birokrasi.

:

2. Administratif yang efisien serta penyesuaian struktural yang layak dari mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber- sumber korupsi.

3. Kondisi sejarah dan sosiologisnya yang menguntungkan. 4. Berfungsinya suatu sistem yang antikorupsi.

5. Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan intelektual yang tinggi.

Adapun faktor- faktor lainnya sebagai penyebab terjadinya tindak pidana korupsi yaitu70

a. Korupsi dapat terjadi karena faktor kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri. : 69 Ibid, halaman 11-12 70 http://www.repository.usu.ac.id

b. Korupsi dapat terjadi karena adanya kultur (budaya).

c. Korupsi dapat terjadi karena buruknya manajemen, manajemen yang kurang baik akan menimbulkan kebocoran- kebocoran keuangan yang membawa akibat orang akan mudah melakukan korupsi.

d. Korupsi juga dapat terjadi karena adanya arus modernisasi, korupsi lebih banyak dijumpai pada masyarakat/ negara yang sedang berkembang.

e. Korupsi dapat terjadi karena faktor ekonomi.

Sebenarnya, penyebab terjadinya korupsi tidak dapat dipungkiri bahwa “kesempatan dan jabatan/ kekuasaan”, sebagai sumber utama dari korupsi. Penyebab korupsi juga terjadi karena melemahnya integritas moral yang turut melemahkan disiplin dari aparatnya. Wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaan negara serta partisipasi masyarakat yang lemah dalam menjalankan fungsi kontrol penyebab meningkatnya korupsi di Indonesia71

Akibat-akibat yang ditimbulkan dari terjadinya tindak pidana korupsi adalah

.

72

3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

:

1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.

2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

71

ibid

72

Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah: a. ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah,

b. memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha

c. terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam b. kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat- akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :

1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.

2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.

3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.

4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.

Untuk mencegah terjadinya korupsi besar- besaran, bagi pejabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang pelayanan masyarakat, pendapatan negara, dan pembuat kebijaksanaan maka harus di daftar kekayaannya sebelum menjabat jabatannya, sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi, hal ini agar tidak memberikan kesempatan bagi para pejabat untuk melakukan korupsi.

Baharuddin Lopa dalam bukunya “Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum” membagi korupsi menurut sifatnya dalam dua bentuk yaitu73

a. Korupsi yang Bermotif Terselubung, yaitu korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata.

:

b. Korupsi yang Bermotif Ganda, yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain, yakni kepentingan politik.

Ciri- ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya “Sosiologi Korupsi” sebagai berikut74

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup sesungguhnya tidak ada dan kasus itu biasanya termasuk dalam pengertian penggelapan.

:

b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya, walaupun demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasiannya. c. Koruspi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.

d. Mereka yang mempraktikkan cara- cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.

73

Evi Hartanti, Op.cit, halaman 10

74

e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan- keputusan itu.

f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat).

g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepecayaan.

Dasar upaya non penal dalam penanggulangan korupsi yang lebih menitikberatkan pada upaya preventif, yaitu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana korupsi dapat dilaksanakan dengan cara menangani faktor- faktor pendorong dan akibat dari terjadinya korupsi yaitu75

a. Cara Moralistik, yang secara umum melalui pembinaan mental dan moral manusia, ceramah, dan penyuluhan di bidang keagamaan, etika, dan hukum. Upaya untuk memperbaiki mental dan moral manusia adalah salah satu upaya yang tidak kalah pentingnya untuk ditempuh dalam upaya pemberantasan korupsi.

:

b. Cara abolisionistik, di mana cara ini berasumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus diberantas sengan terlebih dahulu menggali sebab- sebabnya dan kemudian penanggulangan diserahkan pada usaha- usaha untuk menghilangkan sebab- sebab tersebut.

Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan

75

Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, Bandung 2005, halaman 60

pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.

Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang menurut para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan, Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut76

Kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi secara penal dan non penal mempunyai kedudukan yang strategis dan berperan dalam sistem peradilan pidana. Kesadaran masyarakat juga berperan dalam pemberantasan tindak pidana

:

a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.

b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

Sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas, mengenai penal policy dan non penal policy dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, maka haruslah dilakukan pendekatan penerapan hukum pidana saja, namun dalam hal ini penerapan hukum pidana ini mempunyai keterbatasan dan tidak cukup untuk menanggulangi korupsi.

76

korupsi, baik itu tokoh agama, tokoh msyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya.