• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Penunjang pada Anemia Defisiensi Besi

Dalam dokumen DAFTAR TABEL Halaman (Halaman 54-78)

Standar baku terbaik (gold standar) defisiensi besi adalah dengan menilai cadangan besi di sumsum tulang pengecatan prussian blue

dari aspirasi sumsum tulang. Pemeriksaan ini sulit dilakukan karena invasif, menyakitkan dan biayanya mahal. Standar pemeriksaan selanjut-nya adalah penilain respons terapi besi. Akan tetapi, sebelum melakukan pemeriksaan

50

jang, sebaiknya kita memulai dengan peme-riksaan sederhana yang dimulai dari darah lengkap.

Selain gold standard tersebut, beberapa pendekatan pemeriksaan darah untuk deteksi defisiensi besi, antara lain Hb, hematokrit, indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC), RDW, prosen retikulosit, hemoglobin di dalam retikulosit (RetHe dan CHr), hapusan darah tepi, kadar besi serum (serum iron), total iron binding capacity (TIBC), transferin dan saturasi transferin, serum ferritin,

soluble transferin receptor (sTfR), dan erythrocyte protoporphyrin yang memiliki keunggulan masing-masing.

Pada awalnya defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya anemia hipokromik mikro-siter pada hapusan darah tepi yang telah digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1958. Selanjutnya tahun 1981, defisiensi besi ditentukan berdasarkan hemoglobin dan hema-tokrit dan tahun 1997 ditentukan berdasar 3 variabel yaitu serum ferritin, zinc erythrocyte protoporphyrin

(ZnPP), dan mean cell volume (MCV). Tahun 2000, penentuan defisiensi besi didasarkan pada

51

kadar besi serum, saturasi transferin, serum ferritin dan bone marrow iron staining.

Penilaian eritrosit dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan darah lengkap baik melalui hitung manual atau dengan metode hitung otomatis (mesin). Saat ini banyak fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah memilikinya. Berikut ini adalah contoh hasil pemeriksaan darah lengkap.

Pemeriksaan darah lengkap dapat menge-valuasi tiga komponen darah yaitu

1. Komponen eritrosit

Variabel yang dievaluasi dalam kom-ponen eritrosit yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin (Hb), kadar hema-tokrit (HCT), jumlah eritrosit, indeks eritrosit dan RDW.

2. Komponen leukosit (jumlah dan hitung jenis)

3. Komponen trombosit (jumlah dan PDW). Pemeriksaan darah lengkap dapat memberikan informasi mengenai morfologi eritrosit sehingga

52

dapat mengetahui jenis anemia dan dugaan penyebabnya.

Table 6. Jenis pemeriksaan yang sering ditemukan pada darah lengkap

Leukosit Eritrosit Trombosit

Jumlah leukosit Jumlah eritrosit Kadar hematokrit Kadar hemoglobin Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) Red cell distributon width (RDW) Jumlah trombosit

Hitung jenis Platelet

distribution width (PDW)

Pada mesin hitung otomatis lain, dapat dikeluarkan parameter hematologi tambahan yaitu jumlah dan prosentase retikulosit, kandungan atau konsentrasi hemoglobin di dalam retikulosit (RetHe dan Chr). Parameter leukosit

yang juga dapat muncul adalah immature

granulocyte atau neutrofil muda untuk penanda infeksi bakteri akut. Parameter trombosit yang

53

dapat keluar adalah immature platelet fraction

(IPF).

Pemeriksaan awal yang harus kita lakukan adalah menentukan bahwa seorang anak menderita anemia atau bukan dengan melihat kadar hemoglobin. Anemia menurut WHO didefinisikan jika hemoglobin kurang dari nilai normal menurut usia dan jenis kelamin dengan batasan anemia seperti tabel di atas. Batasan anemia yang lain adalah apabila hemoglobin kurang dari minus 2 standar deviasi menurut usia dan jenis kelamin seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Kadar hemoglobin pada anak dan remaja berdasarkan usia dan jenis kelamin

(Wang, 2016)

Usia Rerata Hb

(g/dL)

Minus 2 SD

Lahir cukup bulan 16,5 13,5

1 bulan 13,9 10,7 2 bulan 11,2 9,4 3-6 bulan 11,5 9,5 6-24 bulan 12 10,5 2-6 tahun 12,5 11.5 6-12 tahun 13,5 11,5

54 12-18 tahun (laki-laki) 14,5 13 12-18 tahun (perempuan) 14 12

Selanjutnya penilaian anemia dapat dilaku-kan dengan mengikuti algoritma untuk menilai jenis anemia. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit dilihat dengan mengevaluasi indeks eritrosit. Indeks eritrosit menilai ukuran dan warna eritrosit tanpa harus melihat hapusan darah tepi (HDT) yang terdiri dari 3 penilaian yaitu

mean corpuscular (cell) volume (MCV), mean corpuscular (cell) hemoglobin (MCH) dan mean corpuscular (cell) hemoglobin concentra-tion

(MCHC) yang diperkenalkan oleh Wintrobe tahun 1929.

Nilai MCV di atas normal (makrositik) menunjukkan eritrosit berukuran besar-besar (makrositik) misalnya anemia megaloblastik dan anemia hemolitik autoimun. MCV rendah dikatakan eritrosit mikrositik atau kecil-kecil. Nilai normal MCV adalah 86,7-102,3 dengan satuan fL (femtoliter) = 10-15L = μm3. Anemia

55

kan berdasarkan ukuran eritrosit menurut MCV menjadi

1. Anemia mikrositik (MCV < 80 fL), 2. Anemia normositik (80-100 fL), 3. Anemia makrositik (MCV > 100 fL). Tabel 8. Nilai normal hemoglobin, MCV, MCV, MCHC dan retikulosit sesuai usia

56

Anemia defisiensi besi harus difikirkan terlebih dahulu apabila kita menjumpai anemia mikrositik karena kita tinggal di Indonesia dengan prevalensi ADB yang tinggi. Dugaan defisiensi besi makin kuat bila didapatkan hipokromik yang ditandai dengan MCH dan MCHC yang juga rendah. MCH menunjukkan rata-rata hemoglobin dalam setiap eritrosit dan MCHC menunjukkan rata-rata hemoglobin dalam setiap volume darah. Jika MCHC turun maka darah akan tidak tampak merah dan cenderung pucat, kondisi ini disebut hipokromik, misalnya pada anemia defisisensi besi. Nilai normal MCH adalah 27,1-32,4 pg disebut hipokrom apabila MCH <27,1 pg. Nilai normal MCHC adalah 29,7-33,1% dan hipokrom apabila MCHC <31%. Parameter indeks eritrosit yang digunakan untuk menilai hipokromik eritrosit adalah MCHC.

57

Gambar 6. Algoritma Diagnosis Anemia Defisiensi Besi.

Diadaptasi dari Janus J, Moerschel SK. Evaluation of anemia in children. Am Fam Physician. 2010 Jun 15;81(12):

1462-71.

58

Dengan demikian, anamnesis dan pemerik-saan fisik yang detail serta gambaran anemia mikrositik hipokromik dapat mendukung diagnosis anemia defisiensi besi. Penentuan kadar besi serum dan cadangan besi tidak dapat dilakukan di semua tempat serta biayanya cukup mahal. Oleh karena itu, dianjurkan untuk dilakukan percobaan terapi besi yaitu memberikan preparat besi oral dan dievaluasi ulang setelah 1 bulan. Prosedur tersebut mirip dilakukan pada alergi makanan yaitu diet eliminasi provokasi. Prosedur percobaan terapi besi akan dibahas di paragraf selanjutnya.

Apabila dalam mesin hitung otomatis tidak mengeluarkan parameter indeksi eritrosit, maka kita bisa menghitung sendiri dengan rumus.

59

Berdasarkan rumus di atas, maka untuk menghitung MCV, MCH dan MCHC diperlukan parameter hemoglobin, jumlah eritrosit dan hematokrit (HCT). Kedua parameter juga keluar pada alat hitung otomatis. Hematokrit mengukur total volume eritrosit dibandingkan dengan total volume darah (sel darah merah dan plasma). Baik hemoglobin maupun hematokrit didasarkan pada eritrosit dan volume darah sehingga tergantung pada volume plasma. Hemoglobin dan hematokrit akan tampak lebih tinggi pada keadaan dehidrasi daripada pasien normovole-mik, tetapi turun pada kasus kelebihan cairan. Contoh lain adalah Hb dan Hct meningkat pada demam berdarah karena volume plasma menu-run. Dengan demikian, penilaian hematokrit harus hati-hati dalam menginterpretasikannya.

Sumsum tulang pada anemia defisiensi besi gagal memproduksi eritrosit karena ke-kurangan besi sehingga jumlah eritrosit akan turun sejalan dengan penurunan Hb diikuti hematokrit. Berbeda dengan thalasemia, sum-sum tulang tidak kekurangan zat besi dan produksi eritrosit akan tinggi akibat kebutuhan yang tinggi terkait anemia.

60

Eritrosit pada thalasemia diproduksi dalam jumlah besar, tetapi dihancurkan kembali oleh limpa, dan terjadilah anemia mikrositik, jumlah eritrosit meningkat, sedangkan Hct rendah sebanding dengan Hb. Sebagai patokan, nilai normal hematokrit adalah sekitar 3 kali nilai Hb, misalnya apabila Hb=7 g/dL maka nilai Hct sekitar 3x7 atau sekitar 21%.

Selain indeks eritrosit, mesin hitung otomatis juga dapat mengeluarkan parameter red cell distribution width (RDW) yang dapat mengevaluasi variasi ukuran eritrosit. Nilai RDW yang meningkat (>14%) menunjukkan eritrosit yang ukurannya bervariasi yaitu ada yang kecil dan ada yang besar. Pada ADB, nilai RDW akan sedikit meningkat yang dinamakan anisositosis sedangkan pada thalasemia memiliki RDW rendah yang menunjukkan variasi ukuran eri-trosit sedikit atau dikatakan ukuran eritrosit seragam. Kenaikan RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, saturasi transferin dan feritin. Nilai MCV rendah dan kenaikan RDW adalah pertanda kekurangan besi.

61

Parameter darah lengkap saja sebenarnya dapat memprediksi atau membedakan antara anemia defisiensi besi, thalasemia α/β trait / minor/karier dan anemia penyakit kronis sebagai diagnosis banding. Thalasemia mayor dapat dengan mudah dibedakan karena disertai gejala dan tanda lain seperti hambatan pertumbuhan,

facies cooley, hepatosplenomegali, dan anemia berat. Thalasemia trait/minor/karier sulit dibeda-kan dengan anemia defisiensi besi karena biasanya tidak bergejala dan hanya didapatkan anemia ringan. Anemia penyakit kronis sedikit lebih sulit dibedakan kecuali jenis penyakitnya sudah jelas terlihat misalnya anemia ginjal (gagal ginjal kronik, lupus nefritis).

Jumlah eritrosit pada anemia defisiensi besi akan menurun sejalan dengan kadar Hb. Apabila Hb sangat rendah maka jumlah eritrosit juga sangat rendah. Berbeda dengan thalasemia, walaupun Hb sangat rendah, tetapi jumlah eritrosit masih normal atau hanya sedikit terjadi penurunan. Nilai MCV dan MCH pada anemia defisiensi besi biasanya juga turun sejalan, tetapi

62

pada thalasemia, MCV turun tetapi MCH masih normal atau sedikit menurun.

Tabel 9. Perbedaan anemia defisiensi besi, thalasemia dan anemia penyakit kronis ber-dasarkan parameter darah lengkap

Parameter ADB Tthalasemia α/β

trait/minor/karier Anemia penyakit kronis Hb ↓/sedikit turun RBC sejalan derajat anemia, semakin berat anemia, jumlah eritrosit akan semakin turun N/↑ walaupun Hb tidak terlalu tinggi N/↓sedikit MCV sejalan dengan derajat anemia N/↓sedikit MCH sejalan dengan anemia ↓ sedikit tidak sebanding derajat anemia N/↓ sedikit RDW N/↓sedikit N

Keteranga: ↑= naik, ↓= turun, N=normal

Kepastian ukuran dan warna eritrosit dapat dilihat dengan pengecatan darah tepi, tetapi tidak semua tempat dapat melakukannya. Eritrosit

63

tampak hipokromik, mikrositik dan anisositosis pada hapusan darah tepi. Hipokrom dilihat dari daerah yang tidak terwarnai di bagian tengah eritrosit melebihi 1/3 diameter eritrosit. Mikrositik berarti ukuran eritrosit lebih kecil dari limfosit matur. Eritrosit menjadi abnormal dan bervariasi (poikilositosis) dengan khas ditemukan pencil cell

apabila defisiensi besi bertambah berat.

Beberapa formula disusun untuk mem-bedakan anemia defisiensi besi dan thalasemia terutama thalasemia minor juga sudah ada. Penggunaan indeks tersebut harus hati-hati dalam menginterprestasikan.

Tabel 10. Beberapa indeks atau rumus untuk membedakan anemia defisiensi besi dan thlasemia berdasarkan parameter darah lengkap

Indeks Rumus Anemia defisiensi besi Thalasemia β Mentzer index MCV/RBC >13 <13 Shine and Lal

index MCV2 x MCH x 0,01 >1530 <1530 England and Fraser Index MCV-RBC-(5xHb)-5.09 >0 <0 Srivastava Index MCH/RBC >3,8 <3,8

64

Green and King Index MCV2 x RDW x Hb/100 >65 <65 Red cell distribution width index MCV x RDW/RBC >220 <220

Keterangan : MCV=mean corpuscular (cell)

volume, MCH=mean corpuscular (cell)

hemoglobin, RBC=red blood cell (jumlah eritrosit), RDW=red cell distribution width

Retikulosit juga merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan untuk membantu men-diagnosis anemia defisiensi besi. Retikulosit sebenarnya adalah eritrosit muda yang masih mengandung ribosom dan ribonucleic acid (RNA) sehingga retikulosit masih terus memproduksi hemoglobin. Retikulosit di sumsum tulang me-merlukan waktu 2-3 hari untuk menjadi matang sesudah itu dilepaskan ke dalam darah tepi dan menjadi eritrosit matur setelah 1-2 hari. Pemeriksaan retikulosit juga mudah dan murah, dan memiliki reliabilitas yang tinggi baik hitung manual maupun otomatis. Jumlah retikulosit pada ADB turun karena sumsum tulang tidak dapat memproduksi akibat kekurangan bahan yang dalam hal ini besi. Nilai retikulosit berbeda sesuai

65

dengan umur yaitu 0,8-1,2% pada anak di atas usia 6 bulan. Untuk mendukung diagnosis, juga diperiksa kadar hemoglobin dalam retikulosit (reticulocyte hemoglobin, RetHe) menurun (<27.2 pg), tetapi tidak semua alat hitung otomatis bisa melakukan.

Parameter lain dari darah lengkap adalah leukosit dan trombosit. Jumlah leukosit biasanya dalam batas normal kecuali pada ADB dengan infeksi akut, alergi, infestasi cacing atau kelainan komorbid lain. Jumlah trombosit dapat normal atau sedikit meningkat lebih dari 450.000/mm3

(trombositosis reaktif) Kadang terjadi trom-bositopenia, yaitu pada keadaan anemia defisiensi besi yang berat.

Evaluasi defisiensi besi adalah dengan mengukur status besi di dalam darah. Akan tetapi, tidak semua tempat dapat melakukan peme-riksaan status besi di dalam tubuh. Biaya pemeriksaan juga relatif mahal. Defisiensi besi dapat ditegakkan dengan hanya anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium dasar darah lengkap, bila memungkinkan retikulosit dan hapusan darah tepi. Oleh karena itu, defisiensi

66

besi juga dapat ditegakkan dengan percobaan terapiutik yaitu dengan mengevalusi respons pemberian besi.

Percobaan terapiutik adalah kriteria yang paling tepat untuk diagnosis ADB dengan penilaian respons terapi besi per oral. Anak diberikan besi dengan dosis 3-6 mg/kgBB per hari dalam dosis terbagi, akan didapatkan peningkatan retikulosit pada hari ke 5-10. Jika terdapat peningkatan hemoglobin lebih dari 1 g/dL setelah satu bulan maka diagnosis anemia defisiensi besi dapat ditegakkan dan terapi besi dapat dilanjutkan. Apabila respons terapi tidak ada, menunjukkan bahwa anemia ada kemungkinan tidak disebabkan oleh defisiensi besi dan dievaluasi penyebab lainnya. Terapi besi harus dihentikan dan diperlukan penilaian diagnostik lebih lanjut.

Defisiensi besi ditandai dengan penurunan kadar besi serum atau serum iron (SI), peningkatan dari kapasitas transferin atau juga bisa disebut total iron binding capacity (TIBC). Kadar besi serum pada anemia defisiensi besi didapatkan SI yang rendah di bawah <50 g/dL

67

dan TIBC meningkat lebih dari 350 g/dL didukung dengan saturasi besi atau transferin saturation (TSAT) kurang dari 15% yang dihitung dari SI/TIBCx100% menjadi dasar dari diagnosis defisiensi besi.

Kadar feritin serum merepresentasikan cadangan Fe dalam tubuh. Serum feritin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar besi pada tubuh. Akan tetapi, interpretasi feritin harus hati-hati karena kadar feritin juga meningkat pada infeksi dan inflamasi (protein reaktan sebagai-mana CRP). Feritin kurang dari 12 g/L dikategorikan defisiensi besi pada anak usia kurang 5 tahun. Kadar feritin 15-30 µg/L menunjukkan cadangan besi yang rendah. Kadar feritin 30 µg/L seharusnya dipakai sebagai cut-off

untuk dewasa dan anak usia >15 tahun, 20 µg/L untuk usia 12-15 tahun dan 15 µg/L untuk usia 6-12 tahun.

Defisiensi besi dimulai dari defisiensi besi tanpa disertai anemia (non anemia iron deficiency) atau iron depletion, defisiensi besi dengan mikrositik dan atau hipokromik yang akhirnya

68

jatuh pada anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

1. Tahap Pertama, iron depletion atau

storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi. Kadar hemoglobin dan fungsi protein besi masih normal tetapi serum ferritin menurun sehingga terjadi peningkatan absorbsi besi non heme.

2. Tahap Kedua, iron deficiency atau iron limited erythropoiesis, suplai besi tidak mencukupi untuk eritropoiesis. Nilai serum iron dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin meningkat.

3. Tahap Ketiga, tahap anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia), eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan hemoglobin sehingga ditemukan eritrosit hipokromik mikrositosis. Anemia defisiensi besi terjadi akibat penurunan besi fungsional untuk eritropoiesis, cadangan besi

69

kosong (depleted iron store) sehingga produksi hemoglobin turun.

Defisiensi besi tahap awal dimulai dari penurunan cadangan (feritin) untuk memenuhi kebutuhan besi fungsional dan besi untuk eritropesis (besi serum) sedangkan anemia belum terjadi. Apabila kebutuhan besi tidak segera tercukupi maka besi cadangan turun, besi fungsional mulai berkurang, tetapi eritropoiesis hanya sedikit terganggu. Pada tahap lanjut, cadangan besi habis, besi fungsional di darah habis sehingga besi untuk eritropoesis ikut berkurang dan terjadilah anemia defisiensi besi.

70

Gambar 7. Tahapan defisiensi besi

71

Aspirasi sumsum tulang merupakan standar emas untuk diagnosis anemia defisiensi besi, tetapi tidak rutin untuk dilakukan karena bersifat invasif. Hapusan darah sumsum tulang dengan pewarnaan Prusian blue akan menunjukkan status besi yang tampak pada cadangan besi atau timbunan besi hemosiderin.

Pemeriksaan penunjang lain dalam diag-nosis anemia defisiensi besi dilakukan untuk mengevaluasi faktor resiko dan komorbid atau penyerta ada atau diagnosis banding, misalnya urinalisis (hematuria mikroskopis, infeksi saluran kemih) dan feses (darah samar, telur cacing). Pemeriksaan kimia klinik seperti fungsi hati dan ginjal biasanya normal. Albumin dapat turun atau rendah terutama pada malnutrisi (gizi buruk).

Pemeriksaan lain sebagai biomarker anemia defisiensi besi adalah eritrosit protoporfirin,

erythrocyte zinc protoporphyrin (ZnPP) dan reseptor transferin (sTfR), tetapi tidak rutin dilakukan. Eritrosit protoporfirin meningkat secara perlahan pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoiesis. Eritrosit protoporfirin secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam

72

praktik klinis masih jarang. Erythrocyte zinc protoporphyrin (ZnPP) merupakan ukuran besi dalam heme. Ketika kadar besi menurun, zinc digunakan untuk menyusun besi dalam heme sehinga kadar ZnPP akan meningkat. Reseptor transferin (sTfR) berada di permukaan eritroblast (prekursor eritrosit). Jika suplai besi rendah maka kadar transferin yang mengandung besi juga rendah. Peningkatan kadar sTfR darah me-nandakan adanya defisiensi besi.

Jadi untuk merangkum semuanya, pada pemeriksaan lanjutan yang akan didapatkan pada anemia defisiensi besi adalah:

 Gejala klasik anemia dan faktor resiko defisiensi besi.

 Pemeriksaan fisik yang mengarah ke anemia

 Evaluasi nutrisi dan perkembangan anak

 Pemeriksaan darah lengkap yaitu anemia dengan hemoglobin yang turun yang sifatnya hipokromik mikrositik (MCHC<31 g/dL dan MCV kurang dari 80 fL).

 Hapusan darah tepi didapatkan eritrosit mikrositik hipokromik anisopoikilositosis terutama ditemukan sel pensil.

73

 Hitung retikulosit yang turun kurang dari 1,2% pada anak usia di atas 6 bulan.

 Serum iron yang menurun kurang dari 50

g/dL

 Total iron binding capacity yang meningkat sehingga saturasi transferin yang menurun kurang dari 15%.

Sementara untuk kriteria diagnosis anemia defisiensi besi dari WHO dan dianut banyak center adalah sebagai berikut

 Anemia dengan kadar Hb lebih rendah sesuai usia

 MCHC <31 g/dL

 Kadar besi serum (SI) < 50 µg/dL)

 Saturasi transferin < 15%

 Feritin <12 µg/L (tambahan)

Dalam dokumen DAFTAR TABEL Halaman (Halaman 54-78)

Dokumen terkait