• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Landasan Teori

7. Pemerolehan Bahasa

Dardjowidjojo (2010: 225) menjelaskan bahwa istilah pemerolehan dipakai

untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang

dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native

language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari

istilah Inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan

yang formal, yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dari penjelasan

di atas, dapat disimpulkan pemerolehan bahasa terjadi melalui pemerolehan secara

natural dan pembelajaran. Kedua proses pemerolehan ini memiliki peran yang

berbeda pada perkembangan bahasa. Proses pemerolehan bertujuan untuk

menguasai suatu bahasa, penguasaan bahasa yang sering terjadi adalah

a. Perbedaan Pemerolehan B1 dan B2

Pemerolehan B1 dan B2 itu tidak sepenuhnya sama. Perbedaannya

digambarkan oleh Titone (Purwo, 1989: 247) sebagai berikut.

1) Pemerolehan B1 bersifat spontan dan jarang dirancang, sedangkan

pemerolehan B2 pada umumnya diniatkan dan dirancang;

2) pemerolehan B1 dikondisikan dengan pemerkokoh primer seperti kebutuhan

untuk mengomunikasikan keinginan, kebutuhan untuk membina hubungan

afektif dengan orang tua. Sebaliknya, pemerolehan B2 sering dikondisikan

pemerkokoh yang lebih lemah, misalnya angka di sekolah;

3) tidak seperti bayi yang bergerak dari tanpa pengetahuan melalui tahapan yang

teridentifikasikan dan pasti, pembelajar B2 telah mengetahui bahasa ibunya.

B1 ini dapat merupakan aset yang dapat ditransferkan pada waktu belajar B2.

Namun apabila B1 dan B2 berbeda, maka dapat lahir interferensi;

4) pembelajar B2 telah mempunyai kemampuan untuk mendiskriminasikan bunyi

dan struktur sedangkan bayi mulai dari nol;

5) pembelajar B2 telah mempunyai persepsi tertentu dan juga sikap terhadap

budaya asing yang dapat mempengaruhi proses belajarnya.

b. Perkembangan Bahasa pada Anak

Darjowidjojo (2010: 234) menyatakan bahwa perkembangan bahasa pada

anak tidak lepas dari cara anak itu memperoleh sebuah bahasa. Banyak para ahli

memperdebatkan masalah tersebut, mereka menyebutkan bahwa seorang anak

memperoleh bahasa secara alamiah (nature) tetapi ada juga yang menyebutkan

pertama, yaitu behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa itu bersifat

nurture, yakni pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan. Menurut aliran ini,

manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa, yakni semacam piring kosong tanpa

apa pun. Piring ini kemudian diisi oleh alam sekitar kita termasuk bahasanya. Jadi

pengetahuan apa pun yang kemudian diperoleh oleh manusia itu semata-mata

berasal dari lingkungannya (Dardjowidjojo, 2010: 234-235). Pelopor pandangan

ini adalah B. F. Skinner yang telah melakukan uji coba pada tikus. Dari hasil uji

coba itu, Skinner menyimpulkan bahwa pemerolehan pengetahuan termasuk

pengetahuan pemakaian bahasa didasarkan pada stimulus, kemudian diikuti oleh

respon. Pemerolehan bahasa menurut Skinner adalah salah satu perangkat

kebiasaan yang perlu dilatih secara berulang-ulang.

Lain halnya dengan Noam Chomsky yang mengatakan bahwa pemerolehan

bahasa bersifat nature (alamiah). Pemerolehan bahasa tidaklah mungkin hanya

diterima dari rangsangan lingkungan saja. Chomsky mengatakan bahwa anak

sudah dibekali sebuah alat yang disebut Language Acquisition Device (LAD). Alat

yang merupakan pemberian biologis ini sudah diprogramkan untuk merinci butir-

butir yang mungkin dari suatu bahasa (Purwo, 1990: 97). Chomsky pelopor

pandangan nativisme menyebutkan bahwa seorang anak memperoleh bahasa

secara alamiah melalui LAD atau piranti pemerolehan bahasa. Sifat nurture

menurut pandangan ini adalah masukan yang berupa bahasa yang akan

menentukkan bahasa mana yang akan diperoleh anak, tetapi prosesnya itu sendiri

Pandangan selanjutnya adalah pandangan kognitivisme yang dipelopori oleh

Jean Piaget. Pandangan ini menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa

memiliki keterkaitan antara alamiah (nature) dan (nurture). Jadi, kedua hal

tersebut tidak bisa dipisahkan begitu saja terutama dalam hal yang berkaitan

dengan perkembangan bahasa pada anak. Piaget menegaskan bahwa struktur

kompleks dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula

sesuatu yang dipelajari dari lingkungan. Struktur ini timbul sebagai akibat dari

interaksi yang terus-menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan lingkungan

lingual (dan yang bukan lingual). Struktur adalah suatu larutan yang timbul secara

tak terelakkan dari serentetan interaksi. Karena timbulnya secara tak terelakkan,

maka tidak perlu struktur itu harus tersediakan secara alamiah (Purwo, 1990: 99).

Piaget juga beranggapan bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh besar

terhadap perkembangan intelektual anak. Perkembangan tersebut tergantung pada

keaktifan anak dalam keterlibatannya dengan lingkungan.

c. Kemampuan Penguasaan Bahasa pada Anak

Darjowidjojo (2010: 243) mengatakan bahwa manusia baik anak maupun

dewasa mempunyai dua tingkat kemampuan yang berbeda dalam berbahasa.

Kemampuan anak untuk memahami apa yang dikatakan orang jauh lebih cepat

dan jauh lebih baik daripada produksinya. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang

anak memiliki kemampuan menyimak jauh lebih baik daripada kemampuan

lainnya. Kemampuan ini disebut komprehensi. Benedict (1979 dalam Fletcher dan

Garman 1981: 6) mengatakan bahwa kemampuan anak dalam komprehensi adalah

Situasi ini menyebabkan seorang anak mempunyai kemampuan lebih baik

daripada orang dewasa dalam penguasaan bahasa terutama perbendaharaan

kosakata. Pernyataan tersebut sejalan dengan beberapa penelitian dari para ahli

mengenai perkembangan kosakata pada anak. Berikut ini hasil penelitian dari para

ahli (Purwo, 1990: 116-117).

1) Anak sudah menguasai kosakata secara reseptif 50 kata pada usia sekitar 13

bulan tetapi baru pada usia sekitar 19 bulan anak dapat (secara produktif)

mengeluarkan 50 kata (Benedict, 1979).

2) Usia antara 2,5 dan 4,5 tahun merupakan masa pesatnya pengembangan

kosakata; rata-rata dua sampai empat kata baru dikuasai pada masa itu (Madora

Smith, 1926).

3) Anak cenderung menciptakan kata-kata baru untuk mengisi kekosongan

apabila lupa atau belum tahu kata semestinya (Clark, 1981 dan 1982).

4) Pada saat masuk taman kanak-kanak, anak sudah menguasai kosakata sekitar

8.000 kata, dan hampir seluruh kaidah dasar tata bahasa dikuasainya (Purwo,

1990: 117).

d. Macam-macam Kata yang dikuasai oleh Anak.

Kata-kata yang diperoleh oleh anak biasanya dipengaruhi oleh lingkungan si

anak itu dibesarkan. Anak yang berlatar belakang lingkungan kota akan berbeda

dengan anak yang berlatar belakang lingkungan desa (Dardjodwidjojo, 2010:

258). Pernyataan tersebut memberikan penjelasan tentang perbedaan latar

belakang anak berpengaruh pada perkembangan bahasanya. Anak orang terdidik

memperoleh kata-kata nomina seperti bola, anjing, kucing, beruang, radio, ikan,

payung, sepatu, dan sebagainya. Selain kata nomina, verba yang dikuasai anak

seperti bubuk, maem, pipis, eek, nyopir, ngetik, jalan-jalan, belanja, dan

sebagainya (Darjodwidjojo, 2010: 258). Pernyataan tersebut menggambarkan

kemampuan anak dalam menguasai bahasa terpengaruh benda-benda nyata yang

ada di sekitarnya dan tingkah laku yang diajarkan oleh orang tuanya.

Pada anak petani di desa, apalagi yang agak terpencil, kata-kata seperti ini

kecil kemungkinannya untuk dikuasai awal. Maka dari itu, anak dari desa

biasanya menguasai kosakata seperti daun, rumput, cangkul, bebek, sapi, dsb.

Anak menguasai kata utama lebih dahulu, kata utama itu, yakni nomina, verba,

dan adjektifa (Dardjodwidjojo, 2010: 259). Keterbatasan benda-benda yang dilihat

oleh anak mengakibatkan perbendaharaan kata anak tidak banyak. Namun, kedua

anak dengan latar belakang yang berbeda sama-sama menguasai jenis kata nomina

terlebih dahulu.

Pernyataan di atas memberikan gambaran bahwa perbendaharaan kata pada

anak juga dipengaruhi oleh latar belakang anak itu tinggal. Pengaruh lingkungan

memiliki andil yang cukup besar dalam penentuan ujaran awal pada anak.

Seorang anak juga lebih cepat menguasai kosakata nomina daripada kosakata

verba dan adjektiva. Fakta ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Gentner (1982 dalam Dardjowidjojo, 2010: 259). Beliau mengatakan bahwa anak

e. Kata-kata yang sulit dikuasai oleh Anak.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pada masa prasekolah seorang anak

sudah mampu menguasai sekitar 8.000 kata dan hampir seluruh kaidah dasar tata

bahasa dikuasainya (Purwo, 1990: 117). Mereka dapat membuat kalimat tanya,

kalimat berita, kalimat negatif, kalimat majemuk, dan sejumlah konstruksi lain.

Menurut penelitian Harwood (1959), hingga usia 5,5 tahun anak belum

sepenuhnya memahami konstruksi pasif: ia tidak menemukan kalimat pasif

sewaktu mengamati sekitar 12.000 kalimat spontan yang diucapkan oleh anak usia

5 tahun. Menurut Baldie (1976), baru sekitar 80% dari anak usia antara 7,5 dan 8

tahun dapat menghasilkan konstruksi pasif (Purwo, 1990: 117).

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar di sekolah

membantu anak dalam proses pemerolehan bahasa terutama berkaitan dengan

konstruksi pasif. Ketika anak masih berusia 5,5 tahun sumber pemerolehan bahasa

masih terbatas pada keterampilan menyimak saja tetapi setelah umur 7,5 dan 8

tahun berarti anak sudah masuk dalam pendidikan di sekolah, anak mulai dapat

menghasilkan konstruksi pasif karena memaksimalkan keterampilan lain, seperti

menulis, membaca, dan berbicara.

Kesulitan lain, yaitu penguasaan kosakata itu sendiri. Darjowidjojo (2010:

259) menyebutkan bahwa kata mempunyai jalur hierarki semantik. Dalam hal

pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh kata yang hierarkinya terlalu

tinggi atau terlalu rendah. Anak akan mengambil apa yang dinamakan basic level

category, yakni suatu kategori dasar yang tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak

Misalnya:

Perkutut Bangkok adalah satu jenis perkutut. Perkutut adalah salah satu dari

sekian banyak macam burung. Burung adalah salah satu dari binatang. Binatang

adalah salah satu wujud makhluk.

Dalam contoh binatang di atas, anak tidak akan mengambil binatang atau

makhluk; dia juga tidak akan mengambil perkutut Bangkok atau perkutut. Dia

akan mengambil kata yang dasar, yaitu burung (Darjowidjojo, 2010: 259).

Dokumen terkait