BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
D. Refleksivitas Anggota Klub Motor WKC
1. Pemikiran
Pemikiran menjadi tingkatan yang paling abstrak dalam melihat
refleksivitas seseorang. Pemikiran refleksif sendiri berarti sebagai adanya
proses berpikir, dengan menghasilkan pikiran dan renungan seseorang
pada hal-hal yang dapat mengancamnya (risiko). Lebih lanjut, pemikiran
refleksif ini akan mengarah pada upaya yang dilakukan untuk dapat
mengantisipasi risiko-risiko, walau masih sebatas pemikiran semata.
Refleksivitas para anggota WKC dalam tingkat atau level
pemikiran memang dapat ditemukan. Pemikiran – pemikiran refleksif
tersebut ditunjukkan dengan adanya berbagai risiko yang berhasil
diidentifikasi. Identifikasi risiko-risiko yang dapat mengancam para
anggota WKC, terungkap dari wawancara dengan mereka mengenai hal
ini. Seluruh anggota WKC yang menjadi informan dalam penelitian ini,
sepakat mengungkapkan adanya risiko yang mengancam mereka.
Beberapa dari mereka mengungkapkan risiko-risiko tersebut, seperti yang
diungkapkan oleh Erwin.
commit to user
clii
Risikonya ya ketangkep polisi mbak kalo kecelakaan.
(Wawancara, 4 Desember 2011).
Hal yang sama mengenai risiko yang dapat mengancam mereka sebagai
pengendara motor juga dikemukan oleh anggota WKC lainnya yaitu Agus
Purwanto.
Ya jatuh atau kecelakaan itu pasti, apa lagi kalo pas banter
(kencang). (Wawancara, 29 Oktober 2011)
Hasil wawancara dengan seluruh informan menunjukkan bahwa
para anggota WKC mengakui risiko kecelakaan lalu lintas sebagai risiko
yang begitu mengancam khususnya bagi para pengendara motor. Hal itu
sesuai dengan data dari Polres Wonogiri tahun 2010 mengenai kecelakaan
lalu lintas yang terjadi di Kabupaten Wonogiri. Dari data tersebut
diketahui bahwa kecelakaan yang terjadi selama tahun 2010 mencapai
270 kejadian, dan dari jumlah tersebut sebanyak 236 kejadian melibatkan
sepeda motor (data Satuan Lalu Lintas Unit Lalu Lintas Kecelakaan
Polres Wonogiri tahun 2010).
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat beberapa ekologi risiko
yang dikemukan Ulrich Beck, yang meliputi risiko fisik -ekologis,
risiko sosial dan risiko mental (dalam Piliang, 2009,
http://rumahwacana.wordpress.com ). Kecelakaan lalu lintas tergolong
sebagai bentuk risiko fisik-ekologis, namun dalam hal ini memang
cenderung dikatakan sebagai suatu risiko fisik. Sebab risiko tersebut
cenderung lebih mengakibatkan berbagai kerusakan fisik bagi manusia.
commit to user
cliii
Refleksivitas tiap anggota WKC mengenai risiko fisik tersebut
menunjukkan kenyataan lain. Hal yang dimaksud adalah pemikiran
seluruh informan yang merupakan anggota WKC mengenai kesamaan
atau tidak ada perbedaan risiko antara pengendara motor RX King
dengan pengendara motor lainnya. Jadi, pengendara motor tanpa kecuali
memiliki kesempatan yang sama dalam menghadapi risiko fisik seperti
kecelakaan lalu lintas. Namun begitu, terdapat temuan lain yang dapat
menjadi potensi yang lebih besar bagi pengendara motor RX King
menjadi lebih berisiko pada risiko fisik daripada pengendara motor yang
lain. Hal tersebut terjadi karena motor RX King yang memiliki karakter
atau ciri khas khusus, seperti gas yang ringan sehingga sangat mudah
mencapai kecepatan tinggi, yang menuntut para pengendaranya untuk
dapat lebih beradaptasi dengan kemampuan berkendara yang baik.
Beberapa anggota WKC juga membenarkan pernyataan tersebut, salah
satunya Agus Purwanto.
RX King itu lebih bisa memacu adrenalin karena mesine agresif
kayak galak gitu, jadi keliahatane luwih (lebih) bahaya apa
gimana gitu, tapi sebenere sama aja tergantung orangnya.
(Wawancara, 29 Oktober 2011).
Pendapat yang sama juga diungkapkan salah seorang anggota WKC
lainnya
Bapak Deva Wardana.
RX King itu dianggap seperti “mesin pencabut nyawa” jadi
memang cara mengendalikanya harus benar, tapi sebenarnya di
luar itu, ya sama saja tergantung yang pake juga . (Wawancara,
29 Oktober 2011).
commit to user
cliv
Pemikiran yang refleksif dari para anggota WKC tidak saja
mengidentifikasi risiko fisik sebagai risiko yang mereka hadapi, namun
juga menyadari bahwa risiko lain yaitu risiko sosial. Seluruh anggota
WKC mengakui bahwa risiko sosial, khususnya individualitas menjadi
risiko yang mengancam dalam kehidupan mereka. Individualitas yang
berwujud seperti egoisme dan ketidakpedulian sering ditemukan dalam
kehidupan manusia saat ini, termasuk bagi kalangan pengendara motor.
Berbagai kasus kecelakaan lalu lintas sering terjadi akibat
keegoisan dan ketidakpedulian pengendara motor dapat memancing
pengguna jalan yang lain terutama mereka yang memiliki tingkat
emosional yang tinggi. Bagi para anggota WKC, risiko sosial yang
berwujud individualitas tersebut memang nyata dialami, namun hal
tersebut tidak dialami oleh semua orang. Dengan kata lain, hanya orang-
orang tertentu saja yang berisiko pada individualitas pengendara motor,
misalnya orang-orang dengan tingkat emosional tinggi, orang yang masih
labil atau “moody” (suasana hati mudah berubah) saja. Hal tersebut sesuai
dengan apa yang diungkapkan oleh salah seorang anggota WKC, Bapak
Susilo saat wawancara mengenai individualitas sebagai risiko sosial
pengendara motor, termasuk anggota WKC.
Yo risiko, soale emang kadang yo sak geleme dhewe. Ngerti
wong koyo ngono yo pernah, aku dhewe yo pernah mbak. Piye
yo soale ngepit kuwi kari “mood”e piye mbak, nek lagi ra apik
commit to user
clv
yo iso sakkarepe dhewe (Ya risiko, karena memang kadang ya
semaunya sendiri. Mengetahui orang seperti itu ya pernah, aku
sendiri juga pernah mbak. Gimana ya, karena naik motor itu
tinggal “mood”nya bagaimana mbak, kalau sedang tidak bagus
ya semaunya sendiri). ( Wawancara, 21 November 2011)
Hal yang sama turut diungkapkan anggota WKC lainnya, Anthony Ilham
Tergantung orangnya masing-masing gak semuanya begitu
mbak, ada yang ngepitnya (mengendarai motor) santai ada juga
yang seperti itu. Contohnya pas di”gleyer” ngerasa ga seneng
kan bisa langsung ga terima terus nguyak
(mengejar).
(Wawancara, 12 November 2011)
Tidak mengherankan hal tersebut dapat terjadi, karena risiko
fisik seperti kecelakaan (lalu lintas jalan, pesawat terbang, kecelakaan
laut), bencana (banjir,longsor, kebakaran hutan, kekeringan) menciptakan
pula secara bersamaan aneka penyakit sosial layaknya ketakpedulian,
ketakacuhan, indisipliner, fatalitas, egoisme dan immoralitas (dalam
Piliang, 2009, http://rumahwacana.wordpress.com). Jadi risiko sosial,
yaitu individualitas menjadi salah satu risiko yang juga diidentifikasi para
anggota WKC.
Risiko sosial lain juga menjadi risiko yang berhasil diidentifikasi
anggota WKC. Risiko sosial yang dimaksud berupa kesan negatif
sebagian masyarakat pada pengendara motor RX King yang identik
dengan orang yang berandalan dan ugal-ugalan. Hal itulah yang
dirasakan oleh para anggota WKC.
Berdasarkan wawancara dengan seluruh informan warga
masyarakat Wonogiri (bukan anggota WKC), ditemukan bahwa ternyata
commit to user
clvi
tidak ada anggapan negatif (ugal-ugalan atau brandalan) pada pengendara
motor RX King. Diakui oleh mereka juga bahwa orang awam dapat
memiliki “kesan yang kurang baik” pada motor tersebut, disebabkan oleh
suara yang keras dari motor tersebut, dan imbas pemberitaan di media
massa yang menampilkan hal-hal negatif tentang geng motor. Hal
tersebut yang diungkapkan oleh salah beberapa informan terkait
pendapatnya anggapan negatif bagi pengendara RX King dan juga
pendapat mengenai pengendara RX King berikut ini.
Alif Asdianto
Kalo buatku biasa-biasa aja, tapi memang cuma kesane ugal-
ugalan. Karena kesan dari motor King sendiri. (Wawancara,17
November 2011)
Arif Setyawan
Ya kenyataane tidak seperti yang diomongkan orang. Wong sing
marake dianggap negatif ki gur goro-goro knalpote, coba nek
suarane gur dut-dut mesti lak ra dianggep negatif po kaya
preman, lha piye wong yo jenenge 2 tak (Yang menyebabkan
dianggap negatif karena knalpotnya, coba kalau suaranya hanya
dut-dut pasti tidak dianggap negatif atau seperti preman, ya
gimana namanya juga 2 tak) (Wawancara, 20 Februari 2012)
commit to user
clvii
Ohh, ya itu (anggapan negatif) kan cuma karna media massa
yang dulu mberitake (memberitakan) geng motor, dadi RX King
nggih dikira piye.., padahal asline nggih mboten ngoten (jadi
RX King ya dikira gimana.., padahal ya tidak begitu ). Kalo
soal itu (pendapat terhadap pengendara RX King ) yo sama saja
mbak, tinggal orangnya. Contohnya pas touring misal, nek
tanggung jawab kan tetep nurut sweeper ,nek mboten yo
“urakan” sakkarepe dewe (kalo tanggung jawab kan tetap nurut
sweeper, tapi kalo tidak ya “urakan” semaunya sendiri )
(Wawancara, 21 Februari 2012)
Wawancara dengan para informan yang merupakan warga
masyarakat Wonogiri, terkait pendapat terhadap Klub Motor WKC,
menunjukkan bahwa hal yang sama, yakni mereka tidak menganggap
ugal-ugalan. Hal tersebut dipaparkan dalam petikan wawancara berikut
ini.
Alif Asdianto
Ya nek WKC itu cuma kesannya aja ugal-ugalan, tapi sebenere
enggak kayak gitu ko. (Wawancara,17 November 2011)
Arif Setyawan
Yo cuma buat penyaluran hobi otomotif, wonge yo apik-apik
(Orangnya baik-baik) , soale pernah ikut kumpul bareng di alun-
alun, pernah ikut touring ke Jogja dulu tahun 2010. Asyik juga
soale bisa menyalurkan inspirasi buat modifikasi juga, kan RX
King kuwi piye yo pit seko ndisik nganti sakiki sih eksis,lha
gampang dimodif (RX King itu gimana ya, motor dari dulu
sampai sekarang masih eksis, karena gampang dimodifikasi )
(Wawancara, 20 Februari 2012)
commit to user
clviii
Ya kaya komunitas itu mbak, ada solidaritasnya, pas touring trus
trouble semua nurut sweeper nggih mandek (ya berhenti). Trus
ada pengarahan bapak-bapak dari binamitra tiap berapa bulan,
intine yo gur pit koyo ngene wae, tetep nurut ketertiban ( ya
biar cuma motor kaya gini aja, tetap mematuhi ketertiban )
(Wawancara, 21 Februari 2012)
Risiko tersebut tergolong sebagai suatu risiko sosial dan
bukannya risiko psikis, karena adanya kesan tidak baik yang diakibatkan
dari motor RX King, karena suaranya yang keras maupun imbas
pemberitaan media massa mengenai geng motor yang melakukan hal-hal
buruk/negatif tersebut dapat mengancam hadirnya potensi kerusakan
bangunan sosial seperti indisipliner dan immoralitas. Selain itu risiko
tersebut juga diakui dan dibenarkan oleh para anggota WKC, namun hal
tersebut tidak membebani mereka secara psikis. Oleh karena itu, risiko
sosial tersebut tidak mengarah pada timbulnya risiko psikis, karena risiko
psikis akan cenderung menghasilkan penyimpangan atau abnormalitas
(Piliang, 2009, http://rumahwacana.wordpress.com).
Dari penjelasan mengenai refleksivitas anggota WKC di tingkat
pemikiran dapat terlihat melalui adanya identifikasi risiko-risiko yang
mengancam mereka. Risiko – risiko yang dimaksud tergolong sebagai
risiko fisik dan risiko sosial. Risiko fisik berupa kecelakaan lalu lintas,
sedangkan risiko sosial berupa individualitas dan kesan tidak baik bagi
commit to user
clix
para pengendara motor RX King, karena suara motor yang keras dan
imbas pemberitaan media massa yang buruk tentang geng motor.
Dalam dokumen
MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYRAKAT RISIKO ( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) )
(Halaman 151-159)