• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYRAKAT RISIKO ( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYRAKAT RISIKO ( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) )"

Copied!
265
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYRAKAT RISIKO

( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor

Wonogiri King Club (WKC) )

SKRIPSI

Disusun guna Melengkapi Tugas Akhir

dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

MAYA ATRI KOMALASARI

D0308043

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user iv MOTTO

“Hidup bukanlah sekedar berusaha mempertahankan kehidupan, tetapi berusaha

menghidupi kehidupan”

( Anonimus )

“Tiga jalan untuk mencapai kesuksesan : percaya pada diri sendiri , selalu jujur,

bekerja keras dan tekun “

(A. Aziz Salim Basyariahil )

(5)

commit to user v

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

1. Bapakku Purnomo dan Ibuku

Sri Suyati tercinta

2. Kakakku Beny Ery Cahyono

tercinta

3. Alm. Nenek tercinta

4. Teman-teman Sosiologi

(6)

commit to user vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Tiada lagi kata yang pantas terucap selain rasa syukur yang selalu saya panjatkan kehadirat

Allah SWT atas segala limpahan rahmat, anugerah serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil

menyelesaikan skripsi dengan judul “Modal Sosial dan Refleksivitas dalam Masyarakat Risiko

(Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC))”. Pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini :

1. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Bagus Haryono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dra. Rahesli Humsona, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang bersedia

memberikan bimbingan dan pengarahan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan segenap karyawan/wati Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas segala ilmu dan pengalaman belajar yang baik.

5. Ketua Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) Bapak Anang Mardiyanto yang telah

memberikan izin penelitian pada penulis dan membantu memberikan data sekunder terkait

(7)

commit to user vii

6. Seluruh anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC), khususnya Erwin, Faisal, Mas

Beny, Mas dondon, Mas Susilo, Mas Anthon, Mas Prasetyo, Mas Agus, Mas Deva dan

Mas Anang, yang telah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.

7. Bapak dan Ibu yang telah memberikan dukungan materiil dan spiritual

8. Kakakku yang telah memberi dukungan, dan bantuan mengantarkan ke berbagai tempat

dalam rangka mencari data penelitian ini.

9. Mas Arif, Mas Tarjo dan Alif atas kesediaan menjadi informan dalam penelitian ini.

10. Fitta, Dian Asri, Mas Khelmy yang telah membantu dalam pencarian berbagai referensi

yang sangat berguna bagi skripsi ini.

11. Teman-temanku tercinta Ifah, Susi, Prima, Hasih, Renvi dan Lia yang telah memberikan

dukungan dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Teman-teman Sosiologi, terutama angkatan 2008, yang tidak dapat disebutkan satu

persatu, atas berbagai masukan dan kebersamaanya selama ini.

13. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun atas segala bentuk

bantuan baik moril atau materiil telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk hasil yang lebih

baik. Besar harapan dengan adanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Sosiologi.

Surakarta, Januari 2012

(8)

commit to user

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang...

B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan Penelitian...

D. Manfaat Penelitian...

1

A. Tinjauan Pustaka... …………...

B. Definisi Konseptual...

C. Landasan Teori...

D. Penelitian Terdahulu...

E. Kerangka Pemikiran...

13

23

24

31

(9)

commit to user ix

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Lokasi Penelitian...…………...

B. Jenis Penelitian...…...

C. Jenis dan Sumber Data...……...

D. Teknik Pengambilan Sampel...

E. Teknik Pengumpulan Data...

F. Validitas Data...

G. Teknik Analisis Data...

38

A. Gambaran Umum Kabupaten Wonogiri...

1. Kondisi Geografi ...

2. Kondisi Demografi...

3. Kondisi Sarana Prasarana Perhubungan dan Transportasi...

4. Kondisi Kehidupan Sosial...

B. Gambaran Umum Wonogiri King Club (WKC)...

1. Sejarah WonogiriKing Club (WKC)...

2.Tujuan Pendirian WonogiriKing Club (WKC)...

3.Struktur Organisasi WonogiriKing Club (WKC)...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Profil Informan...

B. Motivasi menjadi Anggota Klub Motor WKC...

C. Modal Sosial Anggota Klub Motor WKC...

1. Kepercayaan (Trust)...

2. Norma (Norms )...

3. Jaringan (Network)...

D. Refleksivitas Anggota Klub Motor WKC...

(10)

commit to user x

2. Sikap...

3. Tindakan...

E. Keterkaitan Modal Sosial dan Refleksivitas Anggota Klub Motor

WKC...

BAB VI PENUTUP...

A. Kesimpulan...

B. Implikasi...

C. Saran...

144

146

162

169

169

173

181

DAFTAR PUSTAKA... 183

(11)

commit to user xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia ...49

Tabel 2 Penduduk menurut Tingkat Pendidikan ...51

Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...52

Tabel 4 Persentase Penduduk Menurut Agama...54

Tabel 5 Sarana Prasarana Perhubungan dan Transportasi ...55

Tabel 6 Panjang Jalan di Kabupaten Wonogiri menurut Jenis Permukaan Dan Status Jalan (km)...56

Tabel 7 Kondisi Kehidupan Organisasi Masyarakat (Banyaknya lembaga berbasis kehidupan sosial masyarakat)...58

Tabel 8 Informan Anggota Klub Motor WKC...69

Tabel 9 Motivasi menjadi Anggota Klub Motor WKC...78

Tabel 10 Matrik Modal Sosial Anggota Klub Motor WKC...133

Tabel 11 Piranti Safety Riding yang dikenakan Anggota Klub Motor WKC...150

Tabel 12 Piranti Safety Riding yang digunakan pada Motor Anggota Klub Motor WKC...152

Tabel 13 Matrik Refleksivitas Anggota Klub Motor WKC... 160

Tabel 14 Matrik Keterkaitan Modal Sosial dan Refleksivitas Anggota Klub Motor WKC...166

(12)

commit to user xii

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1 Kerangka Pemikiran ...37

Bagan 2 Skema Model Analisis Interaktif...46

(13)

commit to user xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Touring WKC ke Ponorogo dalam rangka HUT PRKC ...81

Gambar 2 Bakti Sosial WKC ke Pondok Pesantren Mamba’ul Hikmah Selogiri...83

Gambar 3 Bakti Sosial Donor Darah WKC di PMI Cabang Wonogiri...84

Gambar 4 Acara HUT WKC Kedua di Obyek Wisata Waduk Gajah

Mungkur Wonogiri ...85

Gambar 5 Acara Senam Pagi Massal dalam rangka HUT

Kedua WKC...86

Gambar 6 Pertemuan Rutin Tiap Minggu Anggota WKC di depan

Dealer AHAS Wonogiri ...87

Gambar 7 Acara Syawalan Halal bi halal Kingers seJawa Tengah

Di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri...115

Gambar 8 Stiker Bima Fitness Center Melekat pada Salah Satu Motor

Anggota WKC ...125

Gambar 9 Pengamanan Acara Syawalan Halal bi halal Kingers

se Jawa Tengah oleh Polres Wonogiri ...129

Gambar 10 Perlengkapan Safety Riding Anggota WKC saat Touring ke

(14)

commit to user xiv ABSTRAK

Maya Atri Komalasari, D0308043, MODAL SOSIAL DAN REFLEKSIVITAS DALAM MASYARAKAT RISIKO ( Suatu Kajian terhadap Anggota Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) ), skripsi (S-1) Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan modal sosial dan refleksivitas anggota Klub Motor WKC, motivasi menjadi anggota dan keterkaitan antara modal sosial dan reflektivitas tersebut. Beberapa teori digunakan dalam penelitian ini, teori modal sosial dari Robert Putnam, teori masyarakat risiko dari Ulrich Beck dan teori motivasi ERG dari Clayton Adelfer serta teori tindakan sosial Tallcott Parsons.

Penelitian ini merupakan jenis deskriptif kualitatif, dengan menggunakan studi kasus sebagai strateginya. Data primer diperoleh dari informan yang merupakan anggota Klub Motor WKC dan warga masyarakat Wonogiri, sedangkan data sekunder merupakan data Wonogiri dalam Angka, dan data-data yang diperoleh dari blog dan sekretariat Klub Motor WKC dan pihak lain seperti Satuan Lalu Lintas Unit Lalu Lintas Kecelakaan Polres Wonogiri. Teknik pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling dengan maximum variety sampling. Teknik pengumpulan data

dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan metodologis. Analisis data menggunakan model interaktif.

Motivasi seseorang menjadi anggota WKC cukup beragam. Motivasi tersebut, diantaranya, menjalin dan memperluas hubungan pertemanan maupun persaudaraan, menyalurkan hobi otomotif, menambah atau memperluas wawasan dan pengalaman mengenai kehidupan berorganisasi dan seluk beluk motor RX King, dan memperbaiki citra atau image motor RX King dan pengendaranya.

Modal sosial anggota Klub Motor WKC terlihat dengan adanya kepercayaan, norma dan jaringan. Kepercayaan antar anggota dapat ditemukan baik dalam kegiatan atau acara dalam klub maupun di luar klub. Diberlakukannya norma-norma, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dan mengandung nilai-nilai mengenai kebersamaan atau solidaritas, resiprositas, harmoni dan kerukunan, saling menghormati dan agama. Adanya berbagai jenis jaringan yang terjalin , jaringan antar individu (anggota WKC), jaringan antara individu (luar WKC) dengan institusi (WKC), dan jaringan antar institusi (WKC dengan institusi lain).

Refleksivitas anggota Klub Motor WKC diwujudkan dalam bentuk pemikiran, sikap dan tindakan. Pemikiran ditunjukkan dari kemampuan mengidentifikasi risiko yang mengancam, yaitu risiko fisik dan risiko sosial. Sikap ditunjukkan dengan adanya sikap untuk dapat mengatasi risiko fisik dan risiko sosial. Tindakan mencakup berbagai tindakan yang dilakukan untuk mengatasi risiko fisik dan sosial tersebut.

(15)

commit to user xv ABSTRACT

Maya Atri Komalasari, D0308043, SOCIAL CAPITAL AND REFLEXIVITY IN RISKY SOCIETY (A Study on the Member of Wonogiri King Club (WKC) Motorcycle Club ), thesis (S-1) Sociology Department, Social and Political Sciences Faculty, Surakarta Sebelas Maret University, 2012.

This research aims to describe the social capital and reflexivity of WKC motorcycle club’s members, motivation to be the member and interrelationship between social capital and reflexivity. Several theories were used in this study including Robert Putnam’s social capital theory, Ulrich Beck’s risky society theory and Clayton Aldelfer’s ERG motivation theory, and also action theory from Talcott Parsons.

This study belongs to a descriptive qualitative research using case study as its strategy. The primary data was obtained from the informant constituting the member of WKC motorcycle club and Wonogiri people, while the secondary data was Wonogiri data in statistical form, and the data obtained from blog and secretariat of WKC motorcycle club and from other parties such as Accident Unit of Traffic Division of Polres Wonogiri (Wonogiri Resort Police). The sampling technique used was purposive sampling with maximum variety sampling. Techniques of collecting data used were observation, interview, and documentation. Data validation was done using source and methodological triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive model.

The motivations of individuals to be the member of WKC were varied enough. These included to establish and to expand the friendship and fraternity relationship, to channel the automotive hobby, to increase or to expand insight and experience about organizational life and RX King motor details, and to improve the image of RX King motorcycle and its riders.

The social capital of WKC motorcycle club’s members could be seen from the presence of trust (belief), norm, and network. The inter-member trust could be found in activity and program both inside and outside club. The norms were enacted, both written and spoken and containing the commonality or solidarity, reciprocity, harmony and concordance, respect and religious values. There are a variety of network established: inter-individual network (member of WKC), relationship between individual (out of WKC) and the institution (WKC), and inter-institutional network (WKC and other institutions).

Reflexivity of WKC motorcycle club members is manifested in the form of thought, attitude, and action. The thought was indicated by the capability of identify the threatening risks, both physical and social. The attitude was indicated by the attitude to cope with physical and social risks. The action included a variety of actions taken to cope with physical and social risks.

(16)

commit to user xvi BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan memang akan selalu menghiasi kehidupan setiap

masyarakat, yang menjadikannya berbeda hanyalah pada proses perubahan

tersebut, intensitas dan pengaruhnya. Apakah suatu perubahan tersebut

berlangsung secara cepat atau memerlukan waktu sehingga tergolong lambat

dan bertahap, dan ataukah perubahan tersebut sifatnya berpengaruh besar pada

segi-segi kehidupan masyarakat ataupun hanya memiliki pengaruh yang kecil

saja pada kehidupan masyarakat.

Salah satu perubahan yang terjadi dan perlu mendapat perhatian

karena cukup berpengaruh yaitu perubahan yang terjadi pada masyarakat

kontenporer, yang juga masih menjadi suatu perdebatan. Serangkaian

perdebatan dalam sosiologi masih terjadi antara pakar yang masih melihat

masyarakat kontenporer sebagai kehidupan modern dan yang menyatakan

bahwa akhir-akhir ini telah terjadi perubahan dan telah memasuki kehidupan

baru, kehidupan masyarakat postmodern (Ritzer dan Goodman, 2005 : 558).

Oleh karena itu muncul beberapa istilah seperti modernitas akhir dari Anthony

Giddens (Jones, 2009 : 239) atau modernitas baru dari Ulrich Beck, serta istilah

(17)

commit to user xvii

(postmodernitas), produk kultural baru (postmodernisme) dan tipe teoritisasi

baru mengenai dunia sosial (teori sosial postmodern) (Ritzer, 2003 : 14).

Terlepas dari polemik perdebatan tersebut, diakui bahwa telah terjadi

suatu perubahan dalam kehidupan masyarakat kontenporer di masa kini , baik

yang menganggap perubahan dari modernitas lama ke modernitas baru atau

lanjut, maupun perubahan dari modern menuju postmodern. Sementara itu,

karakteristik penting yang sekaligus menandai perubahan tersebut dengan mulai

menyinggung isu-isu yang sebelumnya belum tersentuh yaitu risiko-risiko

dan ketidakmenentuan yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

Perubahan yang dialami oleh masyarakat kontenporer ini ditandai

dengan semakin akrabnya kehidupan mereka dengan risiko. Risiko yang secara

sederhana seringkali diartikan sebagai dampak atau efek yang menimpa

manusia akibat terjadinya aktivitas tertentu yang membawa marabahaya (Hanif,

2008 : 76). Sementara itu, Giddens (dalam Jones, 2009: 243) bahkan telah

membedakan dua jenis risiko yaitu risiko eksternal dan risiko yang dibuat.

Risiko eksternal adalah risiko yang dialami dan datang dari luar karena mantap

atau kuatnya tradisi atau alam, sedangkan risiko yang dibuat adalah risiko yang

diciptakan oleh dampak besar berkembangnya pengetahuan. Contoh yang

sekaligus membedakan kedua jenis risiko tersebut misalnya risiko banjir dan

kelaparan merupakan risiko eksternal sedangkan contoh risiko yang dibuat

(18)

commit to user xviii

risiko yang dibuat karena hasil-hasil pengetahuan manusia melalui alat-alat dan

mesin penghasil polusi seperti kendaraan berbahan bakar minyak turut memiliki

andil yang cukup besar terciptanya risiko tersebut. Bagi Giddens jenis risiko

yang dibuat tersebut yang menjadi ciri pokok kehidupan manusia saat ini, dan

bahkan risiko tersebut tidak saja mengancam kehidupan manusia secara sosial

namun kehidupan pribadinya.

Terkait mengenai risiko, Sosiolog kenamaan Jerman, Ulrich Beck

bahkan telah menggunakan istilah masyarakat berisiko (risk society) dalam

salah satu karyanya yang berjudul Risk Society : Toward a New Modernity.

Menurut Beck, kehidupan masyarakat di era ini, ia asosiasikan sebagai

masyarakat risiko yang mendorong lahirnya perubahan dari isu sentral

masyarakat sebelumnya atau masyarakat industri yang berfokus pada

kesejahteraan dan bagaimana mendistribusikannya dengan adil, dan beralih

pada risiko yang dihadapi dan bagaimana risiko tersebut dapat dipantau,

diatur,dikontrol atau diminimalkan (Ritzer dan Goodman, 2005:562). Meskipun

begitu, tidak dapat dilupakan bahwa kehidupan masyarakat yang akrab dengan

risiko-risiko juga akan menghasilkan, refleksivitas yang memungkinkan untuk

mempertanyakan pada diri sendiri dan risiko yang dihasilkan. Hal tersebut

mungkin terjadi karena refleksivitas sendiri merupakan pemantauan rutin pada

diri seseorang (anda sendiri) dan perilakunya agar dapat memutuskan siapa

(19)

commit to user xix

Masyarakat pada masa kini tidak akan dapat mengelak dari ancaman

berbagai risiko baik dalam kehidupannya. Tidak berlebihan jika risiko

menjelma menjadi bagian keseharian manusia yang tidak dapat dihindari

bahkan dalam berbagai proses-proses sosial ia menjadi bagian yang tidak dapat

dipisahkan. Setidaknya menurut Beck terdapat tiga ekologi risiko (risk

ecologies) yaitu : risiko fisik-ekologis (physical-ecological risk), risiko mental

(psyche risk), dan risiko sosial (social risk) (Piliang, 2009,

http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity). Risiko fisik-ekologis

(physical-ecological risk), yaitu aneka risiko kerusakan fisik pada manusia dan

lingkungannya. Risiko fisik yang tergolong mudah terlihat, dengan rusaknya

ekologi atau lingkungan seperti rusak dan menyusutnya kawasan hutan,

tercemarnya sungai atau laut, dan sebagainya. Risiko mental (psyche risk), yaitu

aneka risiko kerusakan mental akibat perlakuan buruk pada tatanan psikis.

Sementara itu, risiko sosial (social risk) yaitu aneka risiko yang menggiring

pada rusaknya bangunan dan lingkungan sosial yang akan dihadapi, seperti

kerusakan atau lunturnya ikatan-ikatan sosial yang dulu erat dan di pegang

teguh oleh masyarakat. Bahasan mengenai risiko ini menjadi penting, karena

harapan umat manusia terhadap kemajuan dan perkembangan yang telah

dicapai tidak selalu berujung pada akibat yang baik, dan justru menghadirkan

konsekuensi seperti timbulnya berbagai risiko.

Risiko sosial menjadi salah satu risiko yang nyata dihadapi

(20)

commit to user xx

dijunjung tinggi masyarakat. Faktanya, kebiasaan gotong- royong yang dahulu

dilakukan masyarakat makin hilang, seperti kebiasaan gotong- royong dalam

membangun rumah seperti tradisi sambatan yang begitu umum di desa-desa di

Jawa kini mulai luntur, dalam menjaga keamanan lingkungan. Kebiasaan

gotong royong (sambatan) saat ini masih ada meskipun dalam intensitas yang

sangat kecil karena mulai ditinggalkan oleh sebagain besar warga desa di Jawa.

Sementara itu, kebiasaan masyarakat dalam menjaga lingkungan melalui

kegiatan ronda bersama warga, mulai luntur khususnya di perkotaan yaitu

perumahan orang-orang elite dan apartemen yang beralih menggunakan jasa

satpam (satuan pengamanan) dan dilengkapi dengan teknologi canggih seperti

kamera pengintai atau CCTV. Sayangnya, realitas di masyarakat menunjukan

bahwa hal tersebut justru akan makin menyuburkan individualisme yang

sebelumnya telah berkembang dengan cukup pesat di era masyarakat industri.

Individualisme menjelma menjadi suatu bentuk risiko sosial yang

dihadapi oleh masyarakat. Meskipun sering dianggap sebagai hal yang wajar

atau normal namun dibalik itu semua individualisme juga memiliki potensi

melahirkan ancaman bagi keberlangsungan kehidupan sosial. Individualisme

dapat menjadi semacam pupuk yang dapat menyuburkan penyakit sosial seperti

ketidakpedulian. Hal tersebut bukanlah sekedar isapan jempol, terutama umum

terjadi di kehidupan perkotaan. Disana kepedulian seseorang terhadap orang

lain telah makin berkurang dan bahkan perlahan mulai hilang. Kehidupan

(21)

commit to user xxi

lingkungan tempat tinggal seperti apartemen. Apartemen yang dirancang agar

dapat memberikan privasi yang lebih pada penghuninya tanpa sadar justru turut

menumbuhkan egoisme dan ketidakpedulian diantara mereka. Bukan hal aneh

jika seorang penghuni apartemen bahkan tidak tahu atau kenal dengan tetangga

sebelahnya, karena kesempatan untuk berinteraksi sangat terbatas. Tidak

mengherankan jika akhirnya dampak burukpun tercipta, yang salah satunya

menjadi tempat yang nyaman bagi orang-orang tertentu melakukan tindakan

kriminal seperti pembunuhan.

Berbagai kasus pembunuhan yang marak saat ini dilakukan

di lingkungan apartemen. Salah satu contoh kasus pembunuhan yang

menimpa seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta,

Novita Purnamasari di Apartemen Mediterania Jakarta Barat di tahun

2009 (Wsn, 2009,

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/10/08/08580642%20/artis.bunuh.ma

hasiswi). Keprihatinan makin dirasakan mengingat jenazah Novita baru

ditemukan empat hari setelah terjadinya peristiwa pembunuhan terjadi.

Keterlambatan diketahuinya kasus tersebut tidak akan terjadi jika kepedulian

antar sesama penghuni terbina dengan baik. Fakta ini sekaligus menunjukan

bahwa individualisme jelas menjadi ancaman dengan hadir sebagai risiko

sosial yang dapat membahayakan.

Kekhawatiran terhadap risiko yang dihadapi masyarakat, seperti risiko

(22)

commit to user xxii

dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, sosial dan budaya, turut

dirasakan oleh Francis Fukuyama melalui dua karyanya, yang pertama Trust :

The Social Virtues and The Creation of Prosperity tahun 1993 dan tahun 1999

dengan judul The Great Depression: Human Nature and The Reconstitution of

Social Order. Dalam kedua karya tersebut Fukuyama membahas konsep modal

sosial. Menurutnya, modal sosial murujuk pada kapabilitas yang muncul dari

kepercayaaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu

dalam masyarakat (Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity ,

terjemahan :37) dan serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki

bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjadinya

kerjasama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan

terjadinya kerja sama diantara mereka (The Great Depression: Human Nature

and The Reconstitution of Social Order , terjemahan : 22 , dalam Lawang, 2003

: 213). Modal sosial ini dapat kita temui keberadaanya di berbagai tempat , baik

dalam suatu kelompok formal seperti organisasi maupun kelompok yang tidak

formal sekalipun seperti komunitas, atau klub-klub tertentu.

Modal sosial menjadi begitu penting terkait risiko-risiko sosial yang

makin mengarahkan kehidupan pada individualisme. Hal tersebut disebabkan

modal sosial merupakan konsep yang sering digunakan ilmu sosial untuk

menggambarkan kapasitas sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

memelihara integrasi sosial (Pratikno dan Tim, 2001 : 5) yang notabene dekat

(23)

commit to user xxiii

karena itu, modal sosialpun menjelma menjadi suatu kajian yang menarik, tidak

lain karena mampu merepresentasikan reaksi terhadap individualisme yang

makin menjadi-jadi di masa kini. Hal tersebut sekaligus menunjukan

keterkaitan antara modal sosial dan kehidupan masyarakat risiko. Tidak

mengherankan jika kondisi yang dialami masyarakat risiko dapat turut

menjelaskan ketertarikan akademisi terhadap modal sosial (Field, 2010 : 150).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thilo Boeck, Jennie Fleming dan

Kemshall Hazel mengenai “Anak Muda, Modal Sosial dan Negoisasi Risiko”

(Young People, Social Capital and Negoitation of Risk) dalam hal “jalur atau

saluran-saluran bagi anak muda untuk dapat masuk (terjerumus) dan keluar

(terhindar) dari kejahatan” (Pathways into and out of Crime for Young People)

(Boeck, (dkk), 2006), menunjukan keterkaitan modal sosial dengan risiko

karena modal sosial berperan dalam menjadi navigasi risiko serta membantu

mengatasinya. Hasil penelitian tersebut sekaligus menunjukan bahwa modal

sosial ternyata turut berperan dalam mendorong lahirnya refleksivitas anak

muda yang terwujud dengan kemampuannya melakukan navigasi atas risiko

yang mengancam dalam kehidupannya. Dilatarbelakangi oleh hasil penelitian

tersebut maka penelitian ini akan mencoba meneliti modal sosial dalam

masyarakat risiko, yang difokuskan pada modal sosial dan refleksivitas dalam

suatu klub motor.

Klub motor menjadi penting diangkat dalam penelitian ini karena

(24)

commit to user xxiv

risiko dalam kehidupanya, seperti risiko sosial dengan munculnya

individulisme, ketidakpedulian dan egoisme. Hal itu sangat terlihat dalam

pemandangan saat mereka berkendara di jalan, dimana mereka berkendara

dengan kecepatan tinggi atau “ngebut” sesuka hati bahkan hingga melanggar

rambu-rambu lalulintas, atau mencoba mendahului kendaraan di depannya

dengan menggunakan jalan yang bukan jalurnya hingga dapat membuat

pengguna jalan lainnya celaka. Perilaku pengendara motor yang seperti itulah

yang menunjukan bahwa mereka tidak lagi peduli dengan kebutuhan dan

keselamatan orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri. Padahal perilaku

tersebut juga akan menjadi faktor pendorong munculnya risiko lain seperti

risiko fisik yaitu kecelakaan.

Alasan kedua, karena dalam hubungan-hubungan yang terjalin oleh

anggotanya mengindikasikan tumbuh dan berkembangnya modal sosial.

Interaksi yang dilakukan oleh anggota klub motor melalui berbagai

kegiatan-kegiatan cenderung menjadi potensi yang menghasilkan lahirnya modal sosial.

Bukan lagi menjadi rahasia umum jika seorang anggota klub motor

memperoleh berbagai keuntungan yang sifatnya materiil maupun nonmateriil.

Sebagai contoh, berkat modal sosial, misalnya anggota yang memiliki suatu

usaha maka usahanya dapat berkembang lebih maju dan terjaga

keberlangsungannya berkat bertambahnya konsumen baik dari anggota klub

(25)

commit to user xxv

Anggota Klub Motor Wonogiri King Club ( WKC ) dipilih

menjadi subyek penelitian ini. Pemilihan anggota Klub Motor WKC bukan

tanpa alasan. Pertama, karena klub ini tergolong sebagai klub motor RX-King

yang notabene tergolong berusia muda (3 tahun) namun telah memiliki jaringan

yang cukup luas, terbukti dengan terbaginya klub ini dalam beberapa

koordinator wilayah. Kedua, para anggota Klub Motor motor Wonogiri King

Club (WKC) tergolong rentan terhadap ancaman berbagai risiko, seperti yang

bersifat sosial, fisik-ekologis, dan bahkan psikis. Risiko sosial yang dihadapi

adalah ancaman penyakit sosial seperti individualisme,egoisme dan lainnya.

Sementara itu risiko fisik-ekologis yang mengancam mereka, layaknya

pengendara sepeda motor yang lain akan menghadapi risiko kecelakaan.

Pengendara motor RX-King pada umumnya, termasuk para anggota

Klub Motor Wonogiri King Club (WKC) pun harus menghadapi risiko sosial

lainnya yang mungkin dapat berkembang menjadi risiko yang bersifat psikis,

dengan munculnya kesan negatif yang berkembang di masyarakat bahwa

mereka sering dianggap “ugal-ugalan” atau bahkan “brandalan”. Terbukti

dengan motivasi pendirian salah satu pionir komunitas motor Rx King di

Indonesia yaitu King’s Club Djakarta (KCDj) . Motivasi pendirian KCDj

King’s Club Djakarta yaitu untuk mencoba menghapuskan stigma yang sangat

kental dalam masyarakat bahwa komunitas pengguna motor RX-King

merupakan kawanan brandalan yang hanya membuat onar dan kriminalitas,

(26)

commit to user xxvi

KCDj yakni “ Kelompok Copet dan Jambret” (Ridho, 2009 : 28 dari

www.yamaha-motor.co.id/download/motodream/?tx..1&chtashi).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah :

Bagaimana modal sosial (kepercayaan, norma dan jaringan) dan refleksivitas

(pemikiran, sikap, dan tindakan) anggota Klub Motor Wonogiri King Club

(WKC) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui modal sosial (kepercayaan, norma dan jaringan) anggota

Klub Motor Wonogiri King Club (WKC).

2. Untuk mengetahui refleksivitas (pemikiran, sikap, dan tindakan) anggota

Klub Motor Wonogiri King Club (WKC).

3. Untuk mengetahui motivasi seseorang menjadi anggota Klub Motor

Wonogiri King Club (WKC).

4. Untuk mengetahui keterkaitan modal sosial dan refleksivitas anggota Klub

(27)

commit to user xxvii D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan

agar lebih memperhatikan pembangunan modal sosial dalam lingkungan

kehidupan masyarakat kini.

2. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan referensi atau

kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya sehingga mampu memperbaiki

(28)

commit to user xxviii BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Modal Sosial

Pengertian modal sosial yang berkembang saat ini cenderung

didasarkan pada pandangan tiga tokoh ilmuwan sosial,yakni Pierre Bourdieu,

James Coleman dan Robert Putnam. Bourdieu mendefinisikan modal sosial

sebagai “sejumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada

seseorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa

hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak

terinstitusionalisasikan” (Bourdieu dan Wacquant,dalam Field, 2010 :23).

Dalam hal ini, Bourdieu menambahkan bahwa untuk dapat mempertahankan

nilai modal sosial maka individu harus mengupayakannya.

James Coleman memberikan pengertian konsep modal sosial sebagai

“seperangkat sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam

organisasi sosial komunitas dan yang berguna bagi perkembangan kognitif atau

sosial anak atau orang yang masih muda. Sumber-sumber daya tersebut

berbeda bagi orang-orang yang berlainan dan dapat memberikan manfaat

penting bagi anak-anak dan remaja dalam perkembangan modal manusia

mereka” (Coleman, 1994 : 300, dalam Field ,2010 : 38). Coleman juga melihat

(29)

commit to user xxix

diciptakan dan mungkin saja memberikan manfaat tidak saja bagi mereka yang

berupaya mewujudkannya , namun juga yang menjadi bagian dari struktur”

(Coleman, 1988-9 : 300 ,dalam Field ,2010 : 38). Menurutnya bentuk-bentuk

modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan

sanksi yang efektif, hubungan otoritas, organisasi sosial yang bisa digunakan

secara tepat.

Definisi lain modal sosial berasal dari Robert Putnam (1955) yang

mengartikan modal sosial sebagai features of social organization that can

improve the efficiency of society (bagian-bagian dalam organisasi sosial yang

dapat meningkatkan efisiensi masyarakat). Menurutnya terdapat tiga bentuk

atau unsur modal sosial yaitu : trust (kepercayaan), norms (norma) dan

networks atau jaringan-jaringan horizontal civic engagement (Wijaya, 2007:

76-77). Menurut Putnam, “asosiasi dalam masyarakat terutama yang

melibatkan hubungan face to face, serta hubungan diantara individu akan

menghasilkan trust, norma pertukaran, dan kapasitas untuk civic engagement

yang merupakan esensi penting dalam sebuah masyarakat demokratis”

(Pratikno dan Tim, 2001: 7) .

Selain tiga tokoh tersebut, Francis Fukuyama (1999 :16 ,dalam

Leksono, 2009 : 40) pun memberikan pengertian pada modal sosial, yaitu

“sekumpulan nilai informal atau norma yang menyebar diantara anggota

kelompok yang memungkinkan kerja sama terjadi diantara mereka”.

(30)

commit to user xxx

memenuhi apa yang diharapkan antar mereka bahwa lainnya akan bertingkah

laku dengan dapat diandalkan dan memiliki kejujuran, kemudian mereka akan

saling mempercayai satu sama lain, kepercayaan seperti minyak pelumas yang

membuat jalannya organisasi lebih efisien. Terdapat kerangka umum yang

berasal dari definisi Bank Dunia untuk memahami modal sosial yang intinya

“modal atau kapital sosial menunjuk pada norma, institusi dan hubungan sosial

yang memungkinkan orang dapat bekerja sama” (Lawang, 2004 : 213).

Dari sekian definisi mengenai modal sosial dari berbagai ahli tersebut,

dapat disimpulkan bahwa sebenarnya modal sosial merupakan suatu

hubungan-hubungan yang tercipta karena adanya norma-norma tertentu dan keadaan

tertentu. Dalam prosesnya modal sosial tersebut juga akan menghasilkan

kepercayaan, jaringan, dan nilai-nilai (norma) tertentu yang mempermudah

terjalinya kerjasama antara orang yang terlibat dalam suatu hubungan, baik

dalam kelompok kecil, asosiasi atau masyarakat sekalipun.

2. Refleksivitas

Refleksivitas adalah istilah yang digunakan dalam berbagai macam

pengertian. Dua kecenderungan utama pengertian tersebut sebagai berikut.

Pertama, refleksivitas digunakan secara lebih spesifik untuk menandai ciri-ciri

umum kehidupan sosial ( modern ). Kedua, refleksivitas digunakan secara

lebih spesifik untuk menunjukkan ciri-ciri tertentu dari berbagai upaya para

ilmuwan sosial untuk menjelaskan kehidupan sosial, atau mengkonotasikan

(31)

commit to user xxxi

ilmu sosial dalam beberapa pengertian merujuk kembali kepada ilmu

pengetahuan itu sendiri (Kuper dan Kuper, 2008 : 905). Pembahasan dari Ulrich

Beck (1992) mengenai modernitas refleksif merupakan contoh penggunaan

pengertian yang pertama.

Modernitas refleksif (reflexive modernity) merupakan proses

individualisasi yang kini terjadi di Barat. Di dalamnya agen-agen semakin

bebas dari paksaan struktural dan karenanya semakin mampu menciptakan

secara refleksif diri mereka sendiri dan masyarakat dimana mereka hidup

(Ritzer dan Goodman, 2005 : 562). Dalam hal ini, terkait dengan pengertian

pertama ,refleksivitas merujuk pada fakta bahwa masyarakat modern di masa

kini tengah menuai hasil-hasil negatif dari kesalahan-kesalahan dalam dalam

mengelola lingkungan mereka, dan merujuk pada semakin meningkatnya

kesadaran manusia terhadap konsekuensi-konsekuensi negatif ini. Beck juga

menyatakan bahwa hal ini menjurus kepada semacam refleksivitas personal

dimana para anggota masyarakat modern yang sudah matang mempertanyakan

pola-pola kehidupan dan nilai-nilai (moral) sosial (Kuper dan Kuper, 2008 :

905).

Refleksivitas memungkinkan seseorang untuk mempertanyakan pada

dirinya sendiri dan risiko yang dihasilkannya. Terkait dengan hal tersebut

adalah pendapat Giddens mengenai proses refleksivitas yang ia artikan sebagai

arah tindakan yang secara konstan memantau kondisi-kondisi kita dan

(32)

commit to user xxxii

secara rutin beradaptasi dengan kesadaran kita tentang apa yang sedang terjadi,

membentuk self, suatu identitas, agar sesuai dengan kondisi kini, dan tak harus

begitu besok (Jones, 2009 : 251). Oleh karena itu , secara sederhana

refleksivitas dapat diartikan sebagai pemantauan rutin Anda sendiri dan

perilaku Anda agar dapat memutuskan siapa Anda dan bagaimana Anda hidup

(Jones, 2009 : 281) .

Salah satu perwujudan dari refleksivitas adalah sikap refleksif. Sikap

refleksif adalah sikap yang berupaya mengatasi aneka efek risiko pada tingkat

risiko itu sendiri melalui berbagai solusi teknis , bukan mencari akar-akar

penyebab yang lebih fundamental, esensial atau subtansial (Piliang, 2009,

http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity ). Perlu diketahui bahwa

sikap refleksif inilah yang umumnya menjadi sikap dalam modernitas refleksif

(reflexive modernity).

Dari berbagai pengertian terhadap refleksivitas, dapat disimpulkan

bahwa sebenarnya refleksivitas merupakan suatu bagian yang menyertai dan

tidak terpisahkan dari masyarakat risiko. Refleksivitas berarti menunjukkan

usaha atau upaya yang dilakukan manusia berkaitan dengan risiko yang

mengancamnya, khususnya pada upaya dalam hal mengatasi risiko, baik

(33)

commit to user xxxiii 3. Masyarakat Risiko

Istilah masyarakat risiko (risk society) merupakan istilah yang melekat

pada sosiolog kenamaan Jerman Ulrich Beck. Istilah tersebut sebenarnya dapat

dilihat sebagai sejenis masyarakat industri karena kebanyakan risikonya

berasal dari industri. Hal tersebut dapat terjadi sebab menurut Beck kita masih

berada dalam era modern, walaupun dalam bentuk modernitas yang baru.

Perbedaan tersebut terletak pada tahap ”klasik” modernitas yang sebelumnya

berkaitan dengan masyarakat industri, sedangkan modernitas “baru” berkaitan

dengan masyarakat risiko (Clark, 1997, dalam Ritzer dan Goodman, 2003 :

561).

Berbagai perubahan turut mengiringi pergantian dari modernitas tahap

“klasik” menuju modernitas “baru” yang ditandai kemunculan masyarakat

risiko. Salah satu perubahan yang dimaksud dalam hal masalah sentral. Jika

dalam modernitas “klasik” masalah sentralnya berkisar pada kekayaan dan

bagaimana cara mendistribusikannya dengan merata. Sementara itu dalam

modernitas “baru” masalah sentralnya adalah risiko dan bagaimana cara

mencegah, meminimalkannya, atau menyalurkannya.

Dalam masyarakat risiko, keadaan menjadi tidak pasti, karena

berbagai kemungkinan buruk dapat terjadi. Hal yang dimaksud seperti

kemungkinan peristiwa dimana kecelakaan teknologi tidak bisa diasuransikan

karena implikasi-implikasi yang tak terbayangkan (misalnya ledakan reaktor

(34)

commit to user xxxiv

landasan dari “prinsip asuransi” yang tidak hanya dalam hal ekonomi, medis ,

psikologi , kebudayaan dan religi. Menurutnya, “masyarakat berisiko residual

telah menjadi masyarakat yang tidak dijamin asuransi” atau the residual risk

society has become an uninsured society (Beck 1992b : 101, dalam Kuper dan

Kuper, 2000 : 933). Jadi masyarakat risiko merupakan suatu masyarakat yang

tidak mempercayai kemajuan di masa depan , namun yang berpengalaman

dalam kalkulasi jangka pendek atas bahaya. Dengan kata lain, “matematika

kalkulus atas risiko menunjukkan model etika tanpa moralitas, etika matematis

dalam era teknologi” ( Beck 1992b :99, dalam Kuper dan Kuper,2000 : 933 ).

Tokoh lain yang juga membahas mengenai risiko adalah Anthony

Giddens. Hal tersebut diperkuat pernyataanya mengenai modernitas,

“modernitas adalah kultur risiko. Ini bukan berarti bahwa kehidupan sosial kini

lebih berbahaya daripada dahulu ; bagi kebanyakan orang itu bukan masalah.

Konsep risiko menjadi masalah mendasar baik dalam cara menempatkan aktor

biasa maupun aktor yang berkemampuan spesialis-teknis dalam organisasi

kehidupan sosial. Modernitas mengurangi risiko menyeluruh bidang dan gaya

hidup tertentu, tetapi pada waktu bersamaan memperkenalkan parameter risiko

baru yang sebagaian besar atau seluruhnya tidak dikenal di era sebelumnya”

(Giddens, 1991 : 3-4, dalam Ritzer dan Goodman, 2003 : 561 ).

Giddens membedakan risiko lingkungan pra modern (tradisional) dan

modern. Menurutnya risiko kebudayaan tradisonal didominasi oleh bahaya

(35)

commit to user xxxv

risiko yang ditimbulkan manusia (Giddens, 1990 : 106 ; 101, dalam Kuper dan

Kuper,2000 : 933). Selain itu, Giddens juga berpendapat bahwa “risiko bukan

semata-mata tindakan individu. Ada risiko lingkungan yang secara kolektif

mempengaruhi massa individu yang besar” ( Giddens, 1990 : 35, dalam Kuper

dan Kuper,2000 : 933 ).

Masyarakat risiko merupakan suatu istilah yang menunjukkan bahwa

terjadi perubahan ke kondisi-kondisi baru dalam kehidupan manusia saat ini.

Terdapat perbedaan pendapat pada hal tersebut, di satu pihak perubahan

dimaksud mengarah dari era modernitas menuju modernitas lanjut , sedangkan

ada yang menyebut pula perubahan tersebut terjadi dari era modernitas menuju

postmodernitas. Walaupun begitu, keduanya sepakat bahwa perubahan tersebut

melahirkan konsekuensi penting. Konsekuensi yang dimaksud ialah tuntutan

akan kesadaran bahwa dalam kehidupan manusia kini lebih diwarnai

ketidakmenentuan dan risiko yang sewaktu-waktu dapat mengancamnya. Jadi,

karakteristik penting dari masyarakat risiko adalah risiko dan cara untuk

mengatasi atau usaha meminimalkan menjadi masalah sentral kehidupan

manusia.

4. Klub Motor

Klub dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Tim, 2002 : 576) ,

(36)

commit to user xxxvi

a) perkumpulan yang kegiatannya mengadakan persekutuan untuk

maksud tertentu.

b) gedung tempat pertemuan suatu anggota perkumpulan

Club (klub) juga diartikan sebagai suatu kelompok yang terorganisasikan

untuk mencapai tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan tertentu (Soekanto,

1993 : 183). Dalam The Contenporary English-Indonesian Dictionary with

British and American Pronounciation and Spelling, Club (klub), berarti

perkumpulan , contoh ia adalah anggota perkumpulan tennis kami ( Salim, 2006

: 398).

Sementara itu, klub motor diartikan sebagai wadah yang dapat

menampung aspirasi serta keinginan para anggotanya berdasarkan mufakat dan

kesepakatan pada awal pembentukan oleh para pendirinya. Atau bisa juga

perkumpulan yang melakukan untuk maksud dan tujuan tertentu. Pada dasarnya

suatu klub hadir dari habitat atau ketertarikan yang sama. Misalnya, satu merk

motor dari satu pabrikan (Wibowo, 2011, http://hcstindonesia.blogspot.com).

Dari berbagai definisi tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa klub

motor merupakan suatu kelompok atau perkumpulan tertentu (berkaitan dengan

sepeda motor), yang memiliki tujuan dan maksud tertentu berkaitan dengan

(37)

commit to user xxxvii 5. Motivasi

Motivasi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Tim, 2002 : 756),

diartikan sebagai berikut :

a) Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak

sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.

b) Usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang

tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan

yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.

Motivation (motivasi) merupakan faktor yang menyebabkan suatu aktivitas

tertentu menjadi dominan, apabila dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas

lainnya (Soekanto, 1993 : 183).

Sementara itu, yang perlu menjadi perhatian bahwa konsep mengenai

motivasi adalah konsep yang menunjukkan suatu proses psikologi. Para

psikolog sering menjelaskan konsep tersebut sebagai suatu perasaan dari dalam

(internal feeling) manusia, sehingga motivasi merupakan kebutuhan internal

yang harus dipuaskan oleh ekspresi internal (Liliweri, 1997 :322).

Selain itu, perilaku seseorang yang pada hakikat ditentukan oleh

keinginan-keinginan untuk mencapai beberapa tujuan, membuat motivasi juga

diartikan sebagai pendorong agar seseorang itu melakukan suatu kegiatan untuk

mencapai tujuannya (Thoha, 2004 :253). Senada dengan hal tersebut, motivasi

(38)

commit to user xxxviii

atau mencapai suatu tujuan (Supiani, 2008, http://pyans.wordpress.com). Dari

berbagai pengertian mengenai konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa

motivasi merupakan suatu dorongan atau penggerak yang menjadi penyebab

dan alasan bagi seseorang untuk melakukan hal-hal tertentu yang merupakan

suatu keinginan atau tujuan yang ingin dicapainya.

B. Definisi Konseptual

Modal sosial menurut Putnam, menunjuk pada bagian-bagian dari

organisasi sosial seperti kepercayaan (trust), norma (norms) dan jaringan

(network), yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan

tindakan-tindakan yang terkoordinasi (Putnam, 1993 : 167, dalam Lawang, 2005 : 212 ).

Bagi Putnam, asosiasi dalam masyarakat terutama yang melibatkan hubungan

face to face, serta hubungan diantara individu akan menghasilkan kepercayaan,

norma pertukaran, dan kapasitas untuk civic engagement yang merupakan

esensi penting dalam sebuah masyarakat demokratis (Pratikno dan Tim,

2001: 7) .

Refleksivitas merupakan istilah yang digunakan secara lebih spesifik

untuk menandai ciri-ciri umum kehidupan sosial (modern). Refleksivitas

merujuk pada fakta bahwa masyarakat modern di masa kini tengah menuai

hasil-hasil negatif dari kesalahan-kesalahan dalam dalam mengelola

lingkungan mereka, dan merujuk pada semakin meningkatnya kesadaran

(39)

commit to user xxxix

menyatakan bahwa hal ini menjurus kepada semacam refleksivitas personal

dimana para anggota masyarakat modern yang sudah matang mempertanyakan

pola-pola kehidupan dan nilai-nilai (moral) sosial (Kuper dan Kuper, 2008 :

905). Oleh karena itu , secara sederhana refleksivitas dapat diartikan sebagai

pemantauan rutin Anda sendiri dan perilaku Anda agar dapat memutuskan

siapa Anda dan bagaimana Anda hidup (Jones, 2009 : 281) .

Motivasi merupakan suatu pendorong agar seseorang itu melakukan

suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya (Thoha, 2004 :253). Hal ini

disebabkan karena, perilaku manusia yang pada hakikatnya ditunjukkan demi

mencapai tujuan, kepentingan atau keinginannya.

C. Landasan Teori

1. Modal Sosial

Teori modal sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

dari Robert Putnam. Menurut Putnam, modal sosial menunjuk pada

bagian-bagian organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan , yang dapat

meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan

terkoordinasi (Putnam, 1993 : 167, dalam Lawang, 2004 : 212 ). Penjelasan

lebih rinci dari definisi tersebut menunjukkan acuan bahwa seperti

modal-modal lainnya, “modal-modal sosial bersifat produktif, dan memungkinkan

pencapaian tujuan tertentu yang tanpa kontribusinya tujuan tidak akan

(40)

commit to user xl

rasa percaya dan percaya sekali akan satu sama lain akan mampu

menyelesaikan (masalah) jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok

yang tidak memiliki rasa percaya dan kepercayaan…Dalam suatu komunitas

petani…dimana seorang petani sudah memperoleh rumput yang telah diikat

oleh orang lain dan dimana alat-alat pertanian dipinjamkan dan disewakan

secara meluas, modal sosial memungkinkan setiap petani menyelesaikan

pekerjaanya dengan hanya sedikit modal fisik dalam penyediaan alat dan

perlengkapan” (Putnam, 1993 : 167, dalam Lawang, 2004 : 212 ). Dari

penjelasan mengenai modal sosial oleh Putnam tersebut, dengan memberikan

analogi dalam komunitas petani membuat pemahaman pada konsep modal

sosial terlihat lebih mudah.

Dalam perkembangan lebih lanjut, definisi modal sosial dari Putnam

turut mengalami perubahan. Terbukti dalam buku terkenalnya, Putnam

berargumen bahwa, “gagasan inti teori modal sosial adalah bahwa jaringan

sosial memiliki nilai…kontak sosial memengaruhi produktivitas individu dan

kelompok” (Putnam, 2000 : 18-19, dalam Field,2010 : 51). Istilah itu sendiri ia

definisikan dengan merujuk pada “ hubungan antar individu-- jaringan sosial

dan norma resiprositas dan keterpercayaan yang tumbuh dari

hubungan-hubungan tersebut “ ( Putnam, 2000 : 19, dalam Field, 2010 : 51 ). Dari

rumusan baru tersebut terlihat bahwa kepercayaan (resiprositas) menjadi suatu

(41)

commit to user xli

Putnam juga memperkenalkan serta memberikan perbedaan dua

bentuk dasar modal sosial, yaitu menjembatani (atau inklusif) dan mengikat

(atau eksklusif). Perbedaan tersebut bahwa, modal sosial yang mengikat

cenderung mendorong identitas eksklusif dan mempertahankan homogenitas. Di

lain sisi, modal sosial yang menjembatani cenderung menyatukan orang dari

beragam ranah sosial. Sementara itu, kesamaan dari kedua bentuk dasar modal

sosial tersebut adalah membantu menyatukan kebutuhan yang berbeda (Field,

2010 : 52). Keduanya juga memiliki keunggulan masing-masing, seperti modal

sosial yang mengikat merupakan sesuatu yang baik untuk “menopang

resiprositas spesifik dan memobilisasi solidaritas, sekaligus menjadi “semacam

perekat terkuat dalam sosiologi”. Kemudian, hubungan-hubungan yang

menjembatani “akan lebih baik dalam menghubungkan aset eksternal dan bagi

persebaran informasi” (Putnam, 2000: 22-23, dalam Field, 2010 : 52).

2. Masyarakat Risiko

Masyarakat Risiko atau risk society merupakan salah satu konsep

penting yang diperkenalkan oleh Ulrich Beck. Istilah tersebut ia kemukakan

pada tesis karyanya , Risk Society : Toward a New Modernity , tidak heran jika

Beck dikenal sebagai pencipta atas gambaran mengenai “dunia masyarakat

risiko”. Dalam tesis karyanya, Beck menjelaskan beberapa konsep penting

seperti risiko, refleksivitas dan efek boomerang. Beck menjelaskan ”risiko”

(risk) sebagai, “kemungkinan-kemungkinan kerusakan fisik (termasuk mental

(42)

commit to user xlii

seperti proses sosial, politik, komunikasi, seksual” (Piliang, 2009,

http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity). Dengan demikian,

risiko mempunyai hubungan sangat erat dengan sistem, model, dan proses

perubahan di dalam sebuah masyarakat (industrialisasi, modernisasi,

pembangunan), yang akan menentukan tingkat risiko yang akan mereka hadapi.

Setidaknya terdapat tiga ekologi atau macam risiko yang di sebutkan oleh Beck,

antara lain : risiko fisik- ekologis (physical-ecological risk), risiko sosial

(social risk), dan risiko mental (psyche risk) (Piliang, 2009,

http://rumahwacana.wordpress.com/category/humanity) .

Risiko fisik- ekologis yaitu aneka risiko kerusakan fisik pada manusia

dan lingkungannya, contohnya : . gempa, tsunami, letusan gunung) atau risiko

yang diproduksi oleh manusia (man made risks). Aneka risiko biologis yang

“diproduksi” melalui aneka makanan, sayuran, hewan ternak, buah-buahan yang

menciptakan aneka penyakit kanker, tumor ganas, syaraf, kulit disebabkan oleh

intervensi proses artifisial-kimiawi terhadap proses alam yang melampaui batas.

Sementara risiko sosial yaitu aneka risiko yang menggiring pada rusaknya

bangunan dan lingkungan sosial sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal

kondisi alam, teknologi, industri. risiko fisik “kecelakaan” (lalu lintas jalan,

pesawat terbang, kecelakaan laut), “bencana” (banjir, longsor, kebakaran hutan,

kekeringan), yang sekaligus menciptakan pula secara bersamaan risiko sosial,

berupa tumbuhnya aneka “penyakit sosial”: ketakpedulian, ketakacuhan,

(43)

commit to user xliii

bangunan psikis, berupa perkembangan aneka bentuk abnormalitas,

penyimpangan (deviance) atau kerusakan psikis lainnya, baik yang disebabkan

faktor eksternal maupun internal.

Dari pemikiran-pemikiraan Beck dapat mengenai risiko juga berimbas

pada beberapa kelas sosial yang menjadi korban. Hal tersebut terjadi akibat

sejarah distribusi risiko itu sendiri, sebagaimana kekayaan risiko melekat pada

pola kelas, hanya saja yang terjadi adalah kebalikannya. Kekayaan terakumulasi

di puncak sementara risiko akan terakumulasi di dasar atau bawah”

(Beck,1992 : 35, dalam Ritzer dan Goodman, 2003 : 563 ). Oleh karena itu,

tidak mengherankankan jika risiko nantinya akan terpusat pada bangsa yang

miskin karena bangsa memiliki kemampuan dan sarana untuk menjauhkannya.

Meskipun begitu, kenyataan tidak akan selalu berjalan sama, karena Beck juga

memberikan gambaran bahwa dunia masyarakat risiko” yang tidak dibatasi

oleh tempat atau waktu. Dengan kata lain bahkan risiko dapat menimpa negara

kaya sekalipun. Terkait dengan hal tersebut adalah konsepnya mengenai “efek

bumerang”, yang merupakan pengaruh sampingan dari risiko yang dapat

menyerang kembali ke pusat pembuatnya (Ritzer dan Goodman, 2003 : 563).

Sehingga, sering kali masyarakat penikmat hasil modernisasi terjebak pada apa

yang mereka nikmati.

Walaupun modernisasi lebih dahulu menghasilkan risiko, namun ia

akan juga menghasilkan refleksivitas yang memungkinkannya untuk

(44)

commit to user xliv

Goodman, 2003 : 563 ). Dalam realita, sering kali rakyat atau korban dari risiko

itu sendiri mulai merefleksikan risiko modernisasi tersebut. Selanjutnya mereka

mulai mengamati dan mengumpulkan data tentang risiko dan akibatnya. Oleh

karena itu, refleksivitas baik berbentuk pikiran, renungan, sikap maupun

tindakan akan berperan dalam mengantisipasi , mengurangi atau mengatasi

dampak-dampak atau akibat-akibat dari risiko.

3. Motivasi

Teori dari Talcott Parsons mengenai tindakan sosial (orientasi

subyektif ) digunakan untuk menjelaskan motivasi dalam penelitian ini. Selain

itu, sebagai tambahan, juga digunakan teori motivasi kontenporer, teori ERG

dari Clayton Alderfer.

Teori Parsons mengenai tindakan sosial yang sifatnya umum

menekankan orientasi subyektif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu.

Pilihan tersebut secara normatif diatur nilai dan standar normatif bersama, dan

berlaku untuk tujuan yang ditentukan individu termasuk alat yang digunakan

untuk mencapainya, dan juga dalam memenuhi kebutuhan fisik yang mendasar

(Johnson, 1990 : 113). Menurut Parsons, orientasi orang yang bertindak terdiri

dari dua elemen dasar, yaitu orientasi motivasional (keinginan individu

bertindak untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan), dan

orientasi nilai (standar normatif yang mengendalikan pilihan individu (alat dan

tujuan) dan prioritas terkait kebutuhan dan tujuan yang berbeda). Orientasi

(45)

commit to user xlv

evaluatif. Sementara itu, orientasi nilai juga terdiri dari tiga dimensi, yaitu

kognitif, apresiatif dan moral (Johnson, 1990 : 113).

Penelitian ini lebih menekankan penggunaan orientasi motivasional

daripada orientasi nilai dalam melakukan analisis terhadap motivasi. Hal

tersebut karena komponen dalam orientasi nilai yang yang menunjuk pada

standar normatif umum, bukan keputusan dengan orientasi tertentu. Orientasi

motivasional, terdiri dari tiga dimensi berbeda. Dimensi kognitif yaitu,

pengetahuan orang yang bertindak terkait situasinya, terutama yang

berhubungan kebutuhan dan tujuan pribadi yang berbeda. Dimensi katektik

menunjuk pada reaksi afektif / emosional orang yang bertindak terhadap situasi

atau berbagai aspek didalamnya. Dimensi evaluatif menunjuk dasar pilihan

seseorang antara orientasi kognitif dan katektif secara alternatif.

Teori ERG merupakan hasil revisi Alderfer setelah mengerjakan

ulang teori klasik motivasi, yaitu hirarki kebutuhan Abraham Maslow

(Robbins, 2003 : 214). Menurut Alderfer terdapat tiga kelompok kebutuhan inti,

yaitu eksistensi (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan

(growth), sehingga disebut teori ERG (Robbins, 2003 : 214). Kelompok

eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar kita,

mencakuphal-hal yang dianggap Maslow sebagai kebutuhan fisiologis dan

keamanan. Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok kebutuhan hubungan,

yaitu hasrat yang untuk memiliki dan memelihara hubungan sosial dan

(46)

commit to user xlvi

sama dengan kebutuhan sosial dan komponen eksternal dari klasifikasi

penghargaan Maslow. Akhirnya, kebutuhan pertumbuhan adalah hasrat

intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik kategori

penghargaan dan karakteristik yang tercakup dalam kebutuhan aktualisasi

Maslow.

Perbedaan antara teori hirarki kebutuhan Maslow dan teori ERG

Alderfer selain menggantikan lima kebutuhan menjadi tiga, yaitu dapat

beroperasi sekaligus lebih dari satu kebutuhan, dan jika kepuasan dari suatu

kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi

kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah meningkat. Kelebihan teori ERG,

karena lebih konsisten dengan pengetahuan kita mengenai perbedaan individual

antara orang-orang dan dengan adanya bukti beberapa studi empiris, sehingga

secara keseluruhan teori ERG menyatakan suatu versi yang valid dari hirarki

kebutuhan Maslow (Robbins, 2003 : 216).

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan judul “The Context of Risk Decisions : Does Social

Capital Make Difference (Young People, Social Capital, and the Negoiations of

Risk, carried out under the Pathways into and out of Crime the Young

People ?)”, oleh Thilo Boeck, Jannie Flaming dan Kemshal Hazel tahun 2006.

Penelitian ini diambil dari Jurnal Forum Qualitative Sozial Forschung , Forum:

(47)

commit to user xlvii

January 2006. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat dua

kelompok anak muda yang berada pada kondisi yang berbeda, yaitu anak muda

yang berada pada “situasi berisiko” dan dalam “situasi navigasi risiko”. Anak

muda yang berada dalam situasi yang lebih berisiko (bersinggungan dengan

risiko) menunjukkan pendekatan yang fatalistik (apatis, putus asa dan frustasi)

terhadap kehidupan mereka dan risiko, dan berada dalam keadaan yang disebut

stagnansi risiko (risk stagnation), dimana mereka tidak mampu atau tidak ingin

mengambil/menghadapi risiko untuk meninggalkan situasi mereka saat ini.

Sementara itu, anak muda yang berada dalam situasi navigasi risiko adalah

mereka yang ditandai oleh beragam dan luasnya jaringan yang mereka

punya, serta pandangan yang aktif dan fokus dalam kehidupan. Jadi

merekalah, yang mampu melakukan navigasi atas risiko, mengelola transisi

kehidupan dan mengambil atau menghadapi risiko untuk melakukan gerakan

perubahan dengan meninggalkan situasi yang bermasalah.

Sumbangan penelitian tersebut adalah dalam hal hasil penelitiannya.

Hasil penelitian tersebut secara tidak langsung menjawab bahwa modal sosial

turut berperan dalam keputusan anak muda pada risiko kriminalitas. Senada

dengan hal tersebut, penelitian ini yang dilakukan ini juga akan mengangkat

modal sosial dan risiko, serta refleksivitas anggota Klub Motor Wonogiri King

Club (WKC), sehingga dapat menjadi gambaran bagi pelaksanaan penelitian

(48)

commit to user xlviii

Penelitian berjudul “Social Capital and Children’s Wellbeing : a

Chritical Shyntesis of The Social Capital Literature”, oleh Kristin M. Ferguson

pada tahun 2006, dari International Journal of Social Wellfare ISSN

1369-6866. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa modal

sosial berkorelasi atau terkait dengan kesejahteraan anak atau remaja. Hasil

penelitian tersebut sekaligus menjadi sumbangan pada penelitian mengenai

Modal Sosial dan Refleksivitas Anggota Klub Motor Wonogiri King Club

(WKC). Hal tersebut menjadi teoritisi dasar yang dapat membantu

mengeksplorasi berbagai penelitian mendatang yang berkaitan dengan modal

sosial, termasuk penelitian ini.

Penelitian berjudul “Kehidupan Berorganisasi sebagai Modal Sosial

Komunitas Jakarta “, oleh Linda Darmajanti Ibrahim pada tahun 2002, yang

diambil dari Jurnal Masyarakat terbitan Lab. Sosio FISIP UI Edisi no 11 tahun

2002. Hasilnya kehidupan berorganisasi di tingkat komunitas ketetanggaan

dapat dikembangkan dengan keberadaan aktor individual-sosial agar mampu

mengakses sumberdaya lokal. Bahkan organisasi dapat menjadi wadah dan alat

untuk mengembangkan nilai-nilai demokrasi warga agar lebih mandiri

berswasembada sebagai penduduk Jakarta. Kehidupan berorganisasi antar dan

di rumah tangga komunitas menjadi suatu cerminan proses saling mengisi

modal sosial dan modal manusia. Sumbangan dari penelitian tersebut adalah

(49)

commit to user xlix

sosial dalam masyarakat khususnya dalam suatu komunitas komunitas .

Mengingat penelitian Modal Sosial dan Refleksivitas Anggota Klub Motor

Wonogiri King Club (WKC) juga terkait langsung dengan suatu kelompok

masyarakat.

Penelitian dengan judul “Urgensi Keberadaan Social Capital dalam

Kelompok-Kelompok Sosial : Kajian mengenai Social Capital Pada Kelompok

Tani Mardi Utomo dan kelompok PKK Di Desa Bakalan, Kecamatan

Jumapolo, Kabupaten Karanganyar , Jawa Tengah “ oleh Ali Wafa, dan diambil

dari Jurnal Masyarakat terbitan Lab. Sosio FISIP UI Edisi no 12 tahun 2003.

Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa aspek-aspek struktur sosial di Desa

Bakalan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Kelompok Tani Mardi Utomo

untuk mencapai tujuan kelompoknya yaitu memenuhi kebutuhan rumah dan

sawah bagi anggotanya. Social capital dalam kelonpok tersebut dapat berjalan

berkat dukungan trust atau kepercayaan yang cukup kuat , mekanisme kontrol

sosial , pekerjaan yang sama sebagai petani dan tujuan yang sama dimiliki oleh

kelompok sosial , yang semuanya berada dalam struktur sosial yang ada.

Hasil penelitian tersebut yang menjadi sumbangan pada penelitian

terkait Modal Sosial dan Refleksivitas Anggota Klub Motor Wonogiri King

Club (WKC). Paparan hasil penelitian tersebut dapat menjadi suatu temuan

yang penting sekaligus menjadi pandangan bagi peneliti khususnya terhadap

(50)

commit to user l

peneliti juga merupakan kelompok yang tergabung dalam Klub Motor

Wonogiri King Club (WKC).

E. Kerangka Pemikiran

Motivasi merupakan suatu pendorong agar seseorang itu melakukan

suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya (Thoha, 2004 :253). Dengan kata lain,

tiap tindakan atau perilaku manusia didasarkan atas suatu tujuan, kepentingan

atau keinginan tertentu. Bagi orang-orang yang menjadi telah menjadi anggota

Klub Motor WKC juga terdorong oleh berbagai tujuan, kepentingan atau

keinginan tertentu hingga sampai pada suatu keputusan untuk bergabung

sebagai anggota dalam klub motor tersebut.

Menurut Putnam, modal sosial menunjuk pada bagian-bagian

organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan , yang dapat

meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan

terkoordinasi (dalam Putnam, 1993 : 167 yang dikutip Field, 2010 : 49). Jadi

setidaknya terdapat tiga bentuk sekaligus unsur modal sosial yang disebutkan

oleh Putnam , yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan. Selanjutnya Putnam

juga menyebutkan dua bentuk dasar dari modal sosial yaitu : menjembatani

(atau inklusif) dan mengikat (atau eksklusif). Kedua bentuk dasar tersebut

memiliki karakteristik masing-masing, namun begitu tetap terdapat

kesamaannya, yakni membantu menyatukan kebutuhan yang berbeda (Field,

(51)

commit to user li

Memasuki era masyarakat risiko berarti bahwa isu mengenai

risiko-risiko yang mungkin dihadapi masyarakat menjadi lebih fundamental.

Akibatnya seluruh masyarakat, dalam kondisi siap atau tidak siap harus tetap

mengahadapi berbagai risiko yang ada, baik risiko fisik- ekologis

(physical-ecological risk), risiko sosial (social risk), dan risiko mental (psyche risk).

Kenyataan itu pula yang dialami para anggota klub motor Wonogiri King Club

(WKC) yang juga mengalami risiko fisik dengan adanya ancaman kecelakaan,

risiko sosial dengan makin memupuk individualisme, dan risiko sosial yang

berpotensi menjadi risiko mental dengan munculnya kesan negatif terhadap

pengendara RX King yang identik sebagai brandalan. Meskipun begitu, selain

menghadapi berbagai risiko para anggota Klub Motor Wonogiri King Club

(WKC) juga menghasilkan refleksivitas untuk mengetahui, menyadari

kemudian memahami cara mengatasi risiko tersebut.

Modal sosial menjadi begitu penting terkait kehidupan masyarakat

risiko. Keterkaitan tersebut terlihat dengan meningkatnya individualisme dalam

kehidupan masyarakat. Individualisasi kehidupan masyarakat yang makin kuat

dan berlebihan inilah yang turut mendorong pentingnya peran dan posisi modal

sosial untuk menyeimbangkan. Karena modal sosial merupakan konsep yang

sering digunakan dalam ilmu sosial untuk menggambarkan kapasitas sosial

untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara integrasi sosial (Pratikno

dan Tim, 2001 : 5) , yang notabene dekat dengan konsep solidaritas sosial dan

(52)

commit to user lii

masyarakat risiko, khususnya refleksivitas disebabkan oleh peran sentral modal

sosial dalam menjadi navigator risiko, seperti disebutkan dalam hasil penelitian

“Anak Muda, Modal Sosial dan Negoisasi Risiko” (Young People, Social

Capital and Negoitation of Risk) ,khususnya tentang “jalur atau saluran-saluran

bagi anak muda untuk dapat masuk (terjerumus) dan keluar (terhindar) dari

kejahatan” (Pathways into and out of Crime for Young People). Jadi secara

sederhana dapat dikatakan bahwa terlepas berperan sentral atau tidak, berperan

besar atau kecil , modal sosial memiliki peran dalam mendorong lahirnya

refleksivitas dalam masyarakat risiko, yang sekaligus menunjukkan keterkaitan

antara keduanya.

Bagan 1

Kerangka Pemikiran

Modal Sosial :

Kepercayaan (trust)

Norma (norms)

Jaringan (network)

(Field, 2010 : 46) (Lawang,2004 : 212) (Pratikno dan Tim, 2001 : 5)

Refleksivitas

(Jones, 2009 : 251 dan 281)

Motivasi menjadi anggota Klub Motor WKC

(Thoha, 2004 : 253)

(53)

commit to user liii BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Wonogiri, yang

merupakan wilayah cakupan dari Klub Motor Wonogiri King Club (WKC).

Pemilihan lokasi tersebut dilatarbelakangi oleh Klub Motor RX King yang

notabene masih berusia muda (3 tahun), namun memiliki koordinator wilayah

(korwil) yang cukup banyak. Korwil tersebut meliputi : Wonogiri, Sidoharjo,

Jatisrono, Slogohimo, Purwantoro, Nguntoronadi, Batu dan Pracimantoro.

Selain itu, kemudahan dalam hal akses data menjadi alasan lain pemilihan

lokasi tersebut.

B. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif kualitatif menjadi jenis penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini. Terkait hal tersebut, Mayer dan Greenwood

membedakan dua jenis deskriptif, yaitu deskriptif kualitatif dan deskriptif

kuantitatif (Silalahi, 2009: 27). Deskriptif kualitatif semata-mata mengacu pada

identifikasi karakteristik (sifat yang membedakan) sekelompok manusia, benda

atau peristiwa, dan melibatkan proses konseptualisasi, serta menghasilkan

pembentukan skema-skema klasifikasi. Sedangkan deskriptif kuantitatif, justru

menyajikan tahap lebih lanjut dari observasi, atau setelah memiliki skema

Gambar

tabel. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing) berarti penarikan arti data
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3 Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiat an Koordinasi Kegiat an Pengembangan Tanaman Tahunan Unt uk Fasilit asi Ident if ikasi Pendayagunaan Sumber Daya Tahun 2014 di Pusat dibiayai melalui DIPA Direkt orat

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kelelahan dengan produktivitas pada pekerja di PT Anugerah Sawit Makmur, Kabupaten Labuhanbatu Utara.. Jenis

Pengumpulan data kelelahan dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner Subjective Self Rating Test dari International Fatigue Research Committee dan pengumpulan

PENGARUH GAYA MENGAJAR INKLUSI TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN PENCAK SILAT SENI.. PALEREDAN DI KELAS X SMA NEGERI

Bagi guru atau pengajar pencak silat bahwa gaya mengajar inklusi dapat. digunakan dalam mengajar pembelajaran pencak

[r]

Dengan adanya efisiensi terhadap produktivitas dalam bekerja maka penyelesaian tugas dapat dilakukan dengan efektif sehingga hasil yang diharapkan atau tingkat keluaran dapat

(7) to develop, in consultation with Member States 1 and relevant partners, options for establishing a global development and stewardship framework to support