Bersama Ketua PN Denpasar:
Sugeng Riyono, S.H., M.HUM
proses Modernisasi Manajemen Perkara. Sasarannya adalah transparansi putusan, transparansi info perkara, integrasi info per- kara, dan pelaporan perkara berbasis elek- tronik. Bagaimana dengan PN Denpasar?
Kami siap untuk menjalankan proses Manajemen Perkara yang sedang diterapkan oleh Mahkamah Agung. Masalah IT dalam Manajemen Perkara itu hanya sebagai satu komponen. IT kami memang sudah siap dan sudah berjalan sejak 2011 (sudah memanfaatkan e-dokumen dan Direktori Putusan). Kemudian semakin sempurna sejak diluncurkan CTS tahun 2012 di PN Denpasar. Alhamdu- lillah selama ini berjalan dengan baik dan lancar. Apabi- la masyarakat/pihak yang berperkara ingin mengetahui perkaranya, bisa langsung membuka website kami (www. pn-denpasar.go.id), karena bisa dibuka di manapun, di Amerika sekalipun (sambil tertawa). Termasuk sisa perka- ra kemarin sudah diuji oleh ketua MA langsung. Termasuk siapa saja majelisnya.
Berapa jumlah hakim? Apakah jumlah terse- but cukup untuk mengatasi perkara yang masuk?
Jumlah hakim ada 18. Jumlah ini sudah cukup, jika terlalu banyak hakim, tempatnya kurang. Karena ruang si- dang yang ada saat ini hanya empat. Untuk majelis hakim kita bagi sesuai dengan ruang sidang. Satu kelompok ada empat hakim, satu hakim untuk cadangan, kalau saya be- bas. Setiap hakim di-rolling agar mendapat jatah menjadi ketua majelis. Ruang sidang A, B, C, dan D siapa saja hakimnya. Sidangnya sudah menetap di situ terus. Jadi ti- dak berebut ataupun antri ruang sidang. Di sisi lain, karena ruang sidangnya sudah tetap, maka akan terawat dengan baik. Anggota tetap ruangan tersebut ikut menjaga kebersi- hannya, kenyamanannya, bahkan patungan untuk mem- beli AC.
Upaya apa saja yang dilakukan untuk mening- katkan pelayanan di PN Denpasar?
Kami melakukan pembenahan. Pembenahan dari da- lam dan dari luar. Bisa dilihat penderita difabel bisa ma- suk ke ruang sidang dengan kursi roda, tak perlu dibantu. Fasilitasnya baru dibangun atas apresiasi internasional dari Eropa, yang peduli pada HAM. Untuk menghindari ma-
salah jadwal sidang yang molor, manajemen pengadilan tegas mengatakan jam 8.00-10.00 adalah untuk permo- honan, jam 10.00-13.00 adalah perdata, jam 13.00-sele- sai untuk pidana. Jadwal ini saklek, tidak boleh dilanggar. Perkir pun menjadi teratur dan cukup. Lalu dibuat pera- turan untuk pengunjung, bagi pengunjung yang menggu- nakan pakaian mini, kita pinjamkan celana panjang atau jaket maupun sepatu milik pengadilan, setelah itu baru boleh masuk. Kalau mereka malu dipinjamkan, silahkan beli sendiri di toko. Jadi kita tidak menghambat kepenting- an dia, tapi hormatilah kantor ini. Alhamdulillah sekarang sudah dimengerti, jadi tidak ada lagi penampilan pengun- jung yang kurang sopan. Menerima telefon pun ada atur- annya, maksimal empat kali bunyi harus diangkat. Dari segi keamanan pun kita benahi. Untuk pidana dijaga kejak- saan. Ada satpam untuk menertibkan pengunjung sidang yang menggunakan HP, memakai topi, berbicara keras. Ada polisi yang mempunyai satuan regu Sabara, dan in- tel yang selalu siap dikontak 24 jam. Untuk prinsip-prinsip pelayanan saat ini sistem kita sudah berjalan. Sehingga masyarakat akan betul-betul terlayani. Saya selalu terbuka untuk siapapun, termasuk untuk masyarakat. Walaupun hakim tidak boleh menemui pihak. tetapi saya setiap hari mendengarkan keluhan-keluhan masyarakat, barangkali ada miss-komunikasi. Kami akan mencoba meredam di bawah sehingga tidak lari ke KY (Komisi Yudisial) ataupun Bawas (Badan Pengawas).
Saya juga sering diminta menjadi narasumber di Udayana, kesempatan kita juga untuk menjelaskan posi- si pengadilan seperti apa. Saya juga terjun dan berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat, wartawan, organisasi massa, lalu mediasi dengan KPK. Karena sering adanya miss-komunikasi, maka kita perlu jelaskan pada pihak-pi- hak tersebut.
Saya selalu bilang, pemimpin yang sebenarnya ada- lah pemimpin yang menghadapi di lapangan, mengha dapi masyarakat yang berperkara, yang mengeksekusi, ya hakim, juru sita, karyawan.. Kalau saya menghadapi yang di atas. Keterbukaan itupun diwujudkan dalam rapat. Seti- ap rapat ada notulensinya, mulai dari jamnya, isinya apa saja, bagaimana jalan keluarnya, siapa saja yang hadir, semuanya ada, dan ini dibukukan. Siapa pun boleh meli- hat. Silakan jika dari Tim Majalah Mahkamah Agung ingin melihat. (Tim MMA)
SI ST EM I N FORM ASI
SEJARAH panjang pengembangan sistem informa- si Mahkamah Agung RI terbagi dalam dua era, yakni era sebelum satu atap (1997–2004) dan era satu atap (sejak keluarnya Surat Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi, dan inansial dari lingkungan Peradilan Umum, Agama, Militer dan Tata Usaha Negara kepada Mahkamah Agung).
Pada era sebelum satu atap, MA telah memiliki Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) yang berfungsi un- tuk merekam data perkara dan pencarian kembali untuk memberikan informasi dan laporan kepada pengguna (user) yang membutuhkannya. Pada saat itu MA sudah mampu memberikan pelayanan informasi kepada publik, khususnya pihak-pihak berperkara, secara online melalui akses dial telepon ke nomor 121, sehingga sistem terse- but dikenal dengan sistem Akses 121. Pada tahun 2003
sistem Akses 121 dikembangkan lebih luas lagi mo- dulnya, mencakup sistem informasi manajemen kepega- waian, perencanaan, keuangan, aset dan logistik. Sistem pelayanannya, selain menggunakan saluran telepon dial 121, juga menyediakan kios informasi yang ditempatkan pada lobbi MA dengan fasilitas beberapa PC layar sentuh (touch screen) yang dapat dipergunakan secara langsung bagi masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi status perkara yang datang langsung ke MA.
Karena sudah berkembang modul sistem informasi- nya, maka ketika diluncurkan pada tahun 2003, Akses 121 diganti namanya menjadi SIMARI (singkatan dari ”Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik Indonesia”). Hing- ga 2006, SIMARI direplikasi untuk diimplementasikan ke beberapa pengadilan di wilyah Jakarta, Semarang dan Surabaya untuk empat lingkungan peradilan, baik tingkat pertama maupun tingkat banding, sebagai pilot project. Namun disayangkan, karena tidak terkelola dengan baik, SIMARI, dengan platform teknologi yang pada saat itu se- benarnya sudah cukup baik, tidak berlanjut. Pengelolaan teknologi informasi pada saat itu masih berorientasi proyek (project oriented). Pengembangan dan pengelolaan SI- MARI sepenuhnya berada pada vendor. Jika vendornya berganti atau dukungan anggaran proyek berhenti, hal itu berpengaruh sekali terhadap keberlangsungan SIMARI. Padahal, perkembangan teknologi informasi sangat cepat perubahannya. Jika sebuah sistem berjalan terhenti pe- ngelolaannya, sangat sulit untuk dilanjutkan oleh pengelola baru, karena pengelola lama dan yang baru berbeda cara dalam memandang sebuah sistem.
Pengembangan sistem informasi di era satu atap se- jak 2006 jauh lebih sulit karena berbaurnya bermacam-ma- cam sistem informasi dengan beragam platform teknolo- gi dan kultur pengelolaan yang tumbuh secara sporadis. Dalam kondisi seperti ini, MA harus mengeisiensikan dan mengoptimalkan sumber daya sistem informasi dengan mengintegrasikan berbagai sistem informasi yang sudah