• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjalanan Panjang Peradilan Umum di Jakarta

Dalam dokumen Edisi Dua (Halaman 50-53)

Buku “Sejarah Peradilan Umum di Jakarta” ini hadir sebagai hasil penelitian yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta bekerjasama dengan lembaga Arsip Na- sional Republik Indonesia. Buku yang ditulis oleh ketua Pengadilan Tinggi Jakarta ini khusus mengenai Peradilan Umum (Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di Ja- karta). Disusun secara populer dengan merekonstruksi secara deskriptif babakan demi babakan jalannya sejarah peradilan umum di Jakarta.

Menyusun sejarah peradilan di Indonesia tidaklah mudah, karena terbatasnya literatur yang tersedia sehingga data dan fakta yang didapat tidaklah lengkap. Penelitian buku ini dilakukan dengan menghimpun data dan informasi melalui sumber data sekunder berupa dokumen dan li-

teratur, serta mengunjungi tempat-tempat yang berkaitan de ngan seja rah peradilan di Jakarta. Dalam keterbatasan data dan fakta sejarah peradilan di Jakarta ini hanya untuk direkonstruksi tanpa memberikan analisis, bahasan, ko- mentar, dan kajian sejarah.

Diyakini bahwa hukum dan institusi peradilan sama tuanya dengan sejarah peradaban yang ada di Indonesia. Data dalam bentuk dokumen peradilan yang tertua, yaitu pada abad ke–10, yang disebut Jayapattra. Jayapattra memperlihatkan aturan-aturan antara lain mengenai hu- kum materiil, hukum acara, dan hukum kewarganegaraan (hlm.1). Secara kronologis deskriptif disusun sebagai beri- kut:

I. Pendahuluan.

II. Sejarah Kota Jakarta (hlm. 7-38). Sejarah peradilan di Jakarta tidak bisa dipisahkan dari sejarah kota Jakarta. Mulai dari prasejarah sampai Jakarta yang masih dalam bentuk kerajaan yang sangat luas daerah kekua- saannya. Yaitu hampir seluruh Jawa Barat yang memben- tang dari Banten, Bogor, dan Cirebon. Hal tersebut dibukti- kan dengan adanya prasasti yang bernama Prasasti Tugu.

III. Peradilan pada Masa Kerajaan Taru- manegara, Sunda, Banten Girang, dan Pa- jajaran (hlm. 39-48). Pada masa ini tata tertib hukum yang berlaku dipengaruhi oleh budaya dan agama Hindu, Budha, dan Islam. Terlihat bagaimana sistem hukum yang berlaku begitu teratur.

IV. Peradilan pada masa Kesultanan Banten

(hlm. 49-51). Pada masa ini ada satu macam pengadilan yang dipimpin oleh seorang kadi atau hakim tunggal. Hu- kum yang berlaku saat itu ialah jika ada hukuman mati yang dijatuhkan oleh seorang kadi tak lantas bisa langsung terlaksana. Harus ada pengesahan terlebih dahulu dari seorang sultan.

V. Peradilan pada Masa VOC (hlm. 53-82). Pada masa VOC sistem peradilan yang berlaku didasarkan atas concordantie-beginsel, yaitu menerapkan sistem peradilan yang berlaku di Negeri Belanda. Warna Belanda sen- Judul : Sejarah Peradilan Umum di Jakarta

Penulis : Ansyahrul

Penerbit : Pengadilan Tinggi Jakarta (Katalog Dalam Terbitan)

Cetakan pertama : April, 2013 Tebal : 260 halaman

tris sangat kental dan berpengaruh pula pada sejarah peradilan di Indonesia.

VI. Peradilan pada Masa Pemerintahan Pran- cis (hlm. 83-98). Ketika Prancis menguasai Belanda, Na- poleon Bonaparte mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Daendels banyak melakukan perubahan peradilan kala itu. Misalnya lembaga pengadilan yang menyelesaikan perkara-perka- ra yang berhubungan dengan agama, dan yang bersifat ringan dihapuskan.

VII. Peradilan pada Masa Pemerintahan Ing- gris (hlm. 99-117) yang saat itu dipimpin oleh Rafles.

Ia menemukan bukti-bukti keadaan hukum peradilan peninggalan VOC dan Daendels. Dari bukti-bukti terse- but akhirnya Inggris berkesimpulan bahwa mereka harus segera memperbaiki keadaan dan menyederhanakan struktur pengadilan dengan menghapus beberapa lemba- ga yang ada. Pada masa ini, Pemerintah Inggris membuat perjanjian dengan Belanda, yaitu mengembalikan daerah kekuasaan Belanda. Perjanjian tersebut dinamakan de- ngan Konvensi London.

VIII. Peradilan pada Masa Hindia Belanda (hlm. 119-152). Beberapa bulan setelah Konvensi London, Pe- merintah Belanda pun mengeluarkan regeringsreglement yang mengatur mengenai bentuk pemerintahan di Hindia Belanda, termasuk memuat kebijakan mengenai hukum dan peradilan. Pada masa Hindia Belanda, hukum dan peradilan yang diterapkan sarat akan diskriminasi atas ras dan agama hingga akhirnya terjadi Perang Dunia II yang menyebabkan Hindia Belanda menyerah dan kekuasaan dikendalikan oleh Jepang.

IX. Peradilan pada Masa Pendudukan Je- pang (hlm. 153-158). Peraturan perundang-undangan semasa Hindia Belanda tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Balatentara Dai Nippon. Jepang membentuk pengadilan-pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dan perdata, serta lembaga kejaksaan. Sistem hukum dan peradilan yang diterapkan Jepang tidak banyak memba- wa pengaruh terhadap hukum dan peradilan di Indonesia.

X. Peradilan pada Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan (hlm. 159-167). Setelah Jepang me ng- alami kekalahan perang dan menyerah kepada sekutu. In- donesia masuk ke dalam fase proklamasi kemerdekaan.

Pada masa ini susunan peradilan yang ada di masa pen- dudukan Jepang yang merupakan kelanjutan dari masa Hindia Belanda tetap diteruskan.

XI Peradilan pada Masa Sesudah Peng- akuan Kedaulatan. Setelah pengakuan kedaulatan, dikeluarkanlah Undang-undang Darurat nomor 18 tahun 1950 tanggal 17 April 1950 tentang Penghapusan Peng- adilan-Pengadilan Landgerecht dan appelraad. Kemudian dibentuklah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di Jakarta. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Jakarta di- atur dalam Undang-Undang darurat Nomor 1 Tahun 1953 yang meliputi daerah hukum segala Pengadilan Negeri daerah Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan bekas Ka- residenan Kalimantan Barat. Daerah hukum Pengadilan Tinggi Jakarta berubah dengan dibentuknya Pengadilan Tinggi Pontianak, Pengadilan Tinggi Palembang, dan Peng adilan Tinggi Bandung. Sementara pelayanan hu- kum untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta semakin be- rat. Pengadilan Negeri yang ada tidak sanggup lagi untuk melayani permasalahan hukum yang ada. Pada tahun 1978 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor JB.1/1/3 Tanggal 23 Maret 1978 memecah tiga Peng- adilan Negeri menjadi lima Pengadilan Negeri (PN). Yaitu PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Barat, PN Jakarta Selatan, PN Jakarta Utara, dan PN Jakarta Timur. Keadaan inilah yang berlaku hingga sekarang.

XII Penutup. Sejarah peradilan di Jakarta tentunya telah mengalami kurun waktu yang sangat panjang dan diperkirakan lebih dari dua milenium, serta tidak terlepas dari sejarah perkembangan sistem hukum, politik, di- namika sosial, dan sejarah peradaban bangsa. Sejarah mencatat, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan pengalaman, khususnya di bidang peradilan, mulai dari peradilan dengan sistem hukum Hindu, Budha, Islam, Eropa Kontinental, dan Anglo Saxon (semasa di bawah kekuasaan Inggris), sampai kepada bentuk sistem peradilan nasional yang berlaku hingga saat ini dengan mengikuti dinamika sejarah setelah kemerdekaan.

Secara fundamental pembentukan Pengadilan Ne- geri dan Pengadilan Tinggi di Jakarta dilakukan segera setelah pemulihan kedaulatan, lepas dari koloni Belanda. Sehingga negara bebas menentukan sistem peradilan yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, bersifat demokratis, tidak diskriminatif, dilandasi semangat unii-

BU K U

kasi dan nasionalisme modern.

Dalam halaman lampiran, Arsip Nasional RI memberikan kontribusi yang baik untuk menyertakan data-data dari zaman Belanda maupun setelah kolonial.

Buku ini bukan hanya sekedar menjelaskan sejarah peradilan di Jakarta saja, melainkan juga mengulas kem- bali tentang sejarah Indonesia secara umum dari masa kerajaan, penjajahan, dan juga saat proklamasi. Pen- jelasannya sangat rinci dan logis dengan kalimat yang tidak terlalu rumit sehingga mudah dipahami. Buku ini juga menyajikan foto yang relevan, sehingga membuat pembaca dapat mengetahui gambaran yang sebenarnya terjadi, sesuai dengan isi. Tetapi sumber foto tidak diser- takan pada setiap foto. Hanya dijelaskan pada kata pe- ngantar bahwa foto diambil dari beberapa sumber yang jumlahnya sebanyak 35 sumber. Untuk mempermudah mencari istilah ataupun kata-kata yang tidak umum, buku ini tidak didukung oleh indeks untuk mempermu- dah mencari istilah ataupun kata-kata yang tidak umum/ asing. Dengan adanya buku ini diharapkan dapat mem- beri pengetahuan yang lebih mendalam dan lebih luas mengenai sejarah peradilan di Jakarta.

Buku ini dapat menginspirasi penulisan sejarah hu- kum di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi titik awal penelitian kembali sejarah peradilan di Indone- sia yang lebih lebih Indonesiasentris, terlepas dari mi- tos-mitos Belandasentris maupun Eropasentris. Saran penulis, sejarah hukum dan peradilan di Indonesia harus ditulis ulang. Sumber-sumber prasejarah dan masa-ma- sa sebelum zaman kolonial digali kembali, agar dapat dirumuskan suatu formulasi tentang tatahukum dan ta- taperadilan Indonesia yang sesuai dengan kepribadian, karakter, dan masa depan hukum dan peradilan di Indo- nesia. (Rita Z)

KENAPA hukum bisa berubah-ubah, teori apa saja yang berhubungan dengan perubahan hukum? Apa saja aspek pengubah hukum? Dalam buku yang ditulis oleh Prof. Abdul Manan Ini semuanya dibahas secara gamblang.

Dalam buku 263 halaman ini dijelaskan bahwa law is an invention of people, hukum itu lahir dibidani dan dibesarkan oleh masyarakat itu sendiri. Eksis- tensi hukum tidak boleh terikat dan tidak boleh ter- batas pada rumusan-rumusan yang gersang dari nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Masyarakat senantiasa mengalami perubahan, baik yang terlihat maupun tidak terlihat, baik yang cepat maupun lambat, baik yang menyangkut ma- salah fundamental maupun masalah kecil-kecil saja. Hal demikian terjadi karena masyarakat bukan ha- nya kumpulan manusia, melainkan tersusun pula da- lam berbagai kelompok dan kelembagaan, sehing- ga kepentingan anggota masyarakat menjadi tidak sama.

Judul : Aspek-aspek Pengubah Hukum

Penulis : Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum

Penerbit : Kencana Prenada Media Group Cetakan pertama : April, 2013

Tebal : 263 halaman

Ukuran buku : 13,5 X 20,5 cm Tahun terbit : 2013, cetakan ke-4

Hukum Harus Selalu Dinamis

Dalam dokumen Edisi Dua (Halaman 50-53)

Dokumen terkait