SINTHO WAHYUNING ARDIE
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Nama : Sintho Wahyuning Ardie
NIM : A351040101
Program Studi : Agronomi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi
Ketua
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr
Anggota
Ir. Sri Rahayu, MSi
Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Pengaruh Intensitas Cahaya dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Hoya diversifolia Blume.
Pada kesempatan berbahagia ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, kritikan, dan masukan selama penulisan proposal hingga penulisan tesis. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr, dan Ir. Sri Rahayu, MSi, selaku anggota komisi pembimbing atas dorongan moril, motivasi, bimbingan yang sangat intensif, masukan dan diskusi selama penyusunan, pelaksanaan penelitian, dan penulisan tesis. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MS selaku penguji luar komisi pembimbing atas kesediaan dalam meluangkan waktu untuk memberi saran dan masukan dalam ujian tesis. Terima kasih penulis ucapkan pada Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS (ketua PS pascasarjana Agronomi) yang telah memberikan saran-saran dan arahan sejak penulis diterima sebagai mahasiswa program pascasarjana IPB Program Studi Agronomi hingga selesai. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko (Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB) yang telah memberikan banyak kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan tesis selama 4 semester.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Dorly, MSi dan Bapak Yadi atas bantuannya dalam membuat dan manganalisis preparat anatomi jaringan . Di samping itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Yudiansyah SSi, Bambang Hermawan, A.Ma., dan Joko Mulyono yang telah banyak berdiskusi dan memberi masukan selama bekerja di laboratorium Research Group for Crop Improvement dan laboratorium Ekofisiologi Tanaman , Departemen Agronomi dan Hortikultura. Terima kasih penulis ucapkan kepada Beginer Subhan SPi atas dukungan dan pengertiannya selama pelaksanaan penelitian in i. Kepada semua teman program studi Agronomi angkatan 2004 dan teman -teman terdekat, Neni
Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Mami, Papi, dan mas Inu serta seluruh keluarga, atas segala pengorbanan, semangat, doa dan kasih sayangnya.
Semoga Allah SWT mencatat kebaikan dari semua pihak dan memberikan balasan serta hidayah kepada kita sekalian. Akhirnya penulis berhadap semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2006
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juli 1982 di Samarinda, Kalimantan Timur dari ayah yang bernama Ir. Bambang Winarto, MM dan ibu Siti Aminah. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMUN 1 Manado dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama kuliah penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan HIMAGRON dan aktif membantu berbagai mata kuliah dengan menjadi asisten praktikum.
Penulis menyelesaikan studi program strata satu pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama mendaftarkan diri pada program pascasarjana IPB. Penulis mengambil program studi Agronomi pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada bagian Produksi Tanaman sejak tahun 2004 sampai sekarang.
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman H. diversifolia Bl ... 4 Pembungaan Tanaman ... 5 Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan ... 6 Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan ... 9
BAHAN DAN METODE
Percobaan 1. Pengamatan Fase Perkembangan Organ Bunga H.
diversifolia Bl. dan Perbedaan Kandungan Endogen ... 12 Percobaan 2. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Pemupukan terhadap pertumbuhan dan Pembungaan H. diversifolia Bl. ... 13 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan ... 16 Fase Perkembangan Organ Bunga... 17 Fase induksi dan perbedaan kandungan gula endogen... 17 Fase inisiasi awal... 20 Fase inisiasi lanjut... 20 Fase diferensiasi... 21 Fase pendewasaan bagian bunga dan anthesis... 22 Pengaruh Intensitas Cahaya dan Pemupukan terhadap pertumbuhan dan Pembungaan H. diversifolia Bl. ... 22
Pengaruh Intensitas Cahaya ... 24 Pengaruh Pemupukan tersarang dalam Intensitas Cahaya ... 35 PEMBAHASAN UMUM ... 44
ii
Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN ... 56
iii
1 Rata-rata intensitas cahaya dan persen naungan aktual pada bulan
Februari – Mei 2006 ... 16
2 Kandungan gula pada buku Hoya diversifolia Bl. ... 19 3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan
terhadap karakter agronomi dan fisiologi tanaman H. diversifolia Bl. 23 4 Pengaruh intensitas cahaya terhadap tinggi tanaman H. diversifolia Bl. 24 5 Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah buku H. diversifolia Bl. 25 6 Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah daun H. diversifolia Bl. 25 7 Pengaruh intensitas cahaya terhadap warna dan kandungan klorofil
daun H. diversifolia Bl. pada 14 MSP ... 26 8 Pengaruh intensitas cahaya terhadap luas dan tebal daun H. diversifolia
Bl. pada 14 MSP ... 28
9 Pengaruh intensitas cahaya terhadap stomata daun H. diversifolia Bl.
pada 14 MSP ... 32
10 Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah tunas generatif H.
diversifolia Bl. pada 14 MSP ... 33 11 Pengaruh intensitas cahaya terhadap kandungan NPK jaringan tanaman
H. diversifolia Bl. pada 14 MSP ... 34 12 Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman H. diversifolia Bl. ... 35 13 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah buku H. diversifolia Bl. ... 36 14 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun H. diversifolia Bl. ... 37 15 Pengaruh pemupukan terhadap luas dan tebal daun H. diversifolia Bl.
pada 14 MSP ………. 37
16 Pengaruh pemupukan terhadap warna dan kandungan klorofil daun H.
diversifolia Bl. pada 14 MSP ... 39 17 Pengaruh pemupukan terhadap jumlah tunas generatif H. diversifolia
iv
19 Pengaruh pemupukan terhadap kandungan NPK jaringan tanaman H.
v
1 H. diversifolia Bl.; A. Individu bunga; B. Bunga majemuk berbentuk
umbell; C. Daun ... 4 2 Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman
(photosynthetically active radiation/ PAR) ... 7 3 Morfologi dan anatomi buku H. diversifolia Bl. sebelum dan pada fase
induksi bunga ... 18
4 Morfologi dan anatomi buku H. diversifolia Bl. pada fase inisiasi awal 20 5 Morfologi dan anatomi buku H. diversifolia Bl. pada fase inisiasi lanjut 21 6 Morfologi dan anatomi buku H. diversifolia Bl. pada fase diferensiasi... 21 7 Morfologi bunga H. diversifolia Bl. pada fase pendewasaan bagian
bunga... 22
8 Standar warna hijau FHK Chlorophyl tester, CT-102 (Fujihira Industry Co.Ltd)... 27
9 Penampakan anatomi daun H. diversifolia Bl. secara melintang pada
perbesaran 400X ... 29
10 Penampakan anatomi daun H. diversifolia Bl. secara melintang pada
itensitas cahaya yang berbeda ... 30
11 Perbandingan pola distribusi stomata pada permukaan epidermis bawah daun H. diversifolia Bl. pada perbesaran 1000X... 31 12 Penampakan anatomi daun H. diversifolia Bl. secara melintang pada
perlakuan pemupukan ... 38
vi
Halaman
1. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap tinggi tanaman Hoya diversifolia Bl. ... 57 2. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap jumlah daun Hoya diversifolia Bl. ... 59 3. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap jumlah buku Hoya diversifolia Bl. ... 61 4. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap warna daun Hoya diversifolia Bl. ... 63 5. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap kandungan klorofil daun Hoya diversifolia Bl. ... 63 6. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap tebal dan luas daun Hoya diversifolia Bl. ... 63 7. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap jumlah tunas generatif Hoya diversifolia Bl. ... 64 8. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap stomata daun Hoya diversifolia Bl. ... 65 9. Sidik ragam pengaruh intensitas cahaya (I) dan pemupukan (P)
terhadap kandungan NPK jaringan tanaman Hoya diversifolia Bl... 66 10. Metode pembuatan preparat anatomi jaringan ... 67 11. Komposisi pupuk yang digunakan dalam penelitian... 68 12. Metode Anthrone untuk penetapan gula total (Apriyantono et al. 1989) 69 13. Metode Nelson-Somogyi untuk penetapan gula pereduksi (Sudarmadji
et al. 1984) ... 70 14. Metode analisis klorofil a dan b (Arnon 1949) ... 71 15. Metode penetapan n itrogen total (Metode Kjeldahl) ... 72 16. Metode penetapan P dan K pada tanaman. ... 73 17. Matriks korelasi antara parameter agronomi dan fisiologi pada
perlakuan intensitas cahaya dan pemupukan ... 74 18. Denah Percobaan II ... 75 19. Gambar rata-rata suhu udara harian selama penelitian ... 76 20. Gambar rata-rata kelembaban udara harian selama penelitian ... 76
Industri tanaman hias berkembang pesat dewasa ini. Nilai impor bunga potong dan tanaman hias meningkat 98.64% pada tahun 2005 dibanding nilai impor pada tahun 2001, yaitu dari US$ 604 921 menjadi US$ 1 201 599 (BPS 2006). Kebanyakan tanaman hias yang dikembangkan adalah spesies introduksi dari daerah sub tropis. Spesies-spesies introduksi tersebut memerlukan perlakuan khusus agar dapat beradaptasi dengan lingkungan tropis. Krisan misalnya, memerlukan panjang hari tertentu agar dapat berbunga, dan mawar potong hanya dapat diusahakan pada daerah dengan ketinggian tertentu. Di lain pihak, pasar tanaman hias mancanegara mulai marak dengan jenis tanaman hias eksotik. Indonesia merupakan pusat keragaman banyak spesies tanaman, dan diantaranya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias.
Marga Hoya dari famili Asclep iadaceae merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias. Sekitar 32 jenis Hoya Indonesia telah dikoleksi dan dikonservasikan di Kebun Raya Bogor (Rahayu 1999). Di pasar internasional Hoya dapat dijual dengan harga berkisar US$ 3.75 – 30.00 untuk satu setek tanpa akar sepanjang dua ruas (8-10 cm) (Winn 2005), sedangkan di dalam negeri Hoya belum banyak dikenal. Potensi Hoya terletak pada bentuk bunganya yang indah dan beraroma harum (Griffiths 1994). Sebagai tanaman asli Indonesia , Hoya mudah tumbuh dan diperbanyak, relatif bebas serangan hama dan penyakit serta tidak memerlukan budidaya yang intensif.
Hoya diversifolia Bl. adalah jenis Hoya yang memiliki bunga menarik dengan korola berwarna merah muda yang lembut (warna dadu) dan korona berwarna senada namun lebih tua (Rahayu 1998). Tanaman tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bunga potong karena memiliki tandan bunga berurutan di ujung percabangan dan memiliki bunga dalam jumlah banyak (20-30 per tandan; 5-20 tandan per tangkai) (Rahayu 2001 ).
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan H. diversifolia Bl. sebagai tanaman hias adalah periode berbunga yang sangat dipengaruhi oleh musim. Pengamatan Rahayu (1998) selama dua tahun (1994 – 1996) menunjukkan bahwa secara alami tunas-tunas generatif H. diversifolia Bl. akan
terbentuk pada akhir musim hujan (Februari-Maret) dan memiliki jumlah bunga mekar terbanyak pada bulan April dan Mei.
Pembungaan pada tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor endogen , seperti umur dan ukuran tanaman. Tanaman yang pembungaannya sangat ditentukan oleh faktor endogen dan tidak membutuhkan kondis i lingkungan tertentu untuk berbunga disebut sebagai autonomous flowering plants. Berlawanan dengan kelompok autonomous flowering plants, beberapa spesies membutuhkan kondisi lingkungan spesifik untuk dapat berbunga. Pada beberapa spesies tanaman lainnya, selain ditentukan oleh faktor endogen, pembungaan tanaman juga diregulasi oleh kondisi lingkungan (Taiz dan Zeiger 2002). Hoya adalah tanaman yang pembungaannya diduga ditentukan baik oleh faktor endogen maupun faktor lingkungan karena menurut Baudendis tel (1979) Hoya tidak akan berbunga hingga mencapai ukuran dan umur tertentu, dan menurut Rahayu (1998) pembungaan H. diversifolia sangat dipengaruhi oleh musim.
Salah satu faktor endogen yang dapat meregulasi pembungaan tanaman adalah gula. Gula berperan penting sebagai molekul penerima sinyal yang meregulasi berbagai macam gen dan dapat mempengaruhi berbagai aspek perkembangan dalam tanaman tingkat tinggi termasuk pembungaan. Pada tanaman Sinapis alba, konsentrasi sukrosa dalam floem yang menuju apeks pucuk meningkat secara cepat setelah terjadi induksi pembungaan (Bernier et al. 1993). Dengan demikian, peran gula sebagai salah satu faktor endogen yang dapat mempengaruhi pembungaan H. diversifolia Bl. perlu dipelajari lebih lanjut. Selain perubahan metabolisme pada pucuk yang dicerminkan oleh konsentrasi kandungan gula atau hormon (Bernier et al. 1993; Taiz dan Zeiger 2002), peralihan pucuk vegetatif ke generatif umumnya disertai laju pembelahan sel yang lebih tinggi (Kinet et al. 1985b) dan berakibat pada perubahan struktur yang sangat kecil pada pucuk. Menurut Lang (1987), perubahan biokimia pada saat terjadi induksi bunga tidak menyebabkan terjadinya manifestasi secara morfologis, sehingga perlu diamati melalui pengamatan anatominya.
Periode berbunga H. diversifolia Bl. yang secara alami hanya terjadi pada peralihan musim menunjukkan bahwa faktor lingkungan pada saat peralihan musim tersebut memiliki kemungkinan mempengaruhi induksi pembungaan
saat peralihan musim. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pembungaan beberapa spesies tanaman disampaikan oleh Kinet et al. (1985a), yaitu terjadinya penghambatan antesis pada bunga mawar Baccara dan tomat akibat intensitas cahaya rendah, serta meningkatnya pembentukan bunga azalea pada intensitas cahaya tinggi. Menurut Taiz dan Zeiger (2002), tanaman yang tumbuh pada kondisi intensitas cahaya rendah mengalami fase juvenil yang lebih lama atau kembali menjadi juvenil. Ketersediaan hara merupakan faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan memiliki peluang menginduksi pembungaan tanaman. H. diversifolia Bl merupakan tanaman epifit yang pada habitat aslinya tidak memperoleh cukup hara. Kinet et al. (1985a) menyatakan bahwa pada beberapa spesies nitrogen meningkatkan laju perkembangan bunga dan jumlah bunga yang terbentuk, kekurangan kalium mengakibatkan ukuran bunga mawar yang lebih kecil bahkan gagal mekar, dan kekurangan fosfor menunda anthesis pada tomat. Oleh karena itu, peran intensitas cahaya dan pemupukan sebagai faktor lingkungan dalam pertumbuhan dan pembungaan
H. diversifolia Bl. perlu dipelajari lebih lanjut.
Setelah terinduksi, tahap perkembangan organ bunga selanjutnya merupakan proses yang tidak kalah pentingnya. Pucuk yang telah terinduksi untuk berbunga dapat mengalami kegagalan membentuk bunga yang normal bahkan gugur akibat berbagai faktor. Tahap-tahap perkembangan organ bunga
H. diversifolia Bl. belum terdokumentasikan dengan baik, sehingga belum tersedia informasi yang dapat menjadi acuan tahapan perkembangan bunga pada spesies ini. Dengan demikian penentuan stadia perkembangan organ bunga pada
H. diversifolia Bl. perlu dilakukan, baik secara morfologi maupun anatomi.
Tujuan Pene litian
Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan stadia perkembangan tunas generatif H. diversifolia Bl. secara morfologis dan anatomis , (2) mempelajari hubungan antara kandungan gula endogen dengan pembungaan H. diversifolia
Bl., dan (3) mengetahui pen garuh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan pembungaan tanaman H. diversifolia Bl.
Marga Hoya (Asclepiadaceae) merupakan tanaman tropis dengan pusat keragaman tertinggi di Semenanjung Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Papua Nugini (Goyder 1990). Terdapat sekitar 200 spesies Hoya yang batas-batas penyebarannya meliputi Bagian Selatan Himalaya, Bagian Selatan Cina dan Jepang, Kepulauan Fiji, Kepuluan Samoa, Bagian Tropis dari Austr alia, hingga Madagaskar. H. diversifolia Bl. merupakan Hoya yang terdapat di hampir semua habitat Hoya, terutama di Indonesia, Filipina dan Malaysia (Burton 1992).
Gambar 1. H. diversifolia Bl.; A. Individu bunga ; B. Bunga majemuk berbentuk umbell; C. Daun. Sumber: Koleksi Sri Rahayu.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan epifit merambat dengan daun tebal (sukulen). Seluruh permukaan tumbuhan dilapisi lilin dan menghasilkan getah putih seperti susu. Daunnya terletak berhadapan, berbentuk bulat telur terbalik seperti ditunjukkan oleh Gambar 1C. Bunganya merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam tandan berbentuk payung (umbell) (Gambar 1B). Gambar 1A menunjukkan masing-masing kuntum yang berbentuk bintang dan mempunyai ornamen tambahan (korona) yang juga berbentuk bintang. Korola pada bunga H. diversifolia Bl. memiliki warna merah muda yang lembut (warna dadu) dan permukaannya seperti beludru, sedangkan koronanya mempunyai warna senada yang lebih tua, terkesan padat seperti lilin (Rahayu 1998).
Organ reproduktif bunga Hoya terdiri atas putik dan benang sari yang tersusun dalam satu badan bunga yang disebut gynostemium. Stigma melebar berbentuk persegi lima dan terletak di tengah korona. Benang sari memadat membentuk struktur yang disebut pollinia. Setiap kuntum individu bunga
memiliki lima pasang pollinia. Struktur pollinia terdiri atas korpuskulum, yaitu alat melekatnya badan sari pada masing-masing sudut kepala gynostemium dan
translator aparatus yaitu tangkai sari yang menghubungkan setiap pasang pollinia
(Rahayu 2001).
Pembungaan Tanaman
Pembungaan pada tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur dan ukuran tanaman. Tanaman yang pembungaannya sangat ditentukan oleh faktor endogen dan tidak membutuhkan kondisi lingkungan tertentu untuk berbunga disebut sebagai autonomous flowering plants. Berlawanan dengan kelompok autonomou s flowering plants, beberapa spesies membutuhkan kondisi lingkungan spesifik untuk dapat berbunga, misalnya panjang hari, kualitas cahaya, intensitas cahaya, vernalisasi, serta ketersediaan hara dan air (Taiz dan Zeiger 2002). Studi fisiologi telah menghasilkan tiga model utama untuk menjelaskan pembungaan tanaman, yaitu konsep florigen/ anti-florigen, hipotesis penyebaran nutrisi (nutrient diversion hypothesis), dan model kendali oleh multi-faktor (multifactorial control model) (Bernier et al. 1993; Levy dan Dean 1998).
Konsep florigen muncul setelah ditemukannya fotoperiodisme. Fotoperiodisme merupakan kemampuan organisme untuk mendeteksi panjang hari dan menimbulkan respon musiman. Tanaman dapat diklasifikasikan berdasarkan responnya terhadap panjang hari, yaitu tanaman hari pendek (short day plant/ SDP) dan tanaman hari panjang (long day plant/ LDP). SDP adalah tanaman yang dapat berbunga pada hari pendek (short day/ SD), yaitu di bawah periode cahaya kritis, misalnya 24 jam. Sebaliknya, LDP adalah tanaman yang hanya dapat berbunga pada hari panjang (long day/ LD), yaitu di atas periode kritis. Konsep florigen didasarkan pada percobaan penyambungan (grafting) antara SDP yang terinduksi (tanaman donor) ke LDP non-induksi (tanaman resipien) pada kondisi lingkungan non-induksi (SD) dapat menyebabkan LDP non-induksi berbunga. Walaupun diproduksi sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang sangat berlainan, florigen diduga merupakan senyawa yang sama atau setara secara fisiologis pada hampir semua angiosperma. Dalam konsep florigen dinyatakan bahwa daun akan menerima sinyal dari lingkungan dan memindahkan
stimulus tersebut ke apeks pucuk melalui floem. Stimulus tersebut kemudian diberi nama florigen.
Bukti bahwa florigen diproduksi di daun ditunjukkan oleh penelitian defoliasi pada tanaman SDP Xanthium (Salisbury 1963). Bila daun dipotong segera setelah perlakuan SD, tanaman tetap vegetatif karena florigen belum dikirim dari daun. Florigen akan ditranslokasi dalam beberapa jam setelah perlakuan SD, yang ditunjukkan dengan berbunganya tanaman bila defoliasi dilakukan beberapa jam setelah perlakuan SD.
Sampai saat ini florigen belum berhasil diisolasi dan diindetifikasi. Kegagalan dalam mengisolasi dan mengidentifikasi florigen menyebabkan ban yak peneliti beralih pada model ke dua, yaitu. nutrient diversion hypothesis. Dalam konsep nutrient diversion dinyatakan bahwa pada induksi pembungaan, faktor lingkungan menyebabkan peningkatan jumlah asimilat yang bergerak ke meristem apikal. Peningkatan asimilat pada meristem apikal akan menyebabkan induksi pembungaan.
Pendapat bahwa asimilat merupakan satu-satunya hal penting dalam induksi pembungaan dalam nutrient diversion hypothesis disanggah oleh
multifactorial control model. Dalam model terakhir, terdapat sejumlah senyawa kimia, termasuk asimilat (sukrosa dan Ca2+) dan fitohormon (gib erelin, auksin, dan sitokinin), terlibat dalam induksi pembungaan.
Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan
Cahaya matahari merupakan unsur iklim yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Tiga fak tor utama radiasi yang penting bagi tanaman yaitu kuantitas (intensitas), kualitas, dan periode lama penyinaran. Intensitas adalah jumlah energi yang diterima tanaman pada luasan dan jangka waktu tertentu. Radiasi berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, laju transpirasi dan periode kritis dalam pertumbuhan (Squire 1993).
Reaksi cahaya dalam fotosintesis merupakan akibat langsung penyerapan foton oleh molekul-molekul pigmen seperti klorofil. Foton tidak seluruhnya memiliki tingkat energi yang cocok untuk mengeksitasi pigmen daun. Di atas 760 nm foton tidak memiliki cukup energi, dan di bawah 390 nm foton (bila diserap
oleh daun) memiliki terlalu banyak energi sehin gga akan menyebabkan ionisasi dan kerusakan pigmen. Hanya foton dengan panjang gelombang antara 390 – 760 nm (photosynthetically active radiation/ PAR) yang memiliki energi yang cocok untuk fotosintesis (Gardner et al. 1991).
Dalam proses fotosintesis, energi cahaya dikonversi ke molekul lebih tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman yang meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR terbaik pada panjang gelombang tertentu (Gambar 2). Klorofil a menyerap cahaya tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420 nm dan 660 nm. Klorofil b menyerap cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440 dan 640 nm, sedangkan karotenoid termasuk xanthofil mengabsorpsi cahaya pada pada panjang gelombang 425 dan 470 nm (Salisbury dan Ross 1992).
Gambar 2. Spektrum cahaya yang dapat diserap oleh pigmen tanaman, biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR) (Salisbury dan Ross 1992).
PAR dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan kisaran panjang gelombang yang diserap pigmen tanaman yaitu panjang gelombang aktivitas tinggi (400-500 nm) kelompok cahaya biru, dan panjang gelombang aktif rendah
Panjang gelombang (nm)
Laju fotosintesis (%)
Absorpsi
(600-700 nm) kelompok cahaya merah (respon fitokrom). Cahaya merah (respon fitokrom) aktif untuk induksi fotoperiodisitas pembungaan, perkembangan kloroplas (tidak termasuk sintesis klorofil), penuaan (senescence) daun dan abisisi daun. Sedangkan PAR dari 500 -600 nm, kelompok cahaya hijau, tergolong tidak aktif untuk fotosintesis. Cahaya merah jauh (far-red) dengan panjang gelombang 700-800 nm juga tidak aktif untuk fotosintesis tetapi banyak mempengaruhi fotomorfogenesis (Grant 1997). Menurut Salisbury dan Ross (1992); Grant (1997), cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan menghasilkan energi foton yang lebih besar dari pada cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang. Adanya naungan dapat menyebabkan rendahnya foton yang dapat diserap (Neff, Frankhauser dan Chory 2000).
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Tanaman
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tanaman. Intensitas cahaya rendah pada umumnya disebabkan oleh naungan. Spesies tanaman yang memiliki habitat ternaung (shade plant) memiliki laju fotosintesis yang lebih rendah, titik kompensasi cahaya yang rendah, serta respon fotosintesisnya mencapai jenuh pada tingkat radiasi yang lebih rendah dibanding spesies yang memiliki habitat di daerah terbuka (sun plant). Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasi pada shade plant
sangat rendah, sehingga dengan sedikit saja fotosintesis netto yang dihasilkan